BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) termasuk salah satu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan masyarakat yang yang dialami Indonesia saat ini sangat

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency

I. Identitas Informan No. Responden : Umur : tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

PENJABAT BUPATI SEMARANG AMANAT PENJABAT BUPATI SEMARANG SELAKU KETUA KPA KABUPATEN SEMARANG DALAM RANGKA PERINGATAN HARI AIDS SEDUNIA TAHUN 2015

Jangan cuma Ragu? Ikut VCT, hidup lebih a p sti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENJABAT BUPATI SEMARANG AMANAT PENJABAT BUPATI SEMARANG SELAKU KETUA KPA KABUPATEN SEMARANG DALAM RANGKA PERINGATAN HARI AIDS SEDUNIA TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 5 ayat 1, yang

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit menular maupun tidak menular sekarang ini terus. berkembang. Salah satu contoh penyakit yang saat ini berkembang

2016 GAMBARAN MOTIVASI HIDUP PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS DI RUMAH CEMARA GEGER KALONG BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

STRATEGI KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI KONSELOR VCT DALAM MENINGKATKAN KESADARAN BEROBAT PADA PASIEN HIV DI RSUD KABUPATEN KARAWANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem

BAB I PENDAHULUAN. masalah HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Acquired Imuno Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan syndrome atau

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV dalam bahasa inggris merupakan singkatan dari. penyebab menurunnya kekebalan tubuh manusia.

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu. imun, hal ini terjadi karena virus HIV menggunakan DNA dari CD4 + dan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Virus tersebut bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus).

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2008

INFORMASI TENTANG HIV/ AIDS. Divisi Tropik Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU

BAB I PENDAHULUAN. dan faktor ekologi (Supariasa,2001 dalam Jauhari, 2012). untuk melawan segala penyakit yang datang. Pada saat kekebalan tubuh kita

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak kasus pertama dilaporkan pada tahun 1981, Acquired Immune

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Timbulnya suatu penyakit dalam masyarakat bukan karena penyakit

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

BAB I PENDAHULUAN. sistem imun dan menghancurkannya (Kurniawati, 2007). Acquired

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus)

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

Konseling & VCT. Dr. Alix Muljani Budi

KERANGKA ACUAN KLINIK MS DAN VCT PENDAHULUAN

MODUL PEMBELAJARAN DAN PRAKTIKUM MANAJEMEN HIV AIDS DISUSUN OLEH TIM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Terdapat hampir di semua negara di dunia tanpa kecuali Indonesia. Sejak

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 03 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA BEKASI

Lampiran 1. Lembar Persetujuan Menjadi Informan (Inform Concent)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome,

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Angka kematian HIV/AIDS di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI PROBOLINGGO PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 25 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KABUPATEN PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masalah berkembangnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Masalah HIV/AIDS yang

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

BAB I PENDAHULUAN. saat ini terlihat betapa rendahnya derajat kesehatan masyarakat. Kondisi ini

TINGKAT PENGETAHUAN SISWA SMA TENTANG HIV/AIDS DAN PENCEGAHANNYA

LEMBAR PERSETUJUAN PENGISIAN KUESIONER. kesukarelaan dan bersedia mengisi kuesioner ini dengan sebaik-baiknya.

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS

BAB 1 PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala

BAB I PENDAHULUAN. abad ini, dan menimbulkan kekhawatiran di berbagai belahan bumi. Pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BAB 1 PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala

PENDAHULUAN. Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014 [1]

INFORMASI TENTANG HIV/AIDS

NOMOR : 6 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodefficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab

TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

BAB I PENDAHULUAN. HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus ialah virus yang

I. PENDAHULUAN. masing-masing. Pelayanan publik dilakukan oleh pemerintah baik di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014 [1]

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BERITA DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2008 NOMOR 4-A PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 4-A TAHUN 2008 TENTANG

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

BAB II LANDASAN TEORI A. PEMANFAATAN LAYANAN VOLUNTARY COUNSELING TEST. A.1.1. Definisi Konseling dalam Voluntary Counseling and Testing (VCT)

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014).

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN DARI KLIEN HIV/AIDS DI RUANG MELATI 1 RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. berbagai lapisan masyarakat dan ke berbagai bagian dunia. Di Indonesia,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) termasuk salah satu penyakit menular yang merupakan kumpulan gejala penyakit yang terjadi karena sistem kekebalan tubuh yang tidak dapat lagi berfungsi secara efektif melawan penyakit akibat infeksi human immunodeficiency virus (HIV). Virus ini hidup di sel darah putih yang dapat ditularkan lewat cairan tubuh manusia seperti darah, cairan vagina, ASI. Pada umumnya, virus ini lambat dalam memberi dampak pada kesehatan sehingga individu yang terinfeksi akan tampak seperti orang sehat padahal lama-kelamaan virus ini secara progresif mulai melemahkan sistem kekebalan tubuh (Sarafino, 2006). Ibarat fenomena gunung es, begitulah kasus HIV/AIDS yang terjadi. Hanya tampak dari permukaan saja tetapi sebenarnya kasus yang terjadi lebih besar. Hal ini dapat dilihat dari penyebaran kasus HIV/AIDS yang terus mengalami peningkatan dengan jumlah penderitanya mencapai ribuan orang dan bahkan tidak sedikit yang meninggal setiap tahunnya. Data dari Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan bahwa jumlah kasus AIDS yang terjadi di Indonesia pada tahun 2010 adalah 4158 kasus dimana cara penularan melalui hubungan heteroseksual (65,2%), Injecting Drug User (IDU) (28,1%), perinatal (3,06 %) dan Lelaki Seks Lelaki (LSL) (2,1%), tidak diketahui (1,1%)

sehingga jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS yang terjadi di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir adalah 24.131 kasus dan yang meninggal berjumlah 4539 orang. Demikian halnya dengan kasus HIV/AIDS yang terjadi di Sumatera Utara yang juga sangat memprihatinkan. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara mengatakan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS hingga Januari 2011 sebanyak 2.616 dimana kasus HIV berjumlah 1.081 orang dan AIDS berjumlah 1.535 orang. Kasus ini lebih banyak didominasi oleh usia produktif antara 20-29 tahun sebanyak 1.366 orang dan bahkan penderitanya sudah sampai pada anak-anak (Frans, 2011). Masalah HIV/AIDS yang terjadi pada saat ini bukanlah masalah kesehatan yang berkaitan dengan penyakit menular tetapi sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat secara luas. Zein (2010) mengatakan bahwa semua orang baik dari golongan usia, jenis kelamin, bangsa, etnis, ras, suku dan kondisi geografis manapun dapat terinfeksi HIV. Oleh karena itu dengan melihat tingginya tingkat penyebaran HIV/AIDS tersebut maka akan semakin banyak orang yang menderita sakit dan membutuhkan pelayanan kesehatan. Jika berbicara mengenai kapan memerlukan pelayanan kesehatan, umumnya semua dari kita menjawab jika merasa sakit (Tjiptoherijanto dan Soestyo, 2008). Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, kelompok dan ataupun masyarakat (Azwar, 1998).

Pelayanan kesehatan yang dibutuhkan tidak hanya dari segi medis tetapi juga secara psikososial yang berdasarkan pada pendekatan kesehatan masyarakat melalui upaya pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang dibutuhkan yaitu Voluntary Counseling and Testing (VCT) untuk mengetahui status seseorang apakah sudah terinfeksi HIV atau belum. VCT adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan yang digunakan dalam upaya menanggulangi HIV/AIDS. VCT sangat dianjurkan bagi orang-orang yang memiliki gaya hidup dengan perilaku beresiko tinggi tertular HIV/AIDS baik melalui hubungan seks bebas, penggunaan narkoba melalui jarum suntik secara bergantian dan kepada ibu yang mengidap HIV/AIDS agar tidak tertular kepada bayinya baik saat dalam kandungan maupun saat menyusui. VCT ini juga merupakan pintu masuk ke seluruh layanan HIV/AIDS yang berkelanjutan dan merupakan tempat untuk bertanya, belajar dan menerima status HIV seseorang dengan privasi yang terjaga yang mampu menjangkau dan menerapkan perawatan dan upaya pencegahan yang efektif (Pedoman Pelayanan VCT, 2006). Tahapan layanan VCT ini mencakup pre-test konseling, testing HIV, dan post-test konseling. Kegiatan konseling dan hasil tes individu harus dijalankan atas dasar prinsip kerahasiaan dan sukarela. VCT hanya dapat dilakukan setelah klien terlebih dahulu memahami dan menandatangani inform consent yaitu surat persetujuan untuk mengikuti layanan VCT setelah mendapat penjelasan yang lengkap dan benar. Dalam layanan VCT ini, seseorang bukan hanya sekedar mengetahui apakah statusnya positif dan negatif tetapi juga akan diberikan

informasi tentang HIV/AIDS berupa pengetahuan tentang cara penularan, pencegahan, dan pengobatan terhadap HIV, seperti penggunaan kondom, tidak berbagi alat suntik, dan penggunaan jarum suntik steril dan bertujuan untuk mengubah perilaku yang beresiko ke arah perubahan perilaku yang lebih sehat dan lebih aman (Pedoman Pelayanan VCT, 2006).. Layanan VCT sudah dapat dilakukan di sarana kesehatan seperti di rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya serta biaya untuk melakukan VCT juga disesuaikan dengan pola tarif berdasarkan unit cost yang proporsional dari setiap komponen pelayanan sesuai dengan ketentuan di wilayah masing-masing tergantung pada unit pelayanan itu berada (Pedoman Pelayanan VCT, 2006). Meskipun sudah mudah dijangkau di berbagai sarana kesehatan yang ada, tetapi ternyata setiap individu berbeda dalam memanfaatkan layanan VCT yang tersedia. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kawichai, S, dkk pada tahun 2002-2003 mengenai pemanfaatan layanan VCT di Provinsi Chiang Mai, Thailand menunjukkan bahwa alasan individu tidak mengikuti VCT antara lain bersamaan dengan waktu bekerja (42,3%), tidak mempunyai resiko terinfeksi HIV (34,9%), tidak mengerti dengan jelas tentang layanan VCT (24,2%) dan telah melakukan testing HIV (5,0%) dan alasan lainnya karena takut bila hasil tes positif dan takut mendapat stigma dari masyarakat. Hasil lain pada penelitian tersebut menyatakan motivasi yang mendorong individu datang ke klinik VCT karena tidak dipungut biaya, tempat layanan VCT mudah dijangkau dan nyaman, dan dapat mengetahui hasilnya pada hari yang sama. Penelitian lain oleh Solomon, S. dkk pada tahun 1994-2002 tentang VCT di India menyatakan bahwa alasan yang paling sering

disampaikan individu untuk datang ke klinik VCT adalah karena ingin tahu status HIV terkait dengan perilaku beresiko yang dilakukan (42,6%), mempunyai gejala seperti tanda HIV dan AIDS (70,2%), mengulang testing untuk meyakinkan diri karena hasil sebelumnya positif HIV (44,8%), dan saat ini mempunyai pasangan yang mengidap HIV (29,8%). Hubungan antara keinginan sehat dan pemanfaatan akan pelayanan kesehatan hanya kelihatan saja sederhana tetapi sebenarnya masih kompleks. Penyebab utamanya karena persoalan kesenjangan informasi yang umumnya dilakukan para ahli kesehatan. Dari informasi yang mereka sebarkan itulah masyarakat kemudian terpengaruh untuk melakukan permintaan dan pemanfaatan akan pelayanan kesehatan (Tjiptoherijanto dan Soestyo, 2008). Pemanfaatan layanan VCT yang dilakukan dapat dilihat dari hasil kutipan wawancara dengan konselor VCT yang bekerja di salah satu rumah sakit di Medan berikut ini..biasa alasan mereka VCT untuk mengetahui tingkat kesehatannya karena mereka beresiko dan punya faktor resiko tinggi terinfeksi HIV/AIDS (Komunikasi Personal, 8 Agustus 2011). Dengan adanya layanan VCT dan penyebaran informasi HIV/AIDS yang sudah semakin meluas di tengah-tengah masyarakat diharapkan orang-orang dengan perilaku beresiko tinggi tertular HIV/AIDS semakin peduli dan mau memeriksakan kesehatannya. Tetapi kenyataan belum berjalan dengan maksimal. Seperti menurut pendamping Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) yang bekerja di sebuah LSM HIV/AIDS di kota Medan berikut ini Tiap hari ruang rawat inap masuk pasien ODHA baru, ruangan terus penuh dan yang datang rata-rata dalam kondisi wasting...mereka yang datang sangat buta dengan informasi HIV/AIDS, baik ODHA nya maupun

keluarganya, mereka tau HIV setelah dirawat inap. (Komunikasi Personal, 21 September 2011) Segala upaya dilakukan mulai dari penyebaran informasi hingga menyediakan layanan-layanan kesehatan baik dalam bentuk pencegahan maupun pengobatan untuk orang dengan HIV/AIDS. Tetapi semua itu tergantung kepada kesadaran individu apakah dia mau mengakses layanan kesehatan untuk memulihkan kesehatannya. Seperti pernyataan salah seorang pendamping ODHA yang bekerja di sebuah LSM HIV/AIDS berikut ini Ya kalau untuk masa sekarang sih, banyak yang udah parah yang AIDS dengan stadium lanjut baru mau periksa. Tergantung ke kesadaran individu (Komunikasi Personal, 8 Agustus 2011) Tetapi juga ternyata, permasalahan layanan VCT terletak pada konselor. Seperti pengalaman seorang penderita HIV/AIDS yang pernah melakukan VCT di klinik VCT yang ada di Deli Serdang berikut ini. VCT-nya di lantai atas, ruangan lab untuk cek darah nya di bawah. Ruangan konselingnya di tempat VCT itu, satu ruangan. Kalau petugas pengambil darah dan petugas-petugas lain selama ini yg dirasakan bagus, cuman yang dirasakan kurang dari konselor itu aja. (Komunikasi Personal, 8 Agustus 2011) Sikap konselor yang cuek dan kurang memberikan informasi mengenai penyakit yang dialami membuat pasien merasa kebingungan akan langkah apa yang akan dilakukan selanjutnya. Hal ini dapat dilihat dari hasil kutipan wawancara berikut ini Ya penyampaiannya kalau dia HIV positif harus bagaimana, apa yg harus dilakukan. Itu kan konselor harus menjelaskan itu semua, tentang pengobatan, perawatan apa segala macam kalau dia mengalami infeksi oportunistik (IO). Ada yang menjelaskan tapi ada juga konselor ga

menjelaskan itu semua. Blak-blakan aja gitu kan ini-ini tanpa ada basa-basi dulu lah gitu, ya gimana kalau kita harus menyiapkan mental, bahasanya menerima status. Ada konselor yang dia blak-blakan aja. Siapapun pasti down kalo dia positif. Jadi klien itu bingung setelah positif dia mau ngapain ini. Akhirnya dia stres. Ya ketemu sama teman-teman komunitaslah gitu kan, saling sharing, terkait dengan apa yang sedang dirasakan, saling sharing dan curhatlah sama komunitas (Komunikasi Personal, 8 Agustus, 2011) Salah satu faktor yang mempengaruhi pemanfaatan layanan kesehatan adalah belief yang berkaitan dengan kognitif yaitu pengetahuan terhadap suatu penyakit dan persepsi individu mengenai simptom penyakit yang dirasakan (Sarafino, 2006). Persepsi individu terhadap suatu penyakit dibahas dalam health belief model yang menjelaskan mengapa seorang individu mau dan tidak mau mengadopsi perilaku kesehatan dan bagaimana individu mencari layanan kesehatan ketika mengalami simptom penyakit tertentu. Health belief model melibatkan penilaian terhadap perceived threat yaitu semakin individu merasa terancam dengan simptom penyakit yang ia alami maka semakin cepat individu mencari pertolongan medis, perceived benefits yaitu penilaian individu mengenai keuntungan yang didapat ketika mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan dan perceived barriers yaitu penilaian individu mengenai kerugian ketika mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan (Becker & Rosenstock dalam Sarafino, 2006). Simptom yang dialami oleh individu berkaitan dengan masalah kesehatan yang dirasakan dapat mempengaruhi health behavior. Health behavior adalah aktivitas yang dilakukan individu untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan. Status kesehatan seseorang mempengaruhi tipe health behavior yang mereka

lakukan dan motivasi mereka untuk melakukannya (Kasl & Cobb, 1966, Parsons 1951 dalam Sarafino,2006). Cara indvidu bereaksi terhadap simptom ini juga bervariasi, dari mengabaikan masalah sampai segera mencari bantuan dari profesional medis. Tentu saja bila individu menganggapnya sebagai simptom yang parah akan mencari bantuan health care (Rosenstock & Kirscht dalam Sarafino 2006) dan apabila simptom yang dialami tidak begitu parah, individu sering menyesuaikan health habits. Menurut Tjiptoherijanto dan Soestyo (2008), pemanfaatan pelayanan kesehatan paling erat hubungannya dengan kapan seseorang memerlukan pelayanan kesehatan dan seberapa jauh efektivitas pelayanan tersebut. Seperti tinjauan dan evaluasi terhadap standar layanan VCT yang dilakukan oleh forum United Nations General Assembly Special Session (UNGASS)-AIDS Indonesia tahun 2010 menunjukkan ada banyak tes non sukarela tidak tercatat, tidak diberitahu pemeriksaan kesehatan seperti apa yang akan dilakukan karena tidak dijelaskan dan diberikan informed consent (surat pernyataan kesediaan). Selain itu, banyak diantara mereka yang ikut VCT tidak mengambil hasil tesnya karena takut akan hasil dan tidak yakin akan manfaat VCT yang dilakukan dan mereka juga merasa tidak mampu mengatasi hal yang terjadi setelah mengetahui hasil tes reaktif sehingga memilih untuk tidak tahu. Data dari Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Republik Indonesia mengenai laporan monitoring layanan VCT selama tahun 2010 di Indonesia menunjukkan bahwa dari 390 klinik yang ada, 240.753 orang yang mengunjungi klnik VCT, 192.076

orang yang ikut tes HIV, 191.754 orang yang ikut post test dan 20.028 orang yang dinyatakan HIV positif sedangkan di propinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa dari 22 klinik VCT yang ada, 9.884 orang yang mengunjungi klinik VCT, 9.583 orang yang ikut tes HIV, 9.193 orang yang mau ambil post-test dan 993 yang dinyatakan HIV positif. Berdasarkan uraian diatas maka pada penelitian ini, peneliti tertarik untuk meneliti pada individu karena setiap individu memanfaatkan layanan kesehatan dengan cara yang berbeda tergantung pada individu sebagai pengguna layanan kesehatan dan pihak lain sebagai penyedia layanan kesehatan. Salah satu faktor yang mempengaruhi pemanfaatan layanan kesehatan adalah health belief model yaitu ditinjau dari perceived threat dan perceived benefits and barriers. Semakin individu menganggap kondisi kesehatannya semakin serius dan memburuk, rentan terkena penyakit yang beresiko dan adanya peringatan-peringatan mengenai masalah kesehatan maka akan meningkatkan kecenderungan individu untuk segera mengambil tindakan pengobatan dengan memanfaatkan layanan kesehatan. Demikian juga dengan perceived benefits and barriers. Semakin individu merasakan bahwa dampak yang dihasilkan pada kesehatannya semakin positif maka individu tersebut akan memperoleh keuntungan setelah memanfaatkan layanan kesehatan tertentu dan demikian juga dengan sebaliknya.

B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana gambaran pemanfaatan layanan VCT pada orang dengan perilaku beresiko tinggi tertular HIV/AIDS ditinjau dari health belief model. C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran pemanfaatan layanan VCT pada orang dengan perilaku beresiko tinggi tertular HIV/AIDS ditinjau dari health belief model. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam bidang Psikologi khususnya Psikologi Klinis bidang kesehatan mengenai pemanfaatan layanan VCT pada orang dengan perilaku beresiko tertular HIV/AIDS ditinjau dari health belief model. 2. Manfaat Praktis - Bagi orang dengan perilaku beresiko tinggi tertular HIVAIDS Penelitian ini diharapkan dapat membuka wawasan pada orang dengan perilaku beresiko tinggi agar dapat meningkatkan pemahaman dan

kesadaran akan kondisi kesehatan yang dirasakan sehingga mereka mau melakukan VCT dengan segera. - Bagi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan departemen kesehatan Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada organisasi LSM khususnya yang bergerak di bidang HIV/AIDS dan departemen kesehatan dalam menjangkau dan mengajak orang-orang yang pernah melakukan perilaku beresiko tinggi tertular HV/AIDS dengan mempertimbangkan adanya faktor health belief yang dimiliki masing-masing individu dalam memanfaatkan layanan VCT dan dapat menjadi bahan masukan dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan selanjutnya. E. SISTEMATIKA PENULISAN Adapun sistematika penulisan yang disusun dalam penelitian ini adalah : BAB I : Pendahuluan Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : Landasan Teori Bab ini berisi tinjauan teoritis dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan fokus penelitian, diakhiri dengan paradigma penelitian.

BAB III : Metode Penelitian Bab ini berisi penjelasan mengenai alasan digunakannya pendekatan kualitatif, responden penelitian, teknik pengambilan responden, teknik pengumpulan data, alat bantu pengumpulan data, prosedur penelitian, kredibilitas (validitas penelitian), dan pengolahan data. BAB IV : Analisa Data dan Pembahasan Bab ini berisi deskripsi data, interpretasi data dari hasil wawancara yang dilakukan, dan membahas data-data penelitian tersebut dengan teori yang relevan untuk menjawab pertanyaan petelitian. Bab V : Kesimpulan dan Saran Bab ini berisi kesimpulan yang berisikan hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan dan saran yang berisi saran praktis dan saran untu penelitian lanjutan dengan mempertimbangkan hasil penelitian yang diperoleh, keterbatasan, dan kelebihan penelitian.