BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. eksperimen 1 yang menggunakan pembelajaran guided inquiry melalui tahap

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. eksperimen 1 yang menggunakan pembelajaran guided inquiry melalui tahap"

Transkripsi

1 47 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini menyajikan data hasil penelitian, analisis, dan pembahasan hasil penelitian berdasarkan pertanyaan penelitian yang diajukan dalam rumusan masalah. Dalam penelitian ini digunakan dua kelas eksperimen yaitu, kelas eksperimen 1 yang menggunakan pembelajaran guided inquiry melalui tahap discovery learning dan kelas eksperimen 2 yang menggunakan pembelajaran guided inquiry tanpa melalui tahap discovery learning. Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan software SPSS versi dan Microsoft Excel untuk mengetahui kemampuan scientific inquiry literacy serta lembar observasi dan angket yang menjaring keterlaksanaan dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran guided inquiry yang diterapkan di kedua kelas eksperimen. A. Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa Untuk mengetahui kemampuan scientific inquiry literacy siswa pada konsep pencemaran tanah sebelum dan setelah diterapkan pembelajaran berbasis guided inquiry yang melalui tahap discovery learning (kelas eksperimen 1) maupun yang tidak melalui tahap discovery learning (kelas eksperimen 2), siswa pada kedua kelas eksperimen diberikan dua kali tes kemampuan scientific inquiry literacy sebagai pretest dan posttest.

2 48 1. Kemampuan scientific inquiry literacy siswa sebelum diterapkan pembelajaran guided inquiry Tes kemampuan scientific inquiry literacy diberikan kepada siswa baik pada kelas eksperimen 1 maupun kelas eksperimen 2 sebelum dimulai pembelajaran materi pencemaran tanah melalui guided inquiry untuk mengetahui kemampuan awal seluruh siswa di kedua kelas eksperimen mengenai scientific inquiry literacy. Data kemampuan awal scientific inquiry literacy siswa pada pembelajaran materi pencemaran tanah sebelum diterapkannya pembelajaran berbasis guided inquiry pada kedua kelas eksperimen diperoleh dari data hasil pretest. Pengolahan data hasil pretest kedua kelas eksperimen dilakukan melalui uji normalitas, uji homogenitas, dan uji hipotesis. Berikut ini disajikan rekapitulasi data hasil pretest dari kedua kelas eksperimen pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Rekapitulasi Uji Statistik Pretest Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa Kelas Eksperimen 1 dan Kelas Eksperimen 2 Komponen Pretest Eksperimen 1 Eksperimen 2 N Rata-rata 54,11 48,75 Standar Deviasi (SD) 12,985 12,883 Nilai Maximum Nilai Minimum Uji Normalitas Nilai Signifikansi (sig. α= 0,05) 0,421 0,234 Keterangan Berdistribusi Normal Berdistribusi Normal Uji Homogenitas Nilai Signifikansi (sig. α= 0,05) 0,721 Keterangan Homogen Uji Hipotesis (uji t) Nilai Signifikansi (sig. α= 0,05) 0,127

3 49 Keterangan H 0 diterima Data pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa kemampuan scientific inquiry literacy awal siswa di kedua kelas eksperimen adalah setara dengan hasil yang diperoleh bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai rata-rata kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. Kondisi tersebut dapat terjadi karena kedua kelas mengalami pembelajaran serta fasilitas yang relatif sama. Selain itu, pengetahuan awal siswa pada kedua kelas eksperimen mengenai scientific inquiry dimungkinkan sama karena dari awal pembelajaran di kelas, pada kedua kelas eksperimen belum pernah diterapkan pembelajaran inquiry yang fokus pada proses sains yang melibatkan eksperimen, seperti halnya dalam mengidentifikasi dan mendefinisikan variabel penelitian sehingga pada hasil pretest kedua kelas eksperimen, sebagian besar siswa tidak dapat menjawab dengan benar pada pertanyaan membedakan antara variabel terikat, bebas, dan kontrol. Rata-rata nilai dari kedua kelas eksperimen yang rendah pun diakibatkan belum didapatkannya penjelasan mengenai materi pencemaran tanah. Dilihat dari perolehan hasil penghitungan nilai Standar Deviasi (SD) masing-masing kelas eksperimen menunjukkan bahwa sebaran data dari kedua kelas eksperimen relatif sama dengan nilai SD yang tidak jauh berbeda (dapat dilihat pada lampiran D.6). Siswa dari kedua kelas eksperimen dikelompokkan menjadi tiga kelompok tingkatan. Penentuan kedudukan siswa dilakukan dengan pengelompokan atas 3 rangking (Arikunto, 2009: 263) dengan membagi tiga kelompok, yaitu kelompok atas, kelompok sedang, dan kelompok bawah, yang dibatasi oleh suatu standar

4 50 deviasi tertentu. Berikut disajikan diagram pengelompokan kedudukan siswa kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 pada perolehan nilai pretest. KELAS EKSPERIMEN 1 KELAS EKSPERIMEN 2 28,5% 64,3% 7,2% 14,4% 17,8% 67,8% Keterangan: Kelompok atas Kelompok sedang Kelompok bawah Gambar 4.1. Kedudukan Siswa dalam Kelompok Tingkatannya berdasarkan Hasil Pretest Data hasil penghitungan pretest kedua kelas eksperimen yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan nilai rata-rata antara kelas eksperimen 1 dan eksperimen 2 mengarahkan pengolahan data pada pengujian data hasil posttest kedua kelas eksperimen. 2. Kemampuan scientific inquiry literacy siswa setelah diterapkan pembelajaran guided inquiry Untuk mengetahui pengaruh penerapan pembelajaran guided inquiry melalui tahap discovery learning terhadap kemampuan scientific inquiry literacy siswa maka seluruh siswa baik di kelas eksperimen dengan pembelajaran guided inquiry yang melalui tahap discovery learning maupun yang tidak melalui tahap

5 51 discovery learning diberikan posttest setelah kedua kelas eksperimen mendapatkan pembelajaran guided inquiry. Pengolahan data hasil posttest dilakukan melalui uji normalitas, uji homogenitas, dan uji hipotesis. Berikut disajikan rekapitulasi data hasil posttest dari kedua kelas eksperimen pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Rekapitulasi Uji Statistik Posttest Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa pada Kelas Eksperimen 1 dan Kelas Eksperimen 2 Komponen Posttest Eksperimen 1 Eksperimen 2 N Rata-rata 72,68 61,07 Standar Deviasi (SD) 7,874 11,169 Nilai Maximum Nilai Minimum Uji Normalitas Nilai Signifikansi (sig. α= 0,05) 0,150 0,386 Keterangan Distribusi Normal Distribusi Normal Uji Homogenitas Nilai Signifikansi (sig. α= 0,05) 0,001 Keterangan Tidak Homogen Uji t Nilai Signifikansi (sig. α= 0,05) 0,000 Keterangan H 0 ditolak Data pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa nilai rata-rata dari kelas eksperimen 1 maupun kelas eksperimen 2 mengalami peningkatan nilai rata-rata dari hasil pretest. Range dari nilai maksimum dan minimum pada kelas ekasperimen 2 lebih besar dibandingkan pada kelas eksperimen 1. Hal tersebut dapat diakibatkan adanya beberapa siswa yang tidak menjawab soal tes kemampuan scientific inquiry literacy secara keseluruhan diakibatkan kondisi

6 Nilai 52 kelas yang sudah mulai tidak kondusif bagi siswa untuk fokus dalam mengerjakan soal. Kondisi tersebut merupakan sebuah kendala yang sebaiknya tidak terjadi selama pembelajaran inquiry, termasuk didalamnya evaluasi, sebagaimana penjelasan Wenning (2011a) bahwa salah satu hal yang harus diperhatikan oleh guru ketika pembelajaran inquiry berlangsung adalah memantau pembelajaran di kelas agar tetap kondusif. Keadaan tersebut mengakibatkan nilai standar deviasi (SD) dari kelas eksperimen 2 lebih besar dibandingkan dengan kelas eksperimen 1, dengan sebaran data di kelas eksperimen 2 lebih bervariasi dibandingkan kelas eksperimen 1 yang penghitungan standar deviasinya semakin menurun (dapat dilihat pada lampiran D.6). Nilai rata-rata posttest kedua kelas eksperimen mengalami peningkatan setelah diterapkannya pembelajaran guided inquiry yang sama. Penelitian yang dilakukan oleh Brickman et al (2009) menunjukkan hasil yang serupa dimana siswa yang tergabung dalam kelas inquiry menunjukkan peningkatan yang baik dalam kemampuan literasi sains dan proses sains. Berikut disajikan grafik perbandingan rata-rata pretest dan posttest kedua kelas eksperimen (Gambar 4.2) ,68 54,11 61,07 48,75 pretest posttest kelas eksperimen 1 kelas eksperimen 2 Gambar 4.2. Grafik Perbandingan Rata-rata Pretest dan Posttest Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa

7 53 Kedua kelas eksperimen mengalami peningkatan nilai rata-rata tes karena tahapan pada pembelajaran guided inquiry yang diterapkan di kedua kelas eksperimen sangat relevan sekali dengan indikator yang dijadikan framework pada tes kemampuan scientific inquiry literacy. Selain itu, pembelajaran guided inquiry ini sudah melibatkan siswa pada hampir seluruh indikator dalam tahapan scientific inquiry yaitu dalam merumuskan hipotesis dan prediksi, merancang langkah kerja, menentukan variabel penelitian, mengumpulkan dan mengorganisasi data, serta membuat kesimpulan dari hasil percobaan yang dilakukan. Untuk mengetahui kriteria peningkatan dari perlakuan pembelajaran berbasis guided inquiry melalui tahap discovery learning dengan pembelajaran berbasis guided inquiry tanpa melalui tahap discovery learning, dilakukan penghitungan rata-rata dari indeks gain kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. Berikut disajikan hasil penghitungan rata-rata indeks gain kedua kelas eksperimen pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Rata-rata Indeks Gain Kedua Kelas Eksperimen Kelas Eksperimen 1 0,36 Kelas Eksperimen 2 0,23 Berdasarkan penghitungan rata-rata indeks gain dari kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2, dapat dikategorikan berdasarkan interpretasi pada Tabel 3.9 bahwa peningkatan pada kelas ekperimen 1 termasuk sedang, sedangkan pada kelas eksperimen 2 termasuk rendah.

8 54 Penerapan pembelajaran guided inquiry melalui tahap discovery learning memberikan pengaruh terhadap kemampuan scientific inquiry literacy yang dapat terlihat dari hasil penghitungan uji hipotesis bahwa terdapat perbedaan nilai ratarata kemampuan scientific inquiry literacy dan kriteria peningkatan kemampuan scientific inquiry literacy. Hal tersebut dapat dijelaskan karena adanya penerapan tahap discovery learning yang dilakukan di kelas eksperimen 1 ini adalah salah satu tingkatan inquiry yang idealnya memang harus dilalui sebelum melakukan tahap pembelajaran guided inquiry (Wenning, 2007). Wenning (2005b) menjelaskan bahwa penerapan pembelajaran inquiry harus bertahap mengikuti tahapan pengalaman intelektual siswa (Intellectual Sophistication). Kondisi tersebut dapat tergambar dari hasil posttest yang diperoleh siswa di kedua kelas eksperimen, perbedaan dari persentase (%) siswa kelompok atas dan kelompok bawah dari kedua kelas eksperimen sangat terlihat jelas. KELAS EKSPERIMEN 1 KELAS EKSPERIMEN 2 25% 7,2 % 67,8 % 3,6% 39,3% 57,1% Keterangan: Kelompok atas Kelompok sedang Kelompok bawah Gambar 4.3. Kedudukan Siswa dalam Kelompok Tingkatannya berdasarkan Hasil Posttest

9 55 Penerapan pembelajaran discovery yang dilaksanakan di kelas eksperimen 1 dapat memberikan pengaruh terhadap kemampuan siswa dalam berinkuiri yang akhirnya berdampak juga pada kemampuan scientific inquiry literacy siswa yang diukur pada penelitian ini. Sesuai dengan yang dikatakan oleh Wenning (komunikasi personal, 13 Juli 2012) bahwa penerapan discovery learning yang telah dilakukan dimungkinkan dapat mempengaruhi penampilan siswa dalam kegiatan pembelajaran guided inquiry setelahnya. Penerapan discovery learning ini adalah proses berinkuiri awal dengan merangsang kemampuan siswa untuk bertanya dan menemukan sendiri namun masih tetap dengan keterlibatan guru. Dalam discovery learning peran guru sangat tinggi dalam mengontrol kelas dibandingkan dengan tingkatan inquiry lainnya (Wenning, 2005a). Setelah pelaksanaan discovery learning, dilanjutkan dengan pembelajaran guided inquiry yang mulai melibatkan siswa secara aktif. Hal ini mengakibatkan kemampuan siswa di eksperimen 1 lebih terbiasa dalam bertanya dan menemukan konsep sendiri ketika pembelajaran melalui guided inquiry dengan kegiatan praktikum berlangsung dibandingkan dengan siswa di kelas eksperimen 2. Kondisi tersebut dapat terlihat ketika pembelajaran materi pencemaran tanah melalui pembelajaran guided inquiry dilakukan, siswa di kelas eksperimen 1 lebih aktif bertanya dibandingkan dengan siswa di kelas eksperimen 2. Selain itu, rasa keingintahuan siswa di kelas eksperimen 1 relatif lebih tinggi dibandingkan kelas eksperimen 2. Hal tersebut ditandai dengan pertanyaanpertanyaan siswa (Carin, 1993) yang diajukan kepada guru baik mengenai prosedur sampai pada masalah yang berhubungan dengan lingkungan alam

10 56 sekitarnya. Kondisi tersebut senada dengan yang dijelaskan oleh Balim (2009) dalam hasil penelitiannya bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode discovery learning dapat menunjang siswa dengan bimbingan dari guru untuk lebih aktif dan meningkatkan keterampilan mereka dalam berinkuiri. Beberapa pertanyaan yang muncul dari siswa kelas eksperimen 1 adalah seperti berikut, Bu, bagaimana jika kita menanamkan biji kacang hijau ini lebih dalam, apakah akan mempengaruhi perkembangannya juga?, Bu, bagaimana cara membuat konsentrasi larutan yang digunakan itu berbeda?. Pertanyaan lain yang muncul mengenai lingkungan seperti contoh berikut, Walaupun diberikan bahan pencemar, ternyata beberapa tanaman ada yang masih tetap tumbuh dengan baik. Bahan pencemar yang membahayakan itu berati dapat masuk ke dalam tanaman, lalu bagaimana jika kita tetap memakannya?. Pertanyaan tersebut merangsang pertanyaan dan pernyataan lainnya muncul seperti berikut, Lalu jika memang akan membahayakan tubuh bagaimana kita tahu tanaman tersebut tidak terkontaminasi dengan bahan pencemar, berarti lebih baik jika kita menanam dan mempunyai kebun sendiri ya Bu?. Secara tidak langsung, siswa sudah mulai mengarah pada kondisi dan kesadaran akan lingkungannya. Hal tersebut dapat terlihat juga dari tanggapan positif siswa terhadap kesadaran lingkungan yang dapat dilihat pada hasil angket (dapat dilihat Tabel 4.5). Kondisi tersebut dijelaskan pula oleh Bruner (Dahar, 1989) bahwa tujuan dari belajar penemuan (discovery learning) tidak hanya untuk memperoleh pengetahuan saja tetapi juga suatu cara yang dapat merangsang keingintahuan siswa dan memotivasi kemampuan mereka untuk menemukan sesuatu.

11 57 Siswa pada kelas eksperimen 2 pun dapat mengajukan beberapa pertanyaan ketika pembelajaran guided inquiry berlangsung, namun frekuensi pertanyaan yang muncul tidak lebih banyak dibandingkan pada kelas eksperimen 1 dan fokus pertanyaan lebih banyak ke arah prosedur pelaksanaan kegiatan praktikum saja. Beberapa pertanyaan yang muncul seperti berikut, Bu, mengapa biji kacang hijau sebelum ditanam harus direndam terlebih dahulu?, Bu, apakah tanah yang dipakai dalam setiap perlakuan harus sama?, Bu, apakah semua tanaman harus disiram setiap hari?. Pembelajaran berbasis guided inquiry merupakan model pembelajaran yang tepat untuk menuntun siswa dalam mengembangkan keterampilan scientific inquiry, namun tujuan dari pembelajaran berbasis guided inquiry ini akan lebih maksimal tercapai jika sebelumnya melewati tahapan pembelajaran inquiry. Seperti yang dijelaskan oleh Wenning (2005b) bahwa sekalipun seorang guru atau pendidik sudah mengerti tentang scientific inquiry namun tidak berarti mudah untuk mengajarkan kepada siswanya sehingga diperlukan sebuah hierarki atau tingkatan dalam penerapan proses inquiry untuk menuju keterampilan scientific inquiry siswa. Kendati kriteria peningkatan pada kelas eksperimen 1 yang sudah menerapkan discovery learning sebelum pembelajaran guided inquiry lebih baik dibandingkan dengan kelas eksperimen 2 yang tidak melalui tahap discovery learning, namun kriteria ini belum mencapai kriteria peningkatan yang tinggi sehingga belum dapat dikatakan efektif. Hal tersebut dapat diakibatkan karena durasi penerapan discovery learning yang relatif sebentar, dimana hanya

12 58 dilakukan dalam satu materi sebelumnya yaitu materi animalia yang terlaksana dalam empat kali pertemuan. Bahkan pelaksanaan pembelajaran guided inquirynya sendiri pun hanya dilakukan pada dua kali pertemuan. Bruner (Dahar, 1989) menjelaskan bahwa penerapan discovery learning yang murni memerlukan waktu. Pembelajaran inquiry cukup menghabiskan waktu dan energi (Wenning, 2005b). Salah satu kekurangan dalam pembelajaran guided inquiry adalah karena membutuhkan perubahan kebiasaan cara belajar siswa yang menerima informasi dari guru apa adanya ke arah membiasakan belajar mandiri dan berkelompok dengan mencari dan mengolah informasi sendiri (Amien, 1979). Penerapan model pembelajaran inquiry dengan durasi waktu yang sebentar menjadi salah satu kekurangan juga dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Carlson (2008) dimana penelitiannya dilakukan dalam tiga minggu dengan hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa kemampuan scientific inquiry siswa dalam kelas inquiry tidak berbeda signifikan dengan kelas non-inquiry. Ia menjelaskan bahwa akan lebih baik jika penerapan pembelajaran dilakukan dari awal semester ajaran baru dan dilakukan minimal dua puluh minggu. Kondisi tersebut akan lebih memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih mempraktekkan dan mengasah kemampuan inquiry-nya. Hal serupa dijelaskan Nelson (2012) dalam hasil penelitiannya tentang pengaruh pembelajaran inquiry lab terhadap konten pengetahuan dan kemampuan berinkuiri yang menunjukkan bahwa skor kemampuan inquiry siswa di kelas inquiry lab tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan dibandingkan kelas tradisional (cook-book). Ia menjelaskan bahwa salah satu faktor penyebabnya adalah periode waktu yang digunakan untuk

13 59 penerapan pembelajaran inquiry sangat terbatas sehingga hanya sedikit sekali efek yang didapatkannya. Hal tersebut sesuai dengan yang dijelaskan oleh Wenning (komunikasi personal, 13 Juli 2012) bahwa alokasi waktu yang disediakan untuk setiap tingkat pembelajaran akan memberikan pengaruh pada hasil kemampuan scientific inquiry literacy siswa. Selain itu, masih terdapat tahap-tahap inquiry lainnya yang idealnya harus dilakukan sebelum masuk pada pembelajaran guided inquiry selain discovery learning yang tidak dapat dilakukan pada pelaksanaan penelitian, yaitu tahap interactive demonstration dan inquiry lesson (Wenning, 2007). Ketidakterlaksanaan tahap-tahap tersebut diakibatkan oleh penyesuaian materi yang sedang dipelajari oleh siswa dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar (KBM) yang terbatas. Hal tersebut senada dengan yang dijelaskan oleh Stewart dan Rivera (2008) bahwa salah satu kekurangan dari pembelajaran berbasis inquiry adalah tidak dapat diterapkan pada semua topik sains. B. Capaian Tiap Indikator Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa Untuk mengetahui capaian tiap indikator kemampuan scientific inquiry literacy siswa setelah diterapkan pembelajaran berbasis guided inquiry melalui tahap discovery learning dan siswa dengan pembelajaran berbasis guided inquiry tanpa melalui tahap discovery learning digunakan data posttest. Capaian siswa pada tiap indikator kemampuan scientific inquiry literacy di kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 menunjukkan hasil yang bervariasi. Rata-rata capaian siswa pada kelas eksperimen 1 berdasarkan persentase jawaban

14 60 benar dari semua indikator adalah 74,53%. Sedangkan rata-rata capaian siswa pada kelas eksperimen 2 berdasarkan persentase jawaban benar dari semua indikator adalah 63,38%. Berikut disajikan grafik data capaian tiap indikator kemampuan scientific inquiry literacy siswa pada kedua kelas eksperimen. (Gambar 4.4). 120,00 100,00 91,07 100,00 80,00 60,00 67,86 67,86 60, ,43 69,64 65,71 66,96 62,5 60,71 61,90 44,05 40,00 20,00 0,00 indk 1 indk 2 indk 3 indk 4 indk 5 indk 6 indk 7 kelas eksperimen 1 kelas eksperimen 2 Keterangan: Indk 1: Indikator 1 ( mengidentifikasi masalah yang akan diteliti) Indk 2: Indikator 2 (merumuskan hipotesis) Indk 3: Indikator 3 (membuat prediksi dari hipotesis yang telah dibuat) Indk 4: Indikator 4 (membuat prosedur eksperimen ) Indk 5: Indikator 5 (melakukan eksperimen) Indk 6: Indikator 6 (mengumpulkan, mengorganisasikan, dan menganalisis data secara akurat) Indk 7: Indikator 7 (menggunakan metode statistik untuk membuat prediksi atau untuk mengetes keakuratan) Gambar 4.4. Grafik Data Capaian Tiap Indikator Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa Data pada gambar 4.4 menunjukkan bahwa hampir semua indikator kemampuan scientific inquiry literacy siswa pada kelas eksperimen 1 memiliki nilai persentase siswa yang menjawab benar lebih tinggi dibandingkan dengan

15 61 persentase siswa yang menjawab benar pada kelas eksperimen 2 yang tanpa melaui tahap discovery learning. Namun, hanya pada indikator 2, merumuskan hipotesis, kelas eksperimen 2 memiliki nilai persentase lebih tinggi dibandingkan pada kelas eksperimen 1. Keadaan tersebut dapat terjadi dimungkinkan faktor penyampaian guru ketika pembelajaran berlangsung. Ketika pembelajaran guided inquiry berlangsung di kelas eksperimen 2, guru lebih membimbing siswa dalam pembuatan hipotesis dengan memberikan sebuah contoh dalam sebuah penelitian sehingga dimungkinkan siswa lebih mampu mengingat dan memahami sehingga menjawab dengan benar ketika mengisi jawaban pada soal No.10 untuk indikator merumuskan hipotesis. Sedangkan pada kelas eksperimen 1, guru tidak tuntas membimbing dalam tahap siswa untuk membuat hipotesis sehingga siswa masih belum bisa membedakan antara prediksi dan hipotesis. Kesalahpahaman dalam membuat prediksi dan hipotesis masih sering terjadi. Hipotesis masih sering dijadikan sinonim dari prediksi bagi siswa yang masih awal dalam mempelajarinya (Johnston, 2010). Hal tersebut didukung juga pada hasil angket tanggapan siswa (dapat dilihat Gambar 4.5) mengenai pembelajaran guided inquiry dimana siswa pada kelas eksperimen 2, lebih sedikit siswa yang menjawab merasa kesulitan dalam merumuskan hipotesis dibandingkan siswa pada kelas eksperimen 1. Indikator yang menunujukkan capaian tertinggi baik di kelas eksperimen 1 maupun kelas eksperimen 2 terdapat pada indikator 3, membuat prediksi dari hipotesis yang telah dibuat, bahkan pada kelas eksperimen 1 seluruh siswa menjawab benar. Hal ini dapat dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya adalah

16 62 bahwa pada indikator ini hanya diwakili oleh satu butir soal, dimana pada soal yang memuat tentang kemampuan membuat prediksi ini disajikan dengan bantuan grafik pada pertanyaan sebelumnya. Oleh karena itu, siswa secara keseluruhan dapat menjawab dengan mudah. Capaian yang rendah didapatkan kelas eksperimen 1 pada indikator kedua, merumuskan hipotesis. Dijelaskan sebelumnya bahwa faktor penyampaian guru dimungkinkan menjadi penyebab dari capaian rendah tersebut. Hal ini harus menjadi perhatian bagi guru dalam mempersiapkan sebuah pembelajaran inquiry selanjutnya karena tahap merumuskan hipotesis merupakan tahap penting dalam pengembangan kemampuan scientific inquiry siswa. Kemampuan membuat prediksi dan hipotesis adalah bagian penting dalam proses sains, dimana dapat mendukung siswa dalam mengembangkan scientific thinking sebagai salah satu tujuan utama dalam pendidikan sains (Li & Khlar, 2006). Hipotesis akan digunakan untuk mengarahkan penelitian (Carin, 1993). Pada kelas eksperimen 2, indikator 7, menggunakan metode statistik untuk membuat prediksi atau untuk mengetes keakuratan, merupakan indikator yang capaiannya paling rendah. Untuk kelas eksperimen 1 pun capaiannya masih rendah. Indikator 7 terdiri dari 3 butir soal, dimana satu soal, yakni butir soal No.19, yang mewakili pertanyaan dengan melibatkan penggunaan metode statistik adalah butir soal yang sedikit saja dapat dijawab siswa dengan benar. Pada kelas eksperimen 1 hanya 5 orang yang menjawab benar sedangkan pada kelas eksperimen 2 hanya 2 orang saja yang menjawab benar. Kesulitan yang dialami oleh siswa adalah karena belum pernah mendapatkan pengetahuan mengenai

17 63 penggunaan statistik dalam sebuah penelitian, seperti halnya metode sampling. Walaupun telah melalui tahapan discovery learning sebelumnya, siswa pada kelas eksperimen 1 mengalami kesulitan karena pada tahap discovery learning pun siswa belum mengenal penggunaan metode sampling dalam sebuah penelitian atau eksperimen. C. Keterlaksanaan Tahapan Pembelajaran Guided Inquiry Pelaksanaan pembelajaran guided inquiry memiliki sintak atau tahapan yang harus dilalui. Perlakuan pembelajaran guided inquiry ini diterapkan di kedua kelas eksperimen dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sama (dapat dilihat pada ampiran A.1 dan A.3). Oleh karena itu, keterlaksanaan setiap tahapan dari sintak pembelajaran ini harus diobservasi untuk mengetahui apakah ada perbedaan keterlaksanaan pembelajaran guided inquiry pada kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 sehingga kemungkinan ada pengaruhnya pada hasil akhir kemampuan scientific inquiry literacy siswa di kedua kelas tersebut. Pelaksanaan pembelajaran materi pencemaran tanah melaui guided inquiry dengan kegiatan praktikum di kedua kelas eksperimen dilakukan oleh guru biologi yang sama dan masing-masing dilakukan dalam dua kali pertemuan. Sebelum pelaksanaan pembelajaran konsep pencemaran tanah melalui guided inquiry di kedua kelas eksperimen, guru berdiskusi terlebih dahulu dengan penulis dalam hal pelaksanaan pembelajaran yang disesuaikan dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang telah disusun oleh

18 64 penulis. Hal tersebut merupakan persiapan yang dilakukan oleh guru karena pembelajaran guided inquiry sangat menuntut bimbingan dan persiapan guru yang baik (Stewart & Rivera, 2008). Dijelaskan oleh Lawson (Wenning, 2005b) bahwa dalam setiap pembahasan scientific literacy, guru selalu dituntut untuk menggunakan inquiry dalam praktik mengajarnya, namun hal tersebut tidak akan selalu terjadi dengan baik jika guru masih kurang dalam persiapannya. Berikut disajikan data hasil observasi dari keterlaksanaan pembelajaran guided inquiry di kedua kelas eksperimen pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. Keterlaksanaan Tahapan Pembelajaran Guided Inquiry pada Kelas Eksperimen 1 dan Kelas Eksperimen 2 No Kelas Kelas Tahap Guided Inquiry Eksperimen 1 Eksperimen 2 Ya Tidak Ya Tidak 1 Introduction (Pendahuluan) a) Guru memberi permasalahan dan memberikan pertanyaan-pertanyaan b) Siswa membuat hipotesis dengan dibimbing oleh guru * * 2 Materials a) Guru mengemukakan alat dan bahan percobaan 3 Procedure a) Siswa merencanakan langkah kerja percobaan b) Siswa menentukan variabel penelitian * * c) Siswa melakukan percobaan dengan bimbingan guru d) Siswa mengumpulkan data sesuai panduan yang terdapat dalam LKS 4 Discussion a) Beberapa kelompok mempresentasikan hasil pengamatan di depan kelas b) Beberapa kelompok lainnya menanggapi hasil presentasi kelompok yang tampil c) Siswa dalam kelompok berdiskusi dan mengisi pertanyaan yang terdapat dalam LKS d) Siswa membuat kesimpulan

19 65 e) Guru memberikan koreksi dan penguatan terhadap pembahasan siswa Jumlah kemunculan indikator 11 (91%) 11(91%) Keterangan: * menunjukan tahapan kegiatan dapat terlaksana namun kurang sempurna Data pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa keterlaksanaan tahapan dari sintak pembelajaran guided inquiry di kelas eksperimen 1 maupun kelas eksperimen 2 memiliki bobot yang sama yaitu 91%, dimana satu poin yang tidak tercapai sehingga hanya sebelas dari dua belas poin yang tercapai. Satu poin yang tidak tercapai baik di kelas eksperimen 1 maupun kelas eksperimen 2 adalah poin 4.c, yaitu pada tahap siswa dalam kelompok berdiskusi dan mengisi pertanyaan yang terdapat dalam LKS. Kemunculan indikator yang sama di kedua kelas dapat diakibatkan oleh guru yang mengajar adalah guru yang sama dan durasi waktu yang digunakan di kedua kelas adalah sama. Pada tahap pertama, introduction (pendahuluan); 1.a) Guru memberi permasalahan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai permasalahan kondisi lingkungan yang behubungan dengan keberadaan tumbuhan dan pencemaran yang terjadi di lingkungan sekitar. Pemberian pertanyaan-pertanyaan dari guru merupakan hal penting dalam mengawali kegiatan pembelajaran seperti dijelaskan Carin (1993) bahwa questioning merupakan jantungnya scientific inquiry dan dasar pengajaran yang berbasis guided discovery. Dalam pelaksanaannya, tahap ini terlaksana dengan baik di kedua kelas eksperimen. Namun, berdasarkan observasi dan diskusi dengan guru bersangkutan, keaktifan siswa di kelas eksperimen 1 relatif baik dibandingkan dengan siswa di kelas eksperimen 2.

20 66 Untuk tahap 1.b) siswa membuat hipotesis dengan dibimbing oleh guru, terlaksana di kedua kelas eksperimen, namun pada tahap ini guru cenderung lebih membimbing siswa di kelas eksperimen 2 dengan mengarahkan langsung pada pembuatan hipotesis. Kondisi perbedaan teknis penyampaian guru di kedua kelas eksperimen dimungkinkan karena adanya sharing yang dilakukan oleh guru dan peneliti setelah pembelajaran di kelas eksperimen 1 sehingga terdapat perbaikan yang dilakukan oleh guru ketika pelaksanaan pembelajaran di kelas eksperimen 2. Hal ini merupakan salah satu kekurangan dalam penelitian yang dilakukan, dimana pada keterlaksanaan pembelajaran guided inquiry ini menjadi terdapat suatu tahap pembelajaran yang dikondisikan berbeda sehingga mempengaruhi hasil kemampuan scientific inquiry (dapat dilihat pada Gambar 4.4) dengan persentase capaian siswa di kelas eksperimen 2 pada indikator membuat hipotesis lebih tinggi dibandingkan siswa di kelas eksperimen 1 Keterlaksanaan tahap kedua, materials, 2.a) Guru mengemukakan alat dan bahan percobaan, dapat terlaksana dengan baik di kedua kelas eksperimen. Untuk tahap ketiga, procedures, keempat poin didalamnya tercapai di kedua kelas eksperimen, namun dalam pelaksanaannya, tahap 3.a) siswa merencanakan langkah kerja percobaan, tidak terlaksana dengan baik dan sempurna di kedua kelas eksperimen sedangkan tahap perencanaan percobaan merupakan bagian penting dalam sintak pembelajaran guided inquiry untuk menuju kemampuan scientific inquiry. Hal tersebut diakibatkan bimbingan guru yang tidak maksimal, dalam pelaksanaannya, guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan siswa pada kegiatan eksperimen namun guru tidak memberikan

21 67 kesempatan waktu lebih banyak kepada siswa untuk mengemukakan pendapat dan idenya. Walsh dan Sattes mengemukakan bahwa memberikan waktu tunggu yang cukup banyak kepada siswa dapat memberikan kesempatan siswa untuk memformulasikan, memproses dan menjawab berbagai pertanyaan (Intel Teach Program, 2007). Akibat dari tidak adanya kesempatan kepada siswa, maka ketika perencanaan langkah percobaan guru cenderung memberi arahan penelitian secara langsung. Sedangkan dijelaskan oleh Wenning (2005b) bahwa peran guru dalam pembelajaran guided inquiry adalah pemberian masalah yang akan diinvestigasi dengan dibimbing oleh pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada prosedur penelitian atau eksperimen. Perlu diperhatikan juga bahwa pemberian pertanyaan yang banyak dan terus menerus oleh guru kepada siswa bukan salah satu karakter dari pembelajaran inquiry. Scientific inquiry bukanlah kegiatan dimana seorang guru memberikan banyak pertanyaan (Wenning, 2011a). Berdasarkan hasil diskusi dengan guru bersangkutan setelah selesai pelaksanaan pembelajaran guided inquiry di kedua kelas eksperimen, guru menjelaskan bahwa pertimbangan waktu yang tidak memadai menyebabkan tidak adanya waktu lebih banyak bagi siswa untuk melakukan diskusi dalam merancang langkah kerja percobaan. Oleh karena itu, guru cenderung langsung mengarahkan langkah kerja praktikum sesuai dengan arah penelitian dalam LKS yang sudah dimiliki oleh tiap siswa. Hal ini merupakan suatu kelemahan yang terdeteksi. Dalam tahap merencanakan langkah percobaan, jika guru sudah bergeser perannya dengan memberikan arahan langsung dalam merencanakan langkah percobaan maka pembelajaran inquiry tersebut baru sampai pada tahap inquiry

22 68 lesson. Keadaan tersebut terbukti dengan penjelasan Wenning (2005a) bahwa salah satu kendala yang menyebabkan gagalnya suatu rancana pembelajaran inquiry adalah bekal pengetahuan yang dimiliki guru tentang pembelajaran inquiry itu sendiri. Pada tahap 3.b) Siswa menentukan variabel penelitian, adalah tahap yang cukup menyita waktu pembelajaran karena siswa baik di kelas eksperimen 1 maupun kelas eksperimen 2 cukup kesulitan dalam memahami definisi dari variabel penelitian yang terdiri dari variabel terikat, bebas, dan kontrol. Selain waktu yang tidak memadai, kesiapan dan cara guru dalam menyampaikan penjelasan mengenai variabel penelitian kurang baik sehingga membuat siswa sulit untuk memahaminya. Hal ini senada dengan yang ditemukan dalam penelitian sebelumnya (Wenning, 2005a) bahwa salah satu kegagalan guru dalam melaksanakan pembelajaran berbasis inquiry adalah ketidaksiapan dan pengetahuan guru mengenai scientific inquiry masih kurang sehingga apa yang ditransfer oleh guru tidak akan sampai pada siswa. Hal tersebut perlu mendapat perhatian juga karena pemahaman dalam penentuan variabel adalah salah satu komponen penting dalam sebuah investigasi (Carin, 1993). Untuk tahap akhir, discussion, yang terdiri dari lima kegiatan, dilakukan pada pertemuan kedua dan hanya terlaksana empat kegiatan saja. Untuk poin 4.a) beberapa kelompok mempresentasikan hasil pengamatan di depan kelas, dapat terlaksana dengan baik di kedua kelas eksperimen, dimana pada kedua kelas eksperimen terdiri dari 6 kelompok. Tiga kelompok yang melakukan presentasi di depan kelas karena dari keenam kelompok, setiap dua kelompok melakukan

23 69 percobaan dengan variabel penelitian yang sama. Oleh karena itu, tahap pada poin 4.b) Beberapa kelompok lainnya menanggapi hasil presentasi kelompok yang tampil, dapat terlaksana dengan baik di kedua kelas eksperimen. Walaupun hasil eksperimen kelompok-kelompok yang menggunakan variabel yang sama menunjukkan hasil yang bervariasi namun guru dapat bersikap bijak dalam menanggapinya dimana guru tidak menyalahkan ketika ada penjelasan yang berbeda diantara beberapa kelompok. Akan menjadi suatu kesalahan besar jika guru menyatakan bahwa ide atau pendapat yang disampaikan adalah salah karena keadaan demikian dapat menyebabkan siswa tersebut enggan untuk kembali melakukan kegiatan berinkuiri (Carin, 1993). Ketidaktercapaian poin 4.c, siswa dalam kelompok berdiskusi dan mengisi pertanyaan yang terdapat alam LKS, disebabkan adanya permasalahan waktu yang tidak memadai sehingga pembahasan pertanyaan yang terdapat dalam LKS dilakukan saat presentasi hasil penelitian. Kendala yang dialami adalah kembali mengenai keterbatasan waktu. Hal ini sesuai dengan yang diutarakan Amien (1979) bahwa salah satu dari kekurangan pembelajaran guided inquiry ini bahwa dibutuhkan waktu yang cukup panjang untuk dapat membimbing siswa dalam setiap tahapan pembelajaran guided inquiry. Waktu yang digunakan dalam pembelajaran inquiry melibatkan beberapa waktu yang cukup panjang untuk menyelesaikannya (Opara & Oguzor, 2011). D. Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Guided Inquiry

24 70 Tanggapan siswa mengenai pembelajaran guided inquiry dengan kegiatan praktikum dijaring dengan menggunakan angket. Angket diberikan kepada siswa dari kelas eksperimen 1 maupun kelas eksperimen 2. Jumlah pertanyaan sejumlah 14 buah dengan 8 kategori pertanyaan. Angket ini diberikan kepada siswa secara online dan dapat diakses dengan mudah. Data yang terekam kesuluruhan berjumlah 50 responden, yaitu 22 responden dari kelas eksperimen 1 dan 28 responden dari kelas eksperimen 2. Rekapitulasi hasil angket siswa dari kedua kelas eksperimen disajikan pada Tabel 4.5. Tabel 4.5. Rekapitulasi Hasil Angket Siswa No Pertanyaan 1 Pernah melaksanakan praktikum pada pembelajaran biologi 2 Praktikum menambah penguasaan materi yang berkaitan 3 Membutuhkan guru ketika praktikum 4 Merasa senang ketika pelaksanaan praktikum 5 Kesulitaan dalam melaksanakan tahapan pelaksnaan pembelajaran guided inquiry 6 Menambah kesadaran akan lingkungan 7 Menimbulkan rasa keingintahuan terhadap fenomena alam yang terjadi 8 Keinginan untuk melaksanakan praktikum pada materi biologi lainnya Kelas Eksperimen 1 Kelas Eksperimen 2 R P R P Ya 100% Ya 100% Tidak 0% Tidak 0% Ya 100% Ya 93% Tidak 0% Tidak 7% Ya 100% Ya 100% Tidak 0% Tidak 0% Ya 100% Ya 100% Tidak 0% Tidak 0% Ya 26% Ya 34% Tidak 74% Tidak 66% Ya 100% Ya 100% Tidak 0% Tidak 0% Ya 100% Ya 100% Tidak 0% Tidak 0% Ya 100% Ya 100% Tidak 0% Tidak 0% Keterangan: R=Respon; P=Persentase Berdasarkan tabel 4.5, dapat diketahui bahwa keseluruhan siswa pernah melaksanakan praktikum sebelumnya pada pembelajaran biologi dan hampir

25 71 sepenuhnya menyatakan bahwa pembelajaran dengan metode eksperimen dengan praktikum dapat menambah penguasaan materi yang berkaitan, dalam penelitian ini, dengan praktikum pengaruh pencemaran tanah terhadap perkecambahan biji, siswa merasa lebih mengerti tentang interaksi dalam ekosistem dalam materi sebelumnya dimana adanya saling interaksi antara komponen biotik, yaitu tumbuhan, dengan komponen abiotiknya seperti air, tanah, dan cahaya matahari. Selain itu, menambah pengertian dalam materi pencemaran lingkungan dimana adanya saling keterkaitan antara pencemaran pada air dan tanah, yang mempengaruhi pada perkecambahan, serta sudah mulai mengenalnya siswa mengenai pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan yang baru akan dipelajari pada tingkatan selanjutnya. Hal ini sejalan dengan yang dijelaskan Millar (2004) bahwa dengan praktikum siswa dapat membuat hubungan antara dua domain pengetahuan, yaitu domain mengenai objek yang sedang diobservasinya dengan domain ide atau konsepnya. Seluruh siswa dari kedua kelas eksperimen memberikan tanggapan positif bahwa mereka merasa senang dalam melaksanakan pembelajaran konsep pencemaran lingkungan melalui eksperimen dengan guided inquiry dan merasa masih perlu dengan bimbingan guru selama pelaksanaan pembelajaran. Selain itu, siswa merasa antusias untuk melakukan pembelajaran dengan metode eksperimen untuk materi-materi selanjutnya. Seluruh siswa menunjukkan tanggapan baik bahwa dengan eksperimen yang telah dilakukan mengenai pencemaran tanah dan perkecambahan tanaman dapat meningkatkan kesadaran mereka akan lingkungan dan rasa keingintahuan terhadap fenomena alam lainnya. Hal ini terbukti ketika

26 persentase respon 72 diskusi berlangsung, sebagian besar siswa mengajukan pertanyaan ataupun pernyataan mengenai pencemaran lingkungan yang berhubungan dengan keberadaan tumbuhan di lingkungan sekitarnya serta hubungannya dengan ekosistem dan siklus energi yang telah dipelajari sebelumnya. Hampir separuh dari siswa kedua kelas eksperimen masih merasa kesulitan dalam tahapan pelaksanaan pembelajaran guided inquiry secara keseluruhan. Tanggapan siswa mengenai kesulitan pada setiap tahapan pelaksanaan pembelajaran guided inquiry menunjukkan tanggapan yang bervariasi. Untuk melihat kesulitan siswa kedua kelas eksperimen pada pelaksanaan setiap tahap pembelajaran guided inquiry, disajikan dalam bentuk grafik (Gambar 4.5). 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 86% 68% 57% 50% 32% 29% 23% 23% 18% 9% 11% 7% 9% 0% tahap pembelajaran kelas eksperimen 1 kelas eksperimen 2 Keterangan: 1. Merumuskan masalah 5. Membuat langkah percobaan 2. Membuat hipotesis 6. Mengumpulkan dan mengolah data 3. Membuat prediksi 7. Mengomunikasikan hasil percobaan 4. Menentukan variabel penelitian Gambar 4.5. Grafik Kesulitan Siswa pada Setiap Tahapan Pelaksanaan Pembelajaran Guided Inquiry

27 73 Dalam tahap merumuskan masalah, berdasarkan kriteria interpretasi yang digunakan hanya sebagian kecil siswa, baik di kelas eksperimen 1 maupun kelas eksperimen 2 yang merasa kesulitan, namun secara hasil persentase yang diperoleh, kelas eksperimen 1 memiliki persentase siswa dengan jawaban masih merasa kesulitan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa kelas eksperimen 2. Kondisi itu pun terjadi pada tahap merumuskan hipotesis dan membuat prediksi. Hasil angket yang merupakan tanggapan dan persepsi siswa dari kedua kelas eksperimen pada tahap merumuskan masalah dan membuat prediksi tidak sesuai dengan hasil posttest yang diperoleh dimana capaian pada indikator pada dua tahap tersebut, kelas eksperimen 1 memiliki persentase jawaban benar lebih tinggi dibandingkan kelas eksperimen 2 (dapat dilihat pada Gambar 4.4). Kondisi tersebut dapat menjelaskan bahwa persepsi dan tanggapan siswa mengenai kesulitan dalam pelaksanaan tahap pembelajaran guided inquiry tidak selalu berbanding lurus dengan hasil pada capaian indikator kemampuan scientific inquiry literacy-nya. Dalam tahap menentukan variabel penelitian, hampir sepenuhnya siswa dari kedua kelas eksprimen merasa kesulitan. Seperti yang dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa dalam pelaksanannya, guru pun memerlukan waktu yang cukup lama dalam tahap ini. Untuk tahap membuat langkah kerja percobaan, sebagian besar siswa di kelas eksperimen 2 bahkan di kelas

28 74 eksperimen 1 seluruh siswa merasa tidak kesulitan karena siswa mendapatkan langkah kerja langsung dari arahan guru (pembahasan sebelumnya). Dalam mengolah, mengumpulkan, dan mengorganisasikan data, siswa di kelas eksperimen 1 separuhnya merasa kesulitan sedangkan di kelas eksperimen 2 sebagian besar siswanya merasa kesulitan. Kesulitan yang dirasakan oleh siswa pada kedua kelas eksperimen adalah ketika pengamatan dalam pengukuran pertumbuhan tanaman dan pembuatan grafik. Sedangkan dalam tahap mengomunikasikan hasil pengamatan, siswa di kelas eksperimen 2 lebih banyak yang merasa kesulitan dibandingkan dengan siswa di kelas eksperimen 1. Hal tersebut dimungkinkan karena siswa di kelas eksperimen 1 lebih terbiasa dalam mengemukakan pendapat dibandingkan kelas eksperimen 2 karena pada pembelajaran materi animalia yang dilakukan melalui discovery learning, siswa dituntut untuk dapat mengemukakan ide dan menyampaikan hasil pengamatannya baik dalam kelompoknya ataupun di depan kelas.

BAB II PEMBELAJARAN INQUIRY DAN SCIENTIFIC INQUIRY LITERACY. atau pengetahuan. Secara alami, sebenarnya manusia telah sering melakukan

BAB II PEMBELAJARAN INQUIRY DAN SCIENTIFIC INQUIRY LITERACY. atau pengetahuan. Secara alami, sebenarnya manusia telah sering melakukan 10 BAB II PEMBELAJARAN INQUIRY DAN SCIENTIFIC INQUIRY LITERACY A. Pembelajaran Berbasis Inquiry Inquiry didefinisikan sebagai upaya untuk mencari kebenaran, informasi atau pengetahuan. Secara alami, sebenarnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional 1. Inquiry lesson yang dimaksud adalah pembelajaran inquiry tentang kompetensi dasar, Mendeskripsikan proses perolehan nutrisi dan transformasi energi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai analisis data hasil penelitian yang diperoleh dalam setiap kegiatan yang dilakukan selama penelitian. Pada penjelasan pada bab

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Menurut Sukmadinata (2008) penelitian deskriptif merupakan penelitian yang mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kelompok pada materi Keanekaragaman Makhluk Hidup yang meliputi data (1)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kelompok pada materi Keanekaragaman Makhluk Hidup yang meliputi data (1) 58 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada bab ini diuraikan hasil-hasil penelitian pembelajaran beserta pembahasannya tentang penerapan pembelajaran kooperatif tipe investigasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data Pretest, Posttest dan Indeks Gain Penguasaan Konsep

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data Pretest, Posttest dan Indeks Gain Penguasaan Konsep BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Data Pretest, Posttest dan Indeks Gain Penguasaan Konsep Penilaian penguasaan konsep siswa dilakukan dengan menggunakan tes tertulis dengan bentuk tes pilihan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain eksperimen semu (Quasi Experimental

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain eksperimen semu (Quasi Experimental 73 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain eksperimen semu (Quasi Experimental Design) dengan disain matching pretest-posttest control group design yaitu menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian meliputi data nilai pretest, posttest, dan n-gain untuk

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian meliputi data nilai pretest, posttest, dan n-gain untuk 42 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Data hasil penelitian meliputi data nilai pretest, posttest, dan n-gain untuk penguasaan konsep. Data tersebut kemudian diolah dan dianalisis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Definisi Operasional Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terkandung dalam judul penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penjelasan tentang istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian. Penjelasan

BAB III METODE PENELITIAN. penjelasan tentang istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian. Penjelasan 34 BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Berikut ini dikemukakan beberapa definisi operasional yang berkaitan dengan penjelasan tentang istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian. Penjelasan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Data Penguasaan Konsep Fluida statis Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes pilihan ganda sebanyak 15 soal.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen lemah (weak experimental atau pre experimental). Penelitian ini tidak menggunakan kelompok

Lebih terperinci

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan diuraikan temuan penelitian dan pembahasan yang

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan diuraikan temuan penelitian dan pembahasan yang BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan diuraikan temuan penelitian dan pembahasan yang terdiri dari sebaran dan peningkatan pemahaman siswa dengan penjabaran masing-masing indikator baik pada kelas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Berikut ini adalah penjelasan operasional tentang istilah-istilah yang

BAB III METODE PENELITIAN. Berikut ini adalah penjelasan operasional tentang istilah-istilah yang BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Berikut ini adalah penjelasan operasional tentang istilah-istilah yang terdapat pada perumusan masalah, guna menghindari terjadinya perbedaan penafsiran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Populasi/ Sampel Penelitian Lokasi penelitian ini yaitu Sekolah Menengah kejuruan (SMK). Penelitian dilakukan di SMK Negeri 1 Cimahi yang beralamat di Jl.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tests of Normality

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tests of Normality BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Peningkatan Literasi Sains Peserta Didik Untuk mendapatkan data peningkatan literasi sains digunakan nilai hasil pretest dan posttest dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini diuraikan mengenai metodologi penelitian yang digunakan, meliputi lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, prosedur

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 2013/2014, di SMP Negeri 1 Seputih Banyak. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII semester genap

METODE PENELITIAN. 2013/2014, di SMP Negeri 1 Seputih Banyak. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII semester genap 24 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April semester genap tahun pelajaran 2013/2014, di SMP Negeri 1 Seputih Banyak. B. Populasi dan Sampel Populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa sebagai pengalaman yang bermakna. Keterampilan ilmiah dan sikap ilmiah

BAB I PENDAHULUAN. siswa sebagai pengalaman yang bermakna. Keterampilan ilmiah dan sikap ilmiah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keterampilan proses sains (KPS) adalah pendekatan yang didasarkan pada anggapan bahwa sains itu terbentuk dan berkembang melalui suatu proses ilmiah. Dalam pembelajaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Populasi/ Sampel Lokasi dilakukannya penelitian ini adalah Sekolah Menengah Atas Negeri 25 yang beralamat di Jl. Baturaden VIII no.21 kota Bandung. Populasi dalam

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Sidosari Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan pada semester genap Tahun Pelajaran

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Sidosari Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan pada semester genap Tahun Pelajaran 21 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Sidosari Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan pada semester genap Tahun Pelajaran 2013/2014. B. Populasi

Lebih terperinci

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA POKOK BAHASAN ENZIM

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA POKOK BAHASAN ENZIM 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menunjang kemajuan dari suatu bangsa karena bangsa yang maju dapat dilihat dari pendidikannya yang maju pula

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dengan pendekatan saintifik berbasis Problem Based

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dengan pendekatan saintifik berbasis Problem Based BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian Penelitian dengan pendekatan saintifik berbasis Problem Based Learning dilaksanakan pada tanggal 3 Januari 2016 sampai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 21 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 7 Bandung yang terletak di jalan Lengkong Kecil nomor 53. Populasi adalah keseluruhan subjek

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. KH. Ahmad Dahlan 130, Kota Yogyakarta. Adapun mengenai pelaksanaan. Sabtu, 28 November 2015 tahun ajaran 2015/2016.

BAB III METODE PENELITIAN. KH. Ahmad Dahlan 130, Kota Yogyakarta. Adapun mengenai pelaksanaan. Sabtu, 28 November 2015 tahun ajaran 2015/2016. BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di MAN Yogyakarta 2 yang berlokasi di Jalan KH. Ahmad Dahlan 130, Kota Yogyakarta. Adapun mengenai pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional 1. Kemampuan literasi sains yang dimaksud adalah hasil tes kemampuan literasi sains dengan indikator pencapaian sesuai dengan yang telah dirumuskan oleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN A.

BAB III METODE PENELITIAN A. 28 BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional 1. Pembelajaran Inquiry lab Pembelajaran inquiry lab yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah salah satu tahapan inquiry dengan metode eksperimen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas VII semester genap pada bulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas VII semester genap pada bulan 23 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas VII semester genap pada bulan Maret Tahun Pelajaran 2014/2015, di SMP Kartika II-2 Bandar Lampung tepatnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dikemukakan mengenai metode penelitian yang digunakan meliputi lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April yaitu pada semester genap tahun. pelajaran 2014/2015 di SMAN 16 Bandar Lampung.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April yaitu pada semester genap tahun. pelajaran 2014/2015 di SMAN 16 Bandar Lampung. 23 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April yaitu pada semester genap tahun pelajaran 2014/2015 di SMAN 16 Bandar Lampung. B. Populasi Dan Sampel Populasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Dan Subjek Penelitian 1. Lokasi penelitian Penelitian dilakukan di SMA SWASTA KARTIKA XIX-1 Bandung. Peneliti memilih sekolah ini karena model pembelajaran yang akan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 36 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kemampuan dan Perbedaan Literasi Sains Siswa SMA Sebelum dan Setelah Diterapkan Pembelajaran Field Trip pada Kelas Eksperimen dan Kontrol pada Materi Ekosistem.

Lebih terperinci

BAB III Metode Penelitian A. Definisi Operasional Praktikum Poster praktikum Annisa Haftasari Adang, 2013

BAB III Metode Penelitian A. Definisi Operasional Praktikum Poster praktikum Annisa Haftasari Adang, 2013 BAB III Metode Penelitian A. Definisi Operasional Agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda maka beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Praktikum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan membahas mengenai analisis data dari hasil pengolahan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan membahas mengenai analisis data dari hasil pengolahan 43 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan membahas mengenai analisis data dari hasil pengolahan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian. Hasil analisis data yang diperoleh merupakan

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP PADA TEMA LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

2015 PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP PADA TEMA LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Literasi sains adalah kemampuan seseorang untuk memahami sains, dan kemampuan seseorang untuk menerapkan sains bagi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui serangkaian proses ilmiah (Depdiknas, 2006). Pembelajaran IPA tidak

BAB I PENDAHULUAN. melalui serangkaian proses ilmiah (Depdiknas, 2006). Pembelajaran IPA tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran IPA harus menekankan pada penguasaan kompetensi melalui serangkaian proses ilmiah (Depdiknas, 2006). Pembelajaran IPA tidak hanya penguasaan kumpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nokadela Basyari, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nokadela Basyari, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemahaman konsep sangat penting dimiliki oleh siswa SMP. Di dalam Permendikbud nomor 64 tahun 2013 telah disebutkan bahwa siswa memahami konsep berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penulis memberikan batasan tentang: tingkat penguasaan siswa dalam menguasai topik bahasan tentang

BAB III METODE PENELITIAN. penulis memberikan batasan tentang: tingkat penguasaan siswa dalam menguasai topik bahasan tentang 18 BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi operasonal Untuk memperjelas variabel yang digunakan dalam penelitian ini, penulis memberikan batasan tentang: 1. Hasil Belajar Hasil belajar yang dimaksud dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dikemukakan mengenai metodologi penelitian yang digunakan meliputi metode penelitian, desain penelitian, lokasi dan subjek penelitian, definisi operasional,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian quasi experimen (experimen

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian quasi experimen (experimen BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian quasi experimen (experimen semu) dengan pretest-posttest control group design. Dalam penelitian ini diberikan suatu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April 2013 di SMP Negeri 2

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April 2013 di SMP Negeri 2 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April 2013 di SMP Negeri 2 Trimurjo, Kabupaten Lampung Tengah pada semester genap tahun pelajaran 2012/2013.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperiment yang dilakukan di

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperiment yang dilakukan di BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperiment yang dilakukan di SMP Negeri 1 Berbah dengan kelas VIII D sebagai kelas eksperimen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 3 Way Pengubuan kabupaten Lampung

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 3 Way Pengubuan kabupaten Lampung 31 III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 3 Way Pengubuan kabupaten Lampung Tengah. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Sampel Penelitian Penelitian dilakukan di SMAN 4 Bandung, yang berlokasi di Jl. Gardujati No. 20 Bandung. Waktu penelitian dilakukan selama berlangsungnya pembelajaran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Pra Siklus Pelaksanaan pra siklus pada minggu ke-2 dan ke-3 bulan Oktober 2012 mata pelajaran IPA tentang tumbuhan hijau dengan hasil belajar yang sangat mengecewakan.

Lebih terperinci

: Perlakuan (Pembelajaran dengan model pembelajaran M-APOS),

: Perlakuan (Pembelajaran dengan model pembelajaran M-APOS), 20 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kuasi eksperimen. Dikarenakan subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi menerima keadaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode campuran atau mix method, yaitu kuantitatif-deskriptif. Dimana pada penelitian ini data yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kemampuan komunikasi siswa yang diukur adalah kemampuan berkomunikasi

BAB III METODE PENELITIAN. Kemampuan komunikasi siswa yang diukur adalah kemampuan berkomunikasi BAB III METODE PENELITIAN Definisi Operasional Kemampuan komunikasi siswa yang diukur adalah kemampuan berkomunikasi tulisan dan kemampuan berkomunikasi lisan. Kemampuan berkomunikasi secara tulisan meliputi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Hasil penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Hasil penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Hasil penelitian tersebut meliputi:

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. antara kelas yang menggunakan LKS paperless dan kelas yang menggunakan LKS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. antara kelas yang menggunakan LKS paperless dan kelas yang menggunakan LKS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Penelitian Skor hasil belajar siswa diperoleh dengan menggunakan tes hasil belajar siswa. Data hasil penelitian didapatkan dengan membandingkan hasil

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mempermudah pembahasan, terlebih dahulu akan diuraikan definisi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mempermudah pembahasan, terlebih dahulu akan diuraikan definisi BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Definisi Operasional Untuk mempermudah pembahasan, terlebih dahulu akan diuraikan definisi operasional dalam penelitian, yaitu sebagai berikut: 1. Metode SQ3R dan writing

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2013 di SMP Negeri 2

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2013 di SMP Negeri 2 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2013 di SMP Negeri 2 Tanjung Bintang Lampung Selatan. B. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperiment yang dilakukan di

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperiment yang dilakukan di BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperiment yang dilakukan di SMP Negeri 1 Pakem dengan kelas VIII D sebagai kelas eksperimen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. eksperimen semu (quasi experiment). Menurut Suryabrata (2010 : 92) tujuan

BAB III METODE PENELITIAN. eksperimen semu (quasi experiment). Menurut Suryabrata (2010 : 92) tujuan 41 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen semu (quasi experiment). Menurut Suryabrata (2010 : 92) tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab ini akan menguraikan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh

BAB IV ANALISIS DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab ini akan menguraikan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh 59 BAB IV ANALISIS DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menguraikan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh dari setiap tahapan penelitian yang telah dilakukan. Data yang diperoleh berasal

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kaliurang Km 17 Pakembinangun, Pakem, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kaliurang Km 17 Pakembinangun, Pakem, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Pakem yang berlokasi di Jalan Kaliurang Km 17 Pakembinangun, Pakem, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2013 di SMA Negeri 1. Tumijajar, Kabupaten Tulang Bawang Barat.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2013 di SMA Negeri 1. Tumijajar, Kabupaten Tulang Bawang Barat. 22 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2013 di SMA Negeri 1 Tumijajar, Kabupaten Tulang Bawang Barat. B. Populasi dan Sampel Populasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. serta data hasil belajar siswa yang berupa nilai pre-test dan pos-test. Hasil dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. serta data hasil belajar siswa yang berupa nilai pre-test dan pos-test. Hasil dari 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian yang telah dilakukan dalam kegiatan pembelajaran menerapkan model pembelajaran Discovery, berupa data aktivitas belajar siswa serta

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti melakukan persiapan-persiapan yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti melakukan persiapan-persiapan yang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Prosedur Penelitian Penelitian tindakan ini dilakukan di SMK Muhammadiyah 1 Klaten Utara. Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti melakukan persiapan-persiapan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk mengetahui peranan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk mengetahui peranan 53 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk mengetahui peranan kegiatan praktikum dengan guided inquiry pada pembelajaran sistem saraf. Instrumen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Quasi

BAB III METODE PENELITIAN. eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Quasi BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian eksperimen. Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Quasi Eksperimen.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi penelitian dan Sampel Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri X Sentani, yang berlokasi di Jalan Raya Kemiri, Sentani, Papua. Pengambilan data dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang diperoleh dalam setiap tahapan penelitian yang telah dilakukan. Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang diperoleh dalam setiap tahapan penelitian yang telah dilakukan. Penelitian 46 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dipaparkan mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh dalam setiap tahapan penelitian yang telah dilakukan. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Temuan Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, maka diperoleh data kuantitatif maupun data kualitatif. Data kuantitatif meliputi hasil pretes dan hasil postes pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 35 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Metode Week experiment dengan the one group pretest posttest design digunakan dalam penelitian ini karena menggunakan satu kelompok perlakuan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk menghindari perbedaan penafsiran dan memudahkan dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk menghindari perbedaan penafsiran dan memudahkan dalam 28 BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Untuk menghindari perbedaan penafsiran dan memudahkan dalam memahami serta mendapatkan pengertian yang jelas tentang judul Kajian Penggunaan Pembelajaran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII SMP Al-Kautsar

III. METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII SMP Al-Kautsar III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII SMP Al-Kautsar Bandar Lampung yang berada di kelas reguler yaitu yang bukan merupakan kelas unggulan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kali diisi dengan melakukan pretest, dua kali pertemuan diisi dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kali diisi dengan melakukan pretest, dua kali pertemuan diisi dengan 57 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Peneliti melaksanakan penelitian sebanyak empat kali pertemuan yaitu satu kali diisi dengan melakukan pretest, dua kali pertemuan diisi dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa nilai pretest dan posttest siswa dan hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran. Data tersebut kemudian dianalisis melalui

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengembangan berarti proses mengembangkan dari yang sederhana menjadi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengembangan berarti proses mengembangkan dari yang sederhana menjadi 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Definisi Operasional 1. Pengembangan praktikum Pengembangan berarti proses mengembangkan dari yang sederhana menjadi kompleks agar sesuai dengan tujuan, yaitu meliputi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Efektivitas dari penerapan model pembelajaran berbasis masalah dalam

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Efektivitas dari penerapan model pembelajaran berbasis masalah dalam BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional. Efektivitas dari penerapan model pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berkomunikasi siswa dilihat dari

Lebih terperinci

PENGARUHMODEL PEMBELAJARANINQUIRY TRAINING TERHADAPHASILBELAJARSISWA PADAMATERI POKOK ELASTISITAS KELAS XI SEMESTER I DI MAN 1 MEDAN T.

PENGARUHMODEL PEMBELAJARANINQUIRY TRAINING TERHADAPHASILBELAJARSISWA PADAMATERI POKOK ELASTISITAS KELAS XI SEMESTER I DI MAN 1 MEDAN T. Vol., No., Mei PENGARUHMODEL PEMBELAJARANINQUIRY TRAINING TERHADAPHASILBELAJARSISWA PADAMATERI POKOK ELASTISITAS KELAS XI SEMESTER I DI MAN MEDAN T.P 3/ Fitriani dan Alkhafi Maas Siregar Program Studi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 33 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini termasuk ke dalam quasy experimental. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling karena

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April 2015 di SMA Negeri 1. Tumijajar semester genap tahun pelajaran 2014/2015.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April 2015 di SMA Negeri 1. Tumijajar semester genap tahun pelajaran 2014/2015. 37 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April 2015 di SMA Negeri 1 Tumijajar semester genap tahun pelajaran 2014/2015. 3.2 Populasi dan Sampel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen semu. Dalam penelitian eksperimen terdapat dua variabel, yaitu veriabel bebas dan variabel terikat (Arikunto, 2008).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 21 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Sampel Penelitian Penelitian ini berlokasi di SMA Negeri 7 Bandung dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 7 Bandung Tahun

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2015/2016 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2015/2016 di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2015/2016 di SMP Negeri 21 Bandar Lampung yaitu pada bulan Oktober 2015. B. Populasi dan Sampel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bagian ini merupakan deskripsi data dari instrumen yang digunakan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bagian ini merupakan deskripsi data dari instrumen yang digunakan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Bagian ini merupakan deskripsi data dari instrumen yang digunakan pada penelitian yaitu berupa data tentang aktivitas siswa dalam belajar matematika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan disalah satu SMA yang ada di kota Bandung yaitu SMA Pasundan 2 Bandung, lokasi sekolah ini berada di jalan Cihampelas Bandung.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. experimental research) yaitu metode eksperimen yang tidak memungkinkan peneliti

BAB III METODE PENELITIAN. experimental research) yaitu metode eksperimen yang tidak memungkinkan peneliti BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen semu (quasi experimental research) yaitu metode eksperimen yang tidak memungkinkan peneliti melakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 49 Bandung yang berlamat di Jalan Antapani No 58 Bandung. Dalam penelitian ini, yang menjadi

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pengaruh penggunaan

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pengaruh penggunaan 35 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pengaruh penggunaan metode discovery terhadap kemampuan generik sains siswa pada materi pokok

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Populasi penelitian ini yaitu siswa kelas VII SMPN 1 Gadingrejo pada semester

III. METODE PENELITIAN. Populasi penelitian ini yaitu siswa kelas VII SMPN 1 Gadingrejo pada semester 27 III. METODE PENELITIAN A. Populasi Penelitian Populasi penelitian ini yaitu siswa kelas VII SMPN 1 Gadingrejo pada semester ganjil Tahun Pelajaran 2013/2014. B. Sampel Penelitian Teknik pengambilan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian dan Subjek Populasi/ Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di salah satu SMA yang berada di kota Bandung yaitu SMA Kartika XIX-2

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode quasi eksperimental dengan desain

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode quasi eksperimental dengan desain 26 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode quasi eksperimental dengan desain the matching only pretest posttest control group design (Fraenkel and

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh peningkatan penguasaan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh peningkatan penguasaan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh peningkatan penguasaan konsep siswa SMA kelas X dengan menggunakan metode discovery-inquiry pada materi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 48 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian akan memberikan beberapa data setelah dilakukan penelitian. Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 29 siswa kelas VII-B

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis-jenis penelitian dapat dikelompokan menurut bidang, tujuan, metode, tingkat eksplanasi, dan waktu. Dari segi metode penelitian dapat dibedakan menjadi:

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok kontrol (kelas X MIPA 2)

BAB IV HASIL PENELITIAN. eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok kontrol (kelas X MIPA 2) BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian ini melibatkan dua kelompok sampel yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok kontrol (kelas X MIPA 2) berjumlah 37 peserta didik sedangkan kelompok eksperimen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. tentang penerapan model pembelajaran inquiry training pada materi gerak lurus,

BAB IV HASIL PENELITIAN. tentang penerapan model pembelajaran inquiry training pada materi gerak lurus, 83 BAB IV HASIL PENELITIAN Pada bab ini diuraikan hasil-hasil penelitian beserta pembahasannya tentang penerapan model pembelajaran inquiry training pada materi gerak lurus, yang meliputi data (1) hasil

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 48 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Definisi Operasional 1. Pembelajaran IPA terpadu model connected merupakan model pembelajaran terpaduyang memadukan beberapa bidang studiyaitu biologi, kimia, fisika

Lebih terperinci

Daftar Isi. BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian B. Definisi Operasional C. Partisipan...

Daftar Isi. BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian B. Definisi Operasional C. Partisipan... Daftar Isi Kata Pengantar... i Ucapan Terima Kasih... ii Abstrak... iii Daftar Isi... v Daftar Tabel... vii Daftar Gambar... x Daftar Lampiran... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Penelitian...

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan adalah Quasi Experimental dengan desain

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan adalah Quasi Experimental dengan desain 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Metode yang digunakan adalah Quasi Experimental dengan desain penelitian the matching only pretest-posttest control group design (Fraenkel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Unit Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Mangunsari 04 dan SD Negeri Mangunsari 07. Jumlah seluruh siswa kelas IV yang menjadi unit

Lebih terperinci

PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN DOMAIN KOMPETENSI DAN PENGETAHUAN SAINS SISWA SMP PADA TEMA PENCEMARAN LINGKUNGAN

PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN DOMAIN KOMPETENSI DAN PENGETAHUAN SAINS SISWA SMP PADA TEMA PENCEMARAN LINGKUNGAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Literasi sains telah menjadi istilah yang digunakan secara luas sebagai karakteristik penting yang harus dimiliki oleh setiap warga negara dalam masyarakat modern

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Miftahul Ulum

III. METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Miftahul Ulum 32 III. METODE PENELITIAN A. Populasi Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Miftahul Ulum Sekincau Kabupaten Lampung Barat pada semester Ganjil tahun pelajaran 2013/2014.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, melalui pendekatan inkuiri pada subkonsep faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di salah satu SMA Negeri di Kota Bandung. Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan pada karakteristik sekolah yang merupakan sekolah

Lebih terperinci

Penerapan Perangkat Pembelajaran Materi Kalor melalui Pendekatan Saintifik dengan Model Pembelajaran Guided Discovery Kelas X SMA

Penerapan Perangkat Pembelajaran Materi Kalor melalui Pendekatan Saintifik dengan Model Pembelajaran Guided Discovery Kelas X SMA Penerapan Perangkat Pembelajaran Materi Kalor melalui Pendekatan Saintifik dengan Model Pembelajaran Guided Discovery Kelas X SMA Linda Aprilia, Sri Mulyaningsih Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menghindari berbagai penafsiran terhadap definisi yang digunakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menghindari berbagai penafsiran terhadap definisi yang digunakan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Definisi Operasional Untuk menghindari berbagai penafsiran terhadap definisi yang digunakan dalam penelitian ini, maka diberikan penjelasan dari masing-masing variabel

Lebih terperinci