BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada dasarnya penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memperoleh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada dasarnya penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memperoleh"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada dasarnya penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memperoleh informasi mengenai pengaruh penggunaan kunci determinasi dalam mengungkap kemampuan keterampilan proses sains siswa. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa lembar observasi untuk menjaring kemunculan keterampilan proses siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung, angket untuk mengetahui respon siswa terhadap penggunaan kunci determinasi sebagai alat bantu belajar, dan juga soal pilihan ganda untuk mengetahui penguasaan dan pemahaman konsep siswa. Jenis keterampilan proses sains yang diteliti dalam penelitian ini mencakup keterampilan proses siswa dalam mengobservasi, berkomunikasi, mengklasifikasi, dan menginterpretasi. 1. Hasil Kemampuan Keterampilan Proses Sains Siswa Melalui Lembar Observasi Kemampuan keterampilan proses sains siswa yang diteliti pada penelitian ini meliputi keterampilan siswa dalam mengobservasi, berkomunikasi, mengklasifikasi, dan juga menginterpretasi. Instrumen yang digunakan untuk mengetahui dan mengungkap kemunculan kemampuan keterampilan proses sains siswa tersebut adalah melalui lembar observasi. Lembar observasi yang digunakan berisi beberapa indikator dari aspek observasi, komunikasi, klasifikasi, dan juga interpretasi. Skor yang diperoleh seluruh Rd. Vera Farohatul M., 2008 Penggunaan Kunci Determinasi Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

2 49 siswa untuk masing-masing indikator kemudian dipersentasekan dan ditafsirkan berdasarkan cara dari Somantri (1989) dalam Puspitarona (2004). a. Hasil Kemampuan Keterampilan Proses Sains Siswa dalam Mengobservasi Tabel 4.1. Frekuensi Kemunculan KPS Mengobservasi Indikator Jumlah Siswa % Tiap KPS Observasi dalam Kelompok Indikator Siswa mengamati hewan-hewan dengan menggunakan indera mata dan indera ,14% 2. Siswa mengamati hewan-hewan hanya % dengan menggunakan indera mata saja. 3. Siswa mengamati ciri-ciri morfologi ,29% hewan (misalnya: jumlah kaki, antena, dll). 4. Siswa antusias dalam melakukan ,29% hewan-hewan. 5. Siswa bersemangat pada saat mengobservasi ,57% hewan-hewan Arthropoda. 6. Semua siswa dalam kelompok saling ,14% sama dalam mengobservasi hewan-hewan. 7. Siswa menemukan fakta yang relevan ,71% sesuai dengan teori. 8. Siswa dalam kelompok mengamati hewan ,57% hewan pada saat kegiatan mengobservasi hewan. 9. Siswa menggunakan lup untuk mengamati ,29% hewan-hewan. Rata-rata % Untuk semua indikator 71,11% Berdasarkan tabel 4.1. kemampuan keterampilan siswa dalam mengobservasi/mengamati muncul bervariasi untuk setiap indikatornya. Pada indikator pertama yaitu siswa mengamati hewanhewan dengan menggunakan indera mata dan indera peraba,

3 50 dimunculkan dengan baik oleh sebagian besar siswa dari semua kelompok dengan persentase kemunculan sebesar 57,14%. Jumlah siswa yang memunculkan indikator ini adalah masing-masing empat siswa pada kelompok satu dan lima; masing-masing tiga siswa pada kelompok dua dan enam; masing-masing dua siswa pada kelompok tiga, empat, dan tujuh. Untuk indikator kedua yaitu siswa mengamati hewan-hewan hanya dengan menggunakan indera mata saja, dimunculkan dengan baik sekali oleh seluruh siswa dari semua kelompok dengan persentase kemunculan sebesar 100%, dengan jumlah siswa yang memunculkan indikator ini adalah masing-masing lima siswa pada setiap kelompok. Indikator ketiga yaitu siswa mengobservasi ciri-ciri morfologi hewan (misalnya: jumlah kaki, antena, dll), dimunculkan dengan baik oleh sebagian besar siswa dari semua kelompok dengan persentase kemunculan sebesar 54,29%. Jumlah siswa yang memunculkan indikator ini adalah empat siswa pada kelompok satu; masing-masing tiga siswa pada kelompok dua, lima, dan enam; dan masing-masing dua siswa pada kelompok tiga, empat, dan tujuh. Kemudian indikator keempat yaitu siswa antusias dalam mengobservasi hewan-hewan, dimunculkan dengan baik oleh sebagian besar siswa dari semua kelompok dengan persentase sebesar 74,29%. Jumlah siswa yang memunculkan indikator ini adalah masing-masing empat siswa pada kelompok satu, lima, dan enam;

4 51 terdapat lima siswa pada kelompok tiga; dan masing-masing tiga siswa pada kelompok dua, empat, dan tujuh. Pada indikator kelima yaitu siswa bersemangat pada saat mengobservasi hewan-hewan Arthropoda, dimunculkan dengan baik oleh hampir seluruh siswa dari semua kelompok dengan persentase kemunculan sebesar 88,57%. Jumlah siswa yang memunculkan indikator ini adalah masing-masing lima siswa pada kelompok satu, dua, enam, dan tujuh; masing-masing empat siswa pada kelompok tiga dan lima; dan tiga siswa pada empat. Indikator observasi keenam yaitu semua siswa dalam kelompok saling bekerjasama dalam mengobservasi hewan-hewan, dimunculkan dengan baik oleh sebagian besar siswa dari semua kelompok dengan persentase kemunculan sebesar 77,14%, disini jumlah siswa yang memunculkan indikator ini adalah masing-masing lima siswa pada kelompok satu dan empat; masing-masing empat siswa pada kelompok tiga dan lima; dan masingmasing tiga siswa pada kelompok dua, enam, dan tujuh. Indikator observasi ketujuh yaitu siswa menemukan fakta yang relevan sesuai dengan teori, dimunculkan dengan baik oleh sebagian besar siswa dari semua kelompok dengan persentase kemunculan sebesar 65,71%, dengan jumlah siswa yang memunculkan indikator ini adalah masingmasing empat siswa pada kelompok satu, tiga, dan lima; dan masingmasing tiga orang siswa pada kelompok dua, empat, enam, dan tujuh. Indikator observasi kedelapan yaitu siswa dalam kelompok mengamati

5 52 hewan-hewan pada saat kegiatan mengobservasi hewan, dimunculkan dengan baik oleh hampir seluruh siswa dari semua kelompok dengan persentase kemunculan sebesar 88,57%. Jumlah siswa yang memunculkan indikator ini adalah masing-masing lima siswa pada kelompok satu, tiga, dan lima; dan masing-masing empat siswa pada kelompok dua, empat, enam, dan tujuh. Kemudian untuk indikator observasi kesembilan yaitu siswa menggunakan lup untuk mengamati hewan-hewan dimunculkan dengan cukup baik oleh hampir setengah jumlah siswa dari semua kelompok dengan persentase kemunculan sebesar 34,29%. Jumlah siswa yang memuculkan indikator ini adalah masing-masing dua orang siswa pada kelompok satu, dua, tiga, empat, dan lima; dan masing-masing satu siswa pada kelompok enam dan tujuh. Dengan demikian, pada tabel 4.1. ditunjukkan bahwa rata-rata persentase kemunculan kemampuan siswa dalam mengobservasi yang terungkap pada saat pembelajaran dengan menggunakan kunci determinasi adalah sebesar 71,11%.

6 53 b. Hasil Kemampuan Keterampilan Proses Sains Siswa dalam Berkomunikasi Tabel 4.2. Frekuensi Kemunculan KPS Berkomunikasi Indikator Jumlah Siswa % KPS Komunikasi dalam Kelompok Tiap indikator 1. Pada saat akan mengobservasi hewan-hewan, ,43% siswa terlebih dahulu membaca LKS. 2. Pada waktu kegiatan mengobservasi, siswa ,57% mengamati hewan-hewan sesuai cara kerja dalam LKS. 3. Siswa mengisi tabel hasil pengamatan ,43% yang sudah tersedia dalam LKS. Rata-rata % Untuk semua indikator 43,81% Berdasarkan tabel 4.2. kemampuan keterampilan siswa dalam berkomunikasi muncul bervariasi untuk setiap indikatornya. Pada indikator komunikasi yang pertama yaitu pada saat akan mengobservasi hewan-hewan, siswa terlebih dahulu membaca LKS, dimunculkan dengan baik oleh sebagian besar siswa dari semua kelompok dengan persentase kemunculan sebesar 51,43%. Jumlah siswa yang memunculkan indikator ini adalah masing-masing tiga siswa pada kelompok satu, dua, tiga, dan lima; dan masing-masing dua siswa pada kelompok empat, enam, dan tujuh. Untuk indikator komunikasi kedua yaitu pada waktu kegiatan observasi, siswa mengamati hewan-hewan sesuai cara kerja yang ada dalam LKS, dimunculkan dengan cukup baik oleh hampir setengahnya dari jumlah siswa dari semua kelompok dengan persentase kemunculan sebesar 48,57%, dengan jumlah siswa yang memunculkan indikator ini adalah

7 54 masing-masing tiga siswa pada kelompok satu, dua, dan lima; dan masing-masing dua siswa pada kelompok tiga, empat, enam, dan tujuh. Kemudian pada indikator ketiga yaitu siswa mengisi tabel hasil pengamatan yang sudah tersedia dalam LKS, dimunculkan dengan cukup baik oleh hampir setengahnya dari jumlah siswa dari semua kelompok dengan persentase kemunculan sebesar 31,43%. Jumlah siswa yang memunculkan indikator ini adalah masing-masing dua siswa pada kelompok dua, tiga, lima, dan kelompok enam; dan masing-masing satu siswa pada kelompok satu, empat, dan tujuh. Dengan demikian, pada tabel 4.2. ditunjukkan bahwa rata-rata persentase kemunculan kemampuan siswa dalam berkomunikasi yang terungkap pada saat pembelajaran dengan menggunakan kunci deteminasi adalah sebesar 43,81%. c. Hasil Kemampuan Keterampilan Proses Siswa dalam Mengklasifikasi Tabel 4.3 Frekuensi Kemunculan KPS Mengklasifikasi Indikator Jumlah Siswa % Tiap KPS Klasifikasi dalam Kelompok Indikator 1. Siswa mengobservasi ciri-ciri hewan secara morfologi sesuai dengan uraian petunjuk dalam kunci determinasi ,29% 2. Siswa mencari persamaan dan perbedaan ,86% ciri hewan-hewan yang telah diamati. 3. Siswa mengelompokkan hewan yang telah ,86% diamati ke dalam kelas-kelasnya sesuai dengan persamaan dan perbedaan ciri- cirinya Rata-rata % Untuk semua indikator 66,67%

8 55 Berdasarkan tabel 4.3. kemampuan keterampilan siswa dalam mengklasifikasi muncul bervariasi untuk setiap indikatornya. Pada indikator klasifikasi yang pertama yaitu siswa mengobservasi ciri-ciri hewan secara morfologi sesuai dengan uraian petunjuk pada kunci determinasi, dimunculkan dengan baik oleh sebagian besar siswa dari semua kelompok dengan persentase kemunculan sebesar 74,29%. Jumlah siswa yang memunculkan indikator ini adalah lima siswa pada kelompok satu; masing-masing empat siswa pada kelompok dua, tiga, dan lima; dan masing-masing tiga siswa pada kelompok empat, enam, dan tujuh. Untuk indikator klasifikasi kedua yaitu siswa mencari persamaan dan perbedaan ciri hewan-hewan yang telah diamati, dimunculkan dengan baik oleh sebagian besar siswa dari semua kelompok dengan persentase kemunculan sebesar 62,86%, dengan jumlah siswa yang memunculkan indikator ini adalah masing-masing empat siswa pada kelompok satu dan lima; masing-masing tiga siswa pada kelompok dua, tiga, empat, dan enam; dan dua siswa pada kelompok tujuh. Sedangkan untuk indikator klasifikasi ketiga yaitu siswa mengelompokkan hewan yang telah diamati ke dalam kelaskelasnya sesuai dengan persamaan dan perbedaan cirinya, dimunculkan dengan baik oleh sebagian besar siswa dari semua kelompok dengan persentase kemunculan sebesar 62,86%. Jumlah siswa yang memunculkan indikator ini adalah masing-masing empat siswa pada kelompok satu dan lima; masing-masing tiga siswa pada

9 56 kelompok dua, tiga, empat, dan enam; dan dua siswa pada kelompok tujuh. Dengan demikian, pada tabel 4.3. ditunjukkan bahwa rata-rata persentase kemunculan kemampuan siswa dalam mengklasifikasi yang terungkap pada saat pembelajaran dengan menggunakan kunci deteminasi adalah sebesar 66,67%. d. Hasil Kemampuan Keterampilan Proses Siswa dalam Menginterpretasi Tabel 4.4 Frekuensi Kemunculan KPS Menginterpretasi Indikator Jumlah Siswa % KPS Interpretasi dalam Kelompok Tiap Indikator 1. Pada saat kegiatan observasi berlangsung ,29% siswa menemukan hewan yang dimaksud atau yang diamati sesuai ciri-ciri yang diurai- kan dalam kunci determinasi. 2. Siswa mengelompokkan hewan-hewan yang ,71% sudah diamati ke dalam tabel yang ada pada LKS sesuai dengan persamaan dan Perbedaan ciri yang ditemukan. 3. Siswa secara berkelompok mendiskusikan ,43% dan menjawab pertanyaan dalam LKS. 4. Pada saat kegiatan observasi siswa mengamati hewan-hewan dan mencatat hasilnya ke dalam tabel yang ada dalam LKS. 5. Siswa membuat kesimpulan hasil ,57% kegiatan observasi % Rata-rata % Untuk semua indikator 60% Berdasarkan tabel 4.4. kemampuan keterampilan siswa dalam menginterpretasi muncul bervariasi untuk setiap indikatornya. Pada indikator interpretasi yang pertama yaitu pada saat kegiatan observasi berlangsung siswa menemukan hewan yang dimaksud/yang diamati sesuai ciri-ciri yang diuraikan dalam kunci determinasi, dimunculkan

10 57 dengan baik oleh siswa dari semua kelompok dengan persentase kemunculan sebesar 74,49%. Jumlah siswa yang memunculkan indikator ini adalah lima siswa pada kelompok satu; masing-masing empat siswa pada kelompok dua, tiga, dan enam; dan masing-masing tiga siswa pada kelompok empat, lima, dan tujuh. Untuk indikator interpretasi kedua yaitu siswa mengelompokkan hewan-hewan yang sudah diamati ke dalam tabel yang ada pada LKS sesuai dengan persamaan dan perbedaan ciri yang ditemukan, dimunculkan dengan cukup baik oleh hampir setengahnya dari jumlah siswa dari semua kelompok dengan persentase kemunculan sebesar 45,71%, disini jumlah siswa yang memunculkan indikator ini adalah masing-masing tiga siswa pada kelompok satu dan enam; dan masing-masing dua siswa pada kelompok dua, tiga, empat, lima, dan tujuh. Indikator interpretasi ketiga yaitu siswa secara berkelompok mendiskusikan dan menjawab pertanyaan dalam LKS, dimunculkan dengan baik oleh hampir seluruh siswa dari semua kelompok dengan persentase kemunculan sebesar 91,43%. Jumlah siswa yang memunculkan indikator ini adalah masing-masing lima siswa pada kelompok satu, dua, tiga, dan enam; dan masing-masing empat siswa pada kelompok empat, lima, dan tujuh. Indikator interpretasi keempat yaitu pada saat kegiatan observasi, siswa mengamati hewan-hewan dan mencatat hasilnya ke dalam tabel yang ada dalam LKS, dimunculkan dengan cukup baik oleh hampir setengahnya dari jumlah siswa untuk semua

11 58 kelompok dengan persentase kemunculan sebesar 48,57%, dengan jumlah siswa yang memunculkan indikator ini adalah masing-masing tiga siswa pada kelompok satu, dua, dan tiga; dan masing-masing dua siswa pada kelompok empat, lima, enam, dan tujuh. Sedangkan indikator interpretasi kelima yaitu siswa membuat kesimpulan hasil kegiatan observasi, dimunculkan dengan cukup baik oleh hampir setengahnya dari jumlah siswa dari semua kelompok dengan persentase kemunculan sebesar 40%. Jumlah siswa yang memunculkan indikator ini adalah masing-masing tiga siswa pada kelompok tiga dan lima; masing-masing dua siswa pada kelompok satu, enam, dan tujuh; dan masing-masing satu siswa pada kelompok dua dan empat. Dengan demikian, pada tabel 4.4. ditunjukkan bahwa rata-rata persentase kemunculan kemampuan siswa dalam menginterpretasi yang terungkap pada saat pembelajaran dengan menggunakan kunci deteminasi adalah sebesar 60%. Dari uraian diatas, dapat diketahui frekuensi rata-rata kemunculan kemampuan keterampilan proses sains siswa dari setiap aspek. Berikut adalah tabel 4.5. yang menunjukkan rekapitulasi rata-rata kemunculan keterampilan proses sains siswa.

12 59 Tabel 4.5. Rekapitulasi Rata-rata Kemunculan Keterampilan Proses Sains Siswa No Aspek KPS % Keterangan Kemunculan 1 Observasi 71,11% Tinggi 2 Komunikasi 43,81% Rendah 3 Klasifikasi 66,67% Sedang 4 Interpretasi 60% Sedang 2. Hasil Respon Siswa Melalui Angket Data tanggapan atau respon siswa terhadap pembelajaran Keanekaragaman Arthropoda dengan menggunakan kunci determinasi dijaring dengan menggunakan angket. Data yang diperoleh diolah dengan mempresentasekan jumlah siswa yang menjawab pada masing-masing pilihan jawaban pada setiap nomor pernyataan. Kemudian data tersebut diolah kembali dengan mengelompokkan nomor-nomor pernyataan yang memiliki kesamaan aspek dan menghitung nilai rata-rata persentase pada setiap aspek. Pada pernyataan dengan aspek yang berhubungan dengan kesenangan, cara belajar, dan hal-hal yang diketahui tentang pelajaran biologi, siswa yang menjawab ya sebesar 33,33%; dan yang menjawab dengan jawaban lainnya yaitu sebesar 66,66%. Pernyataan dengan aspek berhubungan dengan peranan, kesenangan, dan pengalaman siswa dalam praktikum, siswa yang menjawab ya sebesar 83,33%; dan yang menjawab tidak sebesar 12,12%, dan jawaban lainnya sebesar 4,55%. Untuk pernyataan dengan aspek berhubungan dengan penggunaan alat

13 60 bantu belajar (LKS dan Kunci Determinasi), siswa yang menjawab ya sebesar 70,08%; dan yang menjawab tidak sebesar 29,93%. Pernyataan dengan aspek yang berhubungan dengan hal-hal yang diketahui tentang kegiatan observasi dan klasifikasi dalam praktikum dan pelajaran biologi, siswa yang menjawab ya sebesar 43,25%; yang menjawab tidak sebesar 20,93%; dan yang menjawab dengan jawaban lainnya sebesar 22,31%. Kemudian pernyataan dengan aspek berhubungan dengan pemahaman konsep siswa tentang Keanekaragaman Arthropoda, siswa yang menjawab ya sebesar 52,53%; yang menjawab tidak sebesar 14,14%; dan yang menjawab dengan jawaban lainnya sebesar 33,33%. Berikut adalah tabel rekapitulasi persentase jawaban angket pada setiap aspek. Tabel 4.6. Rekapitulasi Persentase Jawaban Angket pada Setiap Aspek No Aspek No. Rata-rata Persentase (%) Pernyataan Ya Tidak Lainnya 1 Berhubungan dengan kesenangan, 1, 2, 3 33,33-66,66 cara belajar, dan hal-hal yang diketahui tentang pelajaran biologi. 2 Berhubungan dengan peranan, 4, 5, 6, 7 83,33 12,12 4,55 kesenangan dan pengamalan praktikum. 3 Berhubungan dengan penggunaan alat 10, 11, 12, 70,08 29,93 - bantu belajar (LKS dan Kunci Determinasi). 13, 14, 15, 4 Berhubungan dengan hal-hal yang diketahui 8, 9, 20, 43,25 20,93 22,31 tentang kegiatan observasi dan klasifikasi 21, 22, dalam pelajaran biologi. 24, 25 5 Berhubungan dengan pemahaman konsep 18, 19, 52,53 14,14 33,33 siswa tentang Keanekaragaman Arthropoda. 23 Jumlah 282,22 77,12 126,85 Rata-rata 56,4 15,42 25,37

14 61 3. Hasil Penguasaan Konsep Siswa Melalui Tes Kognitif Pada penelitian ini diberikan tes kognitif kepada siswa untuk menjaring penguasaan konsep siswa sebagai data tambahan (data penunjang). Tes yang diberikan kepada siswa berupa soal pilihan ganda sebanyak 25 soal dengan empat pilihan jawaban, dan tes ini diberikan setelah pembelajaran dilaksanakan. Skor dan nilai yang diperoleh dari tes ini dapat dilihat pada tabel 4.7, dimana diketahui bahwa nilai yang paling tinggi adalah 92, dan yang terendah adalah 32, dengan nilai rata-rata 61,21. Untuk mengetahui hubungan antara penguasaan konsep siswa dengan kemampuan KPS siswa melalui penggunaan kunci determinasi, maka dilakukan pengujian normalitas terlebih dahulu pada skor pilihan ganda penguasaan konsep siswa. Berdasarkan perhitungan yang terlampir pada lampiran 3D, nilai penguasaan konsep siswa berdistribusi normal karena X² hit < X² tab. Karena nilai penguasaan konsep siswa berdistribusi normal maka untuk mengetahui hubungan antara kemampuan KPS siswa melalui penggunaan kunci determinasi dengan penguasaan konsep siswa yaitu dengan menggunakan statistik parametrik. Uji statistik parametrik yang digunakan adalah dengan uji Z. Nilai Z yang diperoleh adalah sebesar 1,95, dimana nilai Z ini lebih besar dari nilai Z tabel, yang berarti Z hitung berada di luar penerimaan H 0 yang dibatasi dengan nilai ± 1,68.

15 62 Berikut ini adalah tabel 4.7, mengenai rekapitulasi nilai penguasaan konsep siswa melalui tes kognitif. Tabel 4.7. Rekapitulasi Nilai Penguasaan Konsep Siswa No Nama Skor Nilai Mentah 1 ABDEA ADNDS ALDHA ANGEL ANNDA BIAND DEVMN DONER ERIAN FASYA GHINR GIYR ICHFS IRMN MAUDI MFKRI NBILA PARID RMIRV RANIA RNJIA RSTYL RIANS RICAD RIOWN SPTPP SPTWR SHOFN TRIRS ZIKRA RISKN MFAIZ AMIRA Rata-rata 61,21 SD 4,15

16 63 Berikut ini adalah tabel 4.8. mengenai rekapitulasi hasil uji Z dari tes kognitif. Tabel 4.8. Rekapitulasi Hasil Uji Z Z score Z tabel Hipotesis (Penerimaan H 0 ) Kesimpulan 1,95 1,68 Z score > Z tabel Siswa sudah memenuhi kriteria ketuntasan belajar (Wardhani & Roswanjaya, 2003) melalui pengembangan kemampuan KPSnya pada pembelajaran konsep Keanekaragaman Arthropoda dengan menggunakan kunci determinasi sebagai alat bantu belajar. B. Pembahasan 1. Keterampilan Proses Sains Siswa Berdasarkan hasil perhitungan dari lembar observasi KPS siswa yang telah diolah, diketahui bahwa KPS yang dimunculkan oleh siswa bervariasi. Keterampilan Proses Sains siswa ini muncul secara alami. Siswa tidak diperlakukan berbeda ataupun dipaksakan untuk memunculkan kemampuan keterampilan prosesnya, hanya saja disini siswa diberikan pengarahan untuk melakukan observasi (pengamatan) dan mengklasifikasi objek-objek yang telah disediakan (hewan-hewan Arthropoda) melalui petunjuk-petunjuk/uraian-uraian dari kunci determinasi. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan dibahas mengenai frekuensi kemunculan kemampuan KPS siswa dari setiap aspek yang dimunculkan oleh siswa pada saat kegiatan mengobservasi dan mengklasifikasi hewan-

17 64 hewan dengan menggunakan kunci determinasi pada konsep Keanekaragaman Arthropoda yang terungkap dibawah ini: a. Keterampilan Proses Observasi Keterampilan proses observasi merupakan keterampilan proses yang paling mendasar dalam IPA, dan penting untuk dapat mengembangkan berbagai keterampilan proses yang lainnya seperti menafsirkan, menarik kesimpulan, mengkomunikasikan, meramalkan, dan juga mengklasifikasikan (Subiyanto, 1988). Dalam penelitian ini, keterampilan proses mengobservasi merupakan keterampilan proses yang persentase kemunculannya tinggi yaitu 71,11% (Tabel 4.1.). Pada saat kegiatan observasi, semua siswa mengobservasi hewanhewan dengan menggunakan indera mata saja (indikator kedua muncul 100%). Sebagian besar siswa dalam kelompoknya mengobservasi hewan-hewan pada saat kegiatan observasi dilakukan (indikator kedelapan muncul 88,57%). Pada awal kegiatan observasi, siswa terlihat bersemangat dalam mengobservasi hewan-hewan (indikator kelima muncul 88,57%). Karena mempunyai rasa ingin tahu yang besar mengenai Keanekaragaman Arthropoda, ketika pembelajaran dilakukan di laboratorium semua siswa pada setiap kelompok terlihat antusias mengobservasi hewan-hewan yang ada di meja masingmasing kelompok (indikator keempat muncul 74,29%), dan sebagian siswa mulai mengobservasi (mengamati) hewan-hewan dengan menggunakan indera mata dan indera peraba (indikator pertama

18 65 muncul 57,14%), disini sebagian siswa mengamati ciri-ciri hewan secara morfologi (indikator ketiga muncul 54,29%) misalnya jumlah kaki, jumlah antena, bagian-bagian tubuh hewan, dan sebagainya. Siswa pun menggunakan lup (indikator kesembilan muncul 34,29%) sebagai alat bantu untuk mengamati struktur morfologi hewan yang kurang jelas bila dijangkau dengan kasat mata. Hal ini menunjukkan bahwa dalam mengobservasi, siswa tidak hanya menggunakan satu indera (penglihatan) saja, akan tetapi juga menggunakan indera yang lain yaitu indera peraba. Usman (2001) mengungkapkan, bahwa mengamati tidak sama dengan melihat, karena dalam mengobservasi digunakan seluruh alat indera (penglihatan, peraba, pendengaran, penciuman, dan pengecapan) yang dimiliki untuk mengetahui objek atau gejala-gejala alam. Tingginya persentase kemunculan keterampilan proses mengobservasi oleh siswa dapat disebabkan karena objek yang diamati oleh siswa tidak begitu sulit, sudah dikenal baik oleh siswa, dan membuat siswa menjadi lebih ingin tahu tentang objek yang diamatinya ketika membaca ciri-ciri yang diuraikan pada kunci determinasi, selain itu juga pada dasarnya siswa sudah mempunyai kemampuan mengobservasi. Seperti yang telah dikemukakan oleh Semiawan et al., (1985), bahwa pada dasarnya keterampilan proses telah dimiliki oleh siswa meskipun masih dalam wujud potensi atau kemampuan yang belum terbentuk secara jelas.

19 66 Kegiatan observasi yang dilakukan oleh siswa dilakukan di laboratorium dimana siswa mengamati hewan-hewan dengan menggunakan kunci determinasi sebagai alat bantu belajar. Penggunaan kunci determinasi ini digunakan untuk membantu memudahkan siswa dalam mengenali hewan dan ciri-cirinya, karena pada kunci determinasi diuraikan/dipertelakan ciri-ciri hewan secara morfologi. Dalam kegiatan observasi ini siswa bekerjasama satu tim dengan kelompoknya masing-masing dalam mengamati hewan-hewan (indikator keenam muncul 77,14%), sehingga siswa dapat menemukan dan mengetahui fakta yang relevan mengenai hewan-hewan yang diamati sesuai dengan teori (indikator ketujuh muncul 65,71%). Dari uraian pembahasan tersebut, jika digambarkan dalam bentuk grafik, adalah sebagai berikut: Gambar 4.1. Grafik Kemunculan Keterampilan Proses Siswa dalam Mengobservasi untuk Setiap Indikator Selain itu observasi dengan menggunakan kunci determinasi berarti siswa belajar mencari dan menemukan ciri-ciri yang dipertelakan pada kunci determinasi dengan objek yang diamati secara nyata. Kunci

20 67 determinasi digunakan dalam pembelajaran sebagai alat bantu belajar, untuk memudahkan siswa dalam mempelajari, mengenali, menentukan juga mengelompokkan makhluk hidup (Syamsuri et al., 2007: 34). Dengan demikian siswa harus dilatih untuk memiliki dan memunculkan kemampuan keterampilan proses observasi dengan menggunakan kunci determinasi, supaya siswa dapat lebih memahami suatu materi yang berkaitan dengan makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari. b. Keterampilan Proses Komunikasi Pada penelitian ini keterampilan proses siswa dalam berkomunikasi juga dijaring melalui lembar observasi, seperti indikator siswa membaca LKS, mencatat hasil observasi ke dalam LKS dalam bentuk tabel ataupun gambar. Kemampuan berkomunikasi siswa dalam kelompok merupakan salah satu aspek keterampilan proses sains. Menurut Widodo (1994), kemampuan berkomunikasi merupakan keterampilan untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya dan menyampaikan informasi kepada orang lain, baik secara lisan maupun tulisan. Dalam kegiatan observasi yang dilakukan di laboratorium dengan menggunakan kunci determinasi sebagai alat bantu belajar, siswa tidak hanya mengobservasi atau mengamati kemudian mengambil kesimpulan berdasarkan apa yang telah siswa itu ketahui. Tetapi juga apa yang telah ditemukan harus diberitahukan kepada orang lain baik

21 68 secara lisan maupun tulisan, agar dapat diketahui dan dipahami oleh orang lain (Shuter, 1984). Persentase kemunculan keterampilan proses berkomunikasi yang dimunculkan oleh siswa dalam penelitian ini rendah yaitu sebesar 43,81% (Tabel 4.2.). Perolehan persentase untuk setiap indikator keterampilan proses berkomunikasi yang dimunculkan oleh siswa dari setiap kelompok dapat dilihat pada lampiran 3A. Pada saat siswa akan mengobservasi hewan-hewan, sebagian siswa dari setiap kelompok membaca LKS terlebih dahulu (indikator pertama), persentase kemunculan dari indikator ini sebesar 51,43%, hal ini disebabkan karena hanya sebagian siswa yang berantusias dalam mengobservasi hewan-hewan yang ada. Pada waktu kegiatan observasi, siswa mengamati hewan-hewan sesuai cara kerja yang ada dalam LKS (indikator kedua), muncul dengan persentase 48,57%. Indikator kedua tersebut muncul hanya sedikit, karena hanya sebagian siswa yang melakukan observasi hewan-hewan yang sesuai petunjukpetunjuk yang ada, baik itu dari LKS maupun pengarahan dari peneliti sebelum kegiatan dilakukan. Setelah siswa menemukan hewan-hewan yang dimaksud, siswa mengisi tabel hasil pengamatan yang ada dalam LKS (indikator ketiga). Persentase kemunculan indikator tersebut sebesar 31,43%, hampir setengahnya dari jumlah siswa dari semua kelompok yang memunculkan, karena siswa dalam kelompok sudah mempunyai tugasnya masing-masing, sebagian bertugas mencatat

22 69 hasil, dan sebagian lagi mengobservasi hewan-hewan sesuai petunjuk LKS dan kunci determinasi. Dari uraian pembahasan diatas, jika digambarkan dalam bentuk grafik, adalah sebagai berikut: Gambar 4.2. Grafik Kemunculan Keterampilan Proses Siswa dalam Berkomunikasi untuk Setiap Indikator Dari data yang terlampir pada lampiran 3A, menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam berkomunikasi masih dirasakan kurang memuaskan, dalam hal ini masing-masing siswa masih memerlukan latihan mengenai prosedur dari pelaksanan kegiatan mengobservasi sehingga kemampuan siswa dalam berkomunikasi menjadi lebih teratur dan berkesinambungan. Sama seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Noviyanti (2004), bahwa pada kemampuan berkomunikasi diperlukan latihan yang terus-menerus, dan juga teratur, tidak hanya satu kali dalam penerapan pembelajaran. Hasil tersebut mendukung pernyataan yang dikemukakan oleh Rustaman et al., (2003) bahwa hendaknya guru memberikan banyak kesempatan pada siswa untuk melatih dan mengembagkan kemampuannya dalam berkomunikasi.

23 70 c. Keterampilan Proses Klasifikasi Menurut Semiawan et al. (1985), bahwa keterampilan mengelompokkan (klasifikasi) merupakan salah satu keterampilan yang sangat penting dalam kerja ilmiah. Sejalan dengan pernyataan tersebut, klasifikasi adalah salah satu keterampilan untuk menyusun/mengatur/mendistribusikan objek-objek, kejadian-kejadian atau informasi ke dalam golongan dengan menggunakan cara atau sistem tertentu (Gega, 1977). Pada pelaksanaan kegiatan observasi yang berlangsung di laboratorium, keterampilan proses sains siswa dalam mengklasifikasi termasuk kategori sedang muncul dengan persentase sebesar 66,67%. Tinggi dan rendahnya kemunculan aspek KPS siswa ini tidak lepas dari tinggi rendahnya keterampilan mengobservasi. Seperti yang diungkapkan oleh Rustaman et al., (2003), bahwa penguasaan keterampilan proses klasifikasi didasari oleh keterampilan observasi. Indikator keterampilan proses klasifikasi yang diamati pada penelitian ini yaitu siswa mengobservasi ciri-ciri morfologi hewan-hewan sesuai dengan petunjuk yang diuraikan pada kunci determinasi (indikator kesatu), muncul dengan persentase 74,29%. Hanya sebagian besar siswa dari semua kelompok yang memunculkan indikator ini, karena pada kegiatan observasi ini hanya sebagian siswa yang mengobservasi morfologi hewan-hewan dengan menggunakan indera mata dan indera peraba dan yang menggunakan lup (sesuai indikator keterampilan

24 71 mengobservasi yang muncul). Setelah siswa menemukan ciri-ciri morfologi hewan, kemudian siswa mencari persamaan dan perbedaan ciri antara hewan yang satu dan yang lain (indikator kedua), muncul dengan persentase sebesar 62,86%, yakni sebagian besar siswa dari semua kelompok memunculkan indikator ini. Hal ini berarti dalam klasifikasi, siswa berusaha menemukan keteraturan di dalam suatu objek, peristiwa, makhluk hidup, dan sebagainya dengan memperhatikan adanya hubungan satu sama lainnya sehingga diperoleh persamaan dan perbedaan (Subiyanto, 1988). Kemudian dalam kegiatan observasi dengan menggunakan kunci determinasi sebagai alat bantu belajar siswa, kemampuan siswa dalam aspek mengklasifikasi terlihat pada saat siswa mengelompokkan hewan ke dalam kelasnya sesuai dengan persamaan dan perbedaan ciri yang telah ditemukan (indikator ketiga), muncul dengan persentase sebesar 62,86%, yakni sebagian besar siswa dari semua kelompok yang memunculkan indikator ini. Hal ini menunjukkan bahwa dalam membuat klasifikasi memang diperlukan dasar-dasar untuk mengklasifikasi suatu objek (Semiawan et al., 1985). Siswa dapat mengelompokkan objek-objek berdasarkan sifat dan ciri-ciri tertentu, karena siswa teliti dalam menyelidiki sesuatu. Dari uraian pembahasan di atas, jika digambarkan dalam bentuk grafik, adalah sebagai berikut:

25 72 Gambar 4.3. Grafik Kemunculan Keterampilan Proses Siswa dalam Mengklasifikasi untuk Setiap Indikator Berdasarkan hasil yang diperoleh, terdapat keterkaitan antara tingginya keterampilan proses mengobservasi dengan penguasaan keterampilan proses siswa dalam mengklasifikasi dengan menggunakan kunci determinasi. Kemungkinan lain yang diperoleh yang menyebabkan persentase kemunculan yang sedang pada aspek keterampilan proses mengklasifikasi adalah sikap siswa terhadap apa yang dipelajari. Berdasarkan angket dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa menyatakan merasa senang dan tidak merasa kesulitan ketika mengelompokkan hewan-hewan dengan menggunakan kunci determinasi. Selain itu juga sebagian besar siswa merasa terbantu dalam pengenalan dan pengelompokkan hewan-hewan melalui kunci determinasi. Pernyataan yang dikemukakan oleh siswa tersebut menunjukkan sikap-sikap positif dari siswa terhadap manfaat kunci determinasi pada saat mengklasifikasi dapat mendorong siswa untuk lebih baik lagi melakukan pengamatan atau observasi, termasuk didalamnya melakukan pengelompokkan dengan baik pula.

26 73 Dalam kehidupan sehari-hari, sebenarnya siswa sudah bisa melakukan klasifikasi, misalnya mengklasifikasikan mobil berdasarkan mereknya, mengklasifikasikan handphone berdasarkan mereknya, mengklasifikasikan topi berdasarkan bentuknya, dan sebagainya. Selain itu pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari pun juga dapat mempengaruhi kemampuan siswa dalam mengklasifikasi. Faktor lain selanjutnya yang dapat menyebabkan tinggi dan rendahnya kemampuan siswa dalam mengklasifikasi ialah karena siswa SMP kelas VII sudah termasuk usia operasional konkret, bahkan ada yang termasuk usia operasional formal (Rustaman, 1990). Hal ini sejalan dengan pernyataan bahwa pada usia operasional konkret, siswa telah dapat melakukan klasifikasi dengan baik (Dahar, 1985). d. Keterampilan Proses Interpretasi Dalam setiap proses metode ilmiah yang dilakukan, ketika telah didapatkan kesimpulan dari hasil penelitian, maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah menafsirkan hasil tersebut menjadi suatu teori atau kesimpulan yang dapat dipahami oleh orang lain dengan alasan yang didasarkan pada fenomena hasil penelitian yang didapat. Berdasarkan tabel 4.4. persentase KPS siswa dalam menginterpretasi termasuk kategori sedang yaitu sebesar 60%, yang dimunculkan oleh sebagian besar siswa dari semua kelompok. Hasil tersebut menggambarkan bahwa keterampilan proses menginterpretasi yang dimiliki oleh siswa tergolong cukup baik. Dari hasil yang diperoleh,

27 74 hal ini disebabkan karena siswa telah mampu melakukan observasi dan komunikasi dengan cukup baik. Seperti yang telah diungkapkan oleh Dahar (1985), bahwa untuk melakukan interpretasi, terdapat beberapa langkah yang harus ditempuh, mulai dari hasil pencatatan penelitian, kemudian dilanjutkan dengan menemukan pola dalam suatu seri pengamatan, untuk kemudian dapat ditarik suatu kesimpulan. Pada aspek keterampilan menginterpretasi ini, ada lima indikator yang diamati. Pada saat kegiatan observasi hewan berlangsung, siswa menemukan hewan yang dimaksud/diamati sesuai dengan ciri-ciri yang terurai pada kunci determinasi (indikator kesatu), dimunculkan oleh sebagian besar siswa dari semua kelompok dengan persentase kemunculan sebesar 74,29%. Setelah siswa berhasil menemukan hewan-hewan yang diamati kemudian siswa mencoba mengelompokkannya berdasarkan persamaan dan perbedaan ciri-ciri yang ditemukan (indikator kedua), dimunculkan oleh hampir setengahnya dari jumlah siswa dari semua kelompok yaitu dengan persentase kemunculan sebesar 45,71%. Hasil yang diperoleh siswa dari kegiatan pengamatannya dicatat oleh siswa sesuai petunjuk kunci determinasi (indikator keempat), dimunculkan oleh hampir setengahnya dari jumlah siswa dari semua kelompok dengan persentase kemunculan sebesar 48,57%. Kemudian setelah kegiatan pengamatan dan pengelompokkan selesai, semua siswa mendiskusikan dan kemudian menjawab semua pertanyaan yang ada dalam LKS

28 75 (indikator ketiga ), dimunculkan oleh hampir seluruh siswa dari semua kelompok dengan persentase kemunculan sebesar 91,43%. Setelah kegiatan pengamatan, pengelompokkan, mendiskusikan pertanyaan, akhirnya siswa diarahkan untuk membuat kesimpulan dari kegiatan pengamatan yang telah dilakukan (indikator kelimat), yang dimunculkan oleh hampir setengahnya dari jumlah siswa dari semua kelompok dengan persentase kemunculan sebesar 40%. Dari uraian pembahasan di atas, jika digambarkan dalam bentuk grafik, adalah sebagai berikut: Gambar 4.4. Grafik Kemunculan Keterampilan Proses Siswa dalam Interpretasi untuk Setiap Indikator Berdasarkan data yang ada pada tabel 4.4. dengan melakukan observasi menggunakan kunci determinasi, siswa berusaha mengumpulkan informasi atau data yang menunjang, lalu dengan kemampuan keterampilan komunikasinya, siswa dapat menggambarkan data tersebut ke dalam bentuk tabel. Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa, keterampilan menginterpretasi saling berhubungan dengan keterampilan mengobservasi.

29 76 2. Respon Siswa Terhadap Penggunaan Kunci Determinasi pada Pembelajaran Keanekaragaman Arthropoda Angket yang diberikan kepada siswa digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran konsep Keanekaragaman Arthropoda, dengan menggunakan kunci determinasi yang terdiri dari 25 pernyataan dengan pilihan jawaban yang bervariasi tergantung dari jenis pernyataan yang diajukan. Jawaban respon siswa yang diperoleh dari angket tersebut dihitung dari setiap pernyataannya kemudian dipersentasekan dengan menggunakan rumus yang diutarakan oleh Ridwan (2008). Tabel 4.6. menunjukkan data respon siswa secara umum dari hasil pengolahan angket yang terlampir pada lampiran 3B yang dikelompokkan berdasarkan kesamaan aspek pernyataan, persentase respon siswa yang ada pada tabel tersebut merupakan persentase rata-rata dari setiap aspek pernyataan. Pada tabel 4.6. setiap jawaban pernyataan untuk setiap aspek dibagi menjadi tiga pilihan jawaban, yaitu jawaban ya, tidak, dan lainnya. Jawaban lainnya disini mencakup jawaban selain ya dan tidak yang tergantung jenis pernyataan yang diajukan, dan jawaban lain yang dikemukakan oleh siswa. Seperti yang tertera pada tabel 4.6. secara umum pernyataan-pernyataan yang diajukan dibagi menjadi lima aspek dengan persentase jawaban yang muncul berbeda-beda. Untuk lebih jelasnya lagi akan dibahas mengenai hasil pengolahan angket berdasarkan rekapitulasi hasil angket yang ada pada tabel 4.6. dan lampiran 3B, yaitu sebagai berikut:

30 77 1. Pernyataan-pernyataan yang berhubungan dengan kesenangan, cara belajar, dan hal-hal yang diketahui siswa tentang pelajaran biologi pada tabel 4.6. yang mencakup pernyataan nomor satu, dua, dan tiga pada lampiran 3B. Berdasarkan tabel 4.6. persentase rata-rata jawaban pernyataan siswa pada aspek ini yang menjawab ya sebesar 33,33% dan siswa yang menjawab jawaban lainnya sebesar 66,66%. Berdasarkan hasil pengolahan angket siswa yang terlampir pada lampiran 3B, diperoleh informasi bahwa 100% siswa menyatakan senang dengan pelajaran biologi; 15,15% siswa menyatakan yang mereka ketahui tentang pelajaran biologi adalah banyaknya hapalan; 9,08% menyatakan bahwa materi-materi pada pelajaran biologi tidak menarik; 18,18% siswa menyatakan pada pelajaran biologi banyak terdapat istilah latin; dan 57,58% siswa menjawab dengan jawaban yang bermacam-macam diantaranya ada yang menyatakan bahwa guruguru biologi baik-baik, dalam pelajaran biologi sering dilakukan pengamatan, materi yang menarik dan banyak praktikum, dan masih banyak lagi. Pada pernyataan mengenai cara belajar biologi yang biasa dilakukan, 9,09% siswa berpendapat cara belajar biologi yang biasa dilakukan yaitu dengan mendengarkan materi yang disampaikan guru; 9,09% siswa berpendapat dengan mencatat semua materi yang diterangkan; dan 63,64% siswa menyatakan dengan melakukan praktikum. Dari informasi di atas, diketahui bahwa meskipun siswa menyatakan pendapat yang berbeda tentang pelajaran biologi, namun

31 78 pada dasarnya sebagian besar siswa menyukai pelajaran biologi apalagi dengan kegiatan praktikum dalam pelajaran tersebut. Hal ini pun terlihat pada saat pembelajaran kegiatan mengobservasi hewan-hewan Arthropoda, sebagian besar siswa terlihat antusias melakukan kegiatan tersebut. 2. Pernyataan-pernyataan yang berhubungan dengan peranan, kesenangan, dan juga pengalaman siswa dalam praktikum pada tabel 4.6. mencakup pernyataan nomor empat, lima, enam, dan tujuh pada lampiran 3B. Berdasarkan tabel 4.6. persentase jawaban pernyataan siswa pada aspek ini yang menjawab ya sebesar 83,33%, jawaban tidak sebesar 12,12%, dan jawaban lainnya sebesar 4,55%. Pada aspek ini, berdasarkan hasil pengolahan angket siswa yang terlampir pada lampiran 3B, diperoleh informasi bahwa 72,73% siswa pernah melakukan praktikum, sebanyak 69,69% siswa menyatakan bahwa praktikum berperan penting dalam pelajaran biologi; kemudian 100% siswa menyatakan senang dengan kegiatan praktikum dalam pelajaran biologi dan sebanyak 90,91% siswa menyatakan sudah mengetahui tujuan dari praktikum yang akan mereka lakukan. Hal tersebut juga terlihat pada saat kegiatan mengobservasi yang dilakukan, siswa terlihat bersemangat dan berantusias dalam kegiatan praktikum dilakukan. Dari informasi di atas, diketahui bahwa sebagian besar siswa pernah dan senang melakukan praktikum, karena dengan begitu mereka bisa memperoleh pengalaman baru dalam belajar.

32 79 3. Pernyataan-pernyataan yang berhubungan dengan penggunaan alat bantu belajar (LKS dan Kunci determinasi) pada tabel 4.6, mencakup pernyataan nomor 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, dan 17 pada lampiran 3B. Berdasarkan tabel 4.6. persentase jawaban siswa pada aspek ini yang menjawab ya sebesar 70,08% dan 29,93% menjawab tidak. Pada aspek ini, berdasarkan hasil pengolahan angket siswa yang terlampir pada lampiran 3B, diperoleh informasi mengenai peranan LKS dalam praktikum yaitu bahwa 36,36% siswa menyatakan selalu menggunakan LKS apabila melakukan praktikum, kemudian sebanyak 78,79% siswa menyatakan bahwa LKS membantu mereka dalam melakukan praktikum, dan 51,52% menyatakan tidak merasakan kesulitan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam LKS, karena sebagian besar dari mereka bisa mengetahui jawabannya dari pengamatan yang telah mereka lakukan dan juga mereka dapat mendiskusikannya dengan teman satu kelompoknya. Selanjutnya diperoleh informasi mengenai peranan kunci determinasi dalam mengelompokkan makhluk hidup yaitu bahwa 87,88% siswa menyatakan pernah menggunakan kunci determinasi, sebanyak 93,94% siswa menyatakan bahwa kunci determinasi membantu memudahkan mereka dalam mengelompokkan makhluk hidup, dan 72,73% siswa menyatakan tidak merasa kesulitan saat mengelompokkan hewan-hewan Arthropoda dengan kunci determinasi. Diperoleh informasi juga bahwa 90,91% siswa menyatakan mereka senang ketika mengelompokkan hewan-hewan

33 80 Arthropoda dengan menggunakan kunci determinasi, 96,97% siswa berpendapat bahwa kunci determinasi perlu digunakan untuk mengamati dan mengelompokkan hewan atau tumbuhan. Dari informasi di atas, diketahui bahwa sebagian besar siswa berpendapat bahwa siswa memerlukan alat bantu belajar yaitu LKS dan kunci determinasi untuk membantu memudahkan mereka pada saat mengamati dan mengelompokkan hewan-hewan Arthropoda. Hal ini sesuai dengan kegiatan siswa ketika mengobservasi hewan-hewan sesuai petunjuk LKS dan kunci determinasi pada saat kegiatan observasi berlangsung. 4. Pernyataan-pernyataan yang berhubungan dengan hal-hal yang diketahui oleh siswa tentang kegiatan observasi dan klasifikasi dalam pelajaran biologi pada tabel 4.6. mencakup pernyataan nomor 8, 9, 20, 21, 22, 24, dan 25 pada lampiran 3B. Berdasarkan tabel 4.6. persentase jawaban siswa pada aspek ini yang menjawab ya sebesar 43,25% siswa, kemudian 20,93% siswa menjawab tidak, dan 23,31% siswa menjawab dengan jawaban lain yang bervariasi. Pada aspek ini, berdasarkan hasil pengolahan angket siswa yang terlampir pada lampiran 3B, diperoleh informasi bahwa 60,61% siswa menyatakan mengetahui arti dari observasi dalam praktikum biologi, sebanyak 54,55% siswa menyatakan bahwa observasi dalam praktikum biologi merupakan pengamatan dengan menggunakan seluruh panca indera, kemudian 3,03% siswa menyatakan observasi dalam praktikum biologi

34 81 merupakan pengamatan dengan menggunakan mata dan hidung, dan 3,03% siswa menyatakan observasi dalam praktikum biologi merupakan pengamatan dengan menggunakan mata dan telinga; sebanyak 60,61% siswa menyatakan mereka senang dengan kegiatan observasi atau pengamatan dalam pelajaran biologi; karena itu sebanyak 57,56% siswa menyatakan bahwa yang menyenangkan dari kegiatan observasi adalah melihat objek secara nyata dan langsung pada saat pembelajaran, dan 3,05% siswa menyatakan dengan melihat objek yang berupa gambar. Selanjutnya informasi yang diperoleh dari angket yaitu bahwa sebagian besar siswa menyatakan mengetahui arti klasifikasi dalam praktikum biologi yaitu sebanyak 69,69%, sebagian kecil siswa yaitu sebanyak 15,15% siswa menyatakan menyatakan arti klasifikasi dalam praktikum biologi adalah mengelompokkan menurut jenisnya, dan 54,55% siswa menyatakan bahwa arti klasifikasi dalam praktikum biologi adalah mengelompokkan menurut ciri-cirinya. Sebelum kegiatan observasi hewan-hewan dimulai 39,39% siswa menyatakan siap, dan saat kegiatan observasi dan klasifikasi ciri-ciri hewan-hewan Arthropoda berlangsung, sebanyak 69,69% siswa menyatakan tidak merasakan kesulitan, 66,67% siswa berpendapat bahwa waktu yang diberikan oleh guru untuk mengobservasi dan mengklasifikasi sudah cukup, kemudian sebanyak 93,94% siswa menyatakan bahwa dengan mengobservasi ciri-ciri hewan pada kegiatan pengamatan hewan-hewan Arthropoda memudahkan mereka

35 82 untuk mengelompokkannya. Dari informasi-informasi tersebut di atas, diketahui bahwa sebagian besar siswa menyukai kegiatan observasi dan klasifikasi dalam pelajaran biologi khususnya ketika mereka melakukan pengamatan terhadap hewan-hewan Arthropoda, mereka terlihat antusias dan mereka merasa kegiatan mengamati hewan-hewan dari segi ciri-ciri morfologinya memudahkan mereka untuk dapat mengelompokkan hewan-hewan yang telah diamati. Kemudian informasi lainnya yang diperoleh yaitu setelah mereka melakukan observasi dan klasifikasi hewan-hewan Arthropoda, sebanyak 54,55% siswa menyatakan mereka mempunyai keinginan untuk dapat mengobservasi dan mengelompokkan objek yang lain, misalnya tumbuhan dan hewan-hewan yang lain seperti katak, ikan, dan sebagainya. Kegiatan observasi dan klasifikasi menjadikan para siswa mempunyai keinginan yang besar untuk mengetahui hal-hal lain yang berkaitan dengan alam khususnya makhluk hidup. 5. Pernyataan-pernyataan yang berhubungan dengan pemahaman konsep siswa tentang Keanekaragaman Arthropoda pada tabel 4.6. yang mencakup pernyataan nomor 18, 19, dan 23 pada lampiran 3B. Berdasarkan tabel 4.6. persentase jawaban siswa pada aspek ini yang menjawab ya sebanyak 52,23%, yang menjawab tidak sebanyak 14,14%, dan 33,33% menjawab dengan jawaban yang lainnya yang berbeda-beda. Pada aspek ini, berdasarkan hasil pengolahan angket siswa yang terlampir pada lampiran 3B, diperoleh informasi bahwa

36 83 42,42% siswa menyatakan lebih memahami konsep Keanekaragaman Arthropoda setelah melakukan praktikum mengamati hewan-hewan, dan 48,48% siswa menyatakan bahwa mereka terkadang paham dengan konsep yang dipelajari setelah praktikum. Hal ini bisa saja terjadi, mungkin dikarenakan karena daya ingat dan tingkat pemahaman setiap siswa yang berbeda-beda. Setelah kegiatan pengamatan dan pengelompokkan oleh semua kelompok selesai, peneliti memberikan kesempatan kepada salah satu kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya, dan ternyata hanya sebagian besar siswa dapat memahami mengenai konsep yang telah dipelajari. Karena pada saat siswa diberikan soal-soal yang berkaitan dengan hal-hal yang telah mereka lakukan (pada saat pengamatan dan pengelompokkan), sebanyak 60,61% siswa merasakan kesulitan ketika mengerjakan soalsoal tersebut, dan 39,39% siswa menyatakan bahwa mereka tidak merasa kesulitan saat mengerjakan soal-soal tersebut. Hal ini mungkin disebabkan pada saat kegiatan pengamatan dan pengelompokkan, siswa yang memang benar-benar serius dalam kegiatan tersebut hanya beberapa orang saja pada setiap kelompoknya. Dengan kegiatan belajar yang telah dilakukan tersebut (kegiatan observasi dan klasifikasi), beberapa siswa yaitu 96,97% siswa menyatakan bahwa mereka memperoleh berbagai manfaat setelah mereka bekerja dalam kegiatan belajar tersebut. Mereka menyatakan menjadi lebih memahami materi yang mereka pelajari, mereka bisa mengetahui nama hewan-hewan

37 84 yang mereka pelajari, dan mereka juga bisa lebih mengenal hewanhewan yang ada disekitar. Jika digambarkan dalam bentuk diagram, adalah sebagai berikut: Gambar 4.5. Diagram Perbandingan Rata-rata Persentase Respon Siswa terhadap Pembelajaran 3. Tes Kognitif Berdasarkan tabel 4.7. diketahui bahwa rata-rata nilai tes kognitif siswa adalah 61,21. yang berarti sebagian besar siswa cukup memahami konsep Keanekaragaman Arthropoda setelah pembelajaran atau observasi dengan menggunakan kunci determinasi. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan uji hipotesis dengan nilai Z score yang diperoleh sebesar 1,95, yang diketahui bahwa pembelajaran yang sudah dilaksanakan telah memenuhi kriteria ketuntasan belajar (Z score > Z tabel ). Ketuntasan belajar yang diperoleh siswa dalam konsep Keanekaragaman Arthropoda mungkin dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, diantaranya: pembelajaran yang diikuti siswa menyenangkan, fasilitas yang mendukung, alat bantu belajar yang efektif, minat belajar siswa, perhatian dan juga motivasi belajar siswa yang cukup besar.

38 85 Adanya peningkatan pemahaman dan ketuntasan belajar siswa ini juga disebabkan oleh adanya minat, keterlibatan dan keaktifan siswa dalam kegiatan belajar. Siswa dilibatkan langsung untuk mengamati dan menemukan hewan-hewan sesuai ciri-ciri yang diuraikan pada kunci determinasi dan kemudian mengelompokkannya sesuai persamaan dan perbedaan ciri yang dimiliki oleh hewan tersebut melalui bimbingan guru. Sebagai contoh, setelah mereka menemukan ciri-ciri hewan-hewan yang diamati, mereka dituntut untuk dapat mengelompokkan hewan-hewan tersebut ke dalam kelas-kelasnya. Minat siswa terhadap belajar memiliki pengaruh besar terhadap keberhasilan belajar siswa. Hamalik (2003) mengemukakan bahwa minat siswa terhadap belajar akan mempengaruhi motivasinya untuk belajar terhadap suatu mata pelajaran.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, melalui pendekatan inkuiri pada subkonsep faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda maka beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Keterampilan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Data Penguasaan Konsep Fluida statis Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes pilihan ganda sebanyak 15 soal.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa (LKS) Media pembelajaran merupakan alat bantu yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran kehadiran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Kemunculan Keterampilan Proses Sains Siswa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Kemunculan Keterampilan Proses Sains Siswa 39 A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Kemunculan Keterampilan Proses Sains Siswa Pada pelaksanaan di lapangan peneliti dibantu oleh beberapa orang observer untuk melihat kemunculan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Definisi Operasional Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terkandung dalam judul penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, proses, dan produk. Sains (fisika) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bagian ini diuraikan hasil-hasil penelitian penerapan strategi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bagian ini diuraikan hasil-hasil penelitian penerapan strategi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada bagian ini diuraikan hasil-hasil penelitian penerapan strategi pembelajaran POE (Predict-Observe-Explain) untuk meningkatkan keterampilan proses sains

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk mengetahui peranan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk mengetahui peranan 53 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk mengetahui peranan kegiatan praktikum dengan guided inquiry pada pembelajaran sistem saraf. Instrumen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif yang bertujuan untuk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif yang bertujuan untuk BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah metode deskriptif yang bertujuan untuk melihat gambaran keterampilan proses sains siswa pada sub pokok bahasan sifatsifat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Keterampilan berkomunikasi merupakan keterampilan untuk menyampaikan

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Keterampilan berkomunikasi merupakan keterampilan untuk menyampaikan 23 BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional 1. Keterampilan berkomunikasi merupakan keterampilan untuk menyampaikan hasil analisis fenetik baik secara lisan maupun tulisan. Keterampilan berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 27 A III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional 1. Pembelajaran berbasis praktikum merupakan pembelajaran yang sintaknya terdiri atas lima fase, yaitu (1) fase orientasi masalah, pada fase ini guru

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran- lembaran yang berisi tugas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran- lembaran yang berisi tugas II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa 1. Pengertian Lembar Kerja Siswa Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran- lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan peserta didik. LKS biasanya berupa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data Pretest, Posttest dan Indeks Gain Penguasaan Konsep

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data Pretest, Posttest dan Indeks Gain Penguasaan Konsep BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Data Pretest, Posttest dan Indeks Gain Penguasaan Konsep Penilaian penguasaan konsep siswa dilakukan dengan menggunakan tes tertulis dengan bentuk tes pilihan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selama proses pembelajaran media sangat diperlukan karena dapat membantu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selama proses pembelajaran media sangat diperlukan karena dapat membantu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa (LKS) Selama proses pembelajaran media sangat diperlukan karena dapat membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Arsyad (2006:3), media pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM, KETERAMPILAN PROSES SAINS, SIKAP ILMIAH DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM REGULASI...

BAB II MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM, KETERAMPILAN PROSES SAINS, SIKAP ILMIAH DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM REGULASI... DAFTAR ISI ABSTRAK... i PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv UCAPAN TERIMA KASIH... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...

Lebih terperinci

Vindri Catur Putri Wulandari, Masjhudi, Balqis Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5

Vindri Catur Putri Wulandari, Masjhudi, Balqis Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA KELAS XI IPA 1 DI SMA MUHAMMADIYAH 1 MALANG Vindri Catur Putri Wulandari, Masjhudi, Balqis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan disalah satu SMA yang ada di kota Bandung yaitu SMA Pasundan 2 Bandung, lokasi sekolah ini berada di jalan Cihampelas Bandung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mata Praktikum Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman merupakan mata praktikum wajib bagi mahasiswa jurusan pendidikan biologi FKIP UMS, berbobot 1 sks.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 34 BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Untuk menghindari kesalahan dalam menafsirkan beberapa istilah yang digunakan sebagai variabel dalam penelitian ini, maka diperlukan penjelasan tentang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian meliputi: (1) Pengelolaan pembelajaran fisika menggunakan model

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian meliputi: (1) Pengelolaan pembelajaran fisika menggunakan model 71 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada bagian ini diuraikan hasil hasil penelitian pembelajaran menggunakan model learning cycle pada materi pokok cahaya. Adapun hasil penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pengaruh penggunaan

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pengaruh penggunaan 35 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pengaruh penggunaan metode discovery terhadap kemampuan generik sains siswa pada materi pokok

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang digunakan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang digunakan untuk 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Keterampilan Proses Sains a. Pengertian Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang digunakan untuk menemukan dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengembangan berarti proses mengembangkan dari yang sederhana menjadi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengembangan berarti proses mengembangkan dari yang sederhana menjadi 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Definisi Operasional 1. Pengembangan praktikum Pengembangan berarti proses mengembangkan dari yang sederhana menjadi kompleks agar sesuai dengan tujuan, yaitu meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan suatu cabang ilmu yang banyak mengandung konsep

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan suatu cabang ilmu yang banyak mengandung konsep BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biologi merupakan suatu cabang ilmu yang banyak mengandung konsep yang harus dipahami siswa. Pemahaman dan penguasaan terhadap konsep tersebut akan mempermudah siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Berikut ini adalah penjelasan operasional tentang istilah-istilah yang

BAB III METODE PENELITIAN. Berikut ini adalah penjelasan operasional tentang istilah-istilah yang BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Berikut ini adalah penjelasan operasional tentang istilah-istilah yang terdapat pada perumusan masalah, guna menghindari terjadinya perbedaan penafsiran

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii v viii xii xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. IPA pada hakikatnya meliputi empat unsur utama yaitu sikap, proses, produk,

BAB I PENDAHULUAN. IPA pada hakikatnya meliputi empat unsur utama yaitu sikap, proses, produk, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah IPA pada hakikatnya meliputi empat unsur utama yaitu sikap, proses, produk, dan aplikasi. Empat unsur utama IPA ini seharusnya muncul dalam pembelajaran IPA

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Proses pembelajaran merupakan salah satu tahap yang sangat menentukan terhadap keberhasilan belajar siswa. Belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keseluruhan dalam proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan

I. PENDAHULUAN. Keseluruhan dalam proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keseluruhan dalam proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama. Ini berarti bahwa keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diperoleh melalui kegiatan ilmiah yang disebut metode ilmiah (Depdiknas,

I. PENDAHULUAN. diperoleh melalui kegiatan ilmiah yang disebut metode ilmiah (Depdiknas, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biologi memiliki karakteristik khusus, yang berbeda dengan ilmu lainnya dalam hal objek, persoalan, dan metodenya. Biologi sebagai proses sains diperoleh melalui kegiatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. siswa, kesulitan belajar, dan Keterampilan Proses Sains (KPS). Secara

BAB III METODE PENELITIAN. siswa, kesulitan belajar, dan Keterampilan Proses Sains (KPS). Secara 29 BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Penelitian ini menitikberatkan pada tiga aspek, yaitu jurnal kegiatan siswa, kesulitan belajar, dan Keterampilan Proses Sains (KPS). Secara terperinci,

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) : SMP Negeri 1 Kota Mungkid Kelas/Semester : VII/ 1. : Klasifikasi Makhluk Hidup

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) : SMP Negeri 1 Kota Mungkid Kelas/Semester : VII/ 1. : Klasifikasi Makhluk Hidup RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah : SMP Negeri 1 Kota Mungkid Kelas/Semester : VII/ 1 Mata Pelajaran : Ilmu pengetahuan Alam Materi Pokok : Klasifikasi Makhluk Hidup Alokasi Waktu : 15 JP

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ataupun tidak yang bertujuan untuk mewujudkan peserta didik secara aktif,

BAB 1 PENDAHULUAN. ataupun tidak yang bertujuan untuk mewujudkan peserta didik secara aktif, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya sadar orang dewasa secara terencana ataupun tidak yang bertujuan untuk mewujudkan peserta didik secara aktif, mengembangkan potensi

Lebih terperinci

JIPFRI: Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah

JIPFRI: Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah JIPFRI, Vol. 1 No. 2 Halaman: 83-87 November 2017 JIPFRI: Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS) BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengajar yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Hasil survey PISA tahun 2012 pada aspek sains, Indonesia mendapatkan

I. PENDAHULUAN. mengajar yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Hasil survey PISA tahun 2012 pada aspek sains, Indonesia mendapatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biologi merupakan bagian dari ilmu sains yang mempelajari tentang alam termasuk segala proses yang terjadi di dalamnya. Pembelajaran biologi lebih menekankan pada kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika diharapkan memberikan pengalaman sains langsung kepada siswa untuk memahami fisika secara utuh,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran,

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelajaran kimia adalah salah satu dari pelajaran dalam rumpun sains yang merupakan dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran, farmasi, dan lain-lain.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data penelitian yang terjaring menggunakan seluruh instrumen penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data penelitian yang terjaring menggunakan seluruh instrumen penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Data penelitian yang terjaring menggunakan seluruh instrumen penelitian dikelompokkan menjadi lima data utama berdasarkan pertanyaan penelitian. Bagian pertama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk menghindari kesalahan dalam menafsirkan variabel-variabel yang

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk menghindari kesalahan dalam menafsirkan variabel-variabel yang BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Untuk menghindari kesalahan dalam menafsirkan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu adanya penjelasan mengenai variabel tersebut.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Guide Discovery Guru dapat membantu siswa memahami konsep yang sulit dengan memberikan pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Dari hasil observasi dan hasil tes, baik tes lesan maupun tes tertulis dapat disimpulkan dan dianalisa bahwa pembelajaran dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Kondisi Pra Siklus Kondisi awal sebelum diadakannya tindakan di SD N Ringin Harjo 01 kelas 4 Pada mata pelajaran IPS menunjukkan bahwa ppembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains sangat berkaitan erat dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains sangat berkaitan erat dengan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains sangat berkaitan erat dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya menekankan pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Kemampuan merencanakan percobaan merupakan salah satu keterampilan

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Kemampuan merencanakan percobaan merupakan salah satu keterampilan BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional 1. Kemampuan merencanakan percobaan merupakan salah satu keterampilan proses sains, yang didalamnya meliputi beberapa indikator kemampuan yang harus dimiliki

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Kondisi Awal Penelitian dilakukan di kelas 4 SD Negeri Ujung-Ujung 03 Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang pada semester II tahun pelajaran 2012/2013

Lebih terperinci

Pendekatan Keterampilan Proses Sains

Pendekatan Keterampilan Proses Sains Pendekatan Keterampilan Proses Sains Seperti SAPA (Science A Process Approach) pendekatan keterampilan proses sains (KPS) merupakan pendekatgn pembelajaran yang berorientasi kepada proses IPA. Namun dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dalam bentuk persentase. Penelitian deskriptif menggambarkan kegiatan

BAB III METODE PENELITIAN. dalam bentuk persentase. Penelitian deskriptif menggambarkan kegiatan 24 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat deskriptif dengan teknik kualitatif yang hasilnya dalam bentuk persentase. Penelitian deskriptif menggambarkan kegiatan penelitian yang dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan variabel, gejala, atau keadaan

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN. : Klasifikasi Benda : Ciri-ciri makhluk hidup

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN. : Klasifikasi Benda : Ciri-ciri makhluk hidup RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Satuan Pendidikan Mata Pelajaran Kelas/Semester Materi Sub Materi Alokasi Waktu : SMP N 1 Prambanan Klaten : IPA : Kelas VII / I : Klasifikasi Benda : Ciri-ciri makhluk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian pre-eksperimental dengan one shot case study. Pada penelitian ini suatu

Lebih terperinci

Keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa Mengembangkan pengetahuan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Mengembangkan rasa ingin tahu dan sifat

Keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa Mengembangkan pengetahuan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Mengembangkan rasa ingin tahu dan sifat Ida Kaniawati Keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa Mengembangkan pengetahuan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Mengembangkan rasa ingin tahu dan sifat positif. Mengembangkan keterampilan proses

Lebih terperinci

KAJIAN MUATAN KPS PADA LKS BIOLOGI SMA ABSTRAK

KAJIAN MUATAN KPS PADA LKS BIOLOGI SMA ABSTRAK KAJIAN MUATAN KPS PADA LKS BIOLOGI SMA ABSTRAK The purpose of this study to determined the matter suitability with Basic Competence (BC) and contents of Science Process Skill (SPS) that implemented in

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi Kondisi Awal 4.1.1.1 Kondisi Proses Pembelajaran Kondisi pembelajaran yang terpusat pada guru terjadi pada pembelajaran matematika di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Penelitian ini menitikberatkan pada tiga aspek, yaitu pelaksanaan peer assessment, model pembelajaran Jigsaw, dan kemampuan berkomunikasi lisan siswa.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sains merupakan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, yang

I. PENDAHULUAN. Sains merupakan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sains merupakan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, yang mengandung pertanyaan, pencarian pemahaman, serta penyempurnaan jawaban tentang suatu gejala dan karakteristik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Slavin (Nur, 2002) bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Slavin (Nur, 2002) bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Devi Esti Anggraeni, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Devi Esti Anggraeni, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam proses pembelajaran, pengalaman belajar yang didapat oleh siswa merupakan hal yang sangat menentukan dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Agar proses

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN MENYIMPULKAN PADA MATERI HUKUM-HUKUM DASAR KIMIA DENGAN INKUIRI TERBIMBING

ANALISIS KEMAMPUAN MENYIMPULKAN PADA MATERI HUKUM-HUKUM DASAR KIMIA DENGAN INKUIRI TERBIMBING ANALISIS KEMAMPUAN MENYIMPULKAN PADA MATERI HUKUM-HUKUM DASAR KIMIA DENGAN INKUIRI TERBIMBING Yosi Ermalinda, Ratu Betta Rudibyani, Emmawaty Sofya, Ila Rosilawati. Pendidikan Kimia, Universitas Lampung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dipaparkan pelaksanaan penelitian, hasil penelitian dan pembahasannya yang meliputi peningkatan hasil belajar aspek kognitif, profil afektif, profil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian dan Subjek Populasi/ Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di salah satu SMA yang berada di kota Bandung yaitu SMA Kartika XIX-2

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subyek Penelitian Penelitian dilaksanakan di beberapa lokasi di Kota Bandung. Pemilihan lokasi berdasarkan pada tempat pelaksanaan pendampingan pengembangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Populasi Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan komunikasi tertulis siswa dalam sistem ekskresi dilakukan pada : Lokasi Penelitian : SMAN A

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan era globalisasi yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di dunia yang terbuka,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Kondisi Awal Berdasarkan hasil angket dan observasi pada kondisi awal sebelum diadakan pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran power point

Lebih terperinci

Pemanfaatan Lingkungan Alam Sekitar Sebagai Sumber Belajar Dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas III SDN 10 Gadung

Pemanfaatan Lingkungan Alam Sekitar Sebagai Sumber Belajar Dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas III SDN 10 Gadung Pemanfaatan Lingkungan Alam Sekitar Sebagai Sumber Belajar Dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas III SDN 10 Gadung Muzria M. Lamasai, Mestawaty As. A., dan Ritman Ishak Puadi Mahasiswa Program

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 di SMP Negeri 2 Way

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 di SMP Negeri 2 Way 23 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 di SMP Negeri 2 Way Jepara semester genap TP. 2012/2013. B. Populasi dan Sampel Populasi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mata pelajaran fisika pada umumnya dikenal sebagai mata pelajaran yang ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari pengalaman belajar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan menggunakan metode pre-eksperimental, yaitu paradigma penelitian dimana terdapat suatu kelompok yang diberi perlakuan yang diasumsikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing. arah (ceramah reflektif) dan sistem dua arah (penemuan terbimbing).

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing. arah (ceramah reflektif) dan sistem dua arah (penemuan terbimbing). II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing Menurut Hamalik (2002:187) dilihat dari besarnya kelas, pendekatan penemuan terbimbing dapat dilaksanakan dengan dua sistem komunikasi yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan

I. PENDAHULUAN. Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan hasil dari aktivitas para ilmuan. Produk sains dapat dicapai dengan pembelajaran yang fokus pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA3 SMA Perintis I Bandar Lampung

III. METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA3 SMA Perintis I Bandar Lampung III. METODE PENELITIAN A. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA3 SMA Perintis I Bandar Lampung dengan jumlah siswa 39 orang, terdiri dari 13 orang siswa laki-laki dan 26 orang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei, 2013 di SMP N 19 Bandar

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei, 2013 di SMP N 19 Bandar 23 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei, 2013 di SMP N 19 Bandar Lampung. B. Populasi dan Sampel Populasi merupakan kelompok besar yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Annisa Setya Rini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Annisa Setya Rini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) khususnya biologi memiliki kegiatan khusus untuk menunjang pembelajaran yaitu kegiatan praktikum di dalam laboratorium.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, membawa hasil dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurikulum yang berlaku di jenjang sekolah menengah adalah kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. kurikulum yang berlaku di jenjang sekolah menengah adalah kurikulum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum dalam arti sempit adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Sudjana (2009: 64) penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rumpun ilmu IPA erat kaitannya dengan proses penemuan, seperti yang. dinyatakan oleh BSNP (2006: 1) bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

I. PENDAHULUAN. Rumpun ilmu IPA erat kaitannya dengan proses penemuan, seperti yang. dinyatakan oleh BSNP (2006: 1) bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumpun ilmu IPA erat kaitannya dengan proses penemuan, seperti yang dinyatakan oleh BSNP (2006: 1) bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dibuat beberapa definisi operasional sebagai berikut:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dibuat beberapa definisi operasional sebagai berikut: 41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. DEFINISI OPERASIONAL Agar tidak meluasnya beberapa pengertian dalam penelitian ini, maka dibuat beberapa definisi operasional sebagai berikut: 1. Asesmen Portofolio

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Agustus di SMP Pembangunan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Agustus di SMP Pembangunan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Agustus di SMP Pembangunan Kalianda tahun pelajaran 2015/2016. B. Populasi dan Sampel Populasi dalam uji coba ini

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif tidak membuat perbandingan variabel itu pada sampel yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP) menuntut

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP) menuntut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP) menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran, yang semula berpusat pada guru (teacher centered)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April 2015 di SMA Negeri 1. Tumijajar semester genap tahun pelajaran 2014/2015.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April 2015 di SMA Negeri 1. Tumijajar semester genap tahun pelajaran 2014/2015. 37 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April 2015 di SMA Negeri 1 Tumijajar semester genap tahun pelajaran 2014/2015. 3.2 Populasi dan Sampel

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual, 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual, sosial maupun fisik yang diperlukan untuk mengembangkan lebih lanjut pengetahuan

Lebih terperinci

Oleh: Kartimi, Ria Yulia Gloria dan Ayani. Abstrak

Oleh: Kartimi, Ria Yulia Gloria dan Ayani. Abstrak PENERAPAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES DALAM PENGAJARAN BIOLOGI UNTUK MENGETAHUI HASIL BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN EKOSISTEM KELAS VII DI SMPN 1 TALUN Oleh: Kartimi, Ria Yulia Gloria dan Ayani Abstrak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Keterampilan Proses Sains Siswa pada Pembelajaran Sistem Pernapasan Hewan Sebelum Diterapkannya Tutor Sebaya pada Inkuiri Terbimbing Dibandingkan dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2015/2016 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2015/2016 di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2015/2016 di SMP Negeri 21 Bandar Lampung yaitu pada bulan Oktober 2015. B. Populasi dan Sampel

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Observasi Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang digunakan oleh guru atau instruktur. Pengertian lain ialah sebagai teknik penyajian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13)

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13) 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Keterampilan Berkomunikasi Sains Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai proses dan sekaligus sebagai produk. Seseorang mampu mempelajari IPA jika

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2013 di SMP Negeri 2

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2013 di SMP Negeri 2 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2013 di SMP Negeri 2 Tanjung Bintang Lampung Selatan. B. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting yang dikembangkan oleh guru untuk siswa. Pemanfaatan bahan ajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting yang dikembangkan oleh guru untuk siswa. Pemanfaatan bahan ajar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) Proses pembelajaran membutuhkan bahan ajar sebagai salah satu komponen penting yang dikembangkan oleh guru untuk siswa. Pemanfaatan bahan ajar seharusnya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2014, di SMP Negeri 2

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2014, di SMP Negeri 2 21 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2014, di SMP Negeri 2 Sekampung Udik. B. Populasi dan Sampel Populasinya adalah seluruh siswa kelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan proses keberhasilan siswa. efektif untuk proses pembelajaran berlangsung. Bahan ajar mutlak

BAB I PENDAHULUAN. menentukan proses keberhasilan siswa. efektif untuk proses pembelajaran berlangsung. Bahan ajar mutlak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan proses interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa agar siswa mendapatkan pengalaman belajar dari kegiatan tersebut. Dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.1 Hasil Penelitian Pra Siklus Dari hasil observasi yang dilakukan di kelas V SD Negeri Dukuh 0 Salatiga, semester II tahun ajaran 01/01 dalam kegiatan pembelajaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) pandangan dari samping (wajah orang), (b) lukisan (gambar) orang dr

TINJAUAN PUSTAKA. (a) pandangan dari samping (wajah orang), (b) lukisan (gambar) orang dr 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Profil Keterampilan Proses Sains Profil dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki empat pengertian yaitu: (a) pandangan dari samping (wajah orang), (b) lukisan (gambar) orang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Pembelajaran melalui penerapan tutor sebaya merupakan pembelajaran

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Pembelajaran melalui penerapan tutor sebaya merupakan pembelajaran BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional 1. Pembelajaran melalui penerapan tutor sebaya merupakan pembelajaran yang dilakukan pada kelas eksperimen dengan membagi siswa ke dalam beberapa kelompok,

Lebih terperinci