BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Kemunculan Keterampilan Proses Sains Siswa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian merupakan suatu alat yang dapat membantu seorang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN MOTIVASI BELAJAR DALAM KEGIATAN FIELD TRIP PADA KONSEP EKOSISTEM

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Profil Motivasi Belajar Siswa SMA Kelas XI pada Setiap Indikator Motivasi Belajar

III. METODOLOGI PENELITIAN. penting untuk mendapatkan hasil yang optimal.

BAB I PENDAHULUAN. sampai ke liang lahat nanti (Sadiman, et al dalam Warsita, 2008:62). Belajar dapat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada dasarnya penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memperoleh

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Pembahasan dalam bab ini difokuskan pada beberapa subbab yang terdiri dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum,

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. dari suatu penelitian. Objek penelitian adalah variabel penelitian atau apa yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kelompok pada materi Keanekaragaman Makhluk Hidup yang meliputi data (1)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat kuasi eksperimen menggunakan design Pretest-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode analitis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk mengetahui peranan

BAB I PENDAHULUAN. sekolah sehari-harinya. Perlu diketahui bahwa pendidikan adalah proses interaksi

PENERAPAN METODE INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI IPS di MAN 2 PROBOLINGGO

BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri I

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bagian ini diuraikan hasil-hasil penelitian penerapan strategi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Interaktif terhadap motivasi belajar anak. Oleh karena itu metode yang digunakan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Menyelesaikan Skripsi. Motivasi berasal dari kata bahasa Latin movere yang berarti menggerakkan.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan desain quasi

BAB III MODEL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Data dalam penelitian ini terdiri dari atas dua variabel, yaitu motivasi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. korelasional yaitu korelasi product moment dari Pearson.Menurut Arikunto

BAB III METODE PENELITIAN. siswa, kesulitan belajar, dan Keterampilan Proses Sains (KPS). Secara

Eka Pratiwi Tenriawaru*, Nurhayati B, Andi Faridah Arsal. Program Studi Biologi, Fakultas MIPA Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK

Bab IV Hasil & Pembahasan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan

III. METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. pendekatan penelitian, desain penelitian, faktor-faktor yang diamati, rencana

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS XI IPA MELALUI PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) merupakan salah satu mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia yang berbekal akal tidak dapat sepenuhnya menggunakan akal. Memerlukan proses yang panjang agar

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desy Mulyani, 2013

BAB III METODE PENELITIAN. cara atau kegiatan pelaksanaan penelitian yang didasari oleh asumsi-asumsi dasar,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan dasar utama untuk tercapainya tujuan. Oleh karena itu, guru mempunyai peranan yang sangat penting dalam

C. Langkah-langkah Penelitian Langkah-langkah dalam penelitian yang dilakukan, penulis menyusun alur penelitian seperti pada Gambar 3.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tanpa pendidikan, ia seakan-akan tidak memiliki keterpaduan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi

BAB III METODE PENELITIAN. dan kuantitatif. Hal ini dikarenakan dalam penelitian, peneliti membuat deskripsi

III. METODE PENELITIAN. siswa kelas X-4 SMA ARJUNA Bandar Lampung semester ganjil tahun pelajaran

PENERAPAN METODE FIELD TRIP UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS DESKRIPSI PADA SISWA KELAS X-1 SMA NEGERI 1 NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui dan menentukan desain penelitian yang akan digunakan. Desain

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. eksperimen 1 yang menggunakan pembelajaran guided inquiry melalui tahap

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pada pasal 1 ayat 6 yang menyatakan bahwa guru pembimbing sebagai

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajar siswa dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan proses globalisasi, terjadi transformasi sosial, ekonomi, dan

BAB III METODE PENELITIAN. yang akan digunakan sehingga akan mempermudah langkah-langkah penelitian.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Data pemahaman konsep matematis siswa untuk setiap sampel penelitian yaitu

Frekuensi Persentase Rata-rata Selang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. intelektual, manual, dan sosial yang digunakan. Gunungsitoli, ternyata pada mata pelajaran fisika siswa kelas VIII, masih

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN. 4.1 Model Sains Teknologi Masyarakat dalam Pembelajaran Sifat-sifat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyajikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran- lembaran yang berisi tugas

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS SISWA DAN PEMAHAMAN KONSEP PERUBAHAN ZAT MELALUI PROBEX. Jaryanto. SMP Negeri 1 Pringapus

Rina Yuli Andrianti 1, Riana Irawati 2, Ali Sudin 3. Jl. Mayor Abdurachman No. 211 Sumedang 1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Vindri Catur Putri Wulandari, Masjhudi, Balqis Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

LANDASAN PSIKOLOGIS BK. Diana Septi Purnama

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual,

I. PENDAHULUAN. Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran aktif. Kardi (2003: 3) Inkuiri merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk

Peningkatan Hasil Belajar PKn Materi Organisasi melalui Model Numbered Head Together di Kelas V. Endah Tri Wahyuni

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di MA Al-Hikmah Bandar Lampung pada 5-

PENERAPAN METODE DISKUSI BERBANTUAN LKS UNTUK MEMPERBAIKI KEMAMPAUN PSIKOMOTORIK SISWA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS VIII-2 SMP NEGERI 4 MEDAN

Jurnal Lensa Kependidikan Fisika Vol. 1 Nomor 1, Juni 2013 ISSN:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. (TBK I) yang kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing. arah (ceramah reflektif) dan sistem dua arah (penemuan terbimbing).

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Definisi operasional variabel yang terlibat di dalam penelitian ini

PENINGKATAN KETERLIBATAN DAN MINAT BELAJAR MELALUI PEMBELAJARAN STAD TERMODIFIKASI PERMAINAN ULAR TANGGA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

HAYATI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas

Sarina. Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako

Transkripsi:

39 A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Kemunculan Keterampilan Proses Sains Siswa Pada pelaksanaan di lapangan peneliti dibantu oleh beberapa orang observer untuk melihat kemunculan keterampilan proses sains pada setiap kelompok. Berdasarkan pengamatan observer, persentase keterampilan proses sains yang dijaring melalui lembar observasi kinerja siswa dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Persentase Rata-rata Kemunculan Keterampilan Proses Sains berdasarkan Lembar Observasi No Keterampilan Proses Sains Kemunculan Kategori 1. Observasi 100 % Baik sekali 2. Klasifikasi 70 % Baik 3. Komunikasi 67,5 % Sedang 4. Interpretasi 60 % Sedang 5. Prediksi 60 % Sedang 6. Menggunakan alat atau bahan 80 % Baik Dari Tabel 4.1 menunjukkan kemunculan keterampilan proses sains yang persentasenya paling banyak muncul adalah keterampilan proses observasi dengan persentase sebesar 100 % dan termasuk pada kategori baik sekali. Keterampilan proses sains yang persentasenya paling sedikit adalah interpretasi dan prediksi dengan persentase sebesar 60% termasuk dalam kategori sedang. Selain menggunakan lembar observasi, penelitian ini juga menggunakan Lembar Kerja Siswa untuk menjaring keterampilan proses

40 sains pada saat di lapangan, akan tetapi keterampilan yang terdapat di LKS sangat terbatas, yaitu keterampilan observasi, klasifikasi, komunikasi, prediksi, dan interpretasi. Dari data hasil penelitian diperoleh persentase keterampilan proses sains siswa secara keseluruhan terlihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Persentase Rata-rata Kemunculan Keterampilan Proses Sains berdasarkan LKS Keterampilan Proses Sains Persentase Kategori Observasi 70 % Sedang Klasifikasi 72,8 % Sedang Komunikasi 100 % Baik sekali Prediksi 80,4 % Baik Interpretasi 68,75% Sedang Berdasarkan data pada Tabel 4.2 tersebut, dapat dilihat keterampilan proses sains yang paling banyak muncul dalam LKS adalah keterampilan komunikasi dengan persentase sebesar 100 % dan termasuk pada kategori baik sekali, dan yang kurang muncul adalah keterampilan keterampilan interpretasi yaitu sebesar 68,75%. 2. Penguasaan Keterampilan Proses Sains Siswa Soal KPS diberikan untuk melihat penguasaan keterampilan proses sains setelah pembelajaran. Dari data hasil penelitian diperoleh persentase penguasaan keterampilan proses sains siswa secara keseluruhan terlihat pada Tabel 4.3.

41 Tabel 4.3 Persentase Penguasaan Keterampilan Proses Sains Berdasarkan Soal KPS No Penguasaan KPS (%) Keterampilan Baik Kurang Proses Sains Baik Sedang Kurang sekali sekali 1. Klasifikasi 50 43,75 3,13 3,13 0 2. Komunikasi 84,38 15,63 0 0 0 3. Prediksi 81,25 0 3,13 0 15,63 4. Interpretasi 15,63 53,13 18,75 12,5 0 5. Menggunakan Konsep 34,38 0 37,5 0 28,13 Dari data Tabel 4.3 menunjukkan keterampilan komunikasi, dan prediksi, dikuasai siswa dengan persentase terbanyak dalam kategori baik sekali. Dari kelima keterampilan proses sains ini yang paling dikuasai siswa adalah keterampilan komunikasi (84,38%), sedangkan keterampilan menggunakan konsep merupakan keterampilan yang kurang dikuasai siswa dengan persentase 28, 13% pada kategori kurang sekali. 3. Motivasi Belajar Siswa Hasil penelitian untuk motivasi belajar dikemukakan terdiri dari dua bagian, yaitu data hasil pengukuran motivasi belajar setiap individu siswa dan data motivasi belajar siswa untuk setiap indikator. Data mengenai motivasi siswa pada kegiatan field trip ini dijaring melalui angket. Data untuk hasil pengukuran motivasi belajar untuk setiap siswa dapat dilihat pada Tabel 4.4.

42 Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Motivasi Belajar Siswa Jumlah 2309,4 Rata-rata 72,2 Standar deviasi 8,74 Nilai tertinggi 86,3 Nilai terendah 53,8 Berdasarkan data nilai dalam Tabel 4.4, siswa dikelompokkan ke dalam tiga kategori motivasi belajar, yaitu; tinggi, sedang, dan rendah. Penentuan pengkategorian siswa dapat dilihat pada BAB III. Data hasil pengelompokan nilai motivasi siswa dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Pengelompokan Nilai Motivasi Siswa Interval Nilai Frekuensi Kategori Motivasi Persentase X 80,45 6 Tinggi 19 % 62,65 X < 80,45 22 Sedang 69 % X < 62,65 4 Rendah 13 % Dari Tabel 4.5 dapat dilihat persentase siswa yang memiliki motivasi pada kategori tinggi sebesar 19 %, sedang 69 %, dan kategori rendah 13 %. Selain dilakukan pengolahan data untuk mengkategorikan motivasi belajar siswa, data skor dari setiap item pernyataan juga diolah untuk menentukan persentase setiap indikator motivasi belajar. Hasil perhitungan persentase setiap indikator beserta pengkategoriannya dapat dilihat pada Tabel 4.6.

43 Tabel 4.6 Persentase Kemunculan untuk Setiap Indikator Motivasi No Indikator Persentase Kategori 1. Durasi kegiatan (berapa lama kemampuannya untuk melakukan kegiatan) 69,6 % Cukup 2. Frekuensi kegiatan (berapa sering kegiatan dilakukan dalam periode tertentu) 73,1 % Cukup 3. Persistensi (ketetapan dan kelekatannya) pada tujuan 73,9 % Cukup kegiatan. 4. Ketabahan, keuletan, dan kemampuan dalam menghadapi rintangan dan kesulitan untuk mencapat tujuannya. 69,5 % Cukup 5. Devosi (pengabdian) dan pengorbanan (uang, tenaga, pikiran, bahkan nyawanya) untuk mencapai tujuan. 72,3 % Cukup 6. Tingkatan aspirasi (maksud, rencana, cita-cita, sasaran atau target, dan idolanya) yang hendak 68,4 % Cukup dicapai dengan kegiatan yang dilakukan. 7. Tingkatan kualifikasi prestasi atau produk/output yang dicapai dari kegiatan (berapa banyak, memadai atau tidak, memuaskan atau tidak). 71,1 % Cukup 8. Arah sikap terhadap sasaran kegiatan (like or dislike; positif atau negatif). 78,8 % Baik Berdasarkan Tabel 4.6 di atas diketahui bahwa indikator nomor 8 yaitu arah sikap terhadap sasaran kegiatan, memiliki nilai persentase paling tinggi yaitu sebesar 78,8 % yang termasuk dalam kategori baik. Indikator yang memiliki persentase terendah adalah indikator nomor 6 yaitu tingkatan aspirasi, sebesar 68,4 % yang dikategorikan cukup. Selanjutnya indikator nomor 1 sampai dengan nomor 5 serta indikator nomor 7 yaitu: durasi

44 kegiatan, frekuensi kegiatan, persistensi pada tujuan kegiatan, ketabahan dan keuletan, devosi dan pengorbanan, dan tingkatan kualifikasi prestasi, termasuk dalam kategori cukup. Adapun secara berurutan persentase setiap indikator dari yang paling tinggi adalah: 1) arah sikap dengan persentase sebesar 78,8 % dan termasuk dalam kategori baik; 2) persistensi pada kegiatan sebesar 73,9 % yang termasuk dalam kategori cukup; 3) frekuenasi kegiatan dengan persentase 73,1 % termasuk dalam kategori cukup; 4) devosi dan pengorbanan sebesar 72,3 % termasuk pada kategori cukup; 5) tingkatan kualifikasi sebesar 71,1 % termasuk pada kategori cukup; 6) durasi kegiatan sebesar 69,9 % termasuk pada kategori cukup; 7) ketabahan, keuletan, dan kemampuan dalam menghadapi rintangan sebesar 69,5 % termasuk pada kategori cukup; dan 8) tingkatan aspirasi yang hendak dicapai sebesar 68, 4 % dan termasuk dalam kategori cukup. 4. Hasil Tes Penguasaan Data hasil tes penguasaan konsep ekosistem ini merupakan data penunjang untuk mengetahui penguasaan konsep siswa pada konsep ekosistem setelah pembelajaran berlangsung. Hasil data tes penguasaan konsep ekosistem dapat dilihat dari Tabel 4.7 di bawah ini: Tabel 4.7 Hasil Tes Penguasaan Kriteria Persentase (%) Baik sekali 15,63 Baik 18,75 Sedang 28,13 Kurang 28,13 Kurang sekali 9,38

45 Data Tabel 4.7 tersebut menunjukkan penguasaan konsep siswa pada materi ekosistem dalam kategori kurang dan sedang dengan persentase sebesar 28,13%, sedangkan siswa yang termasuk dalam kategori baik sekali hanya sebesar 9,38%. 5. Hasil Analisis Angket Siswa Selain menggunakan lembar observasi, pertanyaan di LKS, dan soal uraian, digunakan juga angket siswa sebagai data penunjang untuk mengetahui beberapa jenis keterampilan proses yang dimiliki siswa sebelumnya berdasarkan pengalaman belajarnya. Hasil analisis angket tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.8. Tabel 4.8 Hasil Analisis Angket Siswa No Keterampilan Proses Sains Persentase 1. Observasi 71,88 % 2. Klasifikasi 87,5 % 3. Komunikasi 63,51 % 4. Menggunakan alat atau bahan 31,25 % Dari Tabel 4.8 di atas menunjukkan keterampilan-keterampilan yang dimiliki siswa berdasarkan pengalaman belajar siswa sebelumnya yang baerkaitan dengan keterampilan proses sains. B. Pembahasan Berdasarkan hasil pengolahan data, keterampilan proses sains siswa dapat dimunculkan melalui pembelajaran dengan menggunakan metode field trip yang di kombinasikan dengan diskusi.

46 1. Kemunculan Keterampilan Proses Sains a. Keterampilan Observasi Dari data hasil penelitian menunjukkan kemunculan keterampilan proses sains yang persentasenya banyak muncul. Hal ini menunjukkan bahwa metode field trip dapat digunakan dalam mengembangkan keterampilan proses observasi. Keterampilan proses observasi banyak muncul disebabkan keterampilan ini merupakan kemampuan dasar siswa yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui kegiatan observasi, siswa belajar tentang dunia sekitar siswa. Siswa mengamati objek-objek dan fenomena alam dengan indera penglihatan, pendengaran, peraba, pembau, serta pengecap. Kegiatan observasi yang dilakukan dalam penelitian ini tidak begitu rumit dengan jumlah objek yang tidak terlalu banyak sehingga kemunculannya pun besar, dalam artian semua siswa melakukan kegiatan observasi. Akan tetapi data yang dijaring oleh lembar observasi tersebut merupakan data secara umum. Oleh karena itu, kita perlu melihat keterampilan observasi ini dari data hasil LKS. Dilihat dari Tabel 4.2 persentase keterampilan ini lebih rendah dibanding dari Tabel 4.1. hal ini menunjukkan masih ada beberapa orang siswa yang belum dapat melakukan observasi dengan menyeluruh. b. Keterampilan Klasifikasi Berdasarkan data hasil penelitian pada Tabel 4.1, keterampilan proses klasifikasi termasuk pada kategori sedang. Pada kegiatan field

47 trip ini objek yang diamati keragamannya tidak terlalu tinggi dikarenakan kebun yang dipakai adalah milik warga, walaupun tidak terlalu dirawat. Akan tetapi klasifikasi yang digunakan tidak terlalu rumit, hanya membedakan mengenai faktor biotik dan abiotik. Tidak terlalu tingginya angka persentase pada penelitian ini dimungkinkan karena kecerobohan dimana banyak siswa yang masih keliru antara komponen biotik dan abiotik, tetapi ketika diberi pertanyaan mengenai pengertian dari komponen biotik dan abiotik, siswa mampu menjawabnya. Selain karena ada beberapa orang siswa masih keliru dalam mengelompokkan, dimungkinkan karena aspek pada objek yang diobservasi tidak terlalu beragam. Dari hasil penelitian Ermala (2009) dalam mengembangkan keterampilan klasifikasi diperlukan beragam objek yang perlu diobservasi. c. Keterampilan Komunikasi Keterampilan proses komunikasi pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 menunjukkan pada kegiatan field trip ini sebagian besar siswa belum dapat menyampaikan gagasan atau pendapat secara lisan pada saat diskusi berlangsung. Ada beberapa kemungkinan yang membuat siswa belum dapat terlibat secara aktif pada saat diskusi berlangsung, salah satunya karena siswa tidak dibiasakan dalam mengungkapkan ide atau gagasan pada saat pembelajaran, serta biasanya guru hanya memilih beberapa siswa untuk melakukan hal tersebut sehingga pada saat diskusi berlangsung hanya siswa-siswa yang terbiasa dipilih oleh guru

48 tersebut yang dapat dengan mudah mengemukakan hasil pengamatan serta mengemukakan pendapat pada saat diskusi berlangsung. Oleh karena itu, keterampilan berkomunikasi yang lebih muncul adalah keterampilan berkomunikasi secara tulisan karena siswa lebih sering melakukannya daripada berkomunikasi secara lisan. Hal tersebut dapat diperkuat oleh hasil angket respon siswa. Siswa seharusnya dibiasakan untuk mengkomunikasikan hasil pengamatan di depan kelas dan aktif pada saat diskusi kelas, sehingga keterampilan ini dapat dikuasai dengan baik. Sejalan dengan penelitian oleh Pratiwi (2007) kemampuan komunikasi memerlukan latihan terus menerus dan teratur, tidak hanya satu kali dalam penerapan pembelajaran. Latihan tersebut dapat berupa pertanyaanpertanyaan yang menuntut siswa untuk mengungkapkan pendapat secara lisan. d. Keterampilan Interpretasi Dalam keterampilan interpretasi ini siswa dituntut untuk dapat menyimpulkan hasil pengamatan dengan benar. Salah satu faktor penyebab kurang munculnya keterampilan proses interpretasi adalah beberapa siswa belum mampu melakukan observasi secara menyeluruh, dalam artian beberapa siswa belum mampu menemukan pola hubungan dari objek yang diamati. Hal ini yang berpengaruh terhadap siswa dalam membuat suatu kesimpulan. Seperti yang telah dikemukakan oleh Suharlina (2009) dalam penelitiannya bahwa

49 keterampilan proses interpretasi yang baik didukung oleh keterampilan proses observasi siswa yang baik pula, sehingga membantu siswa dalam menarik kesimpulan. e. Keterampilan Prediksi Keterampilan proses prediksi merupakan salah satu keterampilan proses yang persentasenya paling rendah. Walaupun persentasenya paling kecil, tetapi keterampilan ini masih termasuk dalam kategori sedang. Prediksi didasarkan pada hasil observasi atau data yang sesuai. Oleh karena itu, faktor penyebab yang menjadikan keterampilan ini menjadi salah satu keterampilan yang memiliki persentase paling rendah adalah beberapa siswa belum mampu melakukan observasi secara menyeluruh, dalam artian beberapa siswa belum mampu menemukan pola hubungan dari objek yang diamati. Seperti yang dikemukakan oleh Rustaman (2003), jumlah data yang sesuai dan ketepatan data dapat berakibat pada keakuratan prediksi. f. Keterampilan Menggunakan Alat atau Bahan Dahar (1985) menyatakan bahwa pengalaman belajar siswa dapat dikonkritkan dengan adanya alat atau bahan. Keterampilan menggunakan alat atau bahan yang diamati dalam kegiatan field trip ini meliputi penggunaan plot ukuran 2x2 meter, serta pemberian label terhadap spesimen yang belum siswa ketahui namanya. Dari hasil penelitian menunjukkan keterampilan dalam menggunakan alat atau bahan ini pada kategori baik, artinya hampir seluruh siswa dapat

50 menggunakannya dengan tepat. Persentase kemunculannya besar dapat disebabkan karena alat yang digunakan dalam kegiatan field trip ini tidak tergolong sulit, sehingga tidak memerlukan keahlian atau pengetahuan khusus dalam menggunakannya. Akan tetapi penggunaan alat dalam melakukan pengamatan merupakan langkah awal dalam suatu percobaan serta perlakuan yang tidak tepat terhadap terhadap alat atau bahan menentukan keberhasilan suatu percobaan. 2. Penguasaan Keterampilan Proses Sains Pada penelitian ini diperoleh data bahwa keteramppilan proses sains yang banyak muncul tidak selalu dikuasai siswa dengan baik. Berdasarkan Tabel 4.3, keterampilan yang banyak dikuasai siswa dengan persentase terbesar adalah keterampilan berkomunikasi, hal ini menunjukkan siswa lebih berani dalam menyampaikan ide atau gagasan melalui tulisan dibanding secara lisan. Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa keterampilan komunikasi khususnya lisan dalam hal ini tidak dapat diperoleh secara instan, tetapi harus terus-menerus dilatih. Keterampilan proses yang paling sedikit dikuasai adalah keterampilan dalam menerapkan konsep. Menurut Semiawan, et al. (1987) keterampilan ini merupakan keterampilan dalam menerapkan konsep yang telah dikuasai untuk memecahkan masalah tertentu, atau menjelaskan suatu peristiwa baru dengan menggunakan konsep yang telah dimilikinya. Seperti keterampilan proses yang lainnya, keterampilan menerapkan konsep ini pun harus dilatih. Pada kegiatan belajar sehari-hari siswa hanya

51 mandapatkan konsepnya saja tanpa mencoba untuk berlatih dalam memecahkan masalah dengan menggunakan konsep yang telah siswa ketahui, sehingga sebagian siswa merasa kesulitan terutama dalam memberikan solusi atas permasalahan yang disajikan. 3. Motivasi Belajar Siswa Untuk dapat belajar dengan baik diperlukan proses dan motivasi yang baik pula (Sardiman, 2011:77). Motivasi merupakan salah satu bagian dari aspek afektif. Oleh karena itu, untuk mengetahui gambaran tingkat motivasi pada siswa dapat digunakan angket yang diisi langsung oleh siswa. Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan dari angket yang diisi oleh siswa dalam penelitian ini, dapat diketahui bahwa motivasi siswa secara individual pada kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode field trip cenderung berada pada kategori sedang, apabila dilihat secara umum motivasi siswa pada kegiatan field trip ini cukup baik, sehingga kegiatan field trip dapat menjadi salah satu pilihan dalam upaya memotivasi siswa dalam mempelajari konsep ekosistem. Adanya perbedaan nilai motivasi pada setiap individu dapat terjadi karena sifat dari motivasi itu sendiri yang sangat kompleks (Sardiman, 2011:74) dan didorong oleh adanya faktor-faktor yang dapat dipengaruhi dari adanya kebutuhan dari masing-masing individu siswa. Siswa yang memiliki motivasi untuk belajar dapat dikarenakan memang senang dengan materi yang dipelajari, atau dapat juga karena penyajian

52 pembelajaran yang dialami merupakan suatu pengalaman baru yang cukup menarik. Kegiatan field trip memberi pengalaman baru yang cukup menarik siswa karena dapat memberikan kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan sumber belajar untuk membangun pemahaman materi. Gambaran motivasi siswa dalam kegiatan field trip juga dapat dilihat dari hasil perhitungan persentase skor yang diperoleh pada setiap indikatornya. Persentase indikator yang paling tinggi adalah indikator nomor 8 yaitu arah sikap terhadap sasaran kegiatan yang dikategorikan baik. Arah sikap baik terhadap sasaran pembelajaran dapat menggambarkan adanya motivasi dalam belajar, karena menunjukkan ketertarikannya dalam kegiatan belajar. Secara umum proporsi jawaban siswa pada pernyataan yang dikembangkan dari indikator nomor 8 pada angket menunjukkan kepada arah positif karena seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kegiatan belajar di luar kelas dapat memberikan suasana yang baru dan tentunya hal yang dapat siswa lakukan pun berbeda dengan yang biasa siswa dapatkan di kelas. Hal ini diperkuat dengan jawaban pada pernyataan nomor 45. Proporsi jawaban siswa arahnya positif terhadap kegiatan field trip. Seperti yang dikemukakan Sagala (2011:215) bahwa metode field trip mempunyai beberapa kebaikan, antara lain ialah: (1) siswa dapat mengamati kenyataan-kenyataan yang beranekaragam dari dekat; (2) siswa dapat menghayati pengalamanpengalaman baru dengan mencoba turut serta di dalam suatu kegiatan; (3)

53 siswa dapat menjawab pertanyaan dengan melihat, mendengar, mencoba, dan membuktikan langsung. Persentase indikator motivasi yang paling rendah adalah indikator nomor 6 yaitu tingkatan aspirasi (maksud, rencana, cita-cita, sasaran atau target, dan idolanya) yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan. Meskipun persentasenya paling kecil dibanding indikator yang lainnya, tetapi indikator nomor 6 ini termasuk pada kategori cukup. Hal ini menunjukkan bahwa tingkatan aspirasinya baik berupa maksud, rencana, cita-cita, target, ataupun idolanya yang hendak dicapai dengan kegiatan dapat menjadi motivasi yang cukup baik dalam kegiatan field trip. Sesuatu hal dapat menjadi aspirasi bagi sorang siswa untuk meraih cita-citanya, tetapi belum tentu untuk siswa lainnya.