- Andrian Hidayat Nasution -

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi

HAK PENUMPANG JIKA PESAWAT DELAY

Tentang TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA. Oktober 2011

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 89 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan suatu alat transportasi untuk mempermudah mobilisasi. Dari berbagai

Sri Sutarwati 1), Hardiyana 2), Novita Karolina 3) Program Studi D1 Ground Handling Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan 3)

1 BAB I PENDAHULUAN. memerlukan transportasi untuk menghubungkan masyarakat disuatu

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 5.1 Peranan Asuransi Dalam Pengembangan Pengangkutan Udara Nasional

Privat Law Vol. V No. 1 Januari-Juni

ANALISA FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN KEDATANGAN DAN PEMBERANGKATAN PESAWAT UDARA (STUDI KASUS PADA BANDARA HANG NADIM BATAM)

BAB V PENUTUP. 1. Hubungan hukum antara pihak maskapai penerbangan dengan konsumen. berdasarkan pada Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata.

ANALISIS DATA. A. Pelaksanaan Tanggung Jawab PT. Trans Nusa Terhadap Penumpang. Prinsip tanggung jawab mutlak atau( strict liability) :

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 2 Nomor 10 (2013) Copyright 2013

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: PM 77 TAHUN 2011 TENTANG TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA

BAB III TANGGUNG JAWAB MASKAPAI TERHADAP KETERLAMBATAN PENERBANGAN DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG PENERBANGAN DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. penerbangan yang diukur dari pertumbuhan penumpang udara.1

BAB I PENDAHULUAN. efisien, sehingga pesawat udara adalah pilihan yang tepat dalam transportasi.

Oleh : Ari Agung Satrianingsih I Gusti Ayu Puspawati Dewa Gde Rudy Program Kekhususan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang bercirikan nusantara yang

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PENERBANGAN TERHADAP PENUMPANG

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PENERBANGAN TERHADAP KERUGIAN YANG DIALAMI PENUMPANG

TANGGUNG GUGAT PENGANGKUT BERDASARKAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan

Bagian Hukum Bisnis Falkutas Hukum Universitas Udayana

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Perlindungan Konsumen Penumpang Pesawat Terbang. a. Pengertian Pelindungan Konsumen

Sri Menda Sinulingga, Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Angkutan Udara

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

PERLINDUNGAN KONSUMEN SEBAGAI PENGGUNA JASA PENERBANGAN

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website :

2 menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 25 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Angkuta

pengangkutan udara dilakukan oleh perusahaan penerbangan dapat dirasakan

TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN SEBAGAI PENYEDIA JASA PENERBANGAN KEPADA PENUMPANG AKIBAT KETERLAMBATAN PENERBANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu keadaan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Unit kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, melakukan penilaian pelanggaran terhadap hasil pemeriksaan.

IMPLEMENTASI TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT MENGENAI GANTI KERUGIAN ATAS KETERLAMBATAN ANGKUTAN UDARA PADA BANDAR UDARA TEMINDUNG SAMARINDA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENETAPAN TARIF ANGKUTAN PENUMPANG. Adapun dasar hukum penetapan tarif angkutan penumpang yaitu:

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Republik Indonesia Nomor 3601) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2000 tentang.perubahan atas

I. PENDAHULUAN. Masyarakat sangat bergantung dengan angkutan umum sebagai tranportasi penunjang

JURNAL ILMIAH. TANGGUNG GUGAT MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAP BAGASI TERCATAT PADA PENGANGKUTAN UDARA DOMESTIK (Studi di Bandara Internasional Lombok)

BAB I PENDAHULUAN. bagi pemenuhan kebutuhan transportasi yang cepat dan aman. Perkembangan

2 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik In

TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAP KETERLAMBATAN PENERBANGAN

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

SKRIPSI JURIDICAL ANALYSIS OF AIRLINES LIABILITY FOR DELAY AND CANCELLATION SCHEDULE DEPARTURE PASSENGER IN CONSUMER PROTECTION LAW PERSPECTIVE

TANGGUNG JAWAB JASA ANGKUTAN UDARA TERHADAP KECELAKAAN PESAWAT MELALUI PENELITIAN DI PT GAPURA ANGKASA DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, mendukung mobilitas manusia, barang dan jasa serta

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang sangat luas dan penting untuk pembangunan ekonomi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG ANGKUTAN UMUM DARAT

BAB I PENDAHULUAN. dan tentu saja akan meningkatkan kebutuhan akan transportasi.

BAB I PENDAHULUAN. memudahkan manusia dalam melakukan kegiatan atau aktivitas sehari-hari.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II ATURAN HUKUM PENGANGKUTAN UDARA BAGI WARGA SIPIL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

Plan Asuransi Penerbangan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN DALAM MENGGUNAKAN TRANSPORTASI PENERBANGAN KOMERSIAL

2 Ke Dan Dari Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republi

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri

BAB II TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT UDARA ATAS KORBAN KECELAKAAN PESAWAT AIR ASIA QZ8501

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan akan jasa pengiriman barang. Banyaknya penduduk yang saling

Hardiyana STTKD Yogyakarta

Lihat Bali Free & Easy

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan L

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan yang telah diinvestigasi KNKT, yaitu human factor, teknis dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA MASKAPAI PENERBANGAN DALAM HAL TERJADINYA KECELAKAAN PESAWAT UDARA

PERBUATAN MELANGGAR HUKUM OLEH MASKAPAI PENERBANGAN TERKAIT PEMBATALAN DAN KETERLAMBATAN PENGANGKUTAN

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENGIRIMAN KARGO MELALUI UDARA

GALAU KONSTITUSI MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENJALANKAN TUGAS DAN KEWENANGANNYA Sulistyowati

Oleh : Syarifa Mahila,SH,MH. 1. Abstract

i UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang luas yang terdiri dari banyak pulau.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. banyak orang yang melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lain

BAB III LANDASAN TEORI. maskapai dengan sistem penerbangan full service carrier. kenyamanan dan pelayanan diberikan secara maksimal..

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dunia serta perubahan zaman dengan dilihat dari arus globalisasi di

KEWAJIBAN PERDATA AIR ASIA TERHADAP KORBAN KECELAKAAN PESAWAT QZ8501

BAB I PENDAHULUAN. tanggungjawab dalam arti accountability,responsibility,dan liability. 1 Demikian

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun

Keberangkatan 01 Apr Apr 2017 Penerbangan dengan Land Only (No Ticket)

2016, No udara niaga tidak berjadwal luar negeri dengan pesawat udara sipil asing ke dan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu

ISS INDONESIA KEBIJAKAN PERJALANAN MUTASI DINAS KARYAWAN. Menetapkan : KEPUTUSAN MANAJEMEN TENTANG KEBIJAKAN PERJALANAN MUTASI DINAS KARYAWAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : SKEP / 195 / IX / 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERSETUJUAN TERBANG (FLIGHT APPROVAL)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA ANGKUTAN UDARA DALAM PERSPEKTIF PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG PENERBANGAN

Transkripsi:

ANALISIS YURIDIS PENERAPAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA ATAS KETERLAMBATAN DAN PEMBATALAN JADWAL KEBERANGKATAN PENUMPANG ANGKUTAN UDARA (STUDI PADA PT. SRIWIJAYA AIR MEDAN) - Andrian Hidayat Nasution - Abstract: Air transport is the kind of efficient transportation to take a journey, so that the great demand of society as professionals or business. But the problem that needs to be noted is the event delay and cancellation of scheduled air transport passenger departures that result in losses for both parties i.e. the carrier and the passenger. Regulation of the Minister of transportation Number PM 77 in 2011 as modified with the number PM 92 in 2011 About the responsibility of air freight Transport have been issued as a follow-up on the matter. Of research results drawn conclusion that PT. Sriwijaya Air flight as the company was able to implement the regulation as a form of liability towards passengers. Kata Kunci : Tanggung Jawab Pangangkut, Keterlambatan, Pembatalan Keberangkatan. Latar Belakang Tingkat ketergantungan masyarakat terhadap angkutan udara akhir-akhir ini cukup tinggi. Mulai dari sekelompok orang yang pergi untuk sekedar liburan, sampai kalangan bisnis yang sering mengadakan perjalanan ke luar negeri. Situasi seperti ini menjadikan perusahaan penerbangan berlomba-lomba dalam menarik calon penumpang dengan berbagai macam cara, dapat melalui harga tiket yang murah hingga pelayanan terbaik dari masing-masing perusahaan penerbangan. Mengenai hubungannya dengan produktivitas, bidang transportasi ini mempunyai peran tersendiri, dampak dari kemajuan suatu transportasi terwujud dengan meningkatnya mobilitas manusia dan menandakan produktivitas yang positif. 1 Pada umumnya hambatan-hambatan di dalam dunia penerbangan bermacam-macam jenisnya, namun yang menjadi sorotan dalam hal ini adalah 1 M.N. Nasution, Manajemen Transportasi, Bogor, Ghalia Indonesia, 2007, hal 2. 1

tentang keterlambatan dan pembatalan jadwal keberangkatan penumpang angkutan udara. Maskapai Penerbangan Sebagai Penyelenggara Kegiatan Angkutan Udara Pihak pengangkut sebagai penyelenggara kegiatan penerbangan mempunyai tanggung jawab serta kewajiban untuk mengganti kerugian yang dialami oleh pengguna jasanya sebagai dampak dari kesalahan pihak pengangkut. Karena secara hukum pengguna jasa angkutan dilindungi, maka sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dapat dilihat dalam Pasal 141 sampai 149 mengenai tanggung jawab pengangkut terhadap penumpang dan/atau pengirim kargo. Diteruskan dengan Peraturan Menteri Perhubungan yang mengatur ketentuan tentang besaran ganti kerugian yang ditanggung pihak pengangkut, apabila kesalahan atau kelalaian terhadap pengguna jasa angkutan disebabkan oleh kesalahan dari pihak pengangkut. Dari aspek operasionalnya jenis dari angkutan udara terdiri atas angkutan udara niaga berjadwal dan angkutan udara tidak berjadwal baik dalam maupun luar negeri atau internasional. Melihat UU Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan tidak terdapat arti dari angkutan niaga berjadwal, meskipun demikian dapat merujuk kepada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor SK 13/S/1971 tentang Syarat-syarat dan Ketentuan-ketentuan Mengenai Penggunaan Pesawat Terbang Secara Komersial di Indonesia. Berdasarkan keputusan tersebut angkutan udara niaga berjadwal adalah penerbangan yang berencana menurut suatu jadwal perjalanan pesawat udara yang tetap dan teratur melalui rute yang telah ditetapkan, kemudian angkutan udara niaga tidak berjadwal yaitu penerbangan dengan pesawat udara secara tidak berencana. Umumnya angkutan udara niaga berjadwal disediakan bagi penumpang yang beranggapan bahwa waktu lebih berharga apabila dibandingkan dengan uang, pesawat udara akan tinggal landas sesuai dengan jadwal penerbangan yang ditetapkan meskipun pesawat udara itu belum penuh, karena

penting. 2 Dalam rangka agar terciptanya suatu sistem transportasi yang baik, penumpang umumnya diisi oleh orang-orang yang mempunyai urusan telah ditetapkan sitem transportasi nasional (Sistranas) oleh Departemen Perhubungan. Tujuannya adalah agar terwujud suatu kegiatan transportasi yang terpadu, bersinergi, tertib, lancar, mengutamakan keamanan, efisiensi yang baik dan lain-lain. Sistranas tersebut dilaksanakan menurut beberapa landasan, yaitu menurut landasan idiil Pancasila, landasan konstitusional UUD 1945, landasan visional wawasan nusantara, landasan konsepsional Ketahanan Nasional dan landasan operasional, peraturan perundangan di bidang transportasi serta peraturan lainnya yang terkait. 3 Regularity merupakan salah satu dari prinsip angkutan udara, dalam buku M.N. Nasution yang berjudul Manajemen Transportasi, pengertian dari regularity adalah tertib dan teratur. Pesawat udara yang sedang dioperasikan harus menyesuaikan dengan jadwal penerbangan yang telah ditetapkan secara tepat sesuai dengan waktu yang diinginkan oleh penumpang, hal ini penting mengingat jaminan bagi kepuasan penumpang serta citra perusahaan penerbangan sehingga kelangsungan perusahaan penerbangan dapat terus dijaga. 4 Agar terlaksananya operasi penerbangan yang tepat pada waktunya, kedisplinan dan koordinasi diperlukan bagi bagian produksi/operasi dengan bagian pemeliharaan pesawat, bagian pemasaran dan bagian-bagian yang lainnya. Pihak perusahaan penerbangan sebagai pelaku bidang usaha transportasi tentunya dituntut untuk menerapkan suatu kegiatan transportasi yang tertib dan lancar tersebut. Sehubungan dengan Pasal 146 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan bahwa pihak yang bertindak sebagai pengangkut mempunyai tanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi, atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional karena apabila 2 H.K. Martono, Hukum Angkutan Udara, Jakarta, Rajawali Pers, 2011, hal 54-55. 3 M.N. Nasution, Op.Cit., hal 297. 4 Ibid., hal 203.

penyebabnya adalah faktor cuaca yang buruk serta teknis operasional maka pengangkut dibebaskan dari tanggung jawab ganti kerugian. Berdasarkan Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, keterlambatan berarti terjadinya perbedaan waktu antara keberangkatan atau kedatangan yang dijadwalkan dengan realisasi waktu keberangkatan atau kedatangan. Sedangkan pembatalan jadwal penerbangan, menurut Penulis berarti dialihkannya jadwal penerbangan yang telah ditentukan sebelumnya menjadi ke hari lain dikarenakan sebab-sebab tertentu. Hubungan perdata dalam bentuk perikatan antara perusahaan penerbangan sebagai pengangkut dan penumpang diwujudkan dalam bentuk pembelian tiket pesawat. Berdasarkan KUHPerdata buku ke tiga tentang perikatan dalam Pasal 1313 menyebutkan: suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dengan demikian, antara penumpang dengan pihak pengangkut telah terwujud suatu kontrak, dimana jika salah satu pihak melanggar kesepakatan awal maka disebut sebagai wanprestasi. Permasalahan Beberapa masalah yang dibahas dalam artikel ini meliputi: 1. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan peristiwa keterlambatan dan pembatalan penerbangan terjadi. 2. Mengenai penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 yang telah diubah dengan Nomor 92 Tahun 2011 yang mengatur tentang tanggung jawab pengangkut (maskapai penerbangan) terhadap penumpang. 3. Mengenai tindakan Maskapai Penerbangan (PT. Sriwijaya Air) sebagai bentuk tanggung jawab atas keterlambatan dan pembatalan jadwal keberangkatan penumpang. Mengacu kepada Pasal 146 UU RI Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, penyebab keterlambatan penerbangan angkutan udara yakni faktor cuaca serta faktor teknis operasional. Menurut penjelasan Pasal 146 maksud dari

faktor cuaca antara lain hujan lebat, petir, badai, kabut, asap, jarak pandang di bawah standar minimal, atau kecepatan angin yang melampaui standar maksimal yang mengganggu keselamatan penerbangan, selanjutnya yang dimaksud dengan faktor teknis operasional antara lain: a) Bandar udara untuk keberangkatan dan tujuan tidak dapat digunakan operasional pesawat udara. b) Lingkungan menuju bandar udara atau landasan terganggu fungsinya misalnya retak, banjir, atau kebakaran. c) Terjadinya antrian pesawat udara lepas landas (take off), mendarat (landing), atau alokasi waktu keberangkatan (departure slot time) di bandar udara. d) Keterlambatan pengisian bahan bakar (refuelling). Sedangkan yang tidak termasuk dengan teknis operasional berdasarkan penjelasan Pasal 146 UU Nomor 1 Tahun 2009 diantaranya ialah : 1) Keterlambatan pilot, co pilot, dan awak kabin. 2) Keterlambatan jasa boga (catering). 3) Keterlambatan penanganan di darat. 4) Menunggu penumpang, baik yang baru melapor (check in), pindah pesawat (transfer) atau penerbangan lanjutan (connecting flight). 5) Ketidaksiapan pesawat udara. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara sebagaimana diubah dengan Nomor PM 92 Tahun 2011 menetapkan ketentuan serta besaran ganti kerugian kepada penumpang yang mengalami peristiwa keterlambatan maupun pembatalan keberangkatan pesawat udara antara lain terdapat dalam beberapa Pasal : Pasal 10 Jumlah ganti kerugian untuk penumpang atas keterlambatan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a ditetapkan sebagai berikut: a. Keterlambatan lebih dari 4 (empat) jam diberikan ganti rugi sebesar Rp. 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) per penumpang.

b. Diberikan ganti kerugian sebesar 50% (lima puluh persen) dari ketentuan huruf a apabila pengangkut menawarkan tempat tujuan lain yang terdekat dengan tujuan penerbangan akhir penumpang (re-routing), dan pengangkut wajib menyediakan tiket penerbangan lanjutan atau menyediakan transportasi lain sampai ke tempat tujuan apabila tidak ada moda transportasi selain angkutan udara. c. Dalam hal dialihkan kepada penerbangan berikutnya atau penerbangan milik Badan Usaha Niaga Berjadwal lain, penumpang dibebaskan dari biaya tambahan, termasuk peningkatan kelas pelayanan (up grading class) atau apabila terjadi penurunan kelas atau sub kelas pelayanan, maka terhadap penumpang wajib diberikan sisa uang kelebihan dari tiket yang dibeli. Pasal 11 Terhadap tidak terangkutnya penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, pengangkut wajib memberikan ganti kerugian berupa: a. Mengalihkan ke penerbangan lain tanpa membayar biaya tambahan; dan/atau b. Memberikan konsumsi, akomodasi, dan biaya transportasi apabila tidak ada penerbangan lain ke tempat tujuan Pasal 12 1) Dalam hal terjadi pembatalan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, pengangkut wajib memberitahukan kepada penumpang paling lambat 7 (tujuh) hari kalender sebelum pelaksanaan penerbangan. 2) Pembatalan penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengangkut wajib mengembalikan seluruh uang tiket yang telah dibayarkan oleh penumpang. 3) Pembatalan penerbangan yang dilakukan kurang dari 7 (tujuh) hari kelender sampai dengan waktu keberangkatan yang telah ditetapkan, berlaku ketentuan Pasal 10 huruf b dan c.

4) Pembatalan penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila badan usaha angkutan udara niaga berjadwal melakukan perubahan jadwal penerbangan (retiming atau rescheduling). Pasal 13 1) Pengangkut dibebaskan dari tanggung jawab atas ganti kerugian akibat keterlambatan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a yang disebabkan oleh faktor cuaca dan/atau teknis operasional. 2) Faktor cuaca sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain hujan lebat, petir, badai, kabut, asap, jarak pandang di bawah standar minimal, atau kecepatan angin yang melampaui standar maksimal yang mengganggu keselamatan penerbangan. 3) Teknis Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain: a. Bandar udara untuk keberangkatan dan tujuan tidak dapat digunakan operasional pesawat udara. b. Lingkungan menuju bandar udara atau landasan terganggu fungsinya misalnya retak, banjir, atau kebakaran. c. Terjadinya antrian pesawat udara lepas landas (take off), mendarat (landing), atau alokasi waktu keberangkatan (departure slot time) di Bandar udara, atau d. Keterlambatan pengisian bahan bakar (refuelling). Metode Penelitian Metode ilmiah dari suatu ilmu pengetahuan yaitu segala cara dalam rangka ilmu tersebut, untuk sampai kepada kesatuan pengetahuan. Tanpa metode ilmiah, suatu ilmu pengetahuan itu sebenarnya bukan suatu ilmu, tetapi suatu himpunan pengetahuan saja tentang berbagai gejala, tanpa dapat disadari hubungan antara gejala yang satu dengan gejala lainnya. 5 5 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010, hal 45.

Metode yang digunakan dalam menjawab permasalahan adalah dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif-empiris, dimana dalam penelitian empiris dimaksudkan untuk memperoleh data primer, yakni dengan melakukan wawancara dengan narasumber dari PT. Sriwijaya Air sebagai tempat penelitian. Sedangkan penelitian hukum normatif yaitu dengan melakukan suatu tinjauan terhadap Peraturan perundang-undangan terkait. Hasil Penelitian Dan Pembahasan Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, menurut pihak PT. Sriwijaya Air yakni Cecep Suyanda sebagai Airport Manager,penyebab keterlambatan hingga pembatalan penerbangan kurang lebih sama dengan yang telah disebutkan dalam Undang-Undang Penerbangan yaitu faktor teknis dan non teknis. Disamping banyak faktor lain seperti adanya kerusakan pada mesin pesawat yang mengharuskan terjadinya pembatalan penerbangan, kemudian salah satu penyebab keterlambatan(delay) penerbangan dinyatakan oleh pihak PT. Sriwijaya Air tersebut adalah dikarenakan adanya penumpang yang belum datang pada saat pesawat akan berangkat. 6 Selanjutnya tentang penerapan Peraturan Menteri Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara sebagaimana diubah dengan Nomor 92 Tahun 2011 berdasarkan kasus-kasus yang telah dipelajari dan hasil wawancara langsung dengan pihak PT. Sriwijaya Air, bahwa Peraturan Menteri Perhubungan tersebut telah diterapkan dan dijalankan sebagaimana mestinya. Contoh kasus tersebut antara lain bersumber dari situs internet detiknews, dengan judul berita Ada Retakan di Kokpit, Sriwijaya Air Medan-Jakarta Batal Terbang. Isi dari berita tersebut menyebutkan adanya pembatalan penerbangan rute Medan-Jakarta yang disebabkan adanya retakan pada sisi kokpit sebagaimana diungkapkan oleh Agus Sudjono sebagai humas dari PT. Sriwijaya Air. Akibat dari pembatalan tersebut pihak Sriwijaya Air melaksanakan tanggung jawabnya 6 Hasil wawancara dengan pihak Sriwijaya Air pada hari Kamis 6 Desember 2012.

kepada penumpang dengan memberikan kompensasi sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan yang terkait. 7 Untuk contoh kasus berikutnya diperoleh berdasarkan situs internet tribunnews.com dimana berita tersebut menyebutkan bahwa Sriwijaya Air telah membayar kompensasi dari keterlambatan penerbangan yang dialami penumpang selama kurang lebih 4 jam sebesar Rp 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah). 8 Berdasarkan kasus-kasus tersebut, terlihat bahwa penerapan aturan tentang tanggung jawab pengangkut udara ini sudah dapat diterapkan oleh maskapai penerbangan. Namun demikian, penumpang sebagai pengguna jasa angkutan harus lebih aktif untuk menuntut haknya atas kerugian yang diderita, selain daripada itu pihak pengangkut juga diharapkan agar memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya serta meningkatkan kualitas pelayanannya kepada para penumpang dalam rangka meningkatkan reputasi dari maskapai penerbangan. Mengenai tindakan yang telah dilakukan oleh Sriwijaya Air sebagai bentuk tanggung jawabnya terhadap penumpang dapat ditinjau berdasarkan kasus yang bersumber dari situs internet dimana berita tersebut berjudul Sriwijaya Tanggung Hotel Penumpang Pesawat Delay, dimana isi dari berita tersebut mengungkapkan bahwa pihak Sriwijaya Air telah menanggung biaya penginapan hotel bagi penumpang yang mengalami penundaan jadwal penerbangan, dimana disebabkan oleh belum dievakuasinya pesawat yang tergelincir di landasan pacu Bandar Udara Supadio Pontianak. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara sebaimana diubah dengan Nomor 92 Tahun 2011 tidak mengatur mengenai kewajiban menanggung biaya hotel oleh pihak maskapai penerbangan bagi penumpang yang mengalami keterlambatan dan pembatalan penerbangan, artinya iktikad baik telah ditunjukkan oleh pihak Sriwijaya Air dengan memenuhi tanggung jawabnya meskipun tidak diatur dalam peraturan yang berlaku. 9 7 http://news.detik.com/read/2012/05/08/181814/1912397/10/?992204topnews. 8 http://www.tribunnews.com/2012/10/24/sriwijaya-air-bayar-kompensasi-delay. 9 http://id.berita.yahoo.com/sriwijaya-tanggung-hotel-penumpang-pesawat-delay 114201620--finance.html.

Dari hasil wawancara yang telah dilaksanakan Penulis dengan salah satu staf PT. Sriwijaya Air, staf tersebut mengungkapkan bentuk pelayanan terhadap penumpang yang mengalami delay telah cukup baik sejauh ini, pelayanan tersebut bisa dalam bentuk makanan ringan dan minuman ringan serta informasi lebih lanjut mengenai berapa lama pesawat akan delay kepada penumpang. 10 Kesimpulan Dan Saran Kesimpulan Suatu faktor dapat disebut sebagai yang melatarbelakangi terjadinya suatu peristiwa, dalam pembahasan ini adalah faktor yang menyebabkan terjadinya keterlambatan penerbangan pesawat serta pembatalan jadwal penerbangan pesawat. Pada dasarnya faktor tersebut terbagi atas faktor teknis dan faktor non teknis, faktor teknis terdiri dari : a. Bandar udara untuk keberangkatan dan tujuan tidak dapat digunakan operasional pesawat udara. b. Lingkungan menuju bandar udara atau landasan terganggu fungsinya misalnya retak, banjir, atau kebakaran. c. Terjadinya antrian pesawat udara lepas landas (take off), mendarat (landing), atau alokasi waktu keberangkatan (departure slot time) dibandar udara. d. Keterlambatan pengisian bahan bakar (refuelling). Penyebab delay dan cancelation of flight ini adalah disebabkan oleh kinerja operasional bandara yang mana hal itu di luar dari tanggung jawab maskapai penerbangan sebagai pihak pengangkut. Faktor teknis ini lebih tertuju kepada kinerja dari pihak bandar udara yang bertindak sebagai penyedia landasan bagi pesawat yang akan take off maupun landing serta terminal keberangkatan dan kedatangan penumpang pesawat. Sementara itu faktor cuaca yang buruk juga merupakan penyebab keterlambatan dan pembatalan penerbangan dimana maskapai penerbangan dibebaskan dari tanggung jawab ganti kerugian kepada penumpang (Pasal 13 ayat 10 Hasil wawancara dengan pihak Sriwijaya Air pada hari Kamis 6 Desember 2012.

1 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92 Tahun 2011). Selanjutnya pengangkut baru dikenakan kewajiban untuk mengganti kerugian terhadap penumpang apabila delay dan cancelation of flight disebabkan oleh faktor non teknis yang berasal dari kinerja maskapai penerbangan, seperti : 1). Keterlambatan pilot, co pilot, dan awak kabin; 2). Keterlambatan jasa boga (catering); 3). Keterlambatan penanganan di darat; 4). Menunggu penumpang, baik yang baru melapor (check in), pindah pesawat (transfer) atau penerbangan lanjutan (connecting flight), serta 5). Ketidaksiapan pesawat udara. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 jo. Nomor PM 92 Tahun 2011 terbit sebagai tindak lanjut atas ketentuan dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. PT. Sriwijaya Air Medan sebagai tempat studi penelitian telah menerapkan peraturan tersebut sebagai wujud iktikad baik serta tanggung jawab kepada penumpang. Bentuk dari penerapan Peraturan Menteri Perhubungan tersebut adalah dalam bentuk kompensasi pemberian uang ganti rugi serta pemberian ganti kerugian dalam bentuk lainnya seperti menanggung biaya penginapan hotel bagi penumpang yang mengalami keterlambatan maupun pembatalan penerbangan. Saran Sebagai saran, bagi para pihak yang terkait, seperti pihak maskapai penerbangan yang menyediakan jasa angkutan udara serta pihak pengelola bandara, diharapkan memaksimalkan kinerjanya agar peristiwa keterlambatan serta pembatalan jadwal penerbangan keberangkatan penumpang dapat dicegah. Kemudian perlu diadakan sosialisasi lebih mengenai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 jo. Nomor 92 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara agar para penumpang mengetahui hak-haknya dan dapat menuntut haknya apabila dirugikan secara sepihak oleh

pihak maskapai penerbangan. Serta diharapkan bagi penyedia jasa angkutan udara untuk dapat mempertahankan pelayanan yang baik terhadap penumpang, karena selain dapat memberikan kepuasan pada penumpang juga dapat menjaga nama baik perusahaan (maskapai penerbangan). DAFTAR PUSTAKA Buku Martono, H.K. 2011. Hukum Angkutan Udara, Rajawali Pers, Jakarta. Nasution, M.N. 2007. Manajemen Transportasi, Ghalia Indonesia, Bogor. Sunggono, Bambang. 2010. Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Internet http://id.berita.yahoo.com/sriwijaya-tanggung-hotel-penumpang-pesawatdelay114201620-finance.html http://news.detik.com/read/2012/05/08/181814/1912397/10/?992204topnews http://www.tribunnews.com/2012/10/24/sriwijaya-air-bayar- kompensasidelay Peraturan Perundang-Undangan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92 Tahun 2011