SISTEM MORFOLOGI KATA KERJA BAHASA BIMA DIALEK DONGGO. Sugerman Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang kajian. Aji Kabupaten Jepara dapat disimpulkan sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah

INFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU

BAB V PENUTUP. rubrik cerita Pasir Luhur Cinatur pada majalah PS, maka diperoleh simpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo

ANALISIS MAKNA DALAM RAGAM DIALEK LOKAL ACEH BESAR DALAM BAHASA ACEH

Bab I Pendahuluan. Latar Belakang Pemikiran

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

PENDAHULUAN Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Jawa untuk berkomunikasi antarsesama masyarakat Jawa.

Menurut Abdul Chaer setiap bahasa mempunyai sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal (Abd

PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

pada Fakultas Sastra Universitas Andalas

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. penuturnya. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imas Siti Nurlaela, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588).

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia

BAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya dalam Alquran Surat Almujadilah ayat 11 dijelaskan bahwa,

ANALISIS MAKNA DALAM RAGAM DIALEK LOKAL ACEH BESAR DALAM BAHASA ACEH

ANALISIS KONTRASTIF PROSES MORFOLOGIS BAHASA KANGEAN DAN BAHASA INDONESIA SKRIPSI. Oleh: Ummu Atika

I. PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang

ANALISIS PENGGUNAAN KATA ULANG BAHASA INDONESIA DALAM NOVEL SEPATU DAHLAN KARYA KHRISNA PABICHARA DAN KAITANNYA DENGAN PEMBELAJARAN BAHASA DI SMA

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK

ANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam

TINJAUAN MATA KULIAH MORFOLOGI BAHASA INDONESIA

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA

KATA ULANG BAHASA INDONESIA PADA MAJALAH PAPIRUS EDISI JANUARI 2015

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya

ANALISIS MORFEM BAHASA MELAYU SUB-DIALEK SEKANAK DESA TINJUL KECAMATAN SINGKEP BARAT KABUPATEN LINGGA

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODHANG EDISI JULI SAMPAI SEPTEMBER TAHUN 2008

OBJEK LINGUISTIK = BAHASA

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, isi pikiran, maksud, realitas, dan sebagainya. Sarana paling utama. utama adalah sebagai sarana komunikasi.

ANALISIS MORFOLOGI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII D SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA. Naskah Publikasi Ilmiah

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada

BAB 3 METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN. Bab ini merupakan penjabaran lebih lanjut tentang metode penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah

BENTUKAN KATA DALAM KARANGAN BAHASA INDONESIA YANG DITULIS PELAJAR THAILAND PROGRAM DARMASISWA CIS-BIPA UM TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa-bahasa daerah di Indonesia mempunyai pengaruh dalam. Bahasa Karo, merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang masih

AFIKS PEMBENTUK VERBA BAHASA BUGIS DIALEK SIDRAP Masyita FKIP Universitas Tadulako ABSTRAK Kata kunci: Afiks, Verba, Bahasa

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

ANALISIS AFIKSASI DAN PENGHILANGAN BUNYI PADA LIRIK LAGU GEISHA DALAM ALBUM MERAIH BINTANG

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

THE AFFIXATION OF JAVA LANGUAGE KRAMA INGGIL DIALECT OF EAST JAVA IN THE VILLAGE SUAK TEMENGGUNG DISTRIC OF PEKAITAN ROKAN HILIR

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam

PEMBENTUKAN KATA PADA LIRIK LAGU EBIET G. ADE

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

AMBIGUITAS FRASA NOMINA PADA JUDUL ARTIKEL SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS SEPTEMBER-OKTOBER 2013 NASKAH PUBLIKASI

BAB VI PENUTUP. dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Variabel

PROSES MORFOLOGIS PADA TERJEMAHAN AYAT-AYAT AL QUR AN YANG MENGGAMBARKAN KEPRIBADIAN NABI MUHAMMAD SAW NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS RAGAM BAHASA PADA PESAN KESEHATAN DI PUSKESMAS TENGARAN JURNAL ILMIAH. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Guna mencapai derajat

BAB III METODE PENELITIAN. berupa kata-kata (Subroto, 2007:5). Hal ini sejalan dengan pendapat Frankel (1998:

BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia dan pada undang-undang

BAB V PENUTUP. bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan seperti berikut ini. dalam bidang fonologi (vokal dan konsonan) dan leksikal.

ANALISIS AFIKSASI BAHASA MELAYU SUBDIALEK TAMBELAN KABUPATEN BINTAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia seperti kebudayaan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan bahasa sebagai salah satu

Penggunaan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) pada Makalah Mahasiswa Non-PBSI 1 Nuryani 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk

Assalamu alaikum Wr. Kelompok 6 : 1. Novi Yanti Senjaya 2. Noviana Budianty 3. Nurani amalia

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BIDANG MORFOLOGI PADA MADING DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA JURNAL ILMIAH

PEMAKAIAN BAHASA GAUL PENYIAR RADIO JPI FM DALAM ACARA POPIKU PADA BULAN FEBRUARI MINGGU PERTAMA

NASKAH PUBLIKASI PEMAKAIAN PREPOSISI PADA KOLOM POS PEMBACA DI HARIAN SOLOPOS SKRIPSI

Fonologi Dan Morfologi

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta (DIY), dan Jawa Timur. Anggota masyarakat bahasa biasanya

Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak. Abstrak

PENDAHULUAN. kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang

Transkripsi:

SISTEM MORFOLOGI KATA KERJA BAHASA BIMA DIALEK DONGGO Sugerman Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia Abstrak: Proses afiksasi kata kerja Bahasa Bima dialek Donggo yaitu prefiks, sufiks, konfiks, infleksi, dan derivasi; proses reduplikasi yaitu reduplikasi seluruh dengan penyekat ka dan memunyai konsonan bilabial /p/, reduplikasi sebagian, reduplikasi yang berkombinasi dengan pembubuhan afiks, dan reduplikasi dengan perubahan fonem dengan penyekat ra; komposisi yaitu komposisi dasar dan komposisi berafiks; memunyai konsonan ganda (kluster); penambahan fonem hamzah atau glotal stop (?); dan memunyai konstruksi yang t idak dipahami oleh penutur dialek lain. Kata kunci: morfologi, kata kerja, bahasa bima, dialek donggo Sejak zaman dahulu, bahkan mungkin semenjak zaman manusia diciptakan, bahasa merupakan salah satu aspek yang tidak dapat dipisahkan dari seluruh kehidupan umat manusia. Oleh karena itu, bahasa sampai saat ini merupakan salah satu persoalan yang sering dimunculkan dan dicari jawabannya. Mulai dari pertanyaan Apa itu bahasa? sampai dengan Dari mana asal mula bahasa itu?. Pertanyaan-pertanyaan menggelitik inilah yang kemudian menjadikan suatu bahasa sebagai persoalan yang menghasilkan jawaban-jawaban yang menurut hemat penulis belum memuaskan. Banyak jawaban dari teori yang telah diungkapkan. Akan tetapi, semuanya belum memuaskan. Mengapa demikian? karena bahasa senantiasa hadir dan dihadirkan. Ia berada dalam diri manusia, dalam alam, dalam sejarah, dalam wahyu Tuhan. Ia hadir karena karunia Tuhan sang pencipta alam raya. Tuhan itu sendiri menampakkan diri pada manusia bukan melalui Zat-Nya, akan tetapi melalui bahasa-nya, yaitu bahasa alam dan kitab suci (Hidayat, 2009:21). Bahasa merupakan karunia Tuhan untuk manusia, maka upaya mengetahuinya merupakan suatu kewajiban dan sekaligus merupakan amal saleh. Jika seseorang mampu mengetahui berbagai bahasa, maka ia sudah pasti termasuk orang yang banyak pengetahuannya. Jika dia banyak pengetahuannya, maka dia termasuk orang yang beriman. Dialah yang derajatnya diangkat oleh Tuhannya, Allah akan mengangkat derajat orangorang yang beriman dan orang-orang yang berilmu. Hidup tanpa ilmu bagaikan berjalan ditengah malam yang gelap gulita tanpa secercah cahaya. Dengan demikian, memelajari bahasa adalah bentuk ibadah yang harus kita lakukan (Hidayat, 2009:22). Bahasa merupakan sistem tanda bunyi ujaran yang bersifat arbitrer atau sewenang-wenang. Bahasa mempunyai sistem yang sifatnya mengatur. Bahasa merupakan suatu lembaga yang memiliki pola-pola atau aturan-aturan yang dipatuhi dan digunakan (kadang - kadang tanpa sadar) oleh pembicara dalam komunitas saling memahami. Berdasarkan pengertian ini, bahasa secara substansi bahasa merupakan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap NOSI Volume 2, Nomor 5, Agustus 2014 Halaman 398

manusia. Hal ini sejalan dengan berbagai pendapat bahwa asal mula sebuah bahasa adalah bahasa lisan, sehingga menurut hemat penulis bahwa bahasa lisan tersebut merupakan lambang bunyi yang dikeluarkan oleh alat ucap manusia. Bunyi bahasa diatur oleh tata bunyi dan karena itulah bahasa merupakan sistem. Kumpulan bunyi untuk menyebutkan sesuatu diluar. biasa tidak diatur secara ketat, tetapi semaunya penutur sesuai dengan konvensi masyarakat. Dalam linguistik mikro kita mengenal ilmu yang memelajari asal mula pembentukan kata atau sistem pembentukan kata yang disebut morfologi. Morfologi inilah yang kemudian akan mengkaji tentang sistem pembentukan kata dan bagianbagiannya. Dalam penelitian penulis mencoba memosisikan diri secara tegas dengan konsep bahwa morfologi tidak hanya menjadi bidang ilmu bahasa yang memelajari tentang proses pembentukan kata dengan morfem bahkan fonem sebagai konstituen utamanya, akan tetapi tidak berhenti di situ, morfologi juga harus mengkaji bagaimana cakupan perubahan bentukan kata itu, bisa menimbulkan makna ( sense) baru sekaligus bagaimana penggunaannya secara tepat dalam berbahasa. Oleh karena itu, apapun bentuk dan jenis bahasa pasti mengalami proses pembentukan kata atau ihwal pembentukan kata termasuk berbagai macam bahasa daerah di Indonesia. Bahasa mempunyai sistem dan subsistem yang dipahami sama oleh pendukungnya. Namun, karena pendukung bahasa merupakan kumpulan manusia yang beragam, wujud bahasa yang menjadi tidak seragam (bahasa itu menjadi bervariasi). Untuk mengkaji hal tersebut, maka munculnya cabang ilmu linguistik yang disebut dialektologi yang mengkaji tentang varian bahasa. Varian bahasa Bima seperti yang dijelaskan di atas terdapat empat macam dialek yang mencolok yang digunakan oleh masyarakat penutur bahasa tersebut. Oleh karena itu, variasi bahasa Bima dialek Donggo yang selanjutnya disebut BBDD merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Donggo yang berada dipesisir Kabupaten Bima dan sebagian berada di Kabupaten Dompu Nusa Tenggara Barat. Ragam daerah dalam hal ini bahasa Ibu, sejak lama dikenal dengan nama logat atau dialek. Bahasa yang menyebar luas selalu mengenal logat. Masingmasing dapat dipahami secara timbal balik oleh penuturnya, sekurangkurangnya oleh penutur dialek yang daerahnya berdampingan. Bahwa bahasa Indonesia merupakan yang terpenting diantara beratus-ratus bahasa daerah (bahasa Jawa, Sunda, Betawi, Sasak, Bima, Samawa, dan lain-lain). Bahasa daerah merupakan sebuah identitas dan kekayaan suatu kelompok masyarakat yang dijadikan sebagai alat tutur dalam berkomunikasi dengan sekelompok masyarakat bahasa. Ada ungkapan Bahasa menunjukkan bangsa. Ungkapan ini berarti tutur kata seseorang akan menunjukkan bagaimana sifat dan watak orang itu. Alangkah indahnya keberagaman seni, ragam, dialek dan tradisi disetiap daerah di Indonesia. Dalam era Globalisasi keberadaan bahasa daerah menghadapi situasi yang mengkhawatirkan. Bahasa daerah mulai ditinggalkan penuturnya dalam pergaulan atau kegiatan antarmanusia karena dominannya bahasa asing yang menguasai berbagai bidang. Keadaan itu banyak dirasakan oleh pengguna bahasa daerah yang, antara lain, menyadari bahwa bahasa daerahnya kehilangan otoritas publiknya dan menjadi teks yang terkesan eksklusif. Adapun yang menjadi alasan penulis melakukan penelitian tentang sistem morfologi kata kerja bahasa Bima dialek Donggo yang selanjutnya disebut NOSI Volume 2, Nomor 5, Agustus 2014 Halaman 399

KKBBDD karena bahasa tersebut sudah jarang dipakai oleh penutur yang bersuku Donggo dan tidak ada referensi tertulis sehingga bahasa tersebut terancam punah. Hal ini terjadi karena para linguis yang ada di daerah Bima dan Dompu sangat jarang melakukan penelitian tentang morfologi bahasa Bima khususnya dialek Donggo, walaupun ada beberapa hasil penelitian tentang bahasa Bima pernah dilakukan oleh beberapa pakar di antaranya Sistem Morfologi Kata Kerja Bahasa Bima oleh Abd Rachman, dkk.1985, Fonologi Bahasa Bima oleh I Wayan Taman, dkk. 1996, serta Morfologi Bahasa Kolo oleh Ni Luh Partami, dkk. 1995. Hanya itulah beberapa referensi atau pustaka yang pernah diteliti. Namun, BBDD belum pernah diteliti oleh pemerhati bahasa Daerah ataupun pakar bahasa. Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini, penulis akan melakukan penelitian tentang sistem morfologi kata kerja bahasa Bima Dialek Donggo. Adapun fokus penelitian khusus dalam penelitian adalah (a) sistem afiksasi kata kerja bahasa Bima dialek Donggo, (b) sistem reduplikasi kata kerja bahasa Bima dialek Donggo, dan (c) sistem komposisi kata kerja bahasa Bima dialek Donggo. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang sistem morfologi kata kerja bahasa Bima dialek Donggo sehingga dapat mencintai kearifan lokal sebagai eksistensi budaya. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan baik itu sistem afiksasi, sistem reduplikasi dan sistem komposisi kata kerja bahasa Bima dialek Donggo. METODE PENELITIAN Penelitian ini berdasarkan tujuan, tergolong penelitian dasar dengan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian ini adalah etnografi. Penelitian ini berdasarkan metode yang digunakan tergolong kualitatif interaktif yang menggunakan teknik tatap muka (face to face interaction) untuk mengumpulkan data. Face to face interaction dalam penelitian ini adalah tata muka antara peneliti dengan penutur KKBBDD. Setting penelitian dalam penelitian ini yakni terdiri atas satu desa pengamatan yaitu di desa Karamabura Kecamatan Dompu Kabupaten Dompu NTB. Untuk meminimalisir waktu dan tenaga dalam melakukan penelitian ini, penulis hanya menggunakan 3 (tiga) orang informan. Oleh karena itu, syaratsyarat yang dilakukan dalam pemilihan informan adalah sebagai berikut: 1) Berjenis kelamin pria dan wanita 2) Berusia antara 20-65 tahun 3) Dilahirkan dan dibesarkan di daerah Donggo 4) Memiliki kebanggaan terhadap dialeknya 5) Dapat berbahasa Bima 6) Dapat berbahasa Indonesia 7) Sehat jasmani dan ruhani (modifikasi dari Mahsun, 2012:134). Untuk memperoleh data yang memadai dalam penelitian ini, ditetapkan tiga metode pengumpulan data, yaitu (1) metode simak (pengamatan/ observasi), (2) met ode cakap (wawancara), dan (3) metode introspeksi (Mahsun, 2012:92). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah (a) pedoman wawancara, (b) catatan lapangan, dan (c) dokumentasi kegiatan. Dalam penelitian teknik analisis data yang digunakan akan (a) metode padan teknik referensial dan translasional, dan (b) metode distribusional teknik interupsi (sisip). Teknik referensial digunakan dalam upaya menjelaskan makna pembentukan KKBBDD baik itu afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi. Contoh penggunaan teknik ini, misalnya pada afiksasi yakni prefiks {ma-} pada BD tulle menjadi matulle bermakna yang mendorong. Prefiks {ma-} NOSI Volume 2, Nomor 5, Agustus 2014 Halaman 400

menyatakan suatu pekerjaan yang dilakukan. Teknik translasional digunakan untuk melihat kesamaan dan perbedaan antara pembentukan afiks yang satu dengan afiks yang lain, misalnya melihat kesamaan prefiks {ku} dengan prefiks {mu-} atau perbedaan konfiks {ra-na} dengan konfiks {mana}. Adapun, teknik sisip antara lain digunakan untuk mengidentifikasi apakah bentuk-bentuk kata tersebut termasuk kelas kata kerja atau bukan, apakah pada kata tersebut akan bermakna kata kerja setelah terjadi proses afiksasi, reduplikasi dan komposisi atau bukan. HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Afiksasi Kata Kerja Bahasa Bima Dialek Donggo Prefiks KKBBDD Secara umum prefiks diartikan sebagai peristiwa pembubuhan afiks yang dilekatkan di muka bentuk dasar. Sedangkan menurut Verhaar (2010:107) prefiks adalah satuan morfem yang diimbuhkan di sebelah kiri dasar dalam proses prefiksasi. Bentuk sistem afiksasi yang dilekatkan di muka bentuk dasar KKBBDD adalah sebagai berikut: Prefiks Bentuk Dasar Konstruksi Makna {ma-} + tulle matulle yang mendorong {ma-} + ce?i macce?i yang Data di atas memunyai bentuk dasar yang selanjutnya disebut BD seperti prefiks {ma-} menjadi konstruksi {matulle}, {macce?i}, kehadiran prefiks {ma-} pada bentuk dasar tersebut bermakna persona pelaku dan menyatakan pekerjaan yang disebut pada bentuk dasar. Prefiks Bentuk Dasar Konstruksi Makna {ra-} + tulle ratulle telah mendorong {ra-} + ce?i racce?i telah prefiks {ra-} menjadi konstruksi {ratulle}, {racce?i}, kehadiran prefiks {ra-} pada bentuk dasar tersebut bermakna menyatakan pekerjaaan yang telah terjadi tentang pekerjaan yang disebut pada BD. Prefiks Bentuk Dasar Konstruksi Makna {na-} + tulle natulle (dia) akan mendorong {na-} + ce?i nacce?i (dia) akan prefiks {na-} menjadi konstruksi {natulle}, {nacce?i}, kehadiran prefiks {na-} pada bentuk dasar tersebut bermakna persona ketiga tunggal (dia) dan menyatakan sesuatu yang belum terjadi tentang pekerjaan yang disebut pada BD. NOSI Volume 2, Nomor 5, Agustus 2014 Halaman 401

Prefiks Bentuk Dasar Konstruksi Makna {mu-} + tulle mutulle apakah (kamu) akan mendorong {mu -} + ce?i mucce?i apakah (kamu) akan prefiks {mu-} menjadi konstruksi {mutulle}, {mucce?i}, kehadiran prefiks {mu-} pada bentuk dasar tersebut bermakna persona kedua tunggal (kamu) dan berfungsi interogatif terhadap pekerjaan yang belum terjadi seperti yang disebut pada BD. Prefiks Bentuk Dasar Konstruksi Makna {ḏi-} + tulle ḏitulle akan didorong {ḏi-} + ce?i ḏicce?i akan digendong prefiks {ḏi-} menjadi konstruksi {ḏitulle}, {ḏicce?i}, kehadiran prefiks. {ḏi-} pada bentuk dasar tersebut bermakna menyatakan pekerjaan belum terjadi dan membentuk verba pasif Prefiks Bentuk Dasar Konstruksi Makna {ku-} + tulle kutulle (saya) akan mendorong {ku-} + ce?i kucce?i (saya) akan prefiks {ku-} menjadi konstruksi {kutulle}, {kucce?i}, kehadiran prefiks {ku-} pada bentuk dasar tersebut bermakna persona pertama tunggal (saya) dan menyatakan sesuatu yang belum terjadi tentang pekerjaan yang disebut pada BD. Pref iks {da- } {da- } Bentuk Dasar Konstruksi Makna tulle datulle tidak didorong ce?i dacce?i tidak digendong prefiks {da-} menjadi konstruksi {datulle}, {dacce?i}, kehadiran prefiks {da-} pada bentuk dasar tersebut bermakna menyatakan sesuatu yang menyangkal (negatif) tentang pekerjaan yang disebut pada BD dan membentuk verba pasif. NOSI Volume 2, Nomor 5, Agustus 2014 Halaman 402

Prefiks Bentuk Dasar Konstruksi Makna {mada-} + tulle madatulle yang tidak mendorong {mada-} + ce?i madacce?i yang tidak prefiks {mada-} menjadi konstruksi {madatulle}, {madacce?i}, kehadiran prefiks {mada-} pada bentuk dasar tersebut bermakna persona dan menyatakan sesuatu yang menyangkal (negatif) tentang pekerjaan yang disebut pada BD. Prefiks Bentuk Dasar Konstruksi Makna {mara-} + tulle maratulle yang telah mendorong {mara-} + ce?i maracce?i yang telah prefiks {mara-} menjadi konstruksi {maratulle}, {maracce?i}, kehadiran prefiks {mara-} pada bentuk dasar tersebut bermakna persona dan menyatakan sesuatu yang telah terjadi atau telah berlangsung tentang pekerjaan yang disebut pada BD. Sufiks KKBBDD Secara umum sufiks diartikan sebagai peristiwa pembubuhan afiks yang diimbuhkan pada posisi akhir bentuk dasar. Sedangkan menurut Verhaar (2010:107) sufiks adalah satuan morfem yang diimbuhkan di sebelah kanan dasar dalam proses sufiksasi. Bentuk sistem afiksasi yang dilekatkan di belakang bentuk dasar KKBBDD adalah sebagai berikut. {-pu} + tulle tullepu doronglah {-pu} + ce?i ce?ipu gendonglah {-pu} menjadi konstruksi {tullepu}, {ce?ipu}, kehadiran sufiks {-pu} pada bentuk dasar tersebut berfungsi imperatif {-lah} yang menyatakan perintah terhadap pekerjaan yang disebut pada BD. {-ra} + tulle tullera doronglah dengan segera {-ra} + ce?i ce?ira gendonglah dengan segera NOSI Volume 2, Nomor 5, Agustus 2014 Halaman 403

{-ra} menjadi konstruksi {tullera}, {ce?ira}, kehadiran sufiks {-ra} pada bentuk dasar tersebut berfungsi deklaratif {-lah} yang dipakai untuk memberikan ketegasan agar melakukan pekerjaan yang disebut pada BD dengan segera. {-si} + tulle tullesi seandainya didorong {-si} + ce?i ce?isi seandainya digendong {-si} menjadi konstruksi {tullesi}, {ce?isi}, kehadiran sufiks {-si} pada bentuk dasar tersebut bermakna menyatakan pengandaian tentang pekerjaan yang disebut pada BD dan membentuk verba pasif. {-ro} + tulle tullero apakah akan didorong {-ro} + ce?i ce?iro apakah akan digendong {-ro} menjadi konstruksi {tullero}, {ce?iro}, kehadiran sufiks {-ro} pada. bentuk dasar tersebut berfungsi interogatif terhadap pekerjaan yang belum terjadi seperti yang disebut pada BD dan membentuk verba pasif {-ni} + tulle tulleni doronglah {-ni} + ce?i ce?ini gendonglah {-ni} menjadi konstruksi {tulleni}, {ce?ini}, kehadiran sufiks {-ni} pada bentuk dasar tersebut berfungsi imperatif {-lah} yang menyatakan perintah terhadap pekerjaan yang disebut pada BD. {-ku} + tulle tulleku (saya) telah mendorong {-ku} + ce?i ce?iku (saya) telah {-ku} menjadi konstruksi {tulleku}, {ce?iku}, kehadiran sufiks {-ku} pada bentuk dasar tersebut bermakna persona pertama tunggal (saya) dan menyatakan sesuatu yang telah terjadi tentang pekerjaan yang disebut pada BD. NOSI Volume 2, Nomor 5, Agustus 2014 Halaman 404

{-mu} + tulle tullemu (kamu) telah mendorong {-mu} + ce?i ce?imu (kamu) telah {-mu} menjadi konstruksi {tullemu}, {ce?imu}, kehadiran sufiks {-mu} pada bentuk dasar tersebut bermakna persona kedua tunggal (kamu) dan menyatakan sesuatu yang telah terjadi tentang pekerjaan yang disebut pada BD. {-ja} + tulle tulleja doronglah {-ja} + ce?i ce?ija ngendong {-ja} menjadi konstruksi {tulleja}, {ce?ija}, kehadiran sufiks {-ja} pada bentuk dasar tersebut berfungsi imperatif {-lah} yang menyatakan perintah terhadap pekerjaan yang disebut pada BD. {-mpa} + tulle tullempa dorong saja {-mpa} + ce?i ce?impa gendong saja {-mpa} menjadi konstruksi {tullempa}, {ce?impa}, kehadiran sufiks {-mpa} pada bentuk dasar tersebut berfungsi imperatif dan dipakai untuk sedikit menghaluskan perintah yang disebut pada BD. {-ta} + tulle tulleta telah mendorong {-ta} + ce?i ce?ita telah {-ta} menjadi konstruksi {tulleta}, {ce?ita}, kehadiran sufiks {-ta} pada bentuk dasar tersebut berfungsi deklaratif yang menyatakan pekerjaan telah terjadi atau telah berlangsung seperti yang disebut pada BD. NOSI Volume 2, Nomor 5, Agustus 2014 Halaman 405

{-jani} + tulle tullejani doronglah dengan sungguhsungguh {-jani} + ce?i ce?ijani gendonglah dengan sungguh-sungguh {-jani} menjadi konstruksi {tullejani}, {ce?ijani}, kehadiran sufiks {-jani} pada bentuk dasar tersebut berfungsi imperatif {-lah} yang menyatakan perintah secara sungguh-sungguh seperti yang disebut pada BD. {-jaku} + tulle tullejaku (saya) telah mendorong juga {-jaku} + ce?i ce?ijaku (saya) telah menggendong juga {-jaku} menjadi konstruksi {tullejaku}, {ce?ijaku}, kehadiran sufiks {-jaku} pada bentuk dasar tersebut bermakna persona pertama tunggal (saya) dan berfungsi deklaratif untuk menyatakan sesuatu yang telah terjadi tentang pekerjaan yang disebut pada BD. Konfiks KKBBDD Konfiks juga diartikan sebagai peristiwa pembubuhan afiks yang diimbuhkan pada posisi di awal dan di akhir bentuk dasar (Chaer, 2003:178). Bentuk sistem afiksasi yang dilekatkan di muka dan di akhir bentuk dasar KKBBDD adalah sebagai berikut. Konfiks Bentuk Dasar Konstruksi Makna {na-ra} + tulle natullera (dia) akan mendorong {na-ra} + ce?i nacce?ira (dia) akan konfiks {na-ra} menjadi konstruksi {natullera}, {nacce?ira}, kehadiran konfiks {na-ra} pada bentuk dasar tersebut bermakna persona ketiga tunggal (dia) dan menyatakan sesuatu yang belum terjadi tentang pekerjaan yang disebut pada BD. Konfiks Bentuk Dasar Konstruksi Makna {na-ku} + tulle natulleku (saya) akan mendorong {na-ku} + ce?i nacce?iku (saya) akan NOSI Volume 2, Nomor 5, Agustus 2014 Halaman 406

konfiks {na-ku} menjadi konstruksi {natulleku}, {nacce?iku}, kehadiran konfiks {na-ku} pada bentuk dasar tersebut bermakna persona pertama tunggal (saya) dan menyatakan sesuatu yang belum terjadi tentang pekerjaan yang disebut pada BD. Konfiks Bentuk Dasar Konstruksi Makna {na-si} + tulle natullesi seandainya (dia) mendorong {na-si} + ce?i nacce?isi seandainya (dia) konfiks {na-si} menjadi konstruksi {natullesi}, {nacce?isi}, kehadiran konfiks {na-ku} pada bentuk dasar tersebut bermakna persona ketiga tunggal (dia) dan menyatakan pengandaian tentang pekerjaan yang disebut pada BD. Berdasarkan sifat kata yang dibentuknya, maka afiksasi dibedakan menjadi dua yaitu afiks infleksi dan afiks derivasi. Afiks infleksi ini merupakan suatu proses pembentukan kata baru yang tidak mengubah identitas leksikal sebuah bentuk dasar, sedangkan afiks derivasi merupakan suatu proses pembentukan kata baru yang dapat mengubah identitas leksikal bentuk dasarnya (Chaer, 2003:177). Konstruksi Bentuk Dasar Perubahan Kategori ratulle (telah mendorong) tulle (minum) V V ḏikka?a (akan dibakar) ka?a (bakar) V V daturru (tidak ditunjuk) turru (tunjuk) V V Bentuk-bentuk tersebut dikategorikan sebagai kasus infleksi karena kedua kata tersebut sama-sama berkelas verba. Konstruksi Bentuk Dasar & Perubahan Bentuk Asal Kategori ma?ossa (yang mengusap) ossa (usap) N V nakarrasso (dia akan membersihkan) rasso (bersih) N Adj dakanggelle (tidak menggotori) nggelle (kotor) V Adj Bentuk-bentuk tersebut dikategorikan sebagai kasus derivasi karena kedua kata tersebut masingmasing dibentuk dari kelas nomina dengan verba, nomina dengan adjektiva, dan verba dengan adjektiva. Sistem Reduplikasi Kata Kerja Bahasa Bima Dialek Donggo Reduplikasi adalah peristiwa pembentukan kata dengan jalan mengulang bentuk dasar, baik seluruhnya maupun sebagian, baik NOSI Volume 2, Nomor 5, Agustus 2014 Halaman 407

bervariasi fonem maupun tidak, baik berkombinasi afiks maupun tidak (Muslich, 2009:48). Reduplikasi Seluruh dengan Penyekat ka Bentuk Dasar Reduplikasi Seluruh Makna tulle tulle ka tullep mendorong-dorong dengan segera ce?i ce?i ka ce?ip menggendong-gendong dengan segera Data di atas memunyai BD {tulle}, {ce?i} dan bentuk berulang {tullep}, {ce?ip} berfungsi imperatif untuk menyatakan perintah untuk dilaksanakan dengan segera. Namun, ada hal yang unik dalam bentuk berulang KKBBDD yaitu kehadiran konsonan hambat bilabial /p/. Konsonan bilabial /p/ yang menggambarkan ketika artikulator mengartikulasikan bentuk berulang tersebut, maka artikulator menutup sepenuhnya aliran udara, sehingga udara mampat di belakang tempat penutupan itu, kemudian itu dibuka secara tiba-tba, sehingga menyebabkan terjadinya letupan (Chaer, 2003:118). Reduplikasi Sebagian Bentuk Dasar Reduplikasi Sebagian Makna kallu?u kallu?u-lu?u memasuk-masukkan ka?ihha ka?ihha-ihha merusak-rusakkan Data di atas memunyai BD {kallu?u}, {ka?ihha} dan bentuk berulang {lu?u}, {ihha} berfungsi deklaratif. Namun, ada juga hal yang unik dalam pembentukan satuan reduplikasi sebagian yaitu dibentuk oleh bentuk berulang yang berkelas kata adjektiva yaitu pada bentuk berulang {ihha} bermakna rusak. Reduplikasi yang Berkombinasi dengan Pembubuhan Afiks Reduplikasi dan Bentuk Hasil Pembubuhan Dasar Reduplikasi Afiks Makna Tulle {ma-} R {-na} matulle-tullena yang telah mendorongdorong ce?i {ma-} R {-na} mace?i-ce?ina yang telah menggendonggendong Data di atas memunyai BD {tulle}, {ce?i} melekat pada afiks {ma-na} menjadi bentuk berulang {matulletullena}, {mace?i-ce?ina}, konstruksi tersebut bermakna persona pelaku dan menyatakan sesuatu yang telah terjadi tentang pekerjaan yang disebut pada BD. NOSI Volume 2, Nomor 5, Agustus 2014 Halaman 408

Reduplikasi dengan Perubahan Fonem dengan Penyekat ra Reduplikasi dengan Bentuk Dasar Perubahan Fonem Hasil Reduplikasi Makna dengan Penyekat ra Ntaddi Penyekat {-ra-} ntaddi ra nteddi berternakternak Salla Penyekat {-ra-} salla ra palla bersalamsalaman Data di atas memunyai BD {ntaddi}, {salla} dan bentuk berulang {nteddi}, {palla}. Bentuk berulang dari konstruksi tersebut merupakan morfem terikat yang tidak dapat berdiri dan akan memunyai makna ketika sudah melekat pada bentuk dasar. Selain dari itu, ada juga gejala morfofonemik adalah proses berubahnya suatu fonem menjadi fonem lain sesuai dengan fonem awal atau fonem yang mendahuluinya (Alwi, 2003:109). Gejala morfofonemik KKBBDD yang mengalami perubahan fonem vokal terdapat pada konstruksi {ntaddi ra nteddi} mengalami perubahan fonem dari fonem vokal /a/ menjadi fonem vokal /e/; dan perubahan fonem konsonan terdapat pada konstruksi {salla ra palla} mengalami perubahan fonem dari fonem konsonan /s/ menjadi fonem konsonan /p/. Dari beberapa gejala reduplikasi di atas yang. Komposisi Dasar mengalami perubahan fonem di atas, maka gejala tersebut merupakan modifikasi vokal fonemis. Verhaar (2010:81) menyatakan bahwa modifikasi vokal fonemis adalah modifikasi yang menyebabkan fonem vokal tertentu berubah menjadi fonem vokal yang lain. Sistem Komposisi Kata Kerja Bahasa Bima Dialek Donggo Komposisi atau yang lazim disebut pemajemukan merupakan hasil dari proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda atau yang baru (Chaer, 2005:185). Di dalam KKBBDD ditemukan dua jenis komposisi yaitu komposisi dasar dan komposisi berafiks Verba Verba Hasil Komposisi Makna tio melihat gei lotot tio gei melirik co?o melepas wi?i simpan co?o wi?i meninggalkan Data di atas merupakan konstruksi yang dibentuk dari dua kelas kata yang sama yaitu dibentuk oleh kelas verba. Verba Nomina Hasil Komposisi Makna kattenggo memperkuat wekki keluarga kattenggo wekki makan edda melihat angi keluarga edda angi bertemu Data di atas merupakan konstruksi yang dibentuk dari dua kelas kata yang berbeda yaitu dibentuk oleh kelas verba dengan nomina. Verba Adjektiva Hasil Komposisi Makna mppa?a bermain lallone becanda mppa?a lallone becanda NOSI Volume 2, Nomor 5, Agustus 2014 Halaman 409

nunttu berbicara cowwa bohong nunttu cowwa berdusta Data di atas merupakan konstruksi yang dibentuk dari dua kelas kata yang berbeda yaitu dibentuk oleh kelas verba dengan adjektiva. Adjektiva Nomina Hasil Komposisi Makna na?e besar lokko perut na?e lokko hamil tanni berat wekki keluarga tanni wekki hamil Data di atas merupakan konstruksi yang dibentuk dari dua kelas kata yang berbeda yaitu dibentuk oleh kelas adjektiva dengan nomina. Oleh karena itu, bentuk komposisi yang unsur pertama menerangkan (M) unsur kedua (D). Pembentukan konstruksi dari dua morfem dasar atau lebih secara utuh akan menimbulkan makna baru Komposisi Berafiks Prefiks Bentuk Dasar Konstruksi Makna {ma-} + tio lihat gei lirik matio gei yang melirik {ma-} + co?o lepas wi?i simpan maco?o wi?i yang meninggalkan {tio gei}, {co?o wi?i} yang melekat pada prefiks {ma-} menjadi konstruksi {matiogei}, {maco?owi?i}, kehadiran prefiks {ma-} pada bentuk dasar tersebut bermakna persona pelaku dan menyatakan pekerjaan yang disebut pada BD. Bentuk Dasar Konstruksi Makna tio lihat gei lirik co?o lepas wi?i simpan natio gei yang melirik naco?o wi?i yang meninggalkan {tio gei}, {co?o wi?i} yang melekat pada prefiks {na-} menjadi konstruksi {natiogei}, {naco?owi?i}, kehadiran prefiks {na-} pada bentuk dasar tersebut bermakna persona ketiga tunggal (dia) dan menyatakan sesuatu yang belum terjadi tentang pekerjaan yang disebut pada BD. Pref iks {na- } {na- } Pref iks {ra- } {ra- } Bentuk Dasar Konstruksi Makna tio lihat gei lirik ratio gei yang melirik co?o lepas wi?i raco?o wi?i yang simpan meninggalkan NOSI Volume 2, Nomor 5, Agustus 2014 Halaman 410

{tio gei}, {co?o wi?i} yang melekat pada prefiks {ra-} menjadi konstruksi {ratiogei}, {raco?owi?i}, kehadiran prefiks {ra-} pada bentuk dasar tersebut bermakna deklaratif yang menyatakan sesuatu yang telah terjadi tentang pekerjaan yang disebut pada BD. Oleh karena itu, ketiga data di atas merupakan konstruksi yang dibentuk dari dua kelas kata yang sama yaitu dibentuk oleh kelas verba. Simpulan Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam KKBBDD terdapat Afiksasi (Prefiks, sufiks, konfiks, infleksi, dan derivasi); reduplikasi (Seluruh dengan penyekat ka dan memunyai konsonan bilabial /p/, reduplikasi sebagian, reduplikasi yang berkombinasi dengan pembubuhan afiks, dan reduplikasi dengan perubahan fonem dengan penyekat ra); komposisi (Komposisi dasar dan komposisi berafiks); memunyai konsonan ganda (kluster); penambahan fonem hamzah atau glotal stop (?); dan memunyai konstruksi yang tidak dipahami oleh penutur dialek lain. Saran-Saran Bagi peneliti, dengan adanya hasil penelitian ini, kiranya dapat memberikan wawasan dan pengetahuan tentang sistem morfologi bahasa Bima dialek Donggo yang selama ini peneliti belum terlalu memahaminya baik itu sistem afiksasi, sistem reduplikasi maupun sistem komposisi kata kerja bahasa Bima dialek Donggo. Bagi Guru, dengan adanya hasil penelitian ini, kiranya guru bahasa daerah diseluruh kabupaten Bima dan Dompu dalam rangka mengajarkan bahasa daerah dapat memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dialek-dialek yang ada di Bima serta membandingkan dialek-dialek tersebut sehingga siswa dapat memahami secara keseluruhan kekhasan dan keunikan dialek-dialek yang ada di wilayah tersebut. Bagi Pemerintah, dengan adanya hasil penelitian ini, kiranya pemerintah dapat merancang peraturan daerah (Perda) tentang aturan untuk pemertahanan bahasa daerah Bima khusus dialek Donggo. Aturan pemertahanan bahasa melalui perda dapat menjadikan bahasa daerah yang memunyai dialek-dialek yang beragam sebagai bagian dari budaya kearifan lokal suatu daerah dapat dilindungi oleh peraturan daerah. Keberadaan perda tentang pemertahanan bahasa daerah kiranya dapat menjadikan generasi mencintai, serta menjadikan dialekdialek sebagai bagian dari jiwa suatu kelompok masyarakat, yang tidak malu menggunakan dialeknya sendiri ketika berkomunikasi dengan penutur yang berdialek lain. DAFTAR RUJUKAN Alwi, Hasan, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Alwi, Muhammad Tahir. 2003. Kamus Bahasa Bima, Indonesia, Inggris. Mataram: Karsa Mandiri Utama. Chaer, Abdul. 2007. Kajian Bahasa (Struktur Internal, Pemakaian dan Pemelajaran). Jakarta: Rineka Cipta. Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: Rineka Cipta. Hidayat. 2009. Filsafat Bahasa, Mengungkap Hakikat Bahasa, Makna, dan Tanda. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mahsun. 2007. Dialektologi. Yogyakarta: Gama Media. Mahsun. 2012. Metode Penelitian Bahasa, Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: RajaGrafindo Persada. NOSI Volume 2, Nomor 5, Agustus 2014 Halaman 411

Muhammad. 2011. Metode Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Muslich, Masnur. 2009. Tata Bentuk Bahasa Indonesia; Kajian ke Arah Tatabahasa Deskriptif. Jakarta Timur: Bumi Aksara. Rachman, Abd, dkk. 1985. Sistem Morfologi Kata Kerja Bahasa Bima. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ramlan. 1985. Morfologi Suatu Tinjaun Deskriptif. Yogyakarta: Karyono. Samsuri. 1987. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga. Sukrin, H. Muhammad. 2008. Morfologi; Kajian antara Bentuk dan Makna. Mataram. Lembaga Cerdas Press. Taman, I Wayan, dkk. 1996. Fonologi Bahasa Bima. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Verhaar. J.W.M. 2010. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Zulaeha, Ida. 2010. Dialektologi; Dialek Geografi dan Dialek Sosial. Yogyakarta: Graha Ilmu. NOSI Volume 2, Nomor 5, Agustus 2014 Halaman 412