PERTUMBUHAN SAPI FH DARA CALON BIBIT DARI UMUR HARI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

PENCAPAIAN BOBOT BADAN IDEAL CALON INDUK SAPI FH MELALUI PERBAIKAN PAKAN

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

Seminar Nosional Peternakan dan lieteriner 199- TATIT S., E. WrNA, B. TANGENIAYA dall I. W. MATHIUS

PERFORMANS PERTUMBUHAN DAN BOBOT BADAN SAPI PERAH BETINA FRIES HOLLAND UMUR 0-18 Bulan

Hubungan Antara Umur dan Bobot Badan...Firdha Cryptana Morga

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

PERFORMA REPRODUKSI SAPI DARA FRIESIAN-HOLSTEIN PADAPETERNAKAN RAKYAT KPSBU DAN BPPT SP CIKOLE DI LEMBANG

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

EVALUASI CALON PEJANTAN MELALUI PERFORMAN TEST

Gambar 1. Produksi Susu Nasional ( ) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2011)

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Lokasi BBPTU-SP Baturraden, Purwokerto

EVALUASI PRODUKSI SUSU BULANAN SAPI PERAH FRIES HOLLAND DAN KORELASINYA DENGAN PRODUKSI TOTAL SELAMA 305 HARI DI BBPTU-HPT BATURRADEN

PERBANDINGAN DUA METODE PENDUGAAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH BERDASARKAN CATATAN SEBULAN SEKALI

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat

KELEMBAGAAN SISTEM PERBIBITAN UNTUK MENGEMBANGKAN BIBIT SAPI PERAH FH NASIONAL

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

APLIKASIANALISIS RANCANGAN ACAK LENGKAP DALAM PENGOLAHAN DATAHASILPENELITIAN PERCOBAAN PAKAN TERNAK PADAKAMBINGINDUK

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

Pengaruh Pembedaan Kualitas Konsentrat pada Tampilan Ukuran-Ukuran Tubuh dan Kosumsi Pakan Pedet FH Betina Lepas Sapih

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah

KANDUNGAN LEMAK, TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU SAPI PERAH AKIBAT INTERVAL PEMERAHAN BERBEDA

MILK PRODUCTION CURVE MODEL ON FIRST AND SECOND LACTATION IN FRIESIAN HOLSTEIN COWS AT PT.ULTRA PETERNAKAN BANDUNG SELATAN

PENDAHULUAN. dari sapi betina yang telah melahirkan. Produksi susu merupakan salah satu aspek

Bibit sapi Bali SNI 7355:2008

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

Bibit sapi peranakan Ongole (PO)

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011). Sapi FH memiliki karakteristik sebagai berikut :

PERTUMBUHAN PRA-SAPIH KAMBING PERANAKAN ETAWAH ANAK YANG DIBERI SUSU PENGGANTI

PERTUMBUHAN PEDET BETINA DAN DARA SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI WILAYAH KERJA BAGIAN BARAT KPSBU LEMBANG

TINJAUAN PUSTAKA. dan dikenal sebagai Holstein di Amerika dan di Eropa terkenal dengan

PERFORMA PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI YUNI FITRIYANI

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi

EVALUASI GENETIK PRODUKSI SUSU SAPI FRIES HOLLAND DI PT CIJANGGEL-LEMBANG

TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan Sapi Pedet

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PEMULIABIAKAN PADA SAPI PERAH

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

PERBANDINGAN PERFORMA PRODUKSI SAPI PERAH FRIES HOLLAND IMPOR DENGAN KETURUNANNYA (Studi Kasus di PT. UPBS Pangalengan)

OPTIMALISASI PERTUMBUHAN ANAK SAPI FR LEPAS SAPIH MELALUI PERBAIKAN PAKAN DAN TATA LAKSANA TEPAT GUNA

DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

PEMANFAATAN TURUNAN SEMEN BEKU IMPOR PADA PROGRAM' IB SAPI PERAH DI KELOMPOK INDUK PRODUKSI TINGGI DI SENTRA USAHATERNAK SAP] PERAH DI JAWA TIMUR

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah

BIRTH WEIGHT AND MORPHOMETRIC OF 3 5 DAYS AGES OF THE SIMMENTAL SIMPO AND LIMOUSINE SIMPO CROSSBREED PRODUCED BY ARTIFICIAL INSEMINATION (AI) ABSTRACT

EFEKTIVITAS CATATAN TEST DAY UNTUK EVALUASI GENETIK PRODUKSI SUSU PADA SAPI PERAH

IMBANGAN HIJAUAN-KONSENTRAT OPTIMAL UNTUK KONSUMSI RANSUM DAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH HOLSTEIN LAKTASI

E. Kurnianto, I. Sumeidiana, dan R. Yuniara Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

PENINGKATAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH LAKTASI MELALUI PERBAIKAN PAKAN SKRIPSI. Disusun oleh: DEDDI HARIANTO NIM:

Hubungan antara bobot badan induk dan bobot lahir pedet sapi Brahman cross pada jenis kelamin yang berbeda

HUBUNGAN BOBOT HIDUP INDUK SAAT MELAHIRKAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEDET SAPI PO DI FOUNDATION STOCK

KORELASI BOBOT SAPIH TERHADAP BOBOT LAHIR DAN BOBOT HIDUP 365 HARI PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU

Penyusunan Faktor Koreksi Produksi Susu Sapi Perah

ANALISIS POLA USAHA PEMBIBITAN SAPI BALI YANG DIPELIHARA SECARA EKSTENSIF DAN SEMI INTENSIF

PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PRODUKTIVITAS PEDET SAPI POTONG HASIL INSEMINASI BUATAN

PEMANFAATAN CATATAN TEST DAY (HARI UJI) PADA EVALUASI MUTU GENETIK SAPI PERAH DI PT. TAURUS DAIRY FARM. Universitas Padjadjaran

ANALISIS PEMBIAYAAN PENGADAAN CALON INDUK SAPI PERAH ANTAR WILAYAH SENTRA PENGEMBANGAN SAPI PERAH

HUBUNGAN ANTARA BOBOT BADAN DENGAN PROPORSI ORGAN PENCERNAAN SAPI JAWA PADA BERBAGAI UMUR SKRIPSI. Oleh NUR FITRI

UJI PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIEN HOLSTEIN KETURUNAN PEJANTAN IMPOR DI BBPTU-HPT BATURRADEN

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Sapi Perah

MATERI DAN METODE. Materi

Animal Agriculture Journal 4(2): , Juli 2015 On Line at :

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

POTENSI PEMBERIAN FORMULA PAKAN KONSENTRAT KOMERSIALTERHADAP KONSUMSI DAN KADAR BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PERFORMA REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN BETINA DI PETERNAKAN RAKYAT KPSBU DAN BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI OKTARIA DWI PRIHATIN

NILAI PEMULIAAN. Bapak. Induk. Anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

Ripitabilitas dan MPPA Sapi Perah FH di BBPTU HPT Baturraden...Deriany Novienara

HASIL DAN PEMBAHASAN

KORELASI BOBOT HIDUP INDUK MENYUSUI DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT HIDUP PEDET SAPI PERANAKAN ONGOLE

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT

LOUNCHING PROVEN BULL SAPI PERAH INDONESIA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

PARAMETER GENETIK BOBOT BADAN DAN LINGKAR DADA PADA SAPI PERAH

COMPARISON REPRODUCTION PERFORMANCE OF IMPORTED HOLSTEIN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Gowa P.O. Box 1285, Ujung Pandang 90001

PENGGUNAAN CATATAN TEST DAY UNTUK MENGEVALUASI MLTTU GENETIK SAP1 PERAH OLEH : HEN1 INDRIJANI

Transkripsi:

SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 2000 PERTUMBUHAN SAPI FH DARA CALON BIBIT DARI UMUR 120-240 HARI CHALm TALm', KuswAxni', ANNEKE ANGGRASM', dan KusumA DtwyAxro2 t Bclai Penelitian Ternak P.O. Box 221, Bogor 16002 2 Pusct Penelitian Peternakan, Jalan Raya Pajajaran, Bogor 16151 ABSTRAK Satu hal penting tetapi umumnya diabaikan oleh petemak sapi perch di Indonesia adalah pengadam replacement stock Oleh karenanya penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan sapi-sapi calon dara replacement stock sehubungan dengan emtnya hubungan antara bobot induk dan produksi susu. Penelitian dilakukan dengan menggunakan 180 ekot pedet FH betina terseleksi berdasarkan produksi susu induk dan bapak yang dihasilkan melalui perkawinan dengan 15 pejantan. Data dikumpulkan dari anak-anak sapi kelahiran tahun 1993-1996. Data dianalisa dengan general linier model dari SAS dengan menggunakan pejantan, bulan lahir, musim dan tahun kelahian sebagai perlakuan. Pakan yang diberikan seragam demikian pula dengan managemen pemelihaaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mtaan bobot badan 120 hari dan pertambahan bobot badan dari lahir sampai umur 240 hari, pertambahan bobot badan dari umur 120-240 hari dan bobot badan pada umur 240 hari berturut-turut adalah 89,99 :111,40 kg; 0,45 t 0,07 kg ; 0,52 f 0,22 kg; dan 146,18 t 14,31 kg. Pertumbuhan pedet betina ini termasuk sedang. Pertumbuhan pedet dipengaruhi oleh pejantan, tahun lahir, musim x tchun lahir, bobot lahir, dan bobot umur 120 hari. Bobot lahir dan bobot 120 hari berpengaruh (P<0,01) terhadap pencapaian bobot pada umur 240 hari. Semakin tinggi kedua ukuran ini maka semakin tinggi pula bobot pada umur 240 hari yang dapat dicapai. Kata kunci : Sapi data, FH, pejantan, bobot badan 240 hari PENDAHULUAN Laporan BPS menunjukkan bahwa dari sekitar 350 ribu ekor populasi sapi perah, hanya sekitar 6,5% scja yang dipelihara oleh perusahaan. Laporan dari lapangan menunjukkan bahwa peternak dengan pemilikan kurang atau sama dengan 4 ekot merupakan bagian terbesar yaitu sekitar 62%, dan hampir seluruh petemak ini hanya memelihara ternak induk produktif saja (TALIB et al., 1999). Data ini secara tidak langsung menginformasikan bahwa petemak-petemak ini pada saatnya akan mencari sapi induk pengganti (replacement stock) bilamana ternaknya telah memasuki masa afldr. Di lain pihak replacement stock yang ada berlangsung di bawah kondisi yang kurang menguntungkan bagi perkembangan sapi perah nasional. Umumnya petemak membeli sapi-sapi dara bunting sebagai replacement stock hanya berdasarkan eksterior tubuh sapi bersangkutan tanpa diketahui sama sekali kapasitas produksi susu yang dimilikinya dan cara pemeliharaan ketika masih pedet sampai bunting. Cara-cara penjualan tebak-tebakan ini tentulah sangat merugikan petemak karena semua resiko tentang sapi yang dibeli akan ditanggung oleh petemak sendiri. Kurang baiknya mutu replacement stock ini antara lain diisyaratkan oleh adanya mutasi ternak produktif yang tinggi dan variasi produksi yang besar ditangan peternak (HARDIOSUBROTO, 1994 ; 1VIAHYUDDIN et al., 1996 dan TALIB et al., 1999). Oleh karena itu salah satu cara memacu peningkatan produksi susu nasional adalah menyediakan calon-calon induk pengganti yang bermutu baik dan dipelihara dalam management yang juga cukup baik sehingga tidak merugikan bagi petemak pengguna yang notabene adalah para peternak kecil ekonomi lemah.

Seminar Nasional Peternakan dan Vetertner 2000 Tujuan penelitian ini adalah mempersiapkan pedet-pedet betina sebagai replacement stock dengan sistem pemeliharaan yang cukup baik. Diharapkan pada saat berproduksi kelak mereka dapat menunjukkan prestasi produksi yang baik. MATERI DAN METODE Sapi yang diteliti adalah sapi dara (pedet) FH yang berjumlah 180 ekor kelahiran dari tahun 1993-1996 di Balai Perbibitan Ternak, Baturraden. Pedet-pedet ini dihasilkan melalui perkawinan dengan 15 pejantan yang berbeda. Sistem perkawinan diatur untuk menghasilkan derajat inbreeding minimum. Pedet dipelihara secara kelompok, memperoleh konsentrat yang dikhususkan untuk pedet dengan komposisi sebagaimana tercantum pada Tabel 1. Konsumsi konsentrat selalu bertambah dari bulan pertama sampai bulan keempat seiring dengan penurunan konsumsi air susu induk (ASI). Rumput Gajah (Penisetum purpureum) dan air diberikan secara ad libitum. Setiap dua minggu pedet mendapat mineral block. Bulan keempat dan seterusnya sampai bulan ke delapan pedet mengkonsumsi konsentrat sejumlah 1,25 kg per hari (setiap bulan dinaikkan 0,25 kg) dan mengkonsumsi air susu induk sejumlah 4, 2, dan 0 liter, masing-masingnya. Penimbangan dilakukan pada waktu baru dilahirkan, umur 120 had dan umur 240 hari. Walaupun demikian angka-angka yang disajikan dalam tulisan ini hanyalah meliputi pertambahan bobot badan (PBB) dari lahir -240 hari ; PBB dari umur 120-240 hari dan bobot badan pada umur 240 hari. Sedangkan ukuran-ukuran pada penimbangan sebelumnya telah dipublikasi (TALIB dan KuSWANDi, 2000). Walaupun demikian kedua penelitian ini melahirkan performan seperti pada Gambar 1. Tabel 1. Komposisi konsentrat pedet Komposisi Kadar air 12,33 Protein kasar 12,44 Serat kasar 10,31 Lemak 3,68 Ca 0,83 P 0,91 Energi (kaugram) - 3.756 Semua anak sapi mendapatkan management pemeliharaan yang seragam, sehingga diharapkan bahwa perbedaan yang ada adalah manifestasi dari pengaruh pejantan dan waktu mengingat senjang waktu kelahiran yang luas. Dengan demikian sebagai perlakuan adalah pejantan, bulan lahir, musim lahir dan tahun lahir. Parameter yang diukur adalah bobot lahir, bobot pada umur 120 hari dan pertambahan bobot harian dari lahir sampai umur 120 hari. General linier model dari SAS digunakan untuk analisa data yang dilanjutkan dengan uji jarak dari Duncan untuk mendapatkan perbedaan yang lebih spesifik dalam setiap perlakuan yang mempengaruhi parameter terukur. HASIL PENELITIAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa pejantan berpengaruh terhadap pertambahan dari lahir sampai umur 240 hari dan bobot badan pada usia 240 hari tetapi tidak berpengaruh pada pertambahan dari pasta- 120-240 hari. Secara ringkas pengaruh perlakuan terhadap parameter terukur dapat dilihat pada Tabel 2. 95

Seminar Nasional Peternakan dan 1'eteriner 2000 Sumber: untuk dua tingkat umur 1 dan 120 hari dikutip dari Tntw dan KuswANDi (2000) Gambar 1. Rataan bobot badan dan standar deviasi sapi dara FH bibit dari lahir-umur 240 hari Tabel 2. Pengaruh perlakuan pada bobot badan (BB) 240 hari, pertambahan bobot badan (PBB) 0-240 hari dan PBB 120-240 hari Perlakuan BB-240 hari PBB 1-240 had Pejantan/Bapak Bulan lahir Tahun lahir ~~ er Musim lahir Musim X Tahun Ihr R BB-lahir (linier) " ~ BB 120 had (linier) +~ ~* Keterangan: ') berpengaruh secara nyata pada P<0,05 **1 berpengaruh secara sangat nyata pada P<0,01 PBB 120-240 had Hasil lainnya yang ditunjukkan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa tahun lahir berpengaruh terhadap ketiga parameter yang diukur sedangkan interaksi musim dan tahun lahir hanya berpengaruh pada PBB 1-240 hari dan BB pada umur 240 hari. Demikian pula bobot lahir berpengaruh terhadap kedua ukuran ini secara linier. Bobot badan pada umur 120 hari secara nyata berpengaruh terhadap ketiga parameter terukur. Pengaruh bapak/pejantan terhadap kedua parameter ini menunjukkan betapa pentingnya untuk memilih pejantan yang baik agar sejak dini pedet betina (sapi dara calon induk) yang dipelihara telah memiliki potensi untuk tumbuh baik secara memadai. Bobot hidup pada umur 240 hari yang tinggi lebih dapat menjamin tercapainya bobot setahun dan bobot selanjutnya yang juga tinggi daripada bobot sapih (240 hari) yang rendah karena adanya korelasi positip antara bobot pada usia 96

Seminar Nasional Peternakan dan Peteriner 2000 sapih ini dengan bobot setahun dan bobot badan pada umur selanjutnya (BENNET dan GREGORY, 1996; ROBINSON dan O'ROURKE, 1992 ). Pengaruh pejantan pada parameter-parameter terukur ini dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. Tobel 3. Pengaruh pejantan terhadap bobot badan sapi FH betina bibit umur 240 hari Uji Duncan ) Rataan Sires code A 162,83 111 A 159,16 110 B A 148,00 112 B A 146,92 104 B A 145,00 103 B A 142,21 109 B A 141,79 107 B A 140,27 106 B A 140,17 108 B A 139,50 105 B A 137,00 101 B 129,50 114 B 121,75 102 Rataan 146,18 Keterangaw') perbedaan huruf antar baris menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Tabel 4. Pengaruh pejantan terhadap PBB sapi FH betina bibit umur 1-240 hari Uji Duncan) A Rataan 0,52 Pejantan 111 B A 0,51 110 B A C 0,46 104 B A C 0,45 103 B A C 0,45 112 B A C 0,44 107 B A C 0,44 109 B A C 0,43 106 B A C 0,42 108 B A C 0,41 105 B C 0,39 101 C 0,37 114 C 0,35 102 Rataan Keterangan : ') perbedaan huruf antar baris menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Dari Tabel 3 terlihat bahwa baik bobot badan tertinggi maupun pertambahan bobot badan tertinggi sapi dara pada umur 240 hari keduanya dihasilkan dari keturunan pejantan 111 dan 110 yaitu dengan bobot 159-163 kg dengan PBB berkisar dari 0,51-0,52 kg per ekor per hari. Sedangkan 97

SeminarNasional Peternakan den Veleriner 2000 bobot badan dan PBB terendah ditampilkan oleh keturunan pejantan 114 dan 102 yaitu sebesar 122-130 kg dan 0,35-0,37 kg per ekor per hari masing-masingnya. Walaupun demikian ternyata pejantan tidak berpengaruh terhadap PBB dari umur 120-240 hari dimana rataan PBB yang ditunjukkan oleh sapi-sapi dam bibit ini yaitu sebesar 0,51 + 0,25 kg per ekor per hari. Adanya pengaruh tahun lahir pada PBB sampai usia 240 hari dan pada bobot 240 hari serta terjadinya hasil interaksi antara musim dan tahun lahir pada kedua parameter terukur jai menunjukkan bahwa tahun lahir berpengaruh terhadap kedua faktor pertumbuhan ini tidak bergantung pada musim pada saat pedet tersebut dilahhkan. Secara keseluruhan pengaruh tahun lahir ini dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6. Tabel 5. Pengaruh tahun lahir terhadap bobot badan pada umur 240 had Uji Duncan Rataan Tahun A 164,92 96 B 140,73 94 B 138,21 95 B 131,80 93 Keterangan : '~ perbedaan huruf antar baris menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Tabel 6. Pengsruh tahun lahir terhadap pertambahan bobot badan pada umur 1-240 hari Uji Duncan Rataan Tahun A 0,3 96 B 0,43 94 B 0,42 95 B. 0,38 93 Keterangaw') perbedaan huruf antar baris menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Dari hasil yang tercantum pada Tabel 5 dan Tabel 6 terlihst bahwa dari tahun ketahun selalu terjadi perbaikan baik pada bobot badan maupun pada pertambahan bobot badan harian sapi-sapi dara ini. Hasil ini menunjukkan bahwa dari tahun ketahun selalu terjadi perbaikan management pemelihaman yang mengakibatkan diperolehnya peningkatan bobot badan maupun PBBnya dengan mengingat adanya (tidak konsistennya) pengaruh interaksi musim x tshun lahir. Bobot badan pada umur 240 hari dari pedet kelahiran tahun 1993-1995 yang berkisar dari 132-141 kg ternyata dapat ditingkatkan menjadi 165 kg pada tahun 1996. Demikian pula PBB dari 1-240 hari untuk periode yang sama dapat ditingkatkan dari hanya 0,38-0,43 kg per ekor per hari pada tahun 1993-1995 menjadi 0,53 kg per ekor per hari pada tahun 1996. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan pada sapi sejak pembuahan sampai dewasa dan mati ditempuh melalui peningkatan tissue mass. Peningkatan ini dapat terjadi melalui hyperplasia yang umum terjadi pada awal kehidupan dan hypertrophy yaitu pembesaran sel yang ada. Pertumbuhan maksunum setiap individu diatur secara genetik yang lebih ditentukan oleh adanya perbedaan ukuran kerangka tubuh dan jumlah sel-sel daging (HAMMOND, 1961). Pertumbuhan pada pedet betina sapi perah sangat penting karena sebagai persiapan untuk menyediakan semua elemen-elemen yang dibutuhkan sebagai pabrik susu kelak. WILTBANK (1978) mengatakan bahwa bobot badan yang tinggi akan 98

Seminar Nasional Peternakan dan Yeteriner 2000 menghasilkan induk-induk yang berproduksi lebih baik dari mereka dengan bobot badan yang rendah. Adanya pengaruh bobot-bobot badan sebelumnya terhadap parameter terukur menunjukkan bahwa pertumbuhan selanjutnya bergantung pada pertumbuhan sebelumnya. Dengan kata lain untuk mendapatkan sapi dewasa yang baik maka perhatian peternak seharusnya diberikan pada ternak yang meliputi semua tahapan kehidupannya. Bilamana sapi-sapi tersebut mengalami saat-saat kekurangan pakan maka hal ini juga akan berdampak pada pertumbuhan selanjutnya dan kemampuan mengejar ketertinggalannya (OWENS et al., 1993). Sehingga bilamana seleksi dilakukan berdasarkan bobot badan selanjutnya akan berdampak pada bobot lahir, dimana bobot lahir yang terlampau besar tidak dianjurkan karena akan melahirkan kesulitan pada saat proses kelahiran (PRICE dan WiLTBANtc, 1978). Sehingga pengaruh pejantan terhadap bobot umur 240 hari ini harus dicermati dengan baik. Bobot badan pada umur 240 hari yang dicapai dalam penelitian ini masih termasuk kecil karena hanya 146.17 kg dimam rataan pertumbuhan dari lahir sampai umur 240 hari hanya sebesar 0,45 kg per ekor per hari dan pertumbuhan dari 120-240 hari hanya sebesar 0,52 kg per ekor per hari. Idealnya pertumbuhan sapi FH dara pada tahap pertama adalah sebesar 0,65 kg per ekor per hari dan kedua adalah 0,75-0,8 kg per ekor per hari (LITTLE et al., 1981 ; ROY dan SmrrH, 1987). Hal ini disebabkan karena bobot ideal sapi FH pada saat melahirkan pertama adalah sekitar 350-400 kg yang dicapai pada umur 2,2-2,5 tahun untuk menjamin terlahirnya anak yang sehat dan produksi susu induk yang baik. Pertumbuhan yang lebih lambat akan menyebabkan mundurnya umur kawin pertama yang baik (ROY, 1978). Walaupun sudah ada perbaikan pertumbuhan dan bobot badan dengan berjalannya waktu namun tetap saja perbaikan yang lebih cepat dan akurat lebih diharapkan lagi dapat diterapkan pada pemeliharaan replacement stock ini. Apalagi yang terjadi di Indonesia dimana pemeliharaan pedet betina dilakukan seadanya saja, maka sulit sekali untuk dapat diharapkan pada saatnya nanti pedetpedet ini dapat berproduksi dengan baik. Hal ini mudah terlihat dari produktivitas sapi perah di Indonesia yang belum beranjak ke kapasitas produksi 3.500 liter per laktasi (KURNIANTO, 1991 ; GUSHAIRYANTO, 1994 ; MAHYUDDIN et al., 1996) walaupun pelaksanaan IB telah berlangsung sekitar 3 dekade. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Perbaikan management pemeliharaan dan perbaikan pakan perlu terus dilakukan dalam pemeliharaan pedet dara untuk replacement stock pada sapi perah di Indonesia agar dapat mendekati bobot standard pada setiap tahapan pertumbuhan. 2. Adanya pengaruh pejantan terhadap bobot badan dan kecepatan pertumbuhan pedet dan pengaruh bobot sebelumnya mestinya dimanfaatkan untuk mengejar bobot badan ideal yang mungkin dicapai oleh sapi perah di Indonesia untuk mengoptimalkan kapasitas produksi berdasarkan potensi genetik yang dimilikinya. 3. Sistem pemelihaaan replacement stock dengan cara seadanya sudah harus ditinggalkan bilamana memang dairy industries ingin dikembangkan di Indonesia.

Seminar Nasional Peternakan dam Veteriner 2000 DAFTAR PUSTAKA BENNET, G.L. and K.E. GREGORY. 1996. Genetic (co)variances among birth weight, 200-day weight and postweaning gain in composites and parental breeds ofbeef cattle. J. Anim. Sci. 74:2598. GmAmYANTo. 1994. Parameter Produksi dan Reproduksi, Evaluasi Nilai Pemuliaan Pejantan serta Induk Sapi Perah Fries Holland di Beberapa Perusahaan Peternakan. Thesis. Fak. Pascasarjana IPB. Bogor HAMMOND, J. 1961. Growth in size and body proportion in farm animals. In : Growth in Living Systems. Basic Book, New York. HARDJOSUBRom, 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta KuRNtANTO. 1991. Penilaian pejantan sapi perah berdasarkan catatan produksi susu laktasi sebagian. Thesis. Fak. Pascasaijana IPB. Bogot. LITTLE, W., C.B. MAwsoN, D.N. GIBBONS, and G.J. Rowt.Ams. 1981. Effects ofplane ofnutrition and season of birth on the age and body weight at puberty of British Friesian heifers. Anim. Prod. 33 :273. MAHYuoDw, P., S.B. Sum.vt, N. HmAYATi, and T. SuGIARTi. 1997. The production performance of Holstein- Friesian dairy cattle in West Java J. Ilmu Ternak Vet. 2:145. OwENs, F.N., P. Duwsm and C.F. HANsoN. 1993. Factors that alter the growth and development ofruminants. J. Anim. Sci. 71 :3138. PRICE, T.D. and J.N. WiLTBANK. 1978. Dystocia in cattle - a review and implications. Theriogenology 9: 195. ROBINsoN, D.L. and P.K. O'Roum. 1992. Genetic parameters for weights oftropical cattle. Aust. J. Agric. Res. 43:1297. Roy, J.H.B. 1978. Rearing dairy herd replacements. J. Soc. Dairy Technology 31 :73. Roy, J.H.B. and T. SMITH. 1987. Rearing calves and heifers. In : Dairy Cattle Production, Production System andapproach. World Animal Science C, 3. Ed. H.O. Gravert. Elsevier. Amsterdam. TALw, C. dam KuswANDI. 2000. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pmsapih sapi data FH terseleksi dari lahir sampai umur 120 hari. Dipresentasikan dalam Seminar Nasional Biologi XVI, Bandung 25-26 Juli, 2000. Impress. TADS, C., A. ANGGRAEm dam K. DIwymm. 1999. Evaluasi potensi genetik sapi peraf Fries Holland sebagai ternak penghasil bibit. Evaluasi Pejantan. Dipresentasikan dalam Seminar Nasional VII, Persada (Persatuan Alumni Jepang), 6 Des. 1999, IPB, Bogor. Impress.