BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

Primary Survey a) General Impressions b) Pengkajian Airway

PANDUANTRIASE RUMAH SAKIT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BTCLS BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)

Bantuan Hidup Dasar. (Basic Life Support)

BASIC LIFE SUPPORT A. INDIKASI 1. Henti napas

PANDUAN TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

RESUSITASI JANTUNG PARU ( RJP ) CARDIO PULMONARY RESUSCITATION ( CPR )

PERTOLONGAN GAWAT DARURAT

Seorang laki-laki umur 30 tahun dibawa ke UGD RSAL. Kesadaran menurun, tekanan darah 70/50, denyut nadi 132 kali/menit kurang kuat, repirasi rate 32

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PANDUAN SKRINING PASIEN RSU BUNDA JEMBRANA

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUKU PANDUAN INSTRUKTUR SKILLS LEARNING SISTEM EMERGENSI DAN TRAUMATOLOGI RESUSITASI ANAK

RESUSITASI JANTUNG PARU. sirkulasi dan pernapasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah

LAMPIRAN FORMULIR PERSETUJUN MENJADI RESPONDEN

PERTOLONGAN PERTAMA GAWAT DARURAT. Klinik Pratama 24 Jam Firdaus

Pusat Hiperked dan KK

Penanggulangan Gawat Darurat PreHospital & Hospital *

ADVANCED TRAUMA LIFE SUPPORT REFRESHER* )

BAB II LANDASAN TEORI

PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PRIMARY SURVEY PADA PENANGANAN KEGAWATDARURATAN DI IGD RSUD KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI

SOAL-SOAL PELATIHAN BLS RS PUSURA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. Definisi

Universita Sumatera Utara

RJPO. Definisi. Indikasi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PEMINDAHAN PASIEN. Halaman. Nomor Dokumen Revisi RS ASTRINI KABUPATEN WONOGIRI 1/1. Ditetapkan, DIREKTUR RS ASTRINI WONOGIRI.

NEONATUS BERESIKO TINGGI

PenanggulanganGawatDarurat PreHospital& Hospital *

CEDERA KEPALA, LEHER, TULANG BELAKANG DAN DADA

BANTUAN VENTILASI PADA KEGAWATDARURATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TRAUMA KEPALA. Doni Aprialdi C Lusi Sandra H C Cynthia Dyliza C

ASKEP KEGAWATAN AKIBAT TENGGELAM. By Yoani Maria V.B.Aty

Keterangan : P1,2,3,...P15 : Pertanyaan Kuesioner. : Jawaban Tidak Setuju. No. Urut Resp

Adult Basic Life Support

PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA BAB I

BANTUAN NAFAS DENGAN AMBUBAG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kecelakaan Lalu Lintas Kota Yogyakarta a. Definisi Kecelakaan Lalu Lintas

KUESIONER PENELITIAN

BAB I DEFINISI A. PENGERTIAN

REKOMENDASI RJP AHA 2015

PROTAP DAN SOP TRIASE DI UNIT GAWAT DARURAT/UGD RUMAH SAKIT

PENGKAJIAN PRIMER DAN SEKUNDER

Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Khalilati, et. al., hubungan tingkat pengetahuan..

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. : Jl Dame No.59 SM Raja Km 10 Medan-Amplas : TK Panglima Angkasturi, Medan : SD Negeri , Medan

ETT. Ns. Tahan Adrianus Manalu, M.Kep.,Sp.MB. SATU dalam MEDISTRA membentuk tenaga keperawatan yang Profesional dan Kompeten

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN NY. S DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI IGD RS HAJI JAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2003)

Asfiksia. Keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur

Pelatihan Internal RSCM Bantuan Hidup Dasar 2015 BANTUAN HIDUP DASAR. Bagian Diklat RSCM

PKU Bagi Emergency Rescue Team (ERT) Untuk Mengatasi Kondisi Gawat Darurat Melalui Basic Life Support (BLS)

By Ns. Yoani M.V.B.Aty

BLOK EMERGENCY MEDICINE

Medical Emergency Response Plan (MERP) / Tanggap Darurat Medis (TDM)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENILAIAN KETERAMPILAN KELAINAN PADA LEHER ( ANAMNESIS + PEMERIKSAAAN FISIK)

SOP RESUSITASI BAYI BARU LAHIR

BUKU PANDUAN KERJA KETERAMPILAN KLINIK BLOK REPRODUKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENILAIAN KETERAMPILAN KELAINAN THORAX (ANAMNESIS + PEMERIKSAAAN FISIK)

13. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Pesawat Udara SUBSTANSI MATERI

(electric shock) adalah sebuah fenomena dalam kehidupan. Secara. tubuh manusia dengan sumber tegangan yang cukup tinggi sehingga dapat

PANDUAN ASESMEN PASIEN

Ditetapkan Tanggal Terbit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

P3K Posted by faedil Dec :48

BUKU PANDUAN INSTRUKTUR SKILLS LEARNING SISTEM EMERGENSI DAN TRAUMATOLOGI BANTUAN HIDUP DASAR

LAPORAN ANALISA SINTESA TINDAKAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT Klien resume 4

CODE BLUE SYSTEM No. Dokumen No. Revisi Halaman 1/4 Disusun oleh Tim Code Blue Rumah Sakit Wakil Direktur Pelayanan dan Pendidikan

Patofisiologi Tulang yang mengalami fraktur biasanya diikuti kerusakan jaringan di sekitarnya, seperti di ligamen, otot tendon, persarafan dan pembulu

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang sedang terjadi sekarang ini permasalahan yang

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN

BUKU PANDUAN INSTRUKTUR SKILLS LEARNING SISTEM EMERGENSI DAN TRAUMATOLOGI RESUSITASI JANTUNG PARU

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. MS DENGAN SYOK SEPTIK DI IGD RSUD WANGAYA TANGGAL 8 DESEMBER 2015

BAB III METODE PENELITIAN

PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL

HUBUNGAN ANTARA STATUS GLASSGOW COMA SCALE DENGAN ANGKA LEUKOSIT PADA PASIEN TRAUMA KEPALA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD Dr MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

Materi 13 KEDARURATAN MEDIS

BAB I PENDAHULUAN. tujuan mencegah keadaan bertambah buruk, cacat tubuh bahkan kematian

TOKSIKOLOGI BEBERAPA ISTILAH. Toksikologi Toksisitas Toksin / racun Dosis toksik. Alfi Yasmina. Sola dosis facit venenum

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TERAPI MUROTTAL

PENDAHULUAN. RJP. Orang awam dan orang terlatih dalam bidang kesehatanpun dapat. melakukan tindakan RJP (Kaliammah, 2013 ).

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

A. Pengertian Oksigen B. Sifat Oksigen C. Tujuan Oksigenasi D. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

Dilakukan. Komponen STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TEKNIK PEMIJATAN BAYI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Unit perawatan intensif atau yang sering disebut Intensive Care Unit

KEDARURATAN LINGKUNGAN

Training BTLS Held In Samarinda on 2008 INITIAL ASSESMENT

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2003). Ada 6 (enam) tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif, yaitu: a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. b. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. e. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2003). 2.2. Keadaan Gawat Darurat 2.2.1. Definisi Kejadian gawat darurat dapat diartikan sebagai keadaan dimana seseorang membutuhkan pertolongan segera karena apabila tidak mendapatkan pertolongan dengan segera maka dapat mengancam jiwanya atau menimbulkan kecacatan. Penatalaksanaan awal dalam kegawatdaruratan merupakan aplikasi terlatih dari prinsip-prinsip penanganan pada saat terjadinya kecelakaan atau dalam kasuskasus penyakit mendadak dengan menggunakan fasilitas-fasilitas atau bendabenda yang tersedia pada saat itu. Hal ini merupakan metode penanganan yang telah diuji sampai korban dipindahkan ke Rumah Sakit atau lokasi dimana keterampilan dan peralatan yang layak tersedia (Skeet, 1995).

Penatalaksanaan awal diberikan untuk : 1. Mempertahankan hidup 2. Mencegah kondisi menjadi lebih buruk 3. Meningkatkan pemulihan Seseorang yang memberikan penatalaksanaan awal harus : 1. Mengkaji sesuatu 2. Memnentukan diagnosis untuk setiap korban 3. Memberikan penanganan yang cepat dan adekuat, mengingat bahwa korban mungkin memiliki lebih dari satu cedera dan beberapa korban akan membutuhkan perhatian dari pada yang lain 4. Tidak menunda pengiriman korban ke Rumah Sakit sehubungan dengan kondisi serius Penatalaksanaan awal tersebut dimulai dengan melakukan survey awal (primary survey). 2.2.2. Primary Survey Penatalaksanaan awal pada primary survey dilakukan pendekatan melalui ABCDE yaitu : A:Airway, menjaga airway dengan kontrol servikal (cervical spinecontrol) B: Breathing, menjaga pernafasan dengan ventilasi C: Circulation dengan kontrol perdarahan (hemorrage control) D: Disability, status neurologis E: Exposure/environmental control, membuka baju penderita, tetapi cegah hipotermia 2.2.2.1. Airway Airway manajemen merupakan hal yang terpenting dalam resusitasi dan membutuhkan keterampilan yang khusus dalam penatalaksanaan keadaan gawat darurat, oleh karena itu hal pertama yang harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas, yang meliputi pemeriksaan jalan nafas yang dapat disebabkan oleh benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur manibula atau maksila, fraktur laring atau

trakea. Gangguan airway dapat timbul secara mendadak dan total, perlahan-lahan dan sebagian, dan progresif dan/atau berulang. Menurut American Collage of Surgeon, 2004, Kematian-kematian dini karena masalah airway seringkali masih dapat dicegah, dan dapat disebabkan oleh : 1. Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan airway 2. Ketidakmampuan untuk membuka airway 3. Kegagalan mengetahui adanya airway yang dipasang secara keliru 4. Perubahan letak airway yang sebelumnya telah dipasang 5. Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan ventilasi 6. Aspirasi isi lambung Bebasnya jalan nafas sangat penting bagi kecukupan ventilasi dan oksigenasi. Jika pasien tidak mampu dalam mempertahankan jalan nafasnya, patensi jalan nafas harus dipertahankan dengan cara buatan seperti : reposisi, chin lift, jaw thrust, atau melakukan penyisipan airway orofaringeal serta nasofaringeal (Walls, 2010). Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus melindungi vertebra servikal. Dalam hal ini dapat dimulai dengan melakukan chin lift atau jaw thrust. Pada penderita yang dapat berbicara, dapat dianggap bahwa jalan nafas bersih, walaupun demikian penilaian terhadap airway harus tetap dilakukan. Penderita dengan gangguan kesadaran atau Glasgow Coma Scale sama atau kurang dari biasanya memerlukan pemasangan airway definitif. Adanya gerakan motorik yang tak bertujuan, mengindikasikan perlunya airway definitif. Penilaian bebasnya airway dan baik-tidaknya pernafasan harus dikerjakan dengan cepat dan tepat. Bila penderita mengalami penurunan tingkat kesadaran, maka lidah mungkin jatuh ke belakang, dan menyumbat hipofaring. Bentuk sumbatan seperti ini dapat dengan segera diperbaiki dengan cara mengangkat dagu (chin lift maneuver), atau dengan mendorong rahang bawah ke arah depan (jaw thrust maneuver). Airway selanjutnya dapat dipertahankan dengan airway orofaringeal (oropharyngeal airway) atau nasofaringeal (nasopharingeal airway). Tindakantindakan yang digunakan untuk membuka airway dapat menyebabkan atau memperburuk cedera spinal. Oleh karena itu, selama melakukan prosedur-

prosedur ini harus dilakukan imobilisasi segaris (in-line immobilization) (American Collage of Surgeon, 2004). Teknik-teknik mempertahankan airway : 1. Head tilt Bila tidak sadar, pasien dibaringkan dalam posisi terlentang dan horizontal, kecuali pada pembersihan jalan napas dimana bahu dan kepala pasien harus direndahkan dengan posisi semilateral untuk memudahkan drainase lendir, cairan muntah atau benda asing. Kepala diekstensikan dengan cara meletakkan satu tangan di bawah leher pasien dengan sedikit mengangkat leher ke atas. Tangan lain diletakkan pada dahi depan pasien sambil mendorong / menekan ke belakang. Posisi ini dipertahankan sambil berusaha dengan memberikan inflasi bertekanan positif secara intermittena (Alkatiri, 2007). Namun, pada korban yang dicurgai mengalami fraktur pada daerah servikal, maneuver ini tidak boleh dilakukan. 2. Chin lift Jari - jemari salah satu tangan diletakkan bawah rahang, yang kemudian secara hati hati diangkat ke atas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari tangan yang sama, dengan ringan menekan bibir bawah untuk membuka mulut, ibu jari dapat juga diletakkan di belakang gigi seri (incisor) bawah dan, secara bersamaan, dagu dengan hati hati diangkat. Maneuver chin lift tidak boleh menyebabkan hiperekstensi leher. Manuver ini berguna pada korban trauma karena tidak membahayakan penderita dengan kemungkinan patah ruas rulang leher atau mengubah patah tulang tanpa cedera spinal menjadi patah tulang dengan cedera spinal.

Gambar 2.1. Head-tilt, chin-lift maneuver (sumber : European Resusciation Council Guidelines for Resusciation 2010). 3. Jaw thrust Penolong berada disebelah atas kepala pasien. Kedua tangan pada mandibula, jari kelingking dan manis kanan dan kiri berada pada angulus mandibula, jari tengah dan telunjuk kanan dan kiri berada pada ramus mandibula sedangkan ibu jari kanan dan kiri berada pada mentum mandibula. Kemudian mandibula diangkat ke atas melewati molar pada maxila (Arifin, 2012).

Gambar 2.2. Jaw-thrust maneuver (sumber : European Resusciation Council Guidelines for Resusciation 2010). 2.2.2.2. Breathing Oksigen sangat penting bagi kehidupan. Sel-sel tubuh memerlukan pasokan O 2 kontinu untuk menunjang untuk menunjang reaksi-reaksi kimia yang menghasilkan energi, yang menghasilkan CO 2 yang harus dikeluarkan secara terus-menerus (Sherwood, 2002). Kegagalan dalam oksigenasi akan menyebabkan hipoksia yang diikuti oleh kerusakan otak, disfungsi jantung, dan akhirnya kematian (Hagberg, 2005). Pada keadaan normal, oksigen diperoleh dengan bernafas dan diedarkan dalam aliran darah ke seluruh tubuh (Smith, 2007). Airway yang baik tidak dapat menjamin pasien dapat bernafas dengan baik pula (Dolan, Holt, 2008). Menjamin terbukanya airway merupakan langkah awal yang

penting untuk pemberian oksigen. Oksigenasi yang memadai akan menunjukkan pengiriman oksigen yang sesuai ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolik, efektivitas ventilasi dapat dinilai secara klinis. Apabila pernafasan tidak adekuat, ventilasi dengan menggunakan teknik bag-valve-face-mask merupakan cara yang efektif, teknik ini lebih efektif apabila dilakukan oleh dua orang dimana kedua tangan dari salah satu petugas dapat digunakan untuk menjamin kerapatan yang baik (American Collage of Surgeon, 2004). Cara melakukan pemasangan face-mask (Arifin, 2012): 1. Posisikan kepala lurus dengan tubuh 2. Pilihlah ukuran sungkup muka yang sesuai (ukuran yang sesuai bila sungkup muka dapat menutupi hidung dan mulut pasien, tidak ada kebocoran) 3. Letakkan sungkup muka (bagian yang lebar dibagian mulut) 4. Jari kelingking tangan kiri penolong diposisikan pada angulus mandibula, jari manis dan tengah memegang ramus mandibula, ibu jari dan telunjuk memegang dan memfiksasi sungkup muka 5. Gerakan tangan kiri penolong untuk mengekstensikan sedikit kepala pasien 6. Pastikan tidak ada kebocoran dari sungkup muka yang sudah dipasangkan 7. Bila kesulitan, gunakan dengan kedua tangan bersama-sama (tangan kanan dan kiri memegang mandibula dan sungkup muka bersamasama) 8. Pastikan jalan nafas bebas (lihat, dengar, rasa) 9. Bila yang digunakan AMBU-BAG, maka tangan kiri memfiksasi sungkup muka, sementara tanaga kanan digunakan untuk memegang bag (kantong) reservoir sekaligus pompa nafas bantu (squeeze-bag) Apabila pernafasan tidak membaik dengan terbukanya jalan nafas, penyebab lain harus dicari. Penilaian harus dilakukan dengan melakukan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi pada toraks.

Buka leher dan dada sambil menjaga imobilisasi leher dan kepala. Tentukan laju dan dalamnya pernafasan. Inspeksi dan palpasi leher serta toraks untuk mencari apakah terdapat deviasi trakea, distensi vena leher, ekspansi toraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan, dan tanda-tanda cedera. Perkusi toraks untuk menentukan redup atau hipersonor Penilaian tersebut dilakukan untuk menilai apakah terdapat keadaankeadaan seperti tension pneumothorax, massive haemothorax, ataupun open pneumothorax dimana keadaan tersebut harus dapat dikendalikan pada saat dilakukannya primary survey. Bila ditemukan keadaan-keadaan tersebut, maka resusitasi yang dilakukan adalah : 1. Berikan oksigen dengan kecepatan 10-12 L/menit 2. Tension pneumothorax : Needle insertion (IV Cath. No. 14) di ICR 2 linea midclavicularis 3. Massive haemothorax : Pemasangan Chest Tube 4. Open pneumothorax : Luka ditutup dengan kain kasa yang diplester pada tiga sisi (flutter-type valve effect) 2.2.2.3. Circulation Perdarahan merupakan penyebab kematian setelah trauma (Dolan, Holt, 2008). Oleh karena itu penting melakukan penilaian dengan cepat status hemodinamik dari pasien, yakni dengan menilai tingkat kesadaran, warna kulit dan nadi (American Collage of Surgeon, 2004). a. Tingkat kesadaran Bila volume darah menurun perfusi otak juga berkurang yang menyebabkan penurunan tingkat kesadaran. b. Warna kulit Wajah yang keabu-abuan dan kulit ektremitas yang pucat merupakan tanda hipovolemia. c. Nadi Pemeriksaan nadi dilakukan pada nadi yang besar seperti a. femoralis dan a. karotis (kanan kiri), untuk kekuatan nadi, kecepatan dan irama.

Dalam keadaan darurat yang tidak tersedia alat-alat, maka secara cepat kita dapat memperkirakan tekanan darah dengan meraba pulsasi (Haffen, Karren, 1992): 1. Jika teraba pulsasi pada arteri radial, maka tekanan darah minimal 80 mmhg sistol 2. Jika teraba pulsasi pada arteri brachial, maka tekanan darah minimal 70 mmhg sistol 3. Jika teraba pulsasi pada arteri femoral, maka tekanan darah minimal 70 mmhg sistol 4. Jika teraba pulsasi pada arteri carotid, maka tekanan darah minimal 60 mmhg sistol Bila tidak teraba nadi di arteeri carotid selama 5-10 detik, maka pijat jantung harus segera dilakukan untuk membantu jantung memopa darah ke seluruh tubuh. Cara melakukan pijat jantung adalah sebagai berikut (Eropean Resucitation Council, 2010) : 1. Penolong berada di sisi korban 2. Letakkan tumit satu tangan pada bagian tengah dada korban 3. Letakkan tumit tangan yang lain di atas tangan yang pertama 4. Pastikan tangan lurus 5. Posisikan badan anda tegak lurus di atas dada korban dan tekan di atas dada tersebut dengan kedalaman minimal 5 cm (tetapi tidak lebih dari 6 cm) 6. Setelah masing-masing kompresi, bebaskan tekanan di dada tanpa mengangkat tangan dari tulang dada; ulangi dengan kecepatan minimal 100 kali per menit (tetapi tidak lebih dari 120 kali per menit) 7. Tekanan dan pembebasan tekanan harus dalam jangka waktu yang sama

8. Lakukan kompresi dilanjutkan dengan pemberian nafas bantuan dengan perbandingan 30 : 2 (30 kali pijat jantung, 2 kali nafas bantu) 2.2.2.4. Disability Menjelang akhir primary survey dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat. Hal yang dinilai adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil. Tanda-tanda lateralisasi dan tingkat (level) cedera spinal (American Collage of Surgeon, 2004). Cara cepat dalam mengevaluasi status neurologis yaitu dengan menggunakan AVPU, sedangkan GCS (Glasgow Coma Scale) merupakan metode yang lebih rinci dalam mengevaluasi status neurologis, dan dapat dilakukan pada saat survey sekunder (Jumaan, 2008). AVPU, yaitu: A : Alert V : Respon to verbal P : Respon to pain U : Unrespon GCS (Glasgow Coma Scale) adalah sistem skoring yang sederhana untuk menilai tingkat kesadaran pasien. 1. Menilai eye opening penderita (skor 4-1) Perhatikan apakah penderita : a. Membuka mata spontan b. Membuka mata jika dipanggil, diperintah atau dibangunkan c. Membuka mata jika diberi rangsangan nyeri (dengan menekan ujung kuku jari tangan) d. Tidak memberikan respon 2. Menilai best verbal response penderita (skor 5-1) Perhatikan apakah penderita : a. Orientasi baik dan mampu berkomunikasi b. Disorientasi atau bingung

c. Mengucapkan kata-kata tetapi tidak dalam bentuk kalimat d. Mengerang (mengucapkan kata -kata yang tidak jelas artinya) e. Tidak memberikan respon 3. Menilai best motor respon penderita (skor 6-1) Perhatikan apakah penderita : a. Melakukan gerakan sesuai perintah b. Dapat melokalisasi rangsangan nyeri c. Menghindar terhadap rangsangan nyeri d. Fleksi abnormal (decorticated) e. Ektensi abnormal (decerebrate) f. Tidak memberikan respon Range skor : 3-15 (semakin rendah skor yang diperoleh, semakin jelek kesadaran). Penurunan tingkat kesadaran perlu diperhatikan pada empat kemungkinan penyebab (Pre-Hospital Trauma Life Support Committee, 2002) : 1. Penurunan oksigenasi atau/dan penurunan perfusi ke otak 2. Trauma pada sentral nervus sistem 3. Pengaruh obat-obatan dan alkohol 4. Gangguan atau kelainan metabolic 2.2.2.5. Exposure Merupakan bagian akhir dari primary survey, penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya, kemudian nilai pada keseluruhan bagian tubuh. Periksa punggung dengan memiringkan pasien dengan cara log roll. Selanjutnya selimuti penderita dengan selimut kering dan hangat, ruangan yang cukup hangat dan diberikan cairan intra-vena yang sudah dihangatkan untuk mencegah agar pasien tidak hipotermi.

2.3. Blok Emergency Medicine 2.3.1. Latar Belakang Blok Emergency Medicine Secara klinis kegawatan merupakan suatu keadaan dimana seseorang berada dalam keadaan kritis dan jika tidak dilakukan suatu usaha atau tindakan akan menyebabkan kematian. Misi dari Emergency Medicine meliputi evaluasi, tatalaksana, pengobatan dan pencegahan penyakit dan cedera yang tidak diharapkan. Perawatan gawat darurat (emergency) senantiasa berkembang. Berbagai teknik mutakhir telah dilakukan untuk meningkatkan ketahanan hidup (survival rate), dan pemahaman fisiologi yang lebih baik telah membawa pada pengobatan yang baru dan lebih baik. Kegawatan membutuhkan pemikiran dan tindakan yang cepat dan luas. Setiap dokter umum harus terlatih dan siap secara intelektual maupun emosi untuk berhadapan dengan setiap kegawatan. Dalam blok emergency mahasiswa dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mampu menghadapi kegawatan. Mahasiswa diharapkan akan memiliki kepekaan terhadap keadaan krisis (sense of crisis) sehingga mampu mengenali kegawatan dan segera memberikan tindakan yang tepat. Blok Emergency Medicine dibagi dalam dua tahap, yaitu Blok Emergency Medicine 1 dan Blok Emergency Medicine 2 yang masing-masing terdiri dari 3 SKS, dilaksanakan selama 9 (sembilan) minggu. Tujuan umum blok ini, membekali mahasiswa dengan pengetahuan dan keterampilan dalam menilai pasien kritis, melakukan tindakan pendahuluan dan merujuk ke konsultan/ institusi yang sesuai (Medical Education Unit, 2014). 2.3.2. Tujuan Blok Emergency Medicine Setelah menyelesaikan blok Emergency Medicine ini, mahasiswa diharapkan mampu :

1. berkomunikasi efektif baik verbal maupun nonverbal secara santun dalam upayanya mengelola pasien dengan masalah kegawatdaruratan dengan mengintegrasikan penalaran klinis dan biomedis sehingga menunjang terciptanya kerja sama yang baik antara dokter dengan pasien, keluarga, komunitas, dalam penanganan masalah gawat darurat. 2. melakukan penilaian dan pemeriksaan fisik yang lengkap dengan teknik yang tepat serta mencatat riwayat penyakit secara lengkap dan kontekstual. 3. menjelaskan semua prosedur klinik rutin dan menganalisis data sekunder pasien gawat darurat dengan mengintegrasikan ilmu biomedik dan ilmu klinik. 4. memilih berbagai prosedur klinik, laboratorium, dan penunjang lain dan menafsirkan hasilnya. 5. melakukan tindak pencegahan dan tindak lanjut dalam tata laksana masalah gawat darurat dengan mempertimbangkan keterbatasan ilmu dalam diagnosis maupun tata laksananya. 6. peka terhadap tata nilai pasien dan mampu memadukan pertimbangan moral dan pengetahuan/keterampilan klinisnya dalam memutuskan masalah etik yang berkaitan dengan kegawatdaruratan. 7. mengembangkan ketertarikan dalam melakukan riset yang berkaitan dengan masalah-masalah kegawatdaruratan. 2.4. Seminar dan Workshop Basic Life Support 2.4.1. Definisi Seminar dan Workshop Basic Life Support Seminar adalah sebuah pertemuan khusus yang memiliki teknis dan akademis yang tujuannya untuk melakukan studi menyeluruh tentang suatu topik tertentu dengan pemecahan suatu permasalahan yang memerlukan interaksi di antara para peserta seminar yang dibantu oleh seorang guru besar ataupun cendikiawan. Workshop merupakan bentuk aplikasi dari materi. Biasanya Workshop merupakan kelanjutan dari materi yang disampaikan pada sebuah seminar.

Bantuan hidup dasar (Basuc life support) adalah usaha yang dilakukan untuk menjaga jalan napas (airway) tetap terbuka, menunjang pernapasan dan sirkulasi dan tanpa menggunakan alat-alat bantu (Soerianata, 1996). Bantuan hidup dasar adalah tindakan darurat untuk membebaskan jalan napas, membantu pernapasan dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa menggunakan alat bantu (Alkatiri, 2007). 2.4.2. Tujuan Seminar dan Workshop Basic Life Support Seminar dan Wokrshop Basic Life Support ditujukan untuk membahas bantuan hidup dasar mulai dari definisi hingga aplikasinya di kehidupan seharihari dalam waktu yang cenderung singkat.