BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 HIV/AIDS Pengertian dan penularan Human Immnunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga sistem kekebalan tubuh manusia melemah yang berakibat pada tubuh mudah terinfeksi penyakit dan pada stadium akhir menyebabkan kondisi klinis yang dikenal sebagai Acquired Immunodeficiency Sindrom (AIDS). Acquired Immunodeficiency Sindrom (AIDS) adalah kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh menurunnya sistem kekebalan tubuh karena HIV tersebut (PKBI, 2007; Depkes RI, 2006). Di dalam tubuh manusia, HIV utamanya berada di cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu (KPA, 2007). Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual, kontak dengan darah atau luka yang infeksius, ibu ke anak selama masa kehamilan, persalinan dan pemberian ASI atau Air Susu Ibu (Zein, 2006). Cara penularannya yaitu sebagai berikut : 1. Melalui hubungan seksual utamanya hubungan heteroseksual. Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama kontak seksual lakilaki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Kontak seksual yang dimaksud yaitu kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral (mulut) antara dua individu. Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV. 8

2 9 2. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus HIV. 3. Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke dalam tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau pada pengguna narkoba suntik secara bergantian, dan ketika melakukan prosedur tindakan medis ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja yang tidak disengaja bagi petugas kesehatan. 4. Melalui transplantasi organ pengidap HIV. 5. Melalui penularan dari ibu ke anak dimana kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia dikandung, dilahirkan dan sesudah lahir melalui ASI Pencegahan Menurut Komisi Penanggulangan AIDS (2007), sampai saat ini obat untuk mengobati dan vaksin untuk mencegah AIDS masih belum ditemukan, sehingga diperlukan alternatif pemecahan masalah untuk menanggulangi masalah AIDS yang terus meningkat ini yaitu salah satunya dengan upaya pencegahan oleh semua pihak agar tidak terlibat dalam lingkaran transmisi yang memungkinkan untuk terserang HIV. Terdapat dua cara pencegahan AIDS yang dapat dilakukan yaitu pencegahan angka pendek dan pencegahan jangka panjang. Upaya pencegahan AIDS jangka pendek adalah dengan KIE, memberikan informasi kepada kelompok risiko tinggi bagaimana pola penyebaran HIV sehingga dapat diketahui langkah-langkah pencegahannya. Langkah-langkap pencegahan HIV/AIDS jangka pendek yaitu sebagai berikut : a. Tidak melakukan hubungan seksual Walaupun cara ini sangat efektif, namun tidak mungkin dilaksanakan sebab seks merupakan kebutuhan biologis.

3 10 b. Melakukan hubungan seksual hanya dengan seorang mitra seksual yang setia dan tidak terinfeksi HIV (homogami). c. Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin d. Hindari hubungan seksual dengan kelompok risiko tinggi tertular AIDS e. Tidak melakukan hubungan anogenital f. Gunakan kondom mulai dari awal sampai akhir hubungan seksual dengan kelompok resiko tinggi tertular AIDS dan pengidap HIV g. Darah yang digunakan untuk transfusi diusahakan bebas HIV dengan jalan memeriksa darah donor. h. Jarum suntik dan alat tusuk yang lain harus disterilisasikan secara baku setiap kali habis dipakai. i. Semua alat yang tercemar dengan cairan tubuh penderita AIDS harus disterillisasikan secara baku. j. Kelompok penyalahgunaan narkotik harus menghentikan kebiasaan penyuntikan obat ke dalam badannya serta menghentikan kebiasaan mengunakan jarum suntik bersama. k. Gunakan jarum suntik sekali pakai (disposable) l. Membakar atau membuang semua alat bekas pakai pengidap HIV sesuai dengan peraturan. Penyebaran AIDS di Indonesia (Asia Pasifik) sebagian besar adalah karena hubungan seksual. Upaya jangka panjang yang harus kita lakukan untuk mencegah HIV/AIDS adalah merubah sikap dan perilaku masyarakat dengan kegiatan yang meningkatkan norma-norma agama maupun sosial sehingga masyarakat dapat berperilaku seksual yang bertanggung jawab. Yang dimaksud dengan perilaku seksual yang bertanggung jawab adalah :

4 11 a. Tidak melakukan hubungan seksual sama sekali. b. Hanya melakukan hubungan seksual dengan mitra seksual yang setia dan tidak terinfeksi HIV (monogamy). c. Menghindari hubungan seksual dengan wanita-wanita tuna susila. d. Menghindari hubungan seksual dengan orang yang mempunyai lebih dari satu mitra seksual. e. Hindari hubungan seksual dengan kelompok resiko tinggi tertular AIDS. f. Gunakan kondom mulai dari awal sampai akhir hubungan seksual. Kegiatan tersebut dapat disosialisasikan melalui kegiatan-kegiatan berupa dialog antara tokoh-tokoh agama, penyebarluasan informasi tentang AIDS, melalui penataran P4 dan lain-lain yang bertujuan untuk meningkatkan perilaku seksual yang bertanggung jawab. Dengan perilaku seksual yang bertanggung jawab diharapkan mampu mencegah penyebaran infeksi HIV/AIDS di Indonesia Epidemiologi HIV/AIDS Pada tahun 2015, UNAIDS menyatakan bahwa sampai akhir tahun 2014 terdapat 36,9 juta orang yang hidup dengan HIV di dunia dan ada 2 juta orang yang baru terinfeksi HIV. Pada tahun 2014, terdapat 1,2 juta orang meninggal akibat dari AIDS dan infeksi oportunistik secara global. Antara tahun 2000 sampai 2015, infeksi HIV baru telah menurun sebesar 35%, dan kematian akibat AIDS telah menurun sebesar 24% dengan pelaksanaan upaya pencegahan di seluruh dunia (United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS), 2015). Berdasarkan data yang dilaporkan oleh Kementerian Kesehatan RI (2014), jumlah kumulatif kasus HIV sampai tahun 2014 yaitu sebanyak orang dan jumlah kumulatif kasus AIDS yaitu sebanyak orang, serta kasus kematian akibat AIDS yaitu sebanyak kasus (CFR 6,5%). Pada tahun 2014, prevalensi

5 12 kasus AIDS di Indonesia yaitu 23,48 per penduduk dengan prevalensi kasus yang paling tinggi terjadi di Papua dengan prevalensi sebesar 359,43 per penduduk. Jumlah kumulatif penderita HIV di Propinsi Bali sampai tahun 2014 yaitu sebanyak orang dan jumlah kumulatif penderita AIDS sebanyak orang (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Prevalensi kasus AIDS di Propinsi Bali tahun 2014 yaitu sebesar 109,52 per penduduk. Menurut Profil Kesehatan Provinsi Bali tahun 2014, Kasus HIV/AIDS menunjukkan trend peningkatan setiap tahun. Sampai dengan Desember 2014 jumlah kasus baru mencapai kasus dan AIDS mencapai 869 kasus. Jumlah terbanyak kasus HIV dan AIDS di Propinsi Bali terdapat pada golongan usia tahun dan tahun, dimana golongan usia ini adalah golongan usia produktif. Penyebaran kasus HIV/AIDS di Propinsi Bali saat ini lebih banyak ditularkan melalui hubungan seksual. Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kematian akibat AIDS tahun 2014 sebanyak 54 orang yaitu laki-laki sebanyak 34 orang dan perempuan sebanyak 20 orang. 2.2 HIV/AIDS di Lembaga Pemasyarakatan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan mewujudkan tercapainya pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) yaitu hak kesehatan bagi narapidana dan tahanan terhadap HIV/AIDS melalui pelaksanaan layanan perawatan, dukungan dan pengobatan HIV/AIDS di Lapas/Rutan. Kegiatan layanan perawatan, dukungan dan pengobatan HIV/AIDS merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang bekerjasama dengan Family Health International/Aksi Stop AIDS (FHI/ASA). Kegiatan layanan perawatan, dukungan dan pengobatan HIV/AIDS ini memberikan layanan klinis bagi narapidana dan tahanan terhadap HIV/AIDS yang

6 13 berkualitas sama dengan layanan klinis yang diberikan kepada masyarakat diluar Lapas/Rutan (Jenderal Pemasyarakatan, 2007) Prevalensi HIV/AIDS di lembaga pemasyarakatan Berdasarkan penelitian prevalensi HIV dan Sifilis yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI pada Narapidana di Lapas/Rutan di 13 Propinsi di Indonesia tahun 2010, menyebutkan bahwa dari 18 Lapas/Rutan, prevalensi HIV pada Warga Binaan Laki-laki yaitu 1,1% dan pada Warga Binaan Perempuan yaitu 6%. Pada tahun 2010, hasil survey yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Jakarta dan Jawa Barat menyebutkan bahwa, Prevalensi HIV pada WBP selama 2 tahun terakhir menunjukkan hasil yang sangat bervariasi, yakni 1% hingga 32% di Lapas Narkotika Cipinang dan 30 Lapas/Rutan lainnya. Menurut laporan estimasi dari Kementerian Kesehatan RI tahun 2009, memperkirakan bahwa terdapat WBP di Indonesia dimana sekitar 5000 WBP atau 3,6% WBP telah terinfeksi HIV. Estimasi prevalensi tersebut 24 kali lebih tinggi dari estimasi prevalensi HIV pada populasi umum di Indonesia. Prevalensi HIV yang relatif tinggi pada WBP di beberapa Lapas/Rutan menyebabkan populasi tersebut sudah harus diperhitungkan dalam estimasi jumlah populasi dewasa rawan tertular HIV. Berdasarkan penelitian tersebut, juga diketahui bahwa faktor risiko yang memiliki hubungan yang bermakna dengan infeksi HIV pada narapidana laki laki adalah riwayat pemakaian napza suntik dan pada narapidana perempuan adalah hasil tes antibodi sifilis positif dan riwayat penyalahgunaan napza. Prevalensi HIV pada narapidana perempuan yang pernah menggunakan napza suntik yaitu sebesar 12%, yang berarti hampir 2 kali lebih tinggi dibandingkan narapidana laki laki yaitu sebesar 6,7%.

7 Program perawatan dan pengobatan HIV/AIDS Dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penularan HIV/AIDS di Lapas/Rutan di Indonesia, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan menetapkan Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba di Lapas/Rutan di Indonesia. Strategi nasional tersebut memiliki tiga pilar utama yaitu (Jenderal Pemasyarakatan, 2007) : 1. Penegakan hukum dan bimbingan hukum Penegakan dan bimbingan hukum dilakukan agar jumlah pengguna narkoba baru di Lapas/Rutan tidak bermunculan lagi. 2. Rehabilitasi dan pelayanan sosial Pelaksanaan tindakan rehabilitasi bagi narapidana dan tahanan untuk mencegah perluasan kasus narkoba baru dan penularan HIV/AIDS. 3. Pencegahan dan perawatan Kegiatan pencegahan dan perawatan dilakukan dengan memperbaiki dan memberikan layanan kesehatan yang layak dan berkualitas bagi narapidana dan tahanan secara umum dan khususnya bagi warga binaan yang terinfeksi HIV/AIDS. Pemenuhan kebutuhan layanan klinis yang berkualitas di Lapas/Rutan diawali dengan pelaksanaan konseling dan tes HIV (VCT) yang bertujuan untuk meningkatkan penemuan dini HIV. Setelah dilakukan VCT kepada seluruh warga binaan selanjutnya dilaksanakan perawatan, dukungan dan pengobatan (CST) bagi warga binaan yang terbukti terinfeksi HIV. Adapun komponen perawatan berkesinambungan yang diselenggarakan di Lapas/Rutan yaitu sebagai berikut : a. Konseling dan Test HIV (VCT) b. Manajemen Kasus HIV/AIDS

8 15 c. Perawatan dan Pengobatan d. PMTCT (Prevention of Mother to Child Transmission) e. Diagnosis dan Terapi IMS (Infeksi Menular Seksual) 2.3 Cascade of Care/Treatment Cascade Cascade of care/treatment Cascade adalah sistem pengolahan dan penyajian data untuk memonitor jumlah individu yang hidup dengan HIV yang menerima perawatan medis dan perawatan pendukung yang dibutuhkan. Pengembangan cascade of care/treatment cascade digunakan untuk mengetahui berbagai langkah yang diperlukan untuk semua orang yang membutuhkan perawatan HIV agar tetap mengikuti perawatan dan pengobatan HIV dari tahap awal yaitu sejak VCT hingga terapi ARV (AmfAR, 2013). Sistem ini dapat memperlihatkan kecenderungan seseorang dalam mengikuti perawatan dan pengobatan HIV/AIDS dimana dapat dilihat sejak dilakukan VCT hingga terapi ARV untuk menekan virus cenderung terjadi penurunan. Langkah-langkah perawatan dan pengobatan HIV/AIDS yang terdapat di dalam cascade of care yaitu sebagai berikut (AmfAR, 2013) : 1. Pelaksanaan VCT, pengujian dan diagnosis Pelaksanaan VCT, pengujian, dan diagnosis wajib dilakukan terlebih dahulu, untuk memastikan apakah seseorang terinfeksi HIV/AIDS 2. Mendapatkan perawatan awal Setelah seseorang mengetahui telah terinfeksi HIV, penting untuk segera mengakses pelayanan kesehatan HIV/AIDS untuk diberikan konseling dan informasi mengenai cara pencegahan penularan HIV/AIDS kepada orang lain. 3. Mendapatkan perawatan medis lanjutan

9 16 Karena belum ditemukan obat untuk menyembuhkan HIV/AIDS, maka pengobatan HIV merupakan pengobatan seumur hidup. Untuk tetap sehat, seseorang perlu untuk menerima perawatan medis HIV secara rutin. 4. Terapi ARV Terapi ARV dilakukan untuk dapat menurunkan jumlah virus di dalam tubuh. Terapi ARV ini wajib dilakukan untuk memperpanjang umur harapan hidup dan meningkatkan kualitas hidup ODHA. 5. Pencapaian jumlah virus yang semakin sedikit di dalam tubuh Dengan melakukan terapi ARV secara teratur, konsisten dan patuh, penurunan jumlah virus tersebut dapat membantu menjaga ODHA tetap sehat, membantu ODHA hidup lebih lama, mencegah penularan HIV kepada orang lain. 2.4 Program VCT dan CST Pengertian dan prinsip Voluntary Counseling and Testing (VCT) adalah salah satu strategi kesehatan masyarakat yang dilakukan untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS (Depkes RI, 2006). Menurut Murtiastutik (2008), VCT penting untuk dilakukan karena VCT merupakan pintu masuk untuk menuju ke seluruh layanan HIV/AIDS, dapat memberikan keuntungan bagi klien dengan hasil tes positif maupun negatif dengan fokus pemberian dukungan terapi ARV, dapat membantu mengurangi stigma di masyarakat, serta dapat memudahkan akses ke berbagai layanan kesehatan maupun layanan psikososial yang dibutuhkan klien. Dalam menyelenggarakan layanan kesehatan awal HIV/AIDS, VCT didasarkan pada prinsip layanan. Prinsip-prinsip tersebut yaitu sebagai berikut (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2006) : 1. Sukarela dalam melaksanakan testing HIV

10 17 Pemeriksaan HIV hanya dilaksanakan atas dasar kerelaan klien tanpa paksaan dan tanpa tekanan dari orang lain dan keputusan untuk melakukan pemeriksaan terletak ditangan klien. 2. Saling mempercayai dan terjaminnya konfidensialitas. Layanan VCT harus bersifat profesional, menghargai hak dan martabat semua klien. Semua informasi yang disampaikan klien harus dijaga kerahasiaannya oleh konselor dan petugas kesehatan, dan tidak diperkenankan didiskusikan diluar konteks kunjungan klien. Semua informasi tertulis harus disimpan dalam tempat yang tidak dapat dijangkau oleh mereka yang tidak berhak. 3. Mempertahankan hubungan relasi konselor dan klien yang efektif Konselor mendukung klien untuk kembali mengambil hasil testing dan mengikuti pertemuan konseling pasca testing untuk mengurangi perilaku beresiko. Pada saat VCT dikomunikasikan juga mengenai respon dan perasaan klien dalam menerima hasil testing dan tahapan penerimaan hasil testing positif. 4. Testing merupakan salah satu komponen dari VCT. WHO dan Departemen Kesehatan RI telah memberikan pedoman yang dapat digunakan untuk melakukan testing HIV. Penerimaan hasil testing senantiasa diikuti oleh konseling pasca testing oleh konselor yang sama atau konselor lain yang disetujui oleh klien. 2.5 Layanan ARV Pengertian Terapi antiretroviral atau terapi ARV merupakan agen yang secara langsung mempengaruhi siklus replikasi HIV, yang ditujukan untuk mengurangi jumlah virus dari tubuh pasien. Dilihat dari mekanisme kerjanya, obat ARV dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI),

11 18 Nonnucleoside-Based Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI), dan Protease Inhibitor (PI) (Schooley, 2004). Inisiasi terapi ARV ditentukan melalui pengukuran derajat dan kecepatan perkembangan kerusakan sistem imun (Schooley, 2004). Pelaksanaan terapi ARV di Indonesia, berdasarkan Pedoman Tatalaksana Klinik Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada Orang Dewasa (2011), terapi ARV dimulai setelah dilakukan pemeriksaan terhadap jumlah CD4 (bila tersedia) dan penentuan stadium klinik infeksi HIV pada pasien (Kementerian Kesehatan, 2011). Ketika tidak terdapat pemeriksaan terhadap jumlah CD4, maka terapi ARV dimulai berdasar pada penilaian klinis saja. Apabila tersedia pemeriksaan CD4, maka terapi ARV dimulai pada semua pasien dengan jumlah CD4 <350 sel/mm 3 tanpa memandang stadium klinisnya; serta dianjurkan untuk semua pasien dengan TB aktif, ibu hamil, dan koinfeksi Hepatitis B mengikuti terapi ARV tanpa memandang jumlah CD4 (Kementerian Kesehatan, 2011). Terapi ARV di Indonesia diberikan dalam paduan beberapa jenis obat. Penetapan paduan obat pada terapi ARV harus didasarkan pada efektivitas, efek samping dan toksisitas, interaksi obat, kepatuhan, serta harga obat. Pasien yang menjalani terapi ARV lini pertama yaitu saat diawal pengobatan, pasien dapat mengalami kondisi yang disebut dengan gagal terapi. Gagal terapi merupakan kondisi dimana tidak terjadi respon terapi ARV yang diharapkan setelah pasien memulai terapi minimal 6 bulan dengan kepatuhan yang cukup tinggi (Kementerian Kesehatan, 2011). Pada kondisi gagal terapi, produksi virus akan meningkat sehingga viral load juga akan bertambah. Sejak ditemukannya obat ARV dan terapi ARV yang dikombinasikan, telah terjadi perubahan terhadap penurunan morbilitas dan mortalitas HIV/AIDS dari 60%

12 19 menjadi 90% dan perbaikan kualitas hidup dan usia harapan hidup odha yang meningkat, meskipun terapi ARV tersbut tidak mampu meyembuhkan penyakit, namun terapi ARV ternyata mampu menurunkan kasus-kasus infeksi baru HIV (Depkes RI, 2006; World Health Organization (WHO), 2003) Faktor yang mempengaruhi keputusan memulai terapi ARV secara dini dan kepatuhan terapi ARV Terapi ARV adalah terapi yang dilakukan seumur hidup oleh klien atau ODHA. Oleh karena itu, keputusan untuk memulai melakukan terapi ARV secara dini merupakan permasalahan yang dihadapi khususnya oleh ODHA sebagai klien terapi ARV. Selain itu, kepatuhan terapi ARV yang berlangsung seumur hidup juga merupakan masalah umum yang dihadapi. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, terdapat faktor yang mempengaruhi keputusan untuk memulai terapi ARV dan kepatuhan terapi ARV. Faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Pengetahuan Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yuyun, dkk (2013), ODHA dengan tingkat pengetahuan tinggi lebih patuh untuk mengikuti terapi ARV karena mereka sudah tahu keparahan penyakit yang mereka alami dan dengan melakukan terapi ARV secara rutin dan patuh memberikan perbaikan bagi kualitas hidup mereka baik secara fisik, psikologis maupun sosial (Yuniar, 2013). 2. Keyakinan dan Motivasi Menurut penelitian oleh Malta dan Kumarasamy (2005) menyatakan bahwa persepsi ODHA terhadap keparahan penyakit dan keyakinan akan manfaat ARV mempengaruhi kepatuhan dalam minum ARV. Kurangnya motivasi dan rasa putus asa dapat menjadi penghambat kepatuhan. Hal yang biasanya dirasakan

13 20 oleh ODHA yaitu rasa jenuh dan bosan karena harus mengkonsumsi obat secara terus menerus. Dari sisi psikologis lainnya, ada juga yang merasa tertekan karena harus minum obat atau ada yang memang sudah putus asa sehingga berdampak pada perilakunya yaitu menjadi malas minum obat (Kumarasamy, N, 2005; Malta, 2005). 3. Dukungan Sosial Dukungan moriil dari orang-orang yang berada di sekitar responden bisa menjadi penyemangat dalam menjalankan rutinitas pengobatan dalam terapi ARV (Fungie Galistiani & Mulyaningsih, 2013). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Moratiga (2007), dukungan sosial dari keluarga, teman dan tenaga kesehatan memberikan pengaruh penting terhadap kepatuhan ODHA dalam minum ARV. Hubungan yang baik dengan tenaga kesehatan, sikap dan perilaku tenaga kesehatan yang bersahabat dan penuh rasa kekeluargaan disertai konseling kepatuhan dapat memberikan rasa nyaman bagi ODHA. Hal ini secara tidak langsung membuat ODHA lebih termotivasi untuk berobat. Sebaliknya, kurang kepercayaan terhadap tenaga kesehatan menghambat kepatuhan ODHA. Dukungan keluarga merupakan salah satu bentuk terapi keluarga, dimana jika melalui keluarga berbagai masalah kesehatan bisa muncul dan sekaligus dapat diatasi. Menurut Friedman (2000) disebutkan ada empat jenis dukungan keluarga yaitu : a. Dukungan instrumental yaitu dukungan yang diberikan secara langsung, yang bersifat fasilitas atau materi. b. Dukungan informasi yaitu dukungan dengan memberikan penjelasan tentang situasi dan segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah yang sedang

14 21 dihadapi individu, yang dapat berupa masukan, nasehat, dan petunjuk, serta penjelasan bagaimana seseorang bersikap. c. Dukungan penilaian yaitu dukungan yang bisa berbentuk penilaian positif, penguatan (pembenaran) untuk melakukan sesuatu, umpan balik atau menunjukkan perbandingan sosial yang mampu membuka wawasan seseorang yang sedang dalam keadaan stress. d. Dukungan emosional yaitu dukungan yang berupa ekspresi empati misalnya mendengarkan, bersikap terbuka, menunjukkan sikap percaya terhadap apa yang dikeluhkan, mau memahami, ekspresi kasih sayang dan perhatian yang menyebabkan individu merasa berharga, nyaman, aman, terjamin dan disayangi. 4. Efek Samping Obat Dalam penelitian oleh Fungie Galistiani & Mulyaningsih (2013) menyebutkan bahwa faktor efek samping obat memiliki pengaruh terhadap kepatuhan terapi ARV, hal ini juga sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Margaret di California pada tahun 2000 bahwa faktor regimen obat (jumlah tablet, frekuensi pemakaian), ukuran tablet, serta efek samping obat dapat mempengaruhi kepatuhan pengobatan ARV. 5. Stigma Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yuyun (2013), stigma dari teman, pacar atau orang lain dapat menjadi faktor penghambat kepatuhan terapi ARV yaitu keadaan takut jika orang lain akan bersikap negative kepadanya ketika status HIV nya diketahui oleh orang tersebut. 6. Kondisi Psikologis

15 22 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fungie Galistiani & Mulyaningsih (2013), diketahui bahwa kondisi psikologis yang dialami responden mempengaruhi tingkat kepatuhan terapi ARV. Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Fiona (2010) bahwa kondisi kesehatan pasien yang merupakan gejala fisik dan psikologis terkait HIV dapat mempengaruhi kepatuhan terapi ARV. 7. Kondisi Fisik Pasien atau ODHA cenderung merasa kondisi fisiknya masih sehat dan bugar, dimana hal ini menyebabkan keputusan untuk memulai ARV menjadi tertunda (Fiona, 2010). 8. Kurangnya Informasi Kurangnya informasi dan komunikasi terhadap ODHA mengenai pentingnya memulai ARV secara dini merupakan salah satu faktor penghambat dari keputusan untuk memulai ARV secara dini. Menurut Fiona (2010), pasien cenderung melakukan self-regulation terhadap terapi obat yang diterimanya sehingga menimbulkan persepsi tersendiri bagi pasien tersebut SUFA (Strategic Use of ARV) Program SUFA merupakan bagian dari pelaksanaan layanan komprehensif berkesinambungan (LKB) yang bertujuan untuk meningkatkan cakupan tes HIV, meningkatkan cakupan ART serta meningkatkan retensi terhadap ART serta memberikan pelayanan yang lebih baik terkait akses terhadap terapi ARV karena semua pasien HIV yang datang untuk mengakses layanan kesehatan, terlepas berapapun tingkat CD4 nya dan dengan tingkat kesiapan seperti apapun, pada dasarnya berhak untuk mengikuti terapi ARV (Kementerian Kesehatan, 2013)

16 23 Pelaksanaan program SUFA ini didasarkan oleh dikeluarkannya Surat Edaran Menteri Kesehatan nomor 129 tahun 2013 tentang Pelaksanaan Pengendalian HIV- AIDS dan Penyakit Menular Seksual. Pelaksanaan program SUFA saat ini sedang diuji coba di 13 kabupaten/kota. Program SUFA ini merupakan program lanjutan dari layanan terapi ARV yang sudah berjalan di Indonesia, denga penambahan beberapa komponen baru dalam layanan, seperti layanan untuk pasangan sero-discordant. Kelompok- kelompok yang diprioritaskan dalam program SUFA untuk menerima ARV yaitu orang-orang yang berada dalam kelompok risiko tinggi (MARPs), ibu hamil HIV, ko-infeksi TB HIV, ko-infeksi hepatitis, dan pasangan serodiscordant. Kelompok prioritas ini adalah kelompok yang diberikan prioritas untuk menjangkau dan mengikutsertakan kelompok-kelompok tersebut mengikuti terapi ARV. Seperti program lainnya, SUFA tetap harus didukung dengan layanan pencegahan lainnya seperti akses terhadap kondom. Dalam implementasinya, program SUFA menekankan pada TOP, yang merupakan kepanjangan dari Temukan, Obati, dan Pertahankan. Temukan yang positif memiliki arti bahwa menawarkan tes HIV kepada semua orang yg memiliki perilaku berisiko, penawaran tes HIV rutin kepada ibu hamil, pasien TB, Hepatitis, IMS, pasangan ODHA. Obati yang ditemukan, yaitu memberikan pengobatan bagi mereka yang sudah memenuhi kriteria yaitu memulai pengobatan Antiretroviral (ARV) secara dini bila jumlah CD4 <350 sel/mm 3 atau memulai pengobatan ARV tanpa melihat jumlah CD4-nya pada ODHA dengan stadium klinis AIDS 3 atau 4, ibu hamil, pasien TB, pasien Hepatitis dan populasi kunci yang HIV (+). Pertahankan yang diobati memiliki arti bahwa memastikan pasien patuh minum obat seumur hidup dengan memberikan pendampingan terutama pada awal pengobatan, serta memberikan

17 24 dukungan yang tepat dari keluarga, komunitas, kelompok dukungan sebaya dan layanan kesehatan (Kementerian Kesehatan, 2013) 2.6 Health Belief Model Health Belief Model (HBM) merupakan suatu teori mengenai faktor-faktor intrapersonal yang berpengaruh terhadap health behavior yang kemudian digunakan dalam penyusunan program kesehatan, baik dalam hal intervensi maupun preventif (Burke, 2013). Teori HBM memiliki konsep dasar yaitu persepsi individu tentang penyakit yang diderita, serta keyakinan individu terhadap cara untuk meringankan penyakit tersebut. Health Belief Model (HBM) biasanya dipertimbangkan sebagai kerangka utama dalam perilaku yang berkaitan dengan kesehatan yang dimulai dari pertimbangan orang mengenai kesehatan. Health Belief Model (HBM) ini digunakan untuk meramalkan perilaku peningkatan kesehatan. Teori Health Belief Model (HBM) ini menjelaskan bahwa kemungkinan individu akan melakukan tindakan pencegahan tergantung pada hasil dari keyakinan atau penilaian kesehatan yaitu ancaman yang dirasakan dari sakit dan pertimbangan tentang keuntungan dan kerugian (Machfoedz, 2008). Pada Health Belief Model, perubahan sikap terhadap kesehatan didasari oleh tiga hal yang muncul pada waktu yang bersamaan (Burke, 2013), yaitu: a. Individu tersebut menemukan bahwa ada alasan untuk fokus terhadap masalah kesehatannya. b. Individu tersebut mengerti akan kerentanan dan efek negatif dari penyakit yang diderita. c. Individu tersebut menyadari bahwa perubahan perilaku dapat bermanfaat untuk kesehatannya, serta menjadikan proses penyembuhan lebih efektif terutama dalam hal pembiayaan.

18 25 Teori Health Belief Model menjelaskan kembali ketiga hal di atas menjadi enam poin penting, yaitu : a. Perceived susceptibility (persepsi akan kerentanan) Susceptibility atau kerentanan, memiliki arti bahwa seberapa besar kerentanan individu terhadap suatu kondisi. Persepsi terhadap sebuah kerentanan merupakan salah satu faktor yang mendorong individu untuk berlaku lebih sehat. Semakin kuat persepsi individu akan kerentanannya terhadap suatu penyakit, maka semakin besar pula tindakan individu untuk mengurangi risiko terkena suatu penyakit; begitu juga sebaliknya (De Wit, 2005). Sebagai contoh, individu yang positif HIV merasa dirinya rentan untuk masuk ke tahap AIDS dan terkena infeksi oportunistik sehingga memiliki persepsi untuk melakukan terapi ARV. b. Perceived severity (persepsi akan keparahan) Perceived severity merupakan persepsi individu terhadap keparahan dari kondisi yang diderita dan bagaimana akibatnya pada kehidupan individu tersebut. Individu tersebut akan mengambil tindakan untuk mencegah infeksi oportunistik ketika individu tersebut mengerti efek negatif yang akan dia rasakan ketika terinfeksi HIV/AIDS. c. Perceived barriers (persepsi akan penghalang) Perceived barriers merupakan penghalang, dapat pula kelemahan, yang dirasakan oleh individu atas perubahan perilaku kesehatan yang dijalaninya. Misal pada pelaksanaan terapi ARV, seseorang merasa efek samping yang besar dalam melaksanakannya, sehingga individu tersebut menjadi enggan untuk melaksanakan terapi ARV kembali. d. Perceived benefits (persepsi akan manfaat)

19 26 Perceived benefits merupakan persepsi individu tentang manfaat yang diperoleh dari perilaku baru yang dilakukan untuk mengurangi risiko perkembangan suatu kondisi, terutama penyakit. Persepsi akan manfaat dari suatu tindakan yang dilakukan oleh seorang individu dapat menjadikannya sebagai motivasi untuk tetap melakukan tindakan tersebut. Sebagai contoh, individu yang memiliki persepsi bahwa tidak ada hubungan antara terapi ARV dengan pencegahan terhadap infeksi oportunistik, akan lebih memilih untuk tidak melaksanakan terapi ARV karena individu tersebut percaya bahwa terapi ARV tidak dapat mencegah infeksi oportunistik muncul. e. Cues to action (isyarat untuk melakukan tindakan) Cues to action merupakan stimulus yang mendorong individu untuk menjalani perubahan perilakunya, terutama yang terkait masalah kesehatan. Stimulus tersebut dapat berasal dari diri individu itu sendiri, maupun dari luar individu. Pada kasus pencegahan infeksi oportunistik dengan melakukan terapi ARV, stimulus internal dapat berupa keinginan diri sendiri untuk tetap sehat, sedangkan stimulus eksternal dapat berupa semangat dan dukungan dari keluarga untuk tetap melaksanakan terapi ARV. f. Self efficacy (kepercayaan diri untuk bertindak). Self efficacy berarti kepercayaan diri individu, bahwa dia memiliki keyakinan dan kemampuan untuk tetap menjalani terapi ARV dan berperilaku patuh dalam mengikuti terapi ARV. Self efficacy merupakan kunci dari kelima faktor lainnya karena komitmen dari pribadi individu sangatlah diperlukan untuk menjaga perilaku sehat yang harus dijalani individu tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular saat ini masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan merupakan penyebab kematian bagi penderitanya. Penyakit menular adalah penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan retrovirus RNA yang dapat menyebabkan penyakit klinis, yang kita kenal sebagai Acquired Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Menular Seksual merupakan penyakit infeksi yang ditularkan melalui aktivitas seksual dengan pasangan penderita infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human immunodeficiency virus (HIV) adalah suatu jenis retrovirus yang memiliki envelope, yang mengandung RNA dan mengakibatkan gangguan sistem imun karena menginfeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan yang mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah HIV/AIDS.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan permasalahan penyakit menular seksual termasuk Human Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan kualitatif. HIV merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya menjaga sistem kekebalan

Lebih terperinci

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS DAN ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hangat dibahas dalam masa sekarang ini adalah penyakit HIV/AIDS (Human

BAB I PENDAHULUAN. hangat dibahas dalam masa sekarang ini adalah penyakit HIV/AIDS (Human 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan masalah kesehatan global yang menjadi perbincangan masyarakat di seluruh

Lebih terperinci

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN PENGARUH STIGMA DAN DISKRIMINASI ODHA TERHADAP PEMANFAATAN VCT DI DISTRIK SORONG TIMUR KOTA SORONG Sariana Pangaribuan (STIKes Papua, Sorong) E-mail: sarianapangaribuan@yahoo.co.id ABSTRAK Voluntary Counselling

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Sydrome) merupakan masalah kesehatan di dunia sejak tahun 1981, penyakit ini berkembang secara pandemi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan masalah kesehatan di dunia sejak tahun 1981, penyakit ini berkembang secara pandemik.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013). BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) yaitu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom (AIDS) adalah sindrom kekebalan

Lebih terperinci

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR, WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR, Menimbang: a. b. c. bahwa dalam upaya untuk memantau penularan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah internasional dalam bidang kesehatan adalah upaya menghadapi masalah Infeksi Menular Seksual (IMS) yang tertuang pada target keenam Millennium Development

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Peningkatan harga diri penderita HIV/AIDS dapat dilakukan dengan memberi pelatihan. Oleh karenannya, seorang penderita HIV/AIDS atau ODHA sangat perlu diberi terapi psikis dalam bentuk

Lebih terperinci

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH HIV/AIDS Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH 1 Pokok Bahasan Definisi HIV/AIDS Tanda dan gejala HIV/AIDS Kasus HIV/AIDS di Indonesia Cara penularan HIV/AIDS Program penanggulangan HIV/AIDS Cara menghindari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena dari tahun ke tahun terus meningkat. Dalam sepuluh tahun terakhir, peningkatan AIDS sungguh mengejutkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) termasuk salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) termasuk salah satu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) termasuk salah satu penyakit menular yang merupakan kumpulan gejala penyakit yang terjadi karena sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus tersebut merusak sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN HIV (Human Immunodeficiency Virus) virus ini adalah virus yang diketahui sebagai penyebab AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). HIV merusak sistem ketahanan tubuh,

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV) DAN ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME (AIDS) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang

Lebih terperinci

TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 48 TAHUN 2004 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Human Immuno-deficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini masih terdapat banyak penyakit di dunia yang belum dapat diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan kesehatan yang sebelumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah perempuan yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah perempuan yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dari tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah perempuan yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dari tahun ke tahun semakin meningkat, seiring dengan meningkatnya jumlah laki-laki yang melakukan

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immunodeficiency Syndrome atau yang kita kenal dengan HIV/AIDS saat ini merupakan global health issue. HIV/AIDS telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang

BAB I PENDAHULUAN. HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang menyerang/menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia. AIDS atau Acquired

Lebih terperinci

Jangan cuma Ragu? Ikut VCT, hidup lebih a p sti

Jangan cuma Ragu? Ikut VCT, hidup lebih a p sti Ragu? Jangan cuma Ikut VCT, hidup lebih pasti Sudahkah anda mengetahui manfaat VCT* atau Konseling dan Testing HIV Sukarela? *VCT: Voluntary Counselling and Testing 1 VCT atau Konseling dan testing HIV

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Nilai - nilai yang ada di Indonesiapun sarat dengan nilai-nilai Islam. Perkembangan zaman

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit menular yang belum dapat diselesaikan dan termasuk iceberg phenomenon atau fenomena

Lebih terperinci

dan kesejahteraan keluarga; d. kegiatan terintegrasi dengan program pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; e.

dan kesejahteraan keluarga; d. kegiatan terintegrasi dengan program pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; e. Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang datang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 5 ayat 1, yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 5 ayat 1, yang 1 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi oleh pemerintah dan sebagai salah satu indikator penting dalam menentukan kesejahteraan suatu bangsa di

Lebih terperinci

LEMBAR FAKTA HARI AIDS SEDUNIA 2014 KEMENTERIAN KESEHATAN 1 DESEMBER 2014

LEMBAR FAKTA HARI AIDS SEDUNIA 2014 KEMENTERIAN KESEHATAN 1 DESEMBER 2014 LEMBAR FAKTA HARI AIDS SEDUNIA 2014 KEMENTERIAN KESEHATAN 1 DESEMBER 2014 1. Hari AIDS Sedunia diperingati setiap tahun, dengan puncak peringatan pada tanggal 1 Desember. 2. Panitia peringatan Hari AIDS

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. infeksi Human Immunodificiency Virus (HIV). HIV adalah suatu retrovirus yang

BAB I. PENDAHULUAN. infeksi Human Immunodificiency Virus (HIV). HIV adalah suatu retrovirus yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang AIDS (Accquired Immunodeficiency Syndrom) adalah stadium akhir pada serangkaian abnormalitas imunologis dan klinis yang dikenal sebagai spektrum infeksi Human Immunodificiency

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga pengidap akan rentan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. (2) Meskipun ilmu. namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. (2) Meskipun ilmu. namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia. Tidak ada negara yang terbebas dari HIV/AIDS. (1) Saat ini

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG Menimbang: a. bahwa HIV merupakan virus perusak sistem kekebalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV/AIDS, mempromosikan perubahan perilaku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epidemi HIV/AIDS di Indonesia Epidemi HIV di Indonesia telah berlangsung selama 25 tahun dan sejak tahun 2000 sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsinya. Selama infeksi berlangsung,

Lebih terperinci

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIRETROVIRAL PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) Edy Bachrun (Program Studi Kesehatan Masyarakat, STIKes Bhakti Husada Mulia Madiun) ABSTRAK Kepatuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, menyebabkan penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

Lebih terperinci

BUPATI PROBOLINGGO PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 25 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KABUPATEN PROBOLINGGO

BUPATI PROBOLINGGO PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 25 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KABUPATEN PROBOLINGGO SALINAN BUPATI PROBOLINGGO PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 25 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KABUPATEN PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), yaitu sekumpulan gejala. oleh adanya infeksi oleh virus yang disebut Human Immuno-deficiency Virus

Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), yaitu sekumpulan gejala. oleh adanya infeksi oleh virus yang disebut Human Immuno-deficiency Virus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), yaitu sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya sistem kekebalan tubuh. AIDS disebabkan oleh adanya infeksi

Lebih terperinci

TREND DAN ISU PENULARAN HIV DI INDONESIA DAN DI LUAR NEGRI

TREND DAN ISU PENULARAN HIV DI INDONESIA DAN DI LUAR NEGRI TREND DAN ISU PENULARAN HIV DI INDONESIA DAN DI LUAR NEGRI Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA pejamu untuk membentuk virus DNA dan

Lebih terperinci

INFORMASI TENTANG HIV/ AIDS. Divisi Tropik Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU

INFORMASI TENTANG HIV/ AIDS. Divisi Tropik Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU INFORMASI TENTANG HIV/ AIDS TAMBAR KEMBAREN Divisi Tropik Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU 1 PENGENALAN HIV(Human Immunodeficiency Virus) ad alah virus yang menyerang SISTEM KEKEBALAN tubuh

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang: a. bahwa HIV merupakan virus perusak sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan AIDS adalah suatu penyakit yang fatal. Penyakit ini disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pemerintah Indonesia, berbeda dengan Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) semakin meningkat dan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Infeksi yang diakibatkan oleh virus HIV ini dapat menyebabkan defisiensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan penyakit yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi HIV adalah melalui kontak seksual;

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 6

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 6 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Menurut Center

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini salah satu aspek kesehatan yang menjadi bencana bagi manusia adalah penyakit yang disebabkan oleh suatu virus yaitu HIV (Human Immunodeficiency Virus)

Lebih terperinci

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2 Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 201 Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2 1 Puskesmas Bulupoddo, 2 Dinas Kesehatan Kabupaten Sinjai, Sulawesi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan salah satu masalah kesehatan global yang jumlah penderitanya meningkat setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (AIDS) pada tahun 1981 telah berkembang menjadi masalah kesehatan. (UNAIDS) dalam laporannya pada hari AIDS sedunia tahun 2014,

BAB I PENDAHULUAN. (AIDS) pada tahun 1981 telah berkembang menjadi masalah kesehatan. (UNAIDS) dalam laporannya pada hari AIDS sedunia tahun 2014, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak ditemukannya penyakit Aqcuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) pada tahun 1981 telah berkembang menjadi masalah kesehatan gobal. Menurut data dari United Nations

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Epidemi Human Immunodeficiency Virus (HIV) secara global masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah kesehatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) di Indonesia terhitung mulai tanggal 1 Januari 2013 sampai dengan 30 Desember

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit epidemik di

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit epidemik di BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit epidemik di dunia, dimana penderita HIV terbanyak berada di benua Afrika dan Asia. Menurut World Health Organization

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, Menimbang : a. bahwa HIV merupakan virus perusak sistem

Lebih terperinci

Integrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

Integrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Integrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Direktur Jenderal Bina Gizi dan KIA Disampaikan pada Lecture Series Pusat Penelitian HIV/AIDS UNIKA ATMAJAYA: Peranan Bidan dalam Mendukung

Lebih terperinci

BAB II PENDAHULUANN. Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di

BAB II PENDAHULUANN. Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di 1 BAB II PENDAHULUANN 1.1 Latar Belakangg Humann Immunodeficiencyy Viruss (HIV) / Acquired Immuno Deficiency Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di dunia, dimana jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu. imun, hal ini terjadi karena virus HIV menggunakan DNA dari CD4 + dan

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu. imun, hal ini terjadi karena virus HIV menggunakan DNA dari CD4 + dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Virus HIV (Human Immunodefeciency Virus) adalah retrovirus yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu untuk membentuk virus DNA dan menginfeksi tubuh

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS Jl. KARTINI TIMIKA, PAPUA TELP. (0901) ,

PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS Jl. KARTINI TIMIKA, PAPUA TELP. (0901) , PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS Jl. KARTINI TIMIKA, PAPUA TELP. (0901) 322460, Email : kpakabmimika@.yahoo.co.id LAPORAN PELAKSANAAN PROGRAM HIV/AIDS DAN IMS PERIODE JULI S/D SEPTEMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di Asia dengan epidemi HIV (human immunodeficiancy virus) yang berkembang paling cepat menurut data UNAIDS (United Nations

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus golongan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus golongan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus golongan Rubonucleat Acid (RNA) yang spesifik menyerang sistem kekebalan tubuh/imunitas manusia dan menyebabkan Aqciured

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired

Lebih terperinci

Peran Psikologi dalam layanan HIV-AIDS. Astrid Wiratna

Peran Psikologi dalam layanan HIV-AIDS. Astrid Wiratna Peran Psikologi dalam layanan HIV-AIDS Astrid Wiratna Psikologi dan HIV-AIDS HIV-AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV Virus HIV bisa menginfeksi tubuh seseorang karena perilakunya Psikologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum. Sifilis bersifat kronik dan sistemik karena memiliki masa laten, dapat

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh : SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG HIV-AIDS DAN VOLUNTARY COUNSELLING AND TESTING (VCT) SERTA KESIAPAN MENTAL MITRA PENGGUNA NARKOBA SUNTIK DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN KE KLINIK VCT DI SURAKARTA

Lebih terperinci

INFORMASI TENTANG HIV/AIDS

INFORMASI TENTANG HIV/AIDS INFORMASI TENTANG HIV/AIDS Ints.PKRS ( Promosi Kesehatan Rumah Sakit ) RSUP H.ADAM MALIK MEDAN & TIM PUSYANSUS HIV/AIDS? HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama sel T CD-4

BAB I PENDAHULUAN. menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama sel T CD-4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama sel T CD-4 positif, makrofag, dan komponen komponen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang setinggitingginya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai lapisan masyarakat dan ke berbagai bagian dunia. Di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai lapisan masyarakat dan ke berbagai bagian dunia. Di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasus HIV/AIDS bermunculan semakin banyak dan menyebar ke berbagai lapisan masyarakat dan ke berbagai bagian dunia. Di Indonesia, dilaporkan bahwa epidemi HIV dan AIDS

Lebih terperinci

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL) Kementerian Kesehatan RI (4),

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL) Kementerian Kesehatan RI (4), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi dari virus HIV (Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan masalah besar dalam kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat individu rentan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi masalah kesehatan global. Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan secara global

BAB I PENDAHULUAN. menjadi masalah kesehatan global. Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan secara global 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Epidemi HIV/AIDS sejak pertama kali ditemukan hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan global. Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan secara global 34 juta, jumlah

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 21.A 2010 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 21.A TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 03 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN

Lebih terperinci

Virus tersebut bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus).

Virus tersebut bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus). AIDS (Aquired Immune Deficiency Sindrome) adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya kekebalan tubuh. Penyebab AIDS adalah virus yang mengurangi kekebalan tubuh secara perlahan-lahan.

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN HIV / AIDS

PENANGGULANGAN HIV / AIDS RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NO 5 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN HIV / AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG: Menimbang : a. bahwa HIV merupakan virus perusak sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV/AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian sangat serius. Hal ini karena jumlah kasus AIDS yang dilaporkan setiap tahunnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang yang terjangkit HIV di dunia sampai akhir tahun 2010 diperkirakan 34 juta orang. Dua pertiganya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang:

Lebih terperinci

NOMOR : 6 TAHUN 2013 TENTANG

NOMOR : 6 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS/ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME (HIV/AIDS) DAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA

Lebih terperinci

I. Identitas Informan No. Responden : Umur : tahun

I. Identitas Informan No. Responden : Umur : tahun KUESIONER PENELITIAN PENGARUH PENGETAHUAN DAN PERSEPSI PENDERITA HIV/AIDS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG TENTANG PENYAKIT AIDS DAN KLINIK VCT TERHADAP TINGKAT PEMANFAATAN

Lebih terperinci

MODUL PEMBELAJARAN DAN PRAKTIKUM MANAJEMEN HIV AIDS DISUSUN OLEH TIM

MODUL PEMBELAJARAN DAN PRAKTIKUM MANAJEMEN HIV AIDS DISUSUN OLEH TIM MODUL PEMBELAJARAN DAN PRAKTIKUM MANAJEMEN HIV AIDS DISUSUN OLEH TIM PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES GORONTALO TAHUN 2013 DAFTAR ISI Daftar Isi... 2 Pendahuluan... 3 Kegiatan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang: a. bahwa Human Immunodeficiency Virus (HIV),

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 03 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 03 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 3 2009 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 03 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular menjadi masalah dalam kesehatan masyarakat di Indonesia dan hal ini sering timbul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) yang menyebabkan kematian penderitanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Departemen Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV dapat menyebabkan penderita

Lebih terperinci