BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makan, frekuensi makan, pola makan, kesukaan makan dan pemilihan makanan.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. untuk menghindar dari fast food. Fast food memiliki beberapa kelebihan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-20, mulai bermunculan restoran-restoran fast food.

BAB I PENDAHULUAN. fast food maupun health food yang popular di Amerika dan Eropa. Budaya makan

KUESIONER PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU TENTANG KONSUMSI MAKANAN SIAP SAJI (FAST FOOD) MEDAN TAHUN /../..

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

BAB I PENDAHULUAN. dan orang-orang terdekat,mudah mengikuti alur zaman seperti mode dan trend

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FREKUENSI KONSUMSI FAST FOOD PADA ANAK SMP NEGERI 31 BANJARMASIN. Faidatur Rahmi H.*dan Aprianti**

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

BAB I PENDAHULUAN. lebih memilih makanan instan yang biasa dikenal dengan istilah fast food. Gaya

BAB I PENDAHULUAN. higienis. Menurut (Irianto,2007) fast food memiliki beberapa kelebihan yaitu

BAB 1 : PENDAHULUAN. antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Satu dekade terakhir jumlah penderita obesitas di dunia semakin meningkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Peluang Bisnis Makanan Cepat Saji

MODUL 5 PIZZA IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu pizza ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang lembut, rasa dan aroma khas ikan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi anak sekolah menurut World Health Organization (WHO) yaitu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Natrium adalah logam alkali lunak, berwarna putih perak; unsur dengan nomor atom 11, berlambang Na, dan bobot atom 22,9898.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi maka selera terhadap produk teknologi pangan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pilihan yang banyak disukai masyarakat (Anonim, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang pesat dalam pembangunan nasional dan perkembangan ilmu

Lampiran 1 FOOD FREQUENCY QUESTIONER (FFQ) Tidak pernah. Bahan makanan >1x/hr 1x/hr 4-6x/mg 1-3x/mg 1-3x/bln

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan cepat saji (fast food) adalah makanan yang tersedia dalam waktu

tersebut dibanding produk lainnya (BPOM, 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cepat dan siap disantap, seperti fried chicken, hamburger atau pizza. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa

KUESIONER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI POLA PEMILIHAN MAKANAN SIAP SAJI (FAST FOOD) PADA PELAJAR DI SMA SWASTA CAHAYA MEDAN TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. jantung dimana otot jantung kekurangan suplai darah yang disebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan sebagai dampak dari gaya hidup yang semakin maju. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi fakta bahwa makanan cepat saji sudah membudaya di masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. buruk, gizi kurang, gizi lebih, masalah pendek, anemia kekurangan zat besi,

HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI DAN FREKUENSI KONSUMSI FAST FOOD DENGAN STATUS GIZI SISWA SMA NEGERI 4 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB II. Tinjauan Pustaka. respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose

BAB I PENDAHULUAN. perubahan kematangan fisiologis sehubungan dengan adanya pubertas

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal

KUESIONER GAMBARAN TAYANGAN IKLAN FAST FOOD

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. akan menjadikan masyarakat Indonesia untuk dapat hidup dalam lingkungan sehat

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

DIIT GARAM RENDAH TUJUAN DIIT

Tujuan pendidikan kesehatan

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak. Menumbuhkan Minat Baca Anak. Mendidik Anak Di Era Digital

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan fisik erat hubungannya dengan status

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Status nutrisi adalah kondisi kesehatan yang dipengaruhi oleh asupan dan

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan pangan manusia berasal dari tumbuh-tumbuhan (pertanian primer) serta

Lampiran 1. Variabel penelitian beserta kategorinya tahun < Rp 5000,OO Rp 5.000,OO - Rp ,OO. > Persentil ke-95 = Ovenveighr (CDC 2000)

BAB I PENDAHULUAN. dirumah atau di tempat berjualan dan disajikan dalam wadah atau sarana penjualan di

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. tujuh kematian (tujuh juta per tahun). Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus

BAB I PENDAHULUAN. gangguan perkembangan ( 2013)

BAB II TINJAUAN TEORITIS. berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk

Diet Hipertensi, Diabetesi Tetap Minum Obat Herbal Untuk Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gizi lebih adalah masalah gizi di negara maju, yang juga mulai terlihat

Penderita Diabetes Pantang Makan Di Luar? Tenang, Ada Obat Herbal Diabetes Paling Ampuh

KUESIONER PENELITIAN KONSUMSI SERAT DAN FAST FOOD SERTA AKTIVITAS FISIK ORANG DEWASA YANG BERSTATUS GIZI OBES DAN NORMAL

KUESIONER PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Fase remaja merupakan fase dimana fisik seseorang terus tumbuh dan

MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan

BAB I PENDAHULUAN. kembangnya dan untuk mendapatkan derajat kesehatan yang baik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan. Drg. Novitasari RA,MPH

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya jumlah pangan yang perlu disediakan untuk dikonsumsi. Selain itu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Maraknya bisnis waralaba restoran fast food di daerah Denpasar seperti

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan gizinya serta aktif dalam olahraga (Almatsier, 2011).

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang masalah Dewasa ini tingkat kesibukan masyarakat membuat masyarakat menyukai segala sesuatu yang instan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya berbagai perubahan dalam kehidupan. Salah satu hal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun

Kuesioner Penelitian tentang pengetahuan, sikap dan tindakan mahasiswa tentang konsumsi makanan cepat saji (fast food)

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi

BAB I PENDAHULUAN. Periode pubertas akan terjadi perubahan dari masa anak-anak menjadi

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Makan Remaja Menurut Tan dalam Fradjia (2008) berpendapat bahwa perilaku makan adalah suatu istilah untuk menggambarkan perilaku yang berhubungan dengan tata krama makan, frekuensi makan, pola makan, kesukaan makan dan pemilihan makanan. Notoatmodjo (1993) mengatakan bahwa perilaku makan merupakan respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku makan remaja adalah suatu tingkah laku, yang dapat dilihat dan diamati, yang dilakukan oleh remaja dalam rangka memenuhi kebutuhan makan yang merupakan kebutuhan dasar yang bersifat fisiologis, merupakan reaksi terhadap stimulus yang berasal dari dalamdirinya dan juga dari luar dirinya. Jadi, dapat dikatakan bahwa perilaku makan menjadi kebutuhan untuk menunjukkan eksistensinya sebagai makhluk hidup serta sebagai dasar guna melakukan interaksi atau kontak sosial dengan orang lain (Fradjia, 2008). Menurut Arnelia (2005), perilaku makan remaja yang sangat khas dan berbeda dibandingkan usia lainnya, yaitu : 1. Tidak makan terutama makan pagi atau sarapan. 2. Kegemaran makan snacks dan kembang gula serta softdrinks. Snacks (makanan kecil) umumnya dikonsumsi pada waktu sore hari setelah pulang dari sekolah. 3. Makanan cepat saji sangat digemari, baik yang langsung dibeli atau makanan yang dibawa dari rumah. Makanan modern ini dikonsumsi sebagai bagian dari life style

(gaya hidup). Makanan ini mengandung zat gizi yang tinggi energi, lemak, serta protein. 4. Gemar mengonsumsi minuman ringan (soft drink). Banyak remaja memiliki kebiasaan tidak sarapan pagi. Mereka sering menggantikan makan pagi dengan makan siang yang berlebih atau memakan makanan kecil yang tinggi lemak dan kalori dalam jumlah yang relatif banyak. Berdasarkan hasil penelitian Djoyonegoro (1995) dalam Khomsan (2003), bahwa ada sekitar 60% anak Indonesia tidak sarapan pagi sebelum berangkat kesekolah dan itu menjadi perhatian penuh, sebab sarapan pagi akan memberikan kontribusi penting akan beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh seperti protein, lemak, vitamin dan mineral. Selain kebiasaan tidak sarapan pagi, saat ini remaja lebih menyukai mengonsumsi makanan jajanan siap saji (fast food). Dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 1999, menunjukkanbahwa persentase pengeluaran rata-rata per kapita penduduk perkotaan untuk makanan jajanan (termasuk fast food) meningkat dari 9,13% pada tahun 1996 menjadi 11,37% pada tahun 1999. Di kota-kota besar seperti Jakarta dan Yogyakarta pengeluaran untuk makanan jadi lebih besar yaitu seperempat dari total pengeluaran pangan (Asdie, 2005). 2.2. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Perilaku Makan Remaja Menurut Winarno dalam Fradjia (2008) faktor-faktor yang memengaruhi perilaku makan pada remaja antara lain : a. Tingkat perkembangan teknologi dan komunikasi

Perkembangan teknologi dan komunikasi yang pesat mempengaruhi jumlahdan jenis pangan, sehingga remaja dihadapkan beberapa alternatif pemilihan makanan yang tentunya akan mempengaruhi perilaku makannya. b. Faktor sosial dan ekonomi Fungsi makanan bukanlah sekedar kumpulan-kumpulan zat-zat, tetapi makanan memiliki fungsi sosial. Perkembangan sosial ekonomi menyebabkan terjadinya perubahan dan pergeseran pola makan yang merefleksikan pola hidup dan gaya hidup. c. Penampilan makanan Sebelum pemilihan berdasarkan gizi, remaja lebih tertarik pada warna, rasa, tekstur, serta tidak lepas dari hedonisme atau mendapatkan kenikmatan sematamata. Perilaku makan sudah lebih rumit lagi, tidak hanya mengutamakan kesegaran dan kelezatan, tetapi juga cara penampilan, penyajian, dan keeksotisan tanpa mempertimbangkan nilai gizinya. Sedangkan menurut Khomsan dalam Fradjia (2008) mengungkapkan faktorfaktor yang memengaruhi perilaku makan remaja antara lain : a. Pengaruh teman sebaya Aktivitas yang banyak dilakukan di luar rumah membuat individu sering dipengaruhi teman sebayanya. b. Tingkat ekonomi Dari sudut pandang ekonomi, remaja menjadi pasar yang potensial untuk produk makanan tertentu. Umumnya remaja mempunyai uang saku. Hal ini dimanfaatkan

sebaik-baiknya oleh pemasang iklan melalui berbagai media cetak maupun elektronik. c. Suasana dalam keluarga Suasana dalam keluarga yang menyenangkan berpengaruh pada pola kebiasaan makan. Hal ini mungkin dilandasi oleh ada atau tidak adanya kebiasaan makan bersama. Oleh karena itu kebiasaan makan bersama akhirnya luntur karena tiadanya waktu saling berkumpul, apalagi makan bersama. d. Kemajuan industri makanan Kehadiran fast food dalam industri makanan di Indonesia memeengaruhi pola makan kaum remaja di kota. Khususnya bagi remaja tingkat menengah keatas, restaurant fast food merupakan tempat yang tepat untuk bersantai. Makanan yang ditawarkan pun relatif dengan harga yang terjangkau kantong mereka,servisnya cepat, dan jenis makanannya memenuhi selera. 2.3. Makanan Siap Saji Modern (Fast Food) Makanan siap saji modern (fast food) adalah jenis makanan yang mudah disajikan, praktis dan umumnya diproduksi oleh industri pengolahan pangan dengan teknologi tinggi dan memberikan berbagai zat aditif untuk mengawetkan dan memberikan cita rasa bagi produk tersebut (Anonim, 2012). Sedangkan menurut Khasanah (2012), makanan siap saji merupakan makanan yang umumnya mengandung lemak, protein dan garam yang tinggi tetapi rendah serat.

2.3.1. Jenis Makanan Siap Saji Modern (Fast Food) Berikut ini adalah makanan siap saji modern yang paling populer di seluruh dunia yang berasal dari beberapa negara, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Hamburger Hamburger (atau seringkali disebut dengan burger) adalah sejenis makanan berupa roti berbentuk bundar yang diiris dua dan ditengahnya diisi dengan patty yang biasanya diambil dari daging, kemudian sayur-sayuran berupa selada, tomat dan bawang bombay. Hamburger berasal dari negara Jerman. Saus burger diberi berbagai jenis saus seperti mayones, saus tomat dan sambal. Beberapa varian burger juga dilengkapi dengan keju, asinan, serta bahan pelengkap lain seperti sosis. 2. Pizza Pizza adalah adonan roti yang umumnya berisi tomat, keju, saus dan bahan lain sesuai selera. Pizza pertama kali populer di negara Italia. 3. French fries (kentang goreng) French fries adalah hidangan yang dibuat dari potongan-potongan kentang yang digoreng dalam minyak goreng panas. French fries berasal dari negara Belgia. Kentang goreng bisa dimakan begitu saja sebagai makanan ringan, atau sebagai makanan pelengkap hidangan utama. Kentang goreng memiliki kandungan glukosa dan lemak yang cukup tinggi. 4. Fried Chicken (ayam goreng)

Fried Chicken atau ayam goreng pada umumnya jenis makanan siap saji yang umum dijual di restoran makanan siap saji. Fried chicken umumnya memiliki protein, kolesterol dan lemak. 5. Spaghetti Spaghetti berasal dari Italia, namun sudah populer di Indonesia. Spaghetti adalah mie Italia yang berbentuk panjang seperti lidi, yang umumnya di masak 9-12 menit di dalam air mendidih dengan tambahan daging diatasnya. 6. Fish and Chips Fish and chips adalah sebuah nama makanan Barat yang terdiri dari kombinasi antara ikan dan kentang goreng. Rakyat Inggris dan Irlandia menyebutnya dengan istilah chippies atau chipper, dan merupakan menu makan siang murah meriah di kalangan pekerja. 7. Sushi Sushi adalah makanan Jepang yang terdiri dari nasi yang dibentuk bersama lauk berupa makanan laut, daging, sayuran mentah atau sudah dimasak. Sushi juga sudah populer di masyarakat Indonesia. 8. Croissant Croissant adalah salah satu jenis roti berbentuk bulan sabit adonannya berbeda dengan adonan roti biasa karena diberi tambahan korsvert (sejenis lemak) dengan pengolahan teknik lipat, sehingga teksturnya terdiri dari lipatan-lipatan kulit roti yang terasa empuk tetapi renyah, saat kita memakannya. Croissant pertama sekali populer di Prancis.

9. Hot Dog Hot dog merupakan makanan siap saji berupa sosis yang diselipkan dalam roti. Mustard, saus tomat, bawang dan mayonaise dapat melengkapi isiannya. Masih banyak yang termasuk jenis makanan siap saji (fast food) modern diantaranya menurut Peter dalam Ade (2011), yaitu the torpedo roll, the pizza pie, chili con carne, tortillas, club sandwich, sourthen fried chicken, bacon, lettuce and tomato sanwiches, grilled cheese sandwich, dan open beef sandwich. 2.3.2. Bahaya Makanan Siap Saji Modern (Fast Food) Makanan siap saji modern (fast food) menjadi salah satu pemicu munculnya berbagai penyakit seperti: penyakit jantung, diabetes mellitus, hipertensi dan obesitas. Lemak jenuh dan kolesterol yang terdapat dalam makanan siap saji diketahui memperbesar resiko seseorang untuk terkena penyakit tersebut (Khasanah, 2012). World Health Organization (WHO) and Food Agricultural Organization (FAO) menyatakan bahwa ancaman potensial dari residu bahan makanan terhadap kesehatan manusia dibagi dalam 3 kategori yaitu : 1. Aspek Toksikologis Berupa residu bahan makanan yang dapat bersifat racun terhadap organ-organ tubuh. 2. Aspek Mikrobiologis Berupa mikroba dalam bahan makanan yang dapat mengganggu keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan 3. Aspek Imunopatologis Yaitu keberadaan residu yang dapat menurunkan kekebalan tubuh.

Penggunaan zat aditif yang berlebihan dan dikonsumsi secara terus menerus dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan. Zat aditif adalah bahan kimia yang dicampurkan ke dalam makanan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas, menambahkan rasa, dan memantapkan kesegaran produk makanan (Boenga, 2011). Misalnya bahan penyedap rasa MSG (Monosodium glutamat) terdapat dalam french fries jika dikonsumsi terlalu sering akan mengendap dalam tubuh dan memicu resiko kanker (Anonim, 2012). Zat aditif yang lain yaitu berupa bahan pemanis yang terdapat dalam fast food yaitu sakarin yang terdapat dalam bumbu salad dan bahan siklamat yang merupakan pemanis yang tidak mempunyai nilai gizi (non-nutritive) untuk pengganti sukrosa. Secara lebih rinci dampak makanan siap saji modern (fast food) dapat meningkatkan resiko beberapa penyakit (Anonim, 2012) diantaranya: a. Makanan siap saji memicu diabetes Beberapa menu dalam restaurant fast food juga mengandung banyak gula. Gula, terutama gula buatan, tidak baik untuk kesehatan karena dapat menyebabkan penyakit gula atau diabetes, kerusakan gigi, dan obesitas. Minuman bersoda, cake, dan cookies mengandung banyak gula dan sangat sedikit vitamin serta mineralnya. Minuman bersoda mengandung paling banyak gula, sedangkan kebutuhan gula dalam tubuh tidak boleh lebih dari 4 gram atau satu sendok teh sehari. Dengan hanya menikmati masakan cepat saji setidaknya satu kali dalam seminggu mengakibatkan kenaikan lemak dalam darah. b. Makanan siap saji memicu penyakit jantung

The American Heart Association menganjurkan agar mengonsumsi daging tanpa lemak dan sayuran juga menghindari makanan berlemak jenuh tinggi dan trans fat, sodium dan kolesterol seperti burger keju dan makanan yang digoreng. Menurut The National Institutes of Health lemak jenuh dan kolesterol di makanan tersebut dapat meningkatkan kolesterol dalam darah dan meningkatkan kemungkinan dengan permasalahan pada jantung. c. Makanan siap saji memicu hipertensi Sodium yang banyak terdapat dalam makanan cepat saji tidak boleh terlalu banyak dalam tubuh. Untuk ukuran orang dewasa, sodium yang aman jumlahnya tidak boleh lebih dari 3300 miligram, hal tersebut sama dengan 1 3/5 sendok teh. Sodium yang banyak terdapat di fast food, dapat meningkatkan aliran dan tekanan darah sehingga dapat meningkatkan resiko terkena penyakit tekanan darah tinggi. d. Makanan siap saji memicu obesitas Selain karena faktor genetik, obesitas juga bisa dipicu dari pola makan yang tidak sesuai dengan kesehatan. Pemilihan makanan karena pertimbangan selera dan prestise dibandingkan dengan gizinya. Akibatnya, jenis makanan yang banyak dipilih adalah makanan siap saji. Frekuensi yang rutin dalam mengonsumsi makanan siap saji akan memicu obesitas. Makanan siap saji lebih banyak mengandung lemak, kalori, zat pengawet, dan gula dibandingkan serat dan vitamin yang lebih dibutuhkan oleh tubuh. d. Makanan siap saji memicu gagal ginjal Kegemaran dan kebiasaan masyarakat mengkonsumsi makanan siap saji (fast food) juga menyebabkan semakin tingginya asupan natrium dan garam karena

kadar garamnya mencapai dua kali lipat dari batas normal yang dianjurkan yaitu sebesar < 2,4 gram. Garam tinggi berpengaruh pada orang dengan kondisi ginjal terganggu, dapat menjadi penyebab gagal ginjal. Selain itu kadar protein yang tinggi akan semakin merusak ginjal. 2.3.3. Upaya Mengurangi Dampak Makanan Siap Saji Modern (Fast Food) Untuk mengurangi dampak makanan siap saji dapat diupayakan dengan menerapkan upaya pencegahan dengan konsumsi pangan agar terhindar dari resiko berbagai penyakit menurut Guidelines dalam Muchtadi (2001) yaitu : 1. Variasikan konsumsi pangan 2. Mempertahankan berat badan ideal 3. Mengurangi konsumsi lemak total, lemak jenuh dan kolesterol 4. Konsumsi makanan yang cukup mengandung pati dan serat 5. Hindari konsumsi gula yang berlebihan 6. Hindari konsumsi natrium yang berlebihan Selain cara-cara tersebut di atas, upaya terbaik untuk mengurangi dampak negatif makanan cepat saji adalah dengan berupaya tidak megonsumsinya secara berlebihan. 2.4. Batasan Perilaku Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007). Menurut teori Bloom (1908), yang dijabarkan Notoatmodjo (2005), membagi perilaku manusia ke dalam tiga kawasan (domain), meskipun kawasan itu tidak memiliki batasan yang jelas dan tegas. Ketiga kawasan tersebut adalah kognitif

(cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni : pengetahuan, sikap, dan tindakan. 2.4.1. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindaran (sebagian besar diperoleh dari indra mata dan telinga) terhadap objek tertentu. Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan merupakan dominan yang paling penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) dan pengetahuan dapat diukur dengan melakukan wawancara. Perilaku yang didasari dengan pengetahuan dan kesadaran akan lebih bertahan lama dari pada perilaku yang tidak didasari ilmu pengetahuan dan kesadaran. Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu: a. Tahu (know) Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa saja yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. d. Analisis (analysis) Analisis diartikan suatu kemampuan untuk menjabarkan atau materi suatu objek terhadap komponen-komponennya tetapi masih dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. e. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-panilaian ini didasarkan

pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang diukur dari objek penelitian. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan tersebut di atas (Notoatmodjo, 2007). Faktor faktor yang memengaruhi pengetahuan seseorang antara lain: a. Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah pula bagi mereka untuk menerima informasi dan pada akirnya makin banyak pula pengetahuan yang mereka miliki. b. Pekerjaan Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung. c. Umur Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental), dimana pada aspek psikologis ini, taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa. d. Minat Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang dalam.

e. Pengalaman Pengalaman merupakan suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. f. Kebudayaan lingkungan sekitar, Kebudayaan lingkungan sekitar diartikan sebagai kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. g. Informasi Informasi merupakan kemudahan untuk memperoleh suati informasi sehingga dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru. 2.4.2. Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Notoatmodjo (2005) dalam bukunya membagi sikap menjadi empat tingkatan, yakni: a. Menerima (receiving) Menerima diartikan orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek). b. Merespon (responding) Merespon diartikan memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap ini karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas pekerjaan itu benar atau salah, adalah bahwa orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing) Menghargai diartikan mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat ini. d. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab diartikan berkaitan atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi dalam tingkatan sikap. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu obyek. Adapun ciri-ciri sikap menurut WHO adalah: 1. Pemikiran dan perasaan ( Thoughts and feeling), hasil pemikiran dan perasaan seseorang atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus. 2. Adanya orang lain yang menjadi acuan ( Personal references) merupakan faktor penganut sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi tetap mengacu pada pertimbangan-pertimbangan individu. 3. Sumber daya (Resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk bersikap positif atau negatif terhadap objek atau stimulus tertentu dengan pertimbangan kebutuhan dari pada individu tersebut. 4. Sosial budaya (Culture) berperan besar dalam mempengaruhi pola pikir seseorang untuk bersikap terhadap objek/stimulus tertentu. (Notoadmodjo,2007).

Menurut Ahmadi dalam Notoadmodjo (2007), fungsi (tugas) sikap dibagi empat golongan, yaitu: 1. Sebagai alat menyesuaikan diri Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable yang artinya sesuatu yang mudah menjalar, sehingga mudah menjadi milik bersama. Sikap bisa menjadi rantai penghubung antara orang dan kelompoknya atau dengan anggota kelompok lain. 2. Sebagai alat pengatur tingkah laku Pertimbangan antara perangsang dan reaksi pada orang dewasa. Pada umumnya tidak diberi perangsang secara spontan, tetapi adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang tersebut. 3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman Manusia didalam menerima pengalaman-pengalaman dari luar sikapnya tidak pasif, tetapi diterima secara aktif, artinya semua yang berasal dari luar tidak semuanya dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana yang perlu dilayani dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi, semua pengalaman di beri nilai lalu dipilih. 4. Sebagai pernyataan kepribadian Sikap sering mencerminkan kepribadian seseorang. Ini disebabkan karena sikap tidak pernah terpisah pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu, dengan melihat sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi objek tersebut. 2.4.3. Tindakan Setelah seseorang mengetahui stimulus, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang telah di ketahui untuk dilaksanakan atau

dipraktekan. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Agar terwujud sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung berupa fasilitas dan dukungan dari pihak lain. Di mana tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, (Notoatmodjo, 2007) yaitu: a. Persepsi (perception) Mengenal atau memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan praktik tingkat pertama. b. Respon terpimpin (guided response) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah indikator praktik tingkat dua. c. Mekanisme (mechanism) Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga. d. Adaptasi (adaptacion) Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tinndakannya tersebut. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

2.5. Teori Snehandu B. Karr Karr seorang staff pengajar Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Universitas Kalifornia di Los Angeles, mengidentifikasikan adanya 5 determinan perilaku, yaitu: a. Adanya niat (intention) : niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan objek atau stimulus di luar dirinya. Misalnya orang mau membuat jamban/wc keluarga di rumahnya, apabila dia mempunyai niat untuk melakukan tindakan tersebut. b. Adanya dukungan dari masyarakat sekitarnya (social support) Di dalam kehidupan seseorang di masyarakat, perilaku tersebut cenderung memerlukan legitimasi dari masyarakat di sekitarnya. Apabila perilku tersebut bertentangan atau tidak memperoleh dukungan dari masyarakat, maka ia akan merasa kurang atau tidak nyaman. Demikian pula, untuk berperilaku kesehatan orang memerlukan dukungan masyarakat sekitarnya. c. Terjangkaunya informasi (accessbility of information) Terjangkaunya informasi adalah tersedianya informasi-informasi terkait dengan tindakan yang akan diambil oleh seseorang. d. Adanya otonomi atau kebebasan pribadi (personnal otonomy) Adanya otonomi atau kebebasan pribadi (personnal otonomy) dalam mengambil suatu keputusan untuk bertindak. e. Adanya kondisi dan situasi yang memungkinkan (action situation) Untuk bertindak apa pun memang diperlukan suatu kondisi dan situasi yang tepat. Kondisi dan situasi mempunyai pengertian yang luas, baik fasilitas yang tersedia

serta kemampuan yang ada. Untuk membangun rumah yang sehat misalnya, jelas sangat tergantung pada kondisi ekonomi dari orang yang bersangkutan. 2.6. Teori Tindakan Beralasan (Theory Of Reasoned Action/TRA) Theory Of Reasoned Action pertama kali diperkenalkan oleh Fishbein (1967) berkaitan dengan hubungan antara keyakinan, sikap, niat dan perillaku (Glanz, dkk 2002). Kemudian TRA berkembang oleh Ajzen pada tahun 1980 (Jogiyanto, 2007) dimana teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa manusia berperilaku dengan cara yang sadar dan mempertimbangkan segala informasi yang tersedia. Dalam TRA ini, Ajzen (1980) menyatakan bahwa niat seseorang untuk melakukan suatu perilaku menentukan akan dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku tersebut. Lebih lanjut, Ajzen mengemukakan bahwa niat melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu dipengaruhi oleh dua penentu dasar, yang pertama berhubungan dengan sikap (attitude towards behavior) dan yang lain berhubungan dengan pengaruh sosial yaitu norma subjektif /subjective norm. Dalam upaya mengungkapkan pengaruh sikap dan norma subjektif terhadap niat untuk dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku, Ajzen melengkapi TRA ini dengan keyakinan (beliefs). Dikemukakannya bahwa sikap berasal dari keyakinan terhadap perilaku (behavioral beliefs), sedangkan norma subjektif berasal dari keyakinan normatif (normative beliefs). Secara skematik TRA digambarkan seperti gambar 2.1 (Glanz, dkk, 2002).

Behavioral beliefs/keyakinan Attitude toward behavior/ Sikap terhadap perilaku Evaluations of behavioral outcomes/evaluasi dari hasil perilaku Normative beliefs /Keyakinan Normatif Subjective norm/ Norma subjektif Behavioral intention/ niat Behavioral/ Tindakan Motivation to comply/pemenuhan motivasi Gambar 2.1. Teori Tindakan Beralasan (Theory Of Reasoned Action/TRA) Keterangan Gambar 2.1 adalah : Behavioral beliefs/keyakinan merupakan keyakinan yang dirasakan oleh subjek terhadap suatu unsur dan valuations of behavioral outcomes yaitu hasil yang telah diperoleh dari perilaku yang akan mempengaruhi attitude toward behavior/ adalah sikap terhadap perilaku yang akan dilakukan. Kemudian untuk melakukan suatu perilaku pada situasi dan kondisi tertentu dipengaruhi oleh normative beliefs/

keyakinan normatif yaitu keyakinan tentang apakah menyetujui perilaku atau tidak dan motivation to comply/pemenuhan motivasi merupakan hal yang mendorong untuk melakukan perilaku. Setelah sikap individu baik dan didukung oleh norma subjektif pada situasi dan kondisi yang mendukung maka akan mempengaruhi niat seseorang untuk bertindak atau tidak. 2.7. Remaja 2.7.1. Masa Remaja Istilah asing yang sering digunakan untuk menunjukkan masa remaja berasal dari bahasa Latin yaitu adolescentia yang berarti masa muda yang terjadi antara 17-30 tahun (Dariyo, 2004). Yulia dan Singgih D. Gunarsa dalam bukunya Dariyo (2004) akhirnya menyimpulkan bahwa proses perkembangan psikis remaja dimulai antara 12-22 tahun. Santrock (2003), mengartikan remaja sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Walaupun remaja mempunyai ciri unik, yang terjadi padamasa remaja akan saling berkaitan dengan perkembangan dan pengalamanpada masa anak-anak dan dewasa. Sedangkan menurut WHO (dalam Sarwono, 2002) mendefinisikan remaja lebih bersifat konseptual, ada tiga kriteria yaitu biologis, psikologik, dan sosial ekonomi, dengan batas usia antara 10-20 tahun, yang secara lengkap mendefinisikan sebagai berikut: a. Individu berkembang dari saat pertama ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

b. Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanakkanak menjadi dewasa. c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatife lebih mandiri. Menurut Widyastuti, dkk (2009), berdasarkan sifat atau masa (rentang waktu), remaja ada tiga tahap, yaitu: 1. Remaja awal (10-12 tahun) Pada tahap remaja awal ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a). Tampak dan memang merasa lebih dekat dengan dengan teman sebaya. b). Tampak dan merasa ingin bebas. c). Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir yang khayal (abstrak). 2. Masa remaja tengah (13-15 tahun) Pada tahap remaja tengah ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a) Tampak dan merasa ingin mencari identitas diri. b) Ada keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan jenis. c) Timbul perasaan cinta yang mendalam. d) Kemampuan berpikir abstrak (berkhayal) makin berkembang. e) Berkhayal mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seksual. 3. Masa remaja akhir (16-19 tahun) Pada tahap remaja akhir ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Menampakkan pengungkapan kebebasan diri. b. Dalam mencari teman sebaya lebih selektif.

c. Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya. d. Dapat mewujudkan perasaan cinta. e. Memiliki kemampuan berpikir berpikir khayal atau abstrak 2.7.2. Karateristik Masa Remaja Karateristik perkembangan normal yang terjadi pada remaja dalam menjalankan tugas perkembangannya dalam mencapai identitas diri antara lainmenilai diri secara objektif dan merencanakan untuk mengaktualisasikan kemampuannya. Dengan demikian pada fase ini, seorang remaja akan : a. Menilai rasa identitas pribadi b. Meningkatkan minat pada lawan jenis c. Menggabungkan perubahan seks sekunder dalam citra tubuh d. Memulai perumusan tujuan okupasional e. Memulai pemisahan diri dari otoritas keluarga Hurlock (1990) mengemukakan berbagai ciri dari remaja diantaranya adalah : a. Masa remaja adalah masa peralihan Yaitu peralihan sari satu tahap perkembangan ke perkembangan berikutnya secara berkesinambungan. Pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukanlah seorang dewasa. Di mana remaja diberi waktu untuk membentuk gaya hidup dan menentukan pola perilaku, nilai-nilai dan sifat-sifat yang sesuai dengan yang diinginkan mereka. b. Masa remaja adalah masa terjadi perubahan Ada 4 perubahan besar yang terjadi pada remaja, yaitu perubahan emosi, peran, minat pola perilaku dan sikap menjadi ambivalen.

c. Masa remaja adalah masa yang banyak masalah Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi. Hal ini karena remaja tidak bisa menyelesaikan masalahnya tanpa meminta bantuan oranglain sehingga terkadang penyelesaian masalah tidak sesuai dengan yang diharapkan. d. Masa remaja adalah masa mencari identitas Identitas diri yang dicari remaja berupa kejelasan siapa dirinya dan apa peran mereka di tengah masyarakat. e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan kekuatan Ada stigma dari masyarakat bahwa remaja adalah anak yang tidak rapi, tidak dapat dipercaya, cenderung perilaku merusak sehingga menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja. f. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kacamatanya sendiri, baik dalam melihatdirinya maupun oranglain. g. Masa remaja adalah ambang masa dewasa Dengan berlalunya usia belasan, remaja yang semakin matang berkembang dan berusaha memberi kesan seseorang yang hampir dewasa. Ia akan memusatkan dirinya pada perilaku yang dihubungkan dengan status orang dewasa, misalnya dalam berpakaian dan bertindak. 2.8. Kerangka Konsep Penelitian Teori determinan perilaku untuk mengetahui faktor-faktor pola pemilihan makanan siap saji diambil dari teori Snehandu B.Karr dan Theory of Reasoned Action

/TRA atau Teori Tindakan Beralasan sehingga diperoleh kerangka konsep sebagai berikut: Karakteristik Responden: -Umur -Jenis Kelamin Dukungan Sosial -Keluarga -Teman Sebaya Pengetahuan Sikap Niat Pemilihan konsumsi fast food Sumber Informasi: -Media massa dan elektronik seperti televisi, koran, majallah Kondisi dan situasi yang memungkinkan -akses sarana -uang saku Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan kerangka konsep pada Gambar 2.2, dapat dilihat bahwa: Perilaku seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam dirinya dan juga faktor diluar dirinya seperti pengaruh dari orang-orang terdekat dan lingkungannya. Adapun faktor-faktor tersebut yaitu karakteristik responden seperti umur, jenis kelamin, kemudian pengetahuan yang akan memengaruhi sikapnya. Sikap tersebut dipengaruhi oleh dukungan sosial dari keluarga dan teman sebayanya. Pada

umumnya terdapat ada 3 tahap dalam perilaku yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan, namun setelah sikap ada tahap yang dilalui terlebih dahulu yaitu niat seperti yang terdapat dalam Theory of Reasoned Action (TRA). Niat ini akan didorong oleh kondisi dan situasi yang memungkinkan yaitu berupa akses dan uang saku responden sehingga melakukan tindakan untuk mengonsumsi fast food. 2.9. Hipotesis Penelitian Terdapat hubungan beberapa faktor dalam penelitian ini yang akan dirangkum dalam beberapa pernyataan sebagai berikut: 1. Ada hubungan antara karakteristik responden terhadap pengetahuan mengenai makanan siap saji modern (fast food). 2. Ada hubungan antara sumber informasi terhadap pengetahuan mengenai makanan siap saji modern (fast food). 3. Ada hubungan antara dukungan sosial terhadap sikap mengenai pola pemilihan makanan siap saji modern (fast food). 4. Ada hubungan antara kondisi dan situasi terhadap niat mengenai pola pemilihan makanan siap saji modern (fast food). 5. Ada hubungan antara pengetahuan, sikap, dan niat terhadap pemilihan makanan siap saji modern (fast food).