SF-36 sebagai Instrumen Penilai Kualitas Hidup Penderita Tuberkulosis (TB) Paru

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan dunia karena

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA DOKTER KELUARGA

Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract PENDAHULUAN. Nitari Rahmi 1, Irvan Medison 2, Ifdelia Suryadi 3

ABSTRAK EVALUASI HASIL TERAPI OBAT ANTI TUBERKULOSIS FASE INTENSIF PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS KOTAMADYA BANDUNG TAHUN

J. Teguh Widjaja 1, Hartini Tiono 2, Nadia Dara Ayundha 3 1 Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA TB PARU DI PUSKESMAS PAMARICAN KABUPATEN CIAMIS PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER : Triswaty Winata, dr., M.Kes.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia lanjut merupakan tahap akhir kehidupan manusia. Seseorang pada

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini tergolong

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEPATUHAN BEROBAT PASIEN TB PARU DI RSI BANDUNG DENGAN DOTS DAN RS

BAB I PENDAHULUAN. mencanangkan TB sebagai kegawatan dunia (Global Emergency), terutama

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian quasy experimental, control group pre test post test design. Jenis

KARAKTERISTIK PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TUMINTING MANADO

ABSTRAK TINJAUAN TERHADAP PENERAPAN HOSPITAL DOTS LINKAGE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL KOTA BANDUNG TAHUN 2012 DALAM UPAYA PENANGANAN TUBERKULOSIS PARU

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organitation tahun 2014, kasus penularan

ABSTRAK. Kata Kunci: Karakteristik Umum Responden, Perilaku Mencuci Tangan, Diare, Balita

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang. disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP. TB Paru

BAB I PENDAHULUAN. batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar

ABSTRAK PREVALENSI TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT PARU ROTINSULU BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terbaru (2010), masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly

ABSTRACT. Keywords: Supervisory Swallowing Drugs, Role of Family, Compliance Drinking Drugs, Tuberculosis Patients ABSTRAK

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA MULTIDRUG-RESISTANT TUBERCULOSIS DI RUMAH SAKIT PARU DR.H.A.ROTINSULU, BANDUNG TAHUN 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global

Pengaruh Dukungan Keluarga, Pengetahuan, dan Pendidikan Penderita Tuberkulosis (TB Paru) Terhadap Kepatuhan Minum Obat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

Tingkat Self care Pasien Rawat Jalan Diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya. Yessy Mardianti Sulistria

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFIKASI DIRI PADA PASIEN TB PARU

Artikel Penelitian. thedots strategysince 1995.Based on the annual report of Padang City Health Department in 2011, the treatment. Abstrak.

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Naskah Publikasi Karya Tulis Ilmiah. 16 Mei 2017

GAMBARAN PERUBAHAN BERAT BADAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS SELAMA PENGOBATAN DOTS DI BALAI PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU MEDAN TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat

Sri Marisya Setiarni, Adi Heru Sutomo, Widodo Hariyono Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pasien penyakit ginjal kronik ini mencakup ilmu penyakit dalam.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health

BAB 1 : PENDAHULUAN. tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemik

Perangkat untuk memperkirakan biaya yang dikeluarkan pasien

INTISARI. Ari Aulia Rahman 1 ; Yugo Susanto 2 ; Rachmawati 3

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Penyakit TB dapat disembuhkan dengan pengobatan

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ANGKA KESEMBUHAN DAN ANGKA PENEMUAN KASUS TUBERKULOSIS DI KOTA SEMARANG TAHUN 2014

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

GAMBARAN PENGETAHUAN PASIEN DIABETES MELITUS TENTANG PENANGANANNYA DI RUMAH SAKIT PAHLAWAN MEDICAL CENTER KANDANGAN, KAB

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA DALAM PENGGUNAAN AMOXICILLIN SIRUP KERING PADA PASIEN BALITA DI PUSKESMAS SUNGAI KAPIH SAMARINDA

HUBUNGAN ANTARA KONDISI RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS KISMANTORO KABUPATEN WONOGIRI PUBLIKASI ILMIAH

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERHASILAN PENGOBATAN TUBERKULOSIS DI WILAYAH PUSKESMAS NGUTER KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian survei cross-sectional,

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. insulin dependent diabetes melitus atau adult onset diabetes merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri dari

BAB III METODE PENELITIAN

GAMBARAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BEBANDEM, KARANGASEM

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN TUBERKULOSIS MULTIDRUG RESISTANT

BAB I PENDAHULUAN. yang mengenai mereka di usia lanjut atau usia dewasa dimana rawan kartilago yang

Studi Perilaku Kontrol Asma pada Pasien yang tidak teratur di Rumah Sakit Persahabatan

KARAKTERISTIK PASIEN TUBERCULOSIS MULTI DRUG RESISTANCE DI KOTA SURABAYA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ialah melihat usia harapan hidup penduduknya. Dari tahun ke tahun usia harapan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

BAB I. A. Latar belakang. Hal ini dikarenakan angka kematian akibat TB masih tinggi, dimana angka

Kata kunci: Penyakit periodontal, Gingivitis, Kualitas Hidup, OHIP-14

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

PERUBAHAN KEPATUHAN KONSUMSI OBAT PASEIN DM TIPE 2 SETELAH PEMBERIAN LAYANAN PESAN SINGKAT PENGINGAT DI PUSKESMAS MELATI KABUPATEN KAPUAS

Kata Kunci: Tingkat Pengetahuan, Asam Mefenamat, Pasien Poli Gigi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sampling selama kegiatan IPE berjalan dari bulan Juni 2015 Desember Tabel 1. Karakteristik responden penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

Inpatient Satisfaction of Nursing Services in RSUP Dr. Kariadi Semarang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

MOTIVASI DAN KEPATUHAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE (ANC) PADA IBU HAMIL TRIMESTER III

BAB IV METODE PENELITIAN

INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT PADA INSTALASI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PARU JEMBER

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS DAN KEPATUHAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI RS X NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PEMETAAN KASUS TUBERKULOSIS PARU DI KECAMATAN TUMINTING TAHUN 2013

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS (TBC) PADA KELOMPOK USIA PRODUKTIF DI KECAMATAN KARANGANYAR, DEMAK

BAB III METODE PENELITIAN

PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI BALAI PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU MEDAN TAHUN Oleh : ANGGIE IMANIAH SITOMPUL

HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN HIPERTENSI TENTANG OBAT GOLONGAN ACE INHIBITOR DENGAN KEPATUHAN PASIEN DALAM PELAKSANAAN TERAPI HIPERTENSI DI RSUP PROF DR

GAMBARAN TINGKAT KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS DI BKPM MAGELANG PERIODE FEBRUARI MARET 2015

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis

I. PENDAHULUAN. otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi dapat dialami oleh setiap orang baik laki-laki

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN

BAB III METODE PENELITIAN. adalah komorbiditas pada pasien hemodialisa. Kualitas hidup diukur setelah 2

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, World Health Organitation

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta. Semua responden penelitian berdomisili di

Transkripsi:

7 SF-36 sebagai Instrumen Penilai Kualitas Hidup Penderita Tuberkulosis (TB) Paru SF-36 as an Instrument for Quality of Life on Lung Tuberculosis (TB) Patient Abstrak 1* Seshy Tinartayu, 2 Bambang Udji Djoko Riyanto. 1 Bagian Mikrobiologi Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2 Bagian THT Fakultas Kedokteran Universitas Gadjahmada Yogyakarta *Email: tinartayu@yahoo.com Short Form-36 (SF-36) merupakan instrumen baku untuk menilai kualitas hidup kasus penyakit kronis. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah kesehatan dunia karena merupakan salah satu penyebab mortalitas dan morbiditas dengan kematian berkisar 1 juta jiwa setiap tahunnya dan Indonesia ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia (WHO, 2009). Penggunaan SF-36 pada kasus tuberkulosis belum banyak dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kesesuaian SF-36 sebagai penilai kualitas hidup penderita tuberkulosis (TB) paru. Metode penelitian deskriptif analitik. Data diperoleh dari hasil wawancara langsung pada penderita TB paru. Hasil penelitian menunjukkan 54 orang penderita TB paru terbanyak laki-laki (53,7%), kelompok umur terbanyak usia produktif 16-29 tahun (46,3%). Mayoritas pendidikan menengah kebawah, 72,2% tidak bekerja, dan status gizi mayoritas kurang. Rerata nilai total kualitas hidup pada awal dan setelah terapi fase intensif mengalami peningkatan (43,58 menjadi 76,76). Hasil perhitungan statistik diperoleh nilai p disemua dimensi SF-36 adalah 0,001 sehingga p < 0,05, artinya terdapat perbedaan kualitas hidup pasien TB paru pada awal dengan akhir terapi OAT fase intensif. Kesimpulan penelitian adalah SF-36 dapat digunakan sebagai instrumen penilai kualitas hidup pasien tuberkulosis (TB) paru. Kata kunci : SF-36, Kualitas Hidup, TB paru Abstract Short Form-36 (SF-36) is a standard instrument for assessing quality of life of chronic disease cases. Tuberculosis (TB) is a chronic disease and Indonesia has fifth rank with the highest TB burden in the world (WHO, 2009). Use of SF-36 in the case of tuberculosis has not been done. The purpose of this study was to determine the suitability of the SF-36 quality of life as assessor for tuberculosis. Descriptive analytic method. Data obtained from interviews directly in pulmonary tuberculosis patients. The results showed 54 patients most of them are men (53.7%), the largest age group of productive age of 16-29 years and having middle education, did not work, the nutritional status of the majority less. The mean value of the total quality of life at baseline and after the intensive phase of treatment has increased. Statistical calculation results obtained by value p in all dimensions of the SF-36 is 0,001, there is a difference in the quality of life of patients with pulmonary tuberculosis at the beginning of the end of the intensive phase of treatment. Conclusion of the study is the SF-36 can be used as an instrument appraiser quality of life of patients of tuberculosis. Key words: SF-36, Quality of Life, pulmonary tuberculosis

8 PENDAHULUAN Short Form-36 (SF-36) merupakan salah satu instrumen baku untuk menilai kualitas hidup terutama untuk pasien yang penderita penyakit kronis. Penggunaan SF-36 pada kasus tuberkulosis belum banyak dilakukan, sedangkan kita tahu bahwa tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit kronis yang masih menjadi masalah kesehatan dunia karena merupakan salah satu penyebab mortalitas dan morbiditas dengan rata-rata jumlah kematian berkisar 1 juta jiwa setiap tahunnya dan Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. 1 Estimasi pasien TB di Indonesia sekitar 5,8% dari total jumlah pasien TB di dunia, diperkirakan setiap tahun terdapat 429.730 kasus baru dan kematian 62.246 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 102 per 100.000 penduduk. 2 Berdasarkan data dan infomasi kesehatan Provinsi Jawa Barat tahun 2013, Jawa Barat mempunyai jumlah terbesar penderita penyakit TB (Tuberkulosis) dibandingkan provinsi lain di Indonesia. Data terkait dengan banyaknya penderita TB tersebut sesuai dengan jumlah pendudukakan provinsi Jawa Barat yang terbanyak se Indonesia dengan kepadatan penduduk tertinggi berada di Kota Bandung yaitu 15.086 jiwa/km 2. 3 Kasus TB di Kota Bandung menurut data profil kesehatan Jawa Barat tahun 2012 menunjukkan jumlah kasus baru TB paru sebesar 5.862 (93,43%) dan kasus lama sebesar 412 (6,57%). Prevalensi TB paru Kota Bandung 254 per 100.000 penduduk dengan jumlah kematian yaitu 21 orang tertinggi ke dua di Jawa Barat setelah Kabupaten Cianjur. Sebuah studi literatur mengenai pengukuran kualitas hidup yang dilakukan oleh Guo et al. memperoleh hasil bahwa tuberkulosis secara substansial mempengaruhi kualitas hidup penderitanya, terapi anti tuberkulosis mempunyai efek positif yang pertama, diikuti keadaan fisiknya kemudian keadaan mental penderita tuberkulosis. Hasil lain yang diperoleh adalah setelah penderita tuberkulosis selesai menjalani pengobatan dan secara mikrobiologi dinyatakan sembuh ternyata kualitas hidup penderita tuberkulosis secara signifikan lebih buruk dibandingkan populasi sehat. 4 Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Rajeswari di India menyebutkan bahwa penderita TB paru yang dinyatakan sembuh secara mikrobiologi hanya 54% yang mempunyai happy mental status pada akhir terapi. 5 Meskipun terjadi perbaikan yang bermakna dari status kesehatan penderita TB paru (kurang dari 7% menyatakan saat awal terapi menjadi lebih dari 78% di akhir terapi) tetapi tidak ada perubahan dari status sosial (stigma) bila dibandingkan antara awal dan akhir terapi. Instrumen penilaian kualitas hidup secara garis besar dibagi menjadi 2 macam, yaitu instrumen umum (generic scale) yang digunakan untuk menilai secara umum mengenai kemampuan fungsional, ketidakmampuan, kekhatiran yang timbul akibat penyakit yang diderita dan instrumen khusus (spesific scale) yang digunakan untuk mengukur sesuatu yang khusus dari penyakit, populasi tertentu atau fungsi yang khusus misal emosi. 6 Short Form-36 merupakan salah satu contoh instrumen kualitas hidup yang umum (generic scale) yang bila dibandingkan dengan instrumen umum lainnya penggunaan

9 SF-36 telah dipergunakan secara luas untuk berbagai penyakit kronis dan telah dikembangkan oleh beberapa peneliti. Instrumen umum lainnya seperti WHOQOL menilai kualitas hidup menggunakan 6 aspek yaitu 1) kesehatan fisik, 2) psikologi, 3) tingkat kebebasan, 4) hubungan sosial, 5) lingkungan, 6) Spiritual. 7 Sedangkan SF-36 dapat memberikan gambaran lebih lengkap dengan menggambarkan 8 aspek yaitu 1) pembatasan aktifitas fisik karena masalah kesehatan yang ada, 2) pembatasan aktifitas sosial karena masalah fisik dan emosi, 3) pembatasan aktifitas sehari-hari karena masalah fisik, 4) nyeri seluruh badan, 5) kesehatan mental secara umum, 6) pembatasan aktifitas seharihari karena masalah emosi, 7) vitalitas hidup, dan 8) pandangan kesehatan secara umum. Selain itu penggunaan SF-36 ini cepat (5-10 menit) dan mudah dilakukan bahkan dapat juga dilakukan menggunakan wawancara melalui telepon. 8 Tentang SF-36 belum ada uraiannya yang menjelaskan mengapa penelitian ini menggunakan instrumen SF-36? Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kesesuaian SF-36 sebagai instrumen penilai kualitas hidup pada penderita tuberkulosis (TB) paru. BAHAN DAN CARA Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif analitik. Data diperoleh dari hasil wawancara secara langsung menggunakan kuesioner Short Form-36 (SF- 36) untuk menilai kualitas hidup penderita TB paru di Kota Bandung pada saat awal menjalani pengobatan dengan OAT dan diukur kembali setelah responden menjalani pengobatan selama 2 bulan (fase intensif). Populasi penelitian ini adalah penderita tuberkulosis paru kategori 1 di Kota Bandung yang akan menjalani pengobatan pada fase intensif. Sampel penelitian adalah penderita tuberkulosis paru kategori 1 yang berobat ke Puskesmas dan BPKPM di Kota Bandung dan memenuhi kriteria inklusi : umur 15-60 tahun dan Penderita TB paru baru (kategori 1) yang sedang medapat terapi anti TB Kombinasi Dosis Tetap (KDT) pada fase intensif. Kriteria eksklusi : TB ekstra paru, menderita penyakit kronis lain (Hipertensi, Diabetes Melitus, kanker, Osteo artritis, dll) dan tidak bersedia mengikuti jalannya penelitian. Hasil perhitungan besar sampel 54 orang. Penentuan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling. Semua penderita tuberkulosis yang berobat ke Puskesmas dan BPKPM di Kota Bandung yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diambil sebagai sampel kemudian dilakukan kunjungan rumah (home visite). Semua subyek penelitian diberi penjelasan mengenai jalannya penelitian dan diminta persetujuannya untuk mengikuti penelitian dengan menandatangani inform consent yang telah disediakan. Wawancara menggunakan kuesioner SF-36 dilakukan 2 kali dengan subyek yang sama. Wawancara pertama dilakukan selambat-lambatnya 2 minggu setelah subyek penelitian minum obat fase intensif yang pertama kali kemudian wawancara dilakukan kembali tidak lebih dari 2 minggu setelah subyek penelitian selesai menjalani terapi fase intensif (2 bulan kemudian). HASIL Pada Tabel 1. perbandingan jenis kelamin penderita TB paru pada penelitian ini antara laki-laki dibanding perempuan adalah

10 Tabel 1. Disribusi Penderita TB Paru Menurut Jenis Kelamin, Umur, Pendidikan dan Pekerjaan Karakteristik Jumlah Persentase Jenis kelamin Laki-laki 29 53,7 % Perempuan 25 46,3% Umur 16-29 tahun 25 46,3 % 30-39 tahun 14 25,9 % 40-49 tahun 7 13,0 % 50-60 tahun 8 14,8 % Pendidikan Perguruan Tinggi 1 1,9 % SLTA 24 44,4 % SLTP 12 22,2 % SD 13 24,1 % Tidak tamat SD 4 7,4 % Pekerjaan Buruh 6 11.1 % Pedagang 2 3.7 % PNS/BUMN 1 1.9 % Swasta 6 11.1 % Tidak mempunyai 39 72.2 % pekerjaan tetap Jumlah 54 100 % sebesar 1,2 : 1. Disribusi penderita TB paru menurut umur menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah kelompok usia produktif, dan kelompok usia paling sedikit adalah usia 40-49 tahun yaitu 7 orang (13%). Disribusi penderita TB paru menurut pendidikan terakhir menunjukkan bahwa terdapat 46,8% penderita yang berpendidikan SLTA dan perguruan tinggi selebihnya pendidikan SLTP dan SD, sehingga mayoritas penderita TB paru hasil penelitian ini mempunyai tingkat pendidikan menengah kebawah. Disribusi penderita TB paru menurut pekerjaan menunjukkan bahwa ditribusi pekerjaan dari total 54 responden penderita TB paru mayoritas tidak memiliki pekerjaan tetap Tabel 2. Distribusi Penderita TB Paru Menurut Indeks Masa Tubuh (IMT) pada Saat Awal dan Setelah Terapi OAT Fase Intensif (2 bulan) IMT Awal Setelah Terapi (%) Terapi (%) Kurang (< 18,4) 43 (79,6%) 37 (68,5%) Normal (18,5-24,99) 11(20,4%) 16 (29,6%) Berlebih ( 25) 0 (0%) 1 (1,9%) Obese ( 30) 0 (0%) 0 (0%) Jumlah 54 (100%) 54 (100%) *Pengelompokan IMT berdasar WHO yaitu sebesar 39 orang (72,2%). Indeks Masa Tubuh (IMT) dihitung dari pengukuran antropometri tinggi dan berat badan dengan alat ukur yang sama oleh enumerator yang telah dilatih sebelumnya. Hasil pengukuran antropometri dikategorikan status gizi dari seluruh responden sejumlah 54 orang pada saat awal terapi OAT fase intensif menunjukkan rata-rata IMT 16,34 dengan jumlah terbanyak adalah status gizi kurang (IMT<18,4) sejumlah 43 orang (79,6%) dengan. responden dengan status gizi normal sebanyak 11 orang (20,4%). Perhitungan dilakukan dengan uji statistik dari hasil kuesioner SF-36 untuk melihat nilai signifikansi sehingga dapat ditentukan distribusi data yang diperoleh. Data dinyatakan normal apabila nilai p > 0,05. Hasil uji statistik diperoleh informasi bahwa semua data mempunyai nilai hitung > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa semua data telah terdistribusi secara normal. Hasil skoring 8 dimensi dari kuesioner SF-36 pada pasien TB Tabel 6. Rerata Nilai Skoring Kuesioner SF-36 pada Penderita TB Paru Dimensi SF-36 Rerata Nilai Awal Terapi Rerata Nilai Setelah Rerata Selisih Terapi Nilai p Fungsi fisik 54,72 84,91 30,19 0,001 Peran fisik 15,74 83,33 67,59 0,001 Rasa nyeri 47,95 74,81 26,86 0,001 Kesehatan umum 43,84 67,82 23,98 0,001 Fungsi sosial 71,29 86,43 15,14 0,001 Vitalitas 45,74 66,57 20,83 0,001 Peran emosi 13,08 77,77 64,69 0,001 Kesehatan mental 56,30 72,44 16,15 0,001 Rerata total 43,58 76,76 33,18

11 paru baru kategori 1 yang diukur saat awal dan setelah terapi OAT fase intensif (2 bulan) dengan rentang nilai 0-100 disajikan pada Tabel 3. Kuesioner SF-36 menilai 8 dimensi dan pada penelitian ini pengukuran dilakukan 2 kali yaitu pada awal dan setelah selesai terapi OAT fase intensif (2 bulan) dengan hasil rerata nilai awal terapi adalah 43,58 mengalami peningkatan 33,18 poin dibandingkan nilai rerata setelah terapi 76,76. DISKUSI Karakteristik responden penelitian ini mayoritas berjenis kelamin laki-laki, hal ini sesuai dengan data dari Profil Kesehatan Jawa Barat tahun 2012 tentang jumlah penderita baru TB paru Kota Bandung laki-laki sejumlah 3113 (53,1%) dan perempuan 2749 (46,89%). 2 Penelitian Marra tentang kualitas hidup penderita TB paru aktif di Columbia dengan total responden 39 orang, sebanyak 24 orang (62%) adalah laki-laki sisanya 15 orang (38%) adalah perempuan, sehingga perbandingan laki-laki dengan perempuan 1,6 : 1. 9 Mayoritas penderita TB paru dari hasil penelitian ini adalah usia produktif ditambah lagi bila dikaitkan dengan lebih banyaknya laki-laki dibandingkan perempuan. WHO melaporkan setiap tahunnya penderita TB paru 70% lebih banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan. 1 Sebagian besar penderita TB paru mempunyai tingkat pendidikan menengah kebawah, didukung dengan mayoritas responden adalah usia produktif dan rendahnya penderita TB berpendidikan perguruan tinggi ini menggambarkan tingkat ekonomi keluarga yang kurang. Hasil wawancara dengan responden menyebutkan bahwa sebagian dari responden yang tidak mempunyai pekerjaan tetap, beberapa pasien menyampaikan bahwa kondisi fisik saat sakit TB ini menyebabkan penderita tidak mampu bekerja. pernah bekerja dan memilih berhenti bekerja karena keadaan fisiknya, tetapi ada pula yang diberhentikan dari pekerjaannya karena menderita TB. Pengukuran antropometri 2 bulan kemudian setelah pasien menyelesaikan terapi OAT fase intensif menunjukkan peningkatan baik nilai rerata IMT yaitu menjadi 17,33 maupun status gizinya tetapi kelompok terbesar tetap status gizi kurang yaitu sebesar 37 orang (68,5%). Hal ini sesuai dengan gejala TB yaitu berkurangnya nafsu makan yang diikuti penurunan berat badan akibat masih aktifnya M.tuberculosis di dalam tubuh, setelah terapi fase intensif 2 bulan perbaikan status gizi penderita TB mulai terlihat membaik meskipun mayoritas masih dalam kelompok status gizi kurang. Penyembuhan TB paru sangat didukung imunitas, sedangkan imunitas yang baik dapat terwujud bila status gizi penderitanya baik. Tabel 3. menggambarkan rerata nilai skoring dari 8 aspek dalam SF-36 pada awal terapi OAT dan setelah terapi 2 bulan (fase intensif). Hasil analisa Peningkatan tertinggi setelah terapi terjadi pada dimensi peran fisik yaitu meningkat 67,59 poin dimana pertanyaan dalam kuesioner tentang seberapa besar kesehatan fisik yang dialami dapat mempengaruhi pekerjaan dan aktifitas rutin. Selisih peningkatan yang tertinggi berikutnya adalah peran emosi yaitu 64,69 poin dengan pertayaan mengenai seberapa besar perasaan dan emosi mempengaruhi pekerjaan atau aktifitas rutin. Selisih peningkatan tertinggi saat awal dan setelah terapi OAT fase intensif adalah peran fisik dan peran emosi sedangkan

12 dari perhitungan statistik 2 dimensi tersebut dinyatakan tidak berhubungan hal ini dimungkinkan karena khusus bobot nilai skor dimensi peran fisik dan peran emosi dalam kuesioner SF-36 disajikan hanya dalam 2 pilihan jawaban dengan bobot nilai 0 dan 100 sehingga selisih nilai saat dan setelah terapi menjadi besar. Kemungkinan lain adalah responden kurang dapat memahami antara pertanyaan terkait fungsi fisik dengan peran fisik karena hampir mirip, hal ini dapat juga dipengaruhi tingkat pendidikan responden yang mayoritas adalah menengah ke bawah. Hasil perhitungan statistik dengan uji sampel berpasangan menunjukkan nilai signifikansi p < 0,05 artinya terdapat perbedaan kualitas hidup pasien TB paru pada awal dengan akhir terapi OAT fase intensif. Penelitian lain oleh Balgude di India menunjukkan bahwa dari total 30 responden kualitas hidup pasien TB paru sebelum terapi OAT lebih rendah bila dibandingkan dengan kontrol dan kemudian setelah terapi OAT 2 bukan kualitas hidup responden mengalami peningkatan atau perbaikan. 10 Beberapa kendala muncul saat penggunaan kuesioner SF-36 pada penderita TB paru Kota Bandung pada saat di lapangan maupun pada saat pengolahan data. Berikut 8 aspek yang dinilai dalam SF-36 beserta kendala yang dihadapi dan pembahasannya: Aspek fungsi fisik. Pola pertanyaan: apakah aktifitas anda menjadi terbatas atau terganggu karena kondisi kesehatan anda saat ini? Jumlah pertanyaan : 10 (No.3 a-j) 3 pilihan jawaban dengan skor 0/50/100. Kendala dan pembahasan: Contoh aktifitas yang digambarkan dalam kuesioner jarang dilakukan oleh responden (contoh: naik tangga, olah raga basket, voli) Aspek peran fisik. Pola pertanyaan: dalam 4 minggu terakhir, apakah anda memiliki masalah-masalah dengan pekerjaan atau kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan fisik anda? Jumlah pertanyaan: 4 (No 4 a-d), 2 pilihan jawaban dengan skor 0/100. Kendala dan pembahasan: Pilihan jawaban hanya 2 (ya dan tidak), penelitian yang dilakukan pre dan pasca terapi sehingga saat terjadi perubahan pada pengukuran ke 2 maka selisih nilai yang diperoleh sangat besar Aspek rasa nyeri. Pola pertanyaan: dalam 4 minggu terakhir, seberapa berat nyeri tubuh (seperti pegal-pegal, keju-keju, kemeng, geringgingan, dll) dirasakan dan seberapa besar mempengaruhi aktifitas? Jumlah pertanyaan: 2 (No 7 dan 8). Pertanyaan No 7 dengan 6 pilihan jawaban skor 100/80/60/40/20/0 dan No 8 dengan 5 pilihan jawaban skor 100/75/50/25/0. Kendala dan pembahasan : Contoh yang menggambarkan berat nyeri perlu dilakukan penyesuaian dengan bahasa wilayah setempat supaya tidak menimbulkan perbedaan persepsi yang berakibat perbedaan nilai (skor). Aspek kesehatan umum. Pola pertanyaan : bagaimanakah kondisi kesehatan anda saat ini? Jumlah pertanyaan: 4 (No. 1, 2, 11 a-d), 5 pilihan jawaban dengan skor 100/75/50/25/0. Pertanyaan no 1 disertai dengan perbandingkan 1 tahun yang lalu. Kendala dan pembahasan: Pertanyaan no. 1 yang menanyakan kondisi kesehatan dibandingan 1 tahun yang lalu kurang tepat dalam penelitian ini karena penilaian dengan kuesioner ini dilakukan 2 kali dengan interval waktu 2 bulan. Aspek fungsi sosial. Pola pertanyaan: Seberapa jauh kondisi kesehatan fisik dan masalah emosi/perasaan anda mempengaruhi

13 aktifitas sosial anda dengan keluarga, tetangga atau kelompok? Jumlah pertanyaan: 2 (No 6, 10) dengan 5 pilihan jawaban skor 100/75/50/25/0. Kendala saat aplikasi aspek fungsi sosial tidak ditemukan. Aspek vitalitas. Pola pertanyaan: Apakah 4 minggu terakhir anda merasa bersemangat, berenergi, jenuh, lelah? Jumlah pertanyaan: 4 (No. 9 a,e,g,i) dengan 6 pilihan jawaban skor 100/80/60/40/20/0. Kendala saat aplikasi aspek vitalitas tidak ditemukan. Aspek peran emosi. Pola pertanyaan: apakah anda pernah mengalami beberapa masalah dengan pekerjaan atau aktifitas sehari-hari lainnya sebagai akibat perasaan atau emosi (seperti perasaan tertekan atau cemas)? Jumlah pertayaan: 3 (5 a, b, c), dengan 2 pilihan jawaban skor 0/100. Kendala dan pembahasan: Pilihan jawaban hanya 2 (ya dan tidak), penelitian yang dilakukan pre dan pasca terapi sehingga saat terjadi perubahan pada pengukuran ke 2 maka selisih nilai yang diperoleh sangat besar. Aspek kesehatan mental. Pola pertanyaan: apakah anda merasa gugup, sedih, bimbang, kecewa, bahagia, tenang, damai dalam 4 minggu terakhir? Jumlah pertanyaan: 5 (No. 9 a,c,d,f,h) dengan 6 pilihan jawaban skor 100/80/60/40/20/0. Kendala saat aplikasi aspek kesehatan mental tidak ditemukan. Penggunaan SF-36 di lapangan dalam penelitian ini dari segi isi pertanyaan hanya perlu perbaika dan penyesuaian dengan bahasa dan adat kebiasaan daerah tempat responden tinggal. Solusi untuk beberapa aspek dengan pilihan jawaban terlalu sempit (2 pilihan jawaban dengan skor 0 dan 100 dapat ditambahkan kolom uraian yang nantinya dapat diisi komentar pasien atau temuan dari hasil pengamatan langsung yang mendukung pertanyaan baku dalam aspek penilaian SF- 36. SIMPULAN Kuesioner SF-36 dapat dipergunakan untuk mengukur kualitas hidup penderita TB paru meskipun diperlukan penyesuaian kalimat dalam isi kuesioner dengan sasaran responden (usia, tingkat pendidikan) dan wilayah tempat penelitian (terkait budaya dan adat istiadat). DAFTAR PUSTAKA 1. WHO. Treatment of Tuberculosis Guidelines. Edisi 4. Geneva: World Health Organization. 2009. 2. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Jawa Barat. 2012. www.depkes.go.id 3. Kementerian Kesehatan RI. Ringkasan Eksekutif Data dan Informasi Kesehatan Provinsi Jawa Barat. 2013. www.depkes.go.id 4. Guo Na, Marra Fawziah, Marra Carlo. Measuring Health-Related Quality of Life in Tuberculosis: A Systematic Review. Health qulity of life outcomes. Biomed central. 2009. 5. Rajeswari R., Muniyandi M., Balasubramanian., Narayanan P.R. Perceptions of Tuberculosis Patients about Their Physical, Mental and Social Well-Being: a Field Report from South India. Social Science & Medicine, 2005; 60: 1845-1853. 6. Robert, S. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Hidup Penderita Penyakit Parkinson di Poliklinik Saraf RS dr Kariadi. Tesis, Semarang:

14 Program Pascasarjana Magister Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Saraf UNDIP. 2007. 7. WHO. WHOQOL Measuring Quality of Life. Programme on Mental Health. Division of Mental Health and Prevention of Substance Abuse, Word Health Organization. 1997. 8. Ware, J. SF-36 Health Survey (Version 1.0) for use in Australia. Australian Health Outcomes Collaboration (AHOC). University of Wallongong. 2005. 9. Marra A.C., Marra F., Cox V., Palepu A., Fitzgerald J. Factors Influencing Quality of Life in Patients with Active Tuberculosis. Health and Quality Life Outcome. Biomed central. 2004: 1-10 10. Abhishek, B. & Smita, S. Study of Impact of Antitubercular Therapy on Quality of Life. Indian J Med Scie, 2013; 66 (3 and 4).