1 METODE DONGENG UNTUK MENINGKATKAN RESILIENSI PADA ANAK PASCA BENCANA Oleh: Reynoldus Michel Dwicahyo micheldwicahyo@gmail.com Ika Herani, Nur Hasanah Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya ABSTRACT This study aims to improve resilience in children after disaster occurs, using story telling. The method used was quasy experiment with one group pretest-posttest design. The treatment was the puppet show, while the resilience of children was measured using a scale of resilience which is developed by researcher. The number of subjects is 30 students of SDN Baturejo, Ngantang, by the age 10 to 12 years old. From the test results of the t-test, showed that the scores significantly difference in resilience after a given treatment, which is higher posttest scores than pretest scores. The conclusion is, the story telling method can increase the resilience of children who experience disaster. Keyword: Resilience, Disaster, Story Telling ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan resiliensi pada anak pasca bencana, menggunakan metode dongeng. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen kuasi dengan one group pretest-posttes design. Treatmenyang diberikan berupa dongeng panggung boneka, sedangkan resiliensi anak diukur menggunakan skala resiliensi yang dikembangkan oleh peneliti berdasarkan 7 faktor resiliensi menurut Reivith & Shatte. Jumlah subjek adalah 30 orang anak dengan kriteria, usia 10 hingga 12 tahun di SDN Baturejo, Ngantang. Dari hasil uji t-test, menunjukan adanya perbedaan skor resiliensi secara signifikan setelah diberikan treatmen, dimana skor posttest lebih tinggi daripada skor pretest. Kesimpulannya adalah, metode dongeng dapat meningkatkan resiliensi pada anakpascabencana. Kata Kunci: Resiliensi, Bencana, Dongeng.
2 PENDAHULUAN Bencanamerupakan rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam, maupun faktor manusia, sehingga kejadian itu mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Nirmalawati, 2011). United Nation International Strategy for Disaster menyebutkan bahwa dari total korban bencana di seluruh dunia, 60% diantaranya adalah anak dan akan terus bertambah pada 10 hingga 20 tahun mendatang (Pramesti, 2012). Direktur Yayasan Lestari Indonesiadi Yogyakarta, Aris Sustiyono, juga menegaskan bahwa anak merupakan kelompok masyarakat yang rentan terhadap dampak dari bencana (Pramesti, 2012). Sebagai kelompok yang rentan maka mereka diduga banyak yang akan mengalami trauma psikologis dengan gejala-gejala fisik, emosi, pikiran, dan perilaku yang mengganggu (Sulistyaningsih, 2011). Untuk dapat beradaptasi secara postif terhadap bencana, anak harus memiliki kapasitas-kapasitas positif lain yang menunjang diantaranya, kontrol emosi yang baik, dapat menyelesaikan masalah secara mandiri, memiliki kompetensi sosial seperti empati, emosional yang matang, terampil dalam berkomunikasi, dan optimis serta berorientasi pada masa depan (Sulistyaningsih, 2011). Kapasitaskapasitas positif inilah yang apabila dilihat sebagai suatu kesatuan merupakan konsep darpi resiliensi. Resiliensi merupakan suatu kapasitas dalam perkembangan yang sehat demi mencapai kesuksesan yang dimiliki setiap orang. Reivich dan Shatte menjelaskan resiliensi adalah kemampuan untuk mengatasi dan beradaptasi terhadap kejadian yang berat atau masalah yang terjadi dalam kehidupan, bertahan dalam keadaan yang tertekan, dan bahkan berhadapan dengan kesengsaraan (adversity) atau trauma yang dialami dalam kehidupannya (Aprilia, 2013). Resiliensi bencana pada anak merujuk pada sebuah proses memahami dan beradaptasi secara baik dari keadaan buruk dan rasa kehilangan akibat bencana (Peek, 2008). Mengingat pentingnya peningkatan resiliensi terhadap bencana pada anak, maka pemberian metode
3 yang tepat dapat membantu peningkatan resiliensi anak khususnya bagi anakanak yang baru saja terkena atau menjadi korban dari bencana.sejalan dengan itu peneliti menentukan lokasi penelitian di daerah Sulerejo, Ngantang, Jawa Timur.Desa Baturejo, Kecamatan Ngantang merupakan salah satu desa yang terkena dampak terberat dari bencana erupsi Gunung Kelud yang terjadi tahun 2014 silam.beratnya dampak yang dialami warga desa Baturejo menyebabkan dampak psikologis yang cukup berat, terutama pada ank-anak, karena mereka merupakan kelompok yang rentan terhadap dampak bencana. Faktor-faktor yang mendukung peningkatan resiliensi anak ini perlu diberikan menggunakan metode atau media yang menarik dan mudah dipahami oleh anak.salah satu metode pemberian informasi dan pendidikan yang mudah diterima anak-anak adalah dengan metode mendongeng (Fatyah & Harahab, 2007). Melalui dialog batin dengan cerita yang didongengkan, tanpa sadar anak telah menyerap beberapa sifat positif, seperti keberanian, kejujuran, rasa cinta tanah air, kemanusiaan, menyayangi binatang, serta membedakan hal-hal yang baik dan buruk. Dari segi kognitif, cerita dapat memperluas pengetahuan anak akan dunia, dengan memperkenalkan kepadanya situasi baru dan memperdalam pemahamannya akan hal-hal yang telah dialaminya. Dengan mendongeng anak dapat berpikir kreatif serta dapat belajar dari tokoh dalam cerita dan menimbulkan sikap antusiasme.sehingga melalui dongeng inilah faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiliensi pada anak lebih mudah di pahami dan diimplementasikan dalam kehidupan. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa resiliensi pada anak perlu ditingkatkan dengan cara meningkatkan kemampuan anak dalam beradaptasi serta serta menginternalisasi nilai-nilai positif dan pantang menyerah sejak dini, dengan demikian, faktorfaktor resiliensi pada anak dapat ditingkatkan. Meningkatkan faktorfaktor resiliensi pada anak, perlu menggunakan metode yang menyenangkan dan mudah dipahami.sehingga penelitian ini ingin mengetahui bagaimana efektivitas metode dongeng dalam meningkatkan resiliensi pada anak.
4 METODE PENELITIAN Metode yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan one group pretest-posttest design. Subjek dalam penelitian ini merupakan 30 siswa SDN, Baturejo, Ngatang yang duduk dikelas 5 dan kelas 6 dengan rentang usia 10-12 tahun. Penentuan subjek dari kedua kelas dilakukan secara acak oleh guru disaksikan oleh peneliti. Sesuai dengan desainnya, peneliti melakukan pengukuran sebanyak dua kali dengan subjek yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama pula yaitu skala resiliesni yang dikembangkan oleh peneliti mengacu pada 7 faktor resiliensi menurut Reivich dan Shatteyang berbentuk sakla lingkert. Pengujian validitas alat ukur dilakukan dengan metode professional judgment. Reliabilitas aitem pada penelitian ini dilakukan pada 35 subjek siswa SD di lokasi yang berbeda. Analisa data yang digunakan menggunakan analysis paired sampels t-test untuk menguji perbandingan ratarata dari sampel yang berpasangan. Semua data dalam penelitian ini dihitung menggunakan SPSS 20 for windows. Pengukuran dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum pemberian treatmen dan setelah pemberian treatmen dengan prosedur pelaksanaan penelitian dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Pemilihan subjek Teknik pemilihan subjek adalah random sampling, sehingga pemilihan subjek dilakukan secara acak dari jumlah anak yang berada pada sekolah tersebut dengan kriteria usia 10-12 tahun. Peneliti bekerjasama dengan guru setempat untuk memilih siswa secara acak dilihat dari presesi kelas, sehingga terkumpul 30 orang subjek dengan porsi siswa perempuan dan lakilaki seimbang yang mewakili kelasnya masing-masing. 2. Pretest Subjek yang telah terpilih dari hasil randomisasi, ditempatkan pada satu kelas tersendiri. Sebelum pembagian skala resiliensi, subjek diberikan lebaran informed consent serta data diri. Waktu pengisian informed consent adalah 10 menit. Setelah infomed consent diberikan, subjek diberikan lembar skala resiliensi. Sebelum pengisian skala resiliensi, eksperimenter memberikan instruksi pengisian skala. Kemudian, subjek diminta untuk menjawab pernyataanpernyataan tersebut dengan jujur sesuai keadaan diri masing-masing.
5 Eksperimenter menegaskan bahwa dalam hal ini tidak ada jawaban yang benar atau jawaban yang salah. Sehingga subjek diminta untuk mengisi sendiri skala yang diterima tanpa bekerja sama atau melihat skala orang lain. Setelah pemberian instruksi, subjek diminta untuk mengisi skala dengan teliti agar tidak ada jawaban yang kosong.waktu pretest 17 menit. 3. Treatment Sebelum memulai treatment atau perlakuan, ekperimenter menempatkan subjek pada kelas tersendiri kemudian mengabsen subjek agar memastikan semua subjek hadir pada setiap perlakuan. Kemudian, subjek ditempatkan di tempat yang nyaman agar dapat menyaksikan dongeng dengan baik waktu persiapan adalah 20 menit.setelah semuanya telah duduk pada tempatnya, perlakuan dimulai.treatment atau perlakuan yang diberikan merupakan dongeng.dongeng disajikan berupa dongeng panggung boneka yang dilaksanakan oleh timdongeng SIPUPA.Tim dongeng SIPUPA bertugas sebagai peraga boneka karakter sesuai dongeng yang telah di rekam sebelumnya. Orangorang dari tim SIPUAPA yang memeragakan cerita dongeng adalah orang yang sama pula yang melakukan rekaman suara cerita dongeng. Hal ini dimaksudkan agar peragaan boneka lebih menyatu dengan cerita dongeng yang terdengar. Waktu dongeng pada carita satu adalah 11,5 menit, sedangkan dongeng pada cerita ke dua 14 menit. Setelah perlakuan ke dua, eksperimenter membagikan selembar manipulation check. Eksperienter meminta subjek untuk mengisinya dengan cara memberi lingkaran pada angka sesuai dengan pertanyaan yang diberikan. Angka yang dilingkar merupakan nilai yang diberikan berkaitan dengan perlakuan. Waktu pengisian manipulation check adalah 5 menit. 4. Posttest Posttest dijalakan setelah perlakuan selesai diberikan. Sebelum mengisi posttest, eksperimenter memberikan instruksi yang sama pada saat pengisian pretest. Setelah subjek selesai mengisi posttest, peneliti memberikan kenangkenangan.setelah itu subjek dikembalikan ke kelas masing-masing. HASIL Berdasarkan analisis data statistik yang dilakukan oleh peneliti yang diperoleh dari hasil dari skor pretest dan
6 posttest, maka diperoleh hail sebagai berikut: Tabel 07, Tabel Hasil Uji-t Hasil Analisis Skor Resiliensi pretest postest Jumlah 30 30 Mean 3.1288 3.3091 Signifikasi 0.009 T hitung 2.814 Df (n-1) 29 T table 2.045 Berdasarkan tabel hasil uji t diatas, maka dapat dikatakan bahwa, nilai t hitung yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 2.814 denga (df) 29, sehingga diperoleh t tabel sebesar 2.045. Nilai t hitung > dari t tabel menunjunkan adanya pengaruh varibel bebas terhadap veriabel terikat.dengan demikian hipotesis penelitian diterima yaitu metode dongeng efektif meningkatkan resiliensi anak. Berdasarkan hasil pengukuran melalui skala resiliensi, subjek mengalami peningkatan skor resiliensi dari skor pretest M = 3.1288 dan skor posttest M = 3.309. Analisis tabahan yang dilakukan peneliti adalah analisis effect size. Analisis effect size diperoleh dari rumus PVD dan nilai f,menunjukan (f = 0.521). Berdasarkan kategorisasi Cohen yang telah dijelaskan pada BAB III,f =0.521masuk dalam kategori sedang (Santoso, 2010). Maka dapat dikatakan bahwa adanya pengaruh yang cukup kuatvariabel X yaitu metode dongeng terhadap variabel Y yaitu resiliensi anak. DISKUSI Perubahan kondisi resiliensi yang terjadi bisa disebabkan karena anak belajar pada pengelaman-pengalaman sang tokoh dalam dongeng tersebut. Setelah itu anak dapat memilah mana yang dapat dijadikan panutan, sehingga anak dapat belajar dari proses adaptasi para tokoh yang disaksikan dalam cerita dongeng (Hariyani, 2010).Dongeng yang mengacu pada teori peningkatan resiliensi menjadi terdukung karena adanya peningkatan aspek-aspek positif pada diri anak. Proses peningkatan resiliensi yang diperoleh dari cerita dongeng yaitu peroses penguatanpenguatan dengan statement kita kan anak rajin, kita anak yang pantang menyerah, kalau kita saling tolongmenolong, kita pasti dapat membersihkan sekolah kita yang rusak, kita kan punya teman yang bisa saling membantu merupakan aplikasi dari penguatan-penguatan yang dapat meningkatkan resiliensi pada anak.
7 Menurut Grotbergh, penguatanpenguatan yang dapat meningkatkan resiliensi anak adalah dengan penguatan I Am untuk penguatan internal, I Have, untuk meningkatkan kekuatan ekseternal dan sumber-sumbernya sedangkan I can untuk meningkatkan penguatan interpersonalnya (Grotberg, 2001). Alur cerita yang yang dibuat sesuai dengan keadaan sehari-hari, memudahkan anak untuk memproyeksikan kehidupan cerita dalam dongeng kedalam kehidupan sehari-hari, seperti misalnya pada cerita pertama, anak-anak diajarkan untuk mengerjakan tugas hingga selesai, kemudian belajar yang rajin, kemudian mengurangi waktu bermain untuk keperluan belajar. Hal-hal tersebut merupakan aplikasi dari dimensidimensi resiliensi yang berguna meningkatkan resiliensi pada anak. Sehingga dengan penguatan tersebut, anak belajar dan dapat mengaplikasikan statement tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Hasil penghitungan effect size menunjukan adanya pengaruh metode dongeng dalam meningkatkan resiliensi pada anak dengan kategori sedang.hal ini bisa disebabkan karena dongeng yang diterima oleh anak-anak dianggap menarik.anak-anak di sekolah SDN Baturejo sebelumnya belum pernah menyaksikan dongeng panggung boneka, sehingga dongeng yang disajikan dapat menarik perhatian mereka. Selain itu melalui dongeng, kapasitas anak ditingkatkan baik dari perkembangan emosionalnya, serta anak menjadi paham tentang proses sebab akibat dari sebuah kejadian. Dengan demikian anak-anak menjadi lebih paham apa yang mereka lakukan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya (Hariyani, 2010) Resiliensi pada anak, tentunya tidak terbentuk begitu saja.resiliensi merupakan sebuah konstrak yang dibangun atau terbentuk selama perkembangan manusia (Sulistyaningsih, 2011). Resiliensi dapat berubah tergantung pada proses perkembangannya dan pengalaman selanjutnya. Proses perkembangan dan pengalaman-pengalaman yang dialami akan mempengaruhi faktor-faktor resiliensinya. Bencana yang terjadi serta pemberian dongeng dapat mempengaruhi perubahan faktor-faktor resiliensi pada anak. Berikut merupakan kondisi resiliensi anak sebelum diberikan dongeng dan setelah
8 diberikan dongeng berdasarkan faktorfaktornya: Tabel 8. Rata-Rata Skor Resiliensi Anak Berdasarkan Faktornya Faktor Pretest Posttest Regulasi emosi 2.77 3.26 Kontrol impuls 2.88 3.25 Optimisme 3.30 3.35 Analisis kausal 3.2 3.4 Empati 3.2 3.3 Efikasi diri 3.26 3.33 Pencapaian 3.27 3.27 Apabila melihat resiliensi anak menurut tabel diatas, maka dapat dilihat bahwa sebelum diberikan dongeng, faktor resiliensi yang paling rendah adalah regulasi emosi.sulistyaningsih (2011), dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kerentanan anak terhadap bencana menyebabkan anak lebih mudah terkena dampak psikologis pasca bencana. Salah satu aspek yang paling berpengaruh adalah gejala emosi dimana anak akan mudah mengalami kecemasan serta ketakutan. Sedangkan faktor yang paling tinggi sebelum diberikan dongeng adalah optimisme. Optimisme dalam resiliensi mengarah pada suatu keyakinan adanya perubahan yang lebih baik dimasa depan serta memliki harapan akan masa depannya (Liud, 2012). Hal ini menujukan adanya sikap postif anak akanmasa depannya serta adanya usaha secara postif untuk mencapai cita-citanya. Setelah diberikan dongeng, resiliensi anak terjadi peningkatan.bila dilihat dari faktor-faktornya, yang mengalami perubahan paling besar adalah faktor Regulasi Emosi. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya proses pengembangan emosional yang didapatkan dari dongeng (Hariyani, 2010). Melalui dongeng yang disampaikan, anak belajar untuk menghadapi bencana dengan keadaan emosional yang tepat, sehingga tetap dapat melakukan tugasnya dengan baik.selain itu, faktor yang memiliki nilai tertinggi setelah diberikan dongeng adalah faktor optimisme.dongeng dapat membentuk sikap positif yang ajarkan oleh para tokoh (Hariyani, 2010).Hal ini sangat membantu perkembngan optimisme anak, yang sebelumnya tinggi, semakin meningkat dengan pemberian dongeng. Faktor optimisme yang baik pada anak-anak dapat mendorong anak-anak untuk melewati masalah berat yang dihadapi dengan harapan adanya hal baik yang akan terjadi dimasa depan (Liud, 2012). Selain kedua faktor yang telah dijelaskan di atas, faktor-faktor
9 resiliensi lain juga meningkat setelah diberikan dongeng. KESIMPULAN DANA SARAN Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah, analisis uji-t, menunjukan adanya perbedaan skor resiliesni anak pretest dan posttest secara signifkan. Rata-rata skor resiliensi anak meningkat setelah mendapatkan dongeng melalui media panggung boneka. Selain itu dalam penelitian ini, dongeng juga memiliki pengaruh dengan kategori sedang dalam meningkatkan resiliensi pada anak, dengan effect size (f = 0,521).Faktor yang mengalami peningkatan paling besar adalah faktor regulasi emosi. Sedangkan faktor yang paling tinggi skornya baik sebelum diberikan dongeng maupun setelah diberikan dongeng adalah optimisme. Saran Saran bagi peneliti-peneliti berikutnya yang akan melakukan penelitian serupa adalah, 1. Jeda dalam pemberian perlakuan sebaiknya tidak terlalu lama agar efek dongeng yang diterima tidak hilang saat dilakukan pengukuran. 2. Perlu adanya observasi secara berkala terhadap subjek, agar dapat melihat perubahan perilaku setelah mendapatkan perlakuan. 3. Perlu ketelitian dan pemahaman yang baik dalam membuat cek manipulasi agar cek manipulasi dapat digunkan secara maksimal dalam mengukur kinerja manipulasi yang diberikan dalam penelitian. Salain saran bagi peneliti selanjutnya, penulis juga ingin memberikan saran pengembangan dalam pemberian pemahaman anak tentang kebencanaan, sebagai berikut: 1. Dalam pemberian pemahaman anak tentang bencana, perlu menggunakan media yang menarik dan menyenangkan serta mudah dipahami oleh anak-anak. 2. Perlu adanya dukungan dari lingkungan sekitar dalam proses peningkatan resiliensi pada anak. DAFTAR PUSTAKA Ahyani, L. N. (2010). Metode Dongeng Dalam Meningkatkan Perkembangan Kecerdasan Moral Anak Usia Prasekolah. Jurnal Pendidikan, Volume 1. Aprilia, W. (2013). Resiliensi dan Dukungan Sosial Pada Orang Tua Tunggal "Studi Kasus Pada Pada Ibu Tunggal di Samarinda. ejurnal Psikologi, 3, 268-279. Diundunh
10 dari:http://portal.fisipunmul.ac.id/site/?p=1456. Fatiyah, K., & Harahab, F. (2007). Aplication Storytelling And Playing Method To Improve Psychological Preparedness For Earthquake In Kindergarten Children. Journal in Psychology. Diunduh dari: http://aresearch.upi.edu/skripsilist.php?exp ort=html. Grotberg, E. H. (2001). Resilience Programs for Children in Disaster. Research Ambulatory Child Health, 7, 75-83. Diunduh dari: http://aresearch.upi.edu/skripsilist.php?exp ort=html. Hariyani. (2010). Mencerdaskan Anak Dengan Dongeng. Koran Ilmiah. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Liud, I. Y. (2012). Resiliensi Pada Penyintas Erupsi Gunung Merapi Dari Latar Belakang Budaya Jawa Usian Dewas Madya Akhir. Skripsi TidakDiterbitkan. Depok: Universitas Indonesia. Nirmalawati. (2011). Pembentukan Konsep Diri Pada Siswa SD Dalam Memahami Mitigasi Bencana. Journal Smartek, 9. Diunduh dari: http://download.portalgaruda.org/ar ticle.php?article=10749&val=750. Peek, L. (2008). Children and Disaster: Understanding Vulnerability, Developing Capacities, and Promoting Resilience- An Introduction. Children, Youth and Environments, 18. Pramesti, O. L. (2012). 60% Anak Dunia Korban Bencana Alam. Artikel Nasional Geografis Indonesia. Ratnawati, E. (2010). Peningkatan Kemampuan Berbicara Melalui Dongeng Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas I Sekolah Dasar Negeri 2 Bendosari Kecamatan Sawit Kabupaten Boyolali Tahun 2010. Skripsi Tidak Diterbitkan. Surakarta :Universitas Sebelas Maret: Santoso, A. (2010). Studi Deskriptif Effect Size Penelitian-Penelitian di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Jurnal Penelitian, vol.14. Diunduh dari :https://www.usd.ac.id/lembaga/lpp m/f1l3/jurnal%20penelitian/vol14n o1nov2010/2010%20november_01 %20Agung%20Santoso.pdf. Sulistyaningsih, W. (2011). Pemulihan Anak Pasca Bencana: Pelibatan Komunitas Untuk Hasil Intervensi yang Efektif. Concep Paper.