PENINGKATAN KEMAMPUAN MENCERITAKAN TOKOH IDOLA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY PADA SISWA KELAS VII B SMP NEGERI 1 PRIGEN KABUPATEN PASURUAN Susanto Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia Abstrak: Belajar Bahasa pada dasarnya adalah belajar berkumunikasi, baik secara tertulis maupun secara lisan, terutama dalam kaitannya dengan kebutuhan berinteraksi dalam masyarakat. Fakta dilapangan menunjukkan kemampuan berbicara siswa masih rendah. Hasil proses belajar mengajar aspek berbicara khususnya dalam kompetensi dasar bercerita kurang berhasil. Kemampuan siswa dalam aspek bercerita di kelas masih lemah dan belum sesuai dengan batas nilai ketuntasan belajar. Hal ini terlihat dari berbagai faktor penyebab mengapa siswa tidak mendapatkan nilai maksimal, diantaranya dalam proses pembelajaran berbicara khususnya kompetensi dasar bercerita, selama ini pembelajaran bercerita tidakdilakukan secara serius dan siswa beranggapan bahwa bercerita merupakan bagian sepele yang sering dilakukan oleh siapa pun sehingga tidak memerlukan keterampilan khusus dalam pelaksanaannya. Untuk mengatasi hal tersebut guru perlu menciptakan suasana belajar yang membantu siswa agar sukses belajar. Salah satu upaya yang dapat diterapkan guru adalah penerapan metode pembelajaran Two Stay Two Stray.Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Hasil yang diproleh, kemampuan siswa menceritakan tokoh idola pada silus I diketahui nilai rata-rata siswa 75.20, prosentase ketuntasan 69% pada siklus II diketahui nilai rata-rata siswa 80,08, prosentase ketuntasan 91%. Kata kunci: pembelajaran bercerita, metode TSTS, hasil belajar Pembelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar siswa terampil dalam berbahasa Indonesia, yaitu terampil menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Belajar bahasa pada dasarnya adalah belajar berkomunikasi baik secara tertulis maupun lisan. Oleh karena itu pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan keinginan serta memaknai pikirandan perasaan orang lain. Pembelajaran adalah penyiapan suatu kondisi agar terjadinya belajar (Sudjana dalam Wariyana,2010:34). Pembelajaran merupakan upaya logis yang didasarkan pada kebutuhan kebutuhan belajar anak. Pembelajaran akan sangat bergantung pada pemahaman guru tentang hakikat anak sebagai peserta atau sasaran belajar. Dengan demikian pembelajaran bersifat khas sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan anak yang dilayaninya. Tidak dapat dipungkiri dalam proses mengajar, guru mendapatkan berbagai permasalahan ketika berhadapan dengan sejumlah anak didik. Pemasalahan tersebut diantaranya dalam hal pengelolaan kelas. Peranan guru sangat penting dalam mengatur suasana kelas sehingga menimbulkan NOSI Volume 2, Nomor 2, Agustus 2014 Halaman 99
kesenangan belajar bagi anak didik. Sama halnya dengan belajar, mengajarpun pada hakikatnya sebuah proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar anak didik sehingga mendorong anak didik melakukan proses belajar.pada tahap berikutnya mengajar adalah proses memberikan bimbingan kepada anak dalam melakukan proses belajar ( Sudjana, dalam Wariyana, 2010:45). Peranan guru sebagai pembimbing bertolak dari cukup banyaknya anak didik yang bermasalah. Dalam belajar ada anak didik yang cepat mencerna materi, ada yang sedang, dan ada pula yang lamban mencerna bahan atau materi yang diberikan oleh guru. Ketiga tipe belajar ini menghendaki agar guru mengatur strategi pengajaran yang sesuai dengan gaya belajar anak didik. Pembelajaran ketrampilan berbahasa khususnya berbicara membutuhkan metode yang menarik, karena realita yang terjadi di kelas, siswa kurang mempunyai keberanian dalam mengungkapakan gagasan sehingga guru harus pandai merespon kelemahan siswa untuk menggali kemampuan mereka. Pelaksanaan kegiatan bercerita harus menguasai bahan/ide cerita, penguasaan bahasa, pemilihan bahasa, keberanian, ketenangan, kesanggupan menyampaikan ide dengan lancar dan teratur sehingga mampu dan terampil dalam bercerita. Keterampilan bercerita tidak hanya diperoleh begitu saja, tetapi harus dipelajari dan dilatih. Agar terwujud kemampuan bidang berbicara yang sesuai dengan perkembangan peserta didik, maka perlu dikembangkan dengan metode yang baik. Sehingga siswa betul-betul mau mengembangkan kompetensi berbicara terebut dengan baik sesuai yang diinginkan dalam kurikulum. Sehubungan dengan permasalahan yang terjadi di dalam kelas bahwa siswa tidak mampu menceritakan kembali isi cerpen, maka perlu adanya perubahan metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Begitu pentingnya metode yang harus digunakan oleh guru, maka penulis ingin mengadakan penelitian pada siswa kelas VII-B SMP Negeri 1 Prigen mengenai penggunaan metode pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berbicara dalam menceritan isi cerpen melalui salah satu kompetensi dasar yang tercantum dalam kurikulum. Proses belajar mengajar aspek berbicara khususnya dalam kompetensi dasar bercerita kurang berhasil. Kemampuan siswa dalam aspek bercerita di kelas VII- B masih lemah dan belum sesuai dengan batas nilai ketuntasan belajar, yaitu 75. Hal ini terlihat dari berbagai faktor penyebab mengapa siswa tidak mendapatkan nilai maksimal, diantaranya dalam proses pembelajaran berbicara khususnya kompetensi dasar bercerita, selama ini pembelajaran bercerita tidakdilakukan secara serius dan siswa beranggapan bahwa bercerita merupakan bagian sepele yang sering dilakukan oleh siapa pun sehingga tidak memerlukan keterampilan khusus dalam pelaksanaannya. Faktor lainnya, siswa cenderung kurang berani bercerita di depan umum. Siswa merasa takut salah, malu, grogi, tegang, dan kurang percaya diri bila ditunjuk untuk bercerita di depan kelas, hal tersebut disebabkan pula karena siswa tidak menguasai bahan cerita dan siswa kurang mampu mengorganisasikan perkataannya pada saat bercerita. Selain itu, faktor luar diri siswa juga berpengaruh misalnya, penggunaan media pembelajaran yang kurang menarik bagi siswa juga mempengaruhinya. Serta kondisi dan tata ruang kelas yang tidak kondusif. Dengan demikian, dapat diidentifikasi NOSI Volume 2, Nomor 2, Agustus 2014 Halaman 100
bahwa keterampilan bercerita siswa masih rendah. Kegiatan bercerita belum secara intensif dilakukan oleh guru. Siswa hanya diberi tugas untuk bercerita tanpa ada rangsangan dengan menggunakan metode tertentu. Dalam hal ini perlu di upayakan suatu bentuk pembelajaran yang variatif, menarik, menyenangkan, dan dapat merangsang siswa untuk berlatih bercerita. Salah satu caranya adalah penggunaan metode Two Stay Two Stray (TSTS) dalam proses pembelajaran. Dipilihnya metode TSTS karena penilaian keterampilan berbicara berbeda dengan penilaian keterampilan mendengarkan, membaca, dan menulis. Penilaian keterampilan mendengarkan, membaca dan menulis dapat berupa kegiatan menulis sehingga proses penilaiannya dapat dilakukan dalam waktu yang bersamaan (satu kelas atau klasikal). Untuk penilaian berbicara berbicara, kita harus menilai berbicara peserta didik. Penilaian berbicara tersebut tidak bisa dilaksanakan secara bersama-sama, baik secara kelompok maupun klasikal. Jadi penilaiannya harus tiap individu. Karena penilaian keterampilan berbicara harus dilaksanakan per individu, ada beberapa permasalahan yang kita temui ketika melaksanakan penilaian berbicara tersebut. Permasalahan itu diantaranya (1) karena yang dinilai adalah per individu, penilaian berbicara membutuhkan waktu yang lama, (2) penilaian berbicara membuat jenuh karena harus mendengarkan tampilan 30 peserta didik (atau bahkan lebih) dengan topik pembicaraan yang hampir sama, (3) ketika salah satu peserta didik tampil, peserta didik yang lain sibuk mempersiapkan diri sehingga tidak memperhatikan siswa yang tampil tersebut, (4) suasana kelas akan kondusif hanya sampai pada tampilan siswa keempat atau kelima, setelah itu suasana kelas ramai. Peserta didik tidak memperhatikan tampilan peserta didik lain. Peserta didik cenderung berbicara sendiri.berdasarkan uraian tersebut, penerapan metode TSTS dapat menjadi alternatif sekaligus inovasi bagi guru dalam pembelajaran tentang bercerita agar semakin meningkat. Rumusan masalah yang dapat kita ambil berdasarkan permasalahan tersebut adalah (1) bagaimanakah peningkatan proses pembelajaran keterampilan bercerita dengan menggunakan metode TSTS pada siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Prigen? dan (2) bagaimanakah peningkatkan hasil pembelajaran keterampilan bercerita dengan menggunakan metode TSTS pada siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Prigen? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah deskripsi penerapan metode Two Stay Two Stray dalam pembelajaran menceritakan Tokoh Idola pada siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Prigen yaitu (1) untuk memperoleh deskripsi objektif tentang peningkatan proses keterampilan bercerita dengan menggunakan metode TSTS pada siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Prigen Kabupaten Pasurua dan (2) untuk memperoleh deskripsi objektif tentang peningkatan hasil pembelajaran bercerita dengan menggunakan metode TSTS pada siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Prigen Kabupaten Pasuruan. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi siswa untuk mengembangkan bakatnya dalam keterampilan bercerita, dan percaya diri dalam berbicara di depan khalayak, serta melatih krja sama kelompok. Bagi guru dapat melaksanakan pembelajarn yang inovatif, kreatif dan menyenangkan NOSI Volume 2, Nomor 2, Agustus 2014 Halaman 101
serta dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Bagi sekolah Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan positif terhadap kualitas pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya keterampilan bercerita. Dan menanamkan pentingnya penggunaan metode dalam proses pembelajaran. METODE Jenis penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Suharsimi Arikunto dkk (2010: 57) berpendapat bahwa penelitian kelas adalah penelitian tindakan yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelasnya. Burns (dalam Madya, 2006: 9) menyatakan penelitian tindakan adalah penerapan penemuan fakta pada pemecahan masalah dalam situasi sosial dengan pandangan untuk meningkatkan kualitas tindakan yang dilakukan di dalamnya, yang melibatkan kolaborasi dan kerjasama para peneliti, praktis, dan orang awam. Jadi, peneliti ini merupakan kerjasama antara peneliti, guru, siswa, dan pihak sekolah untuk menerapkan kinerja sekolah yang lebih baik. Menurut Madya (2006: 59), proses dasar penelitian tindakan kelas didasarkan atas menyusun rencana bersama, bertindak dan mengamati, kemudian mengadakan refleksi atau kegiatan yang sudah dilakukan. Peneliti melakukan kerja sama dengan guru bidang studi bahasa Indonesia kelas VII- B SMP Negeri 1 Prigen, sebagai guru mitra dalam melaksanakan penelitian dalam rangka menyusun rancangan tindakan bersama. Setelah rancangan tersebut selesai, dilaksanakan, dan dilakukan pula pengamatan segala kejadian yang terjadi di kelas. Setelah itu, diadakan refleksi terhadap tindakan yang dilakukan. Penelitian tindakan kelas bertujuan untuk merencanakan masalah yang dihadapi dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, penelitian ini tidak cukup hanya dilakukan satu kali tindakan saja. Penelitian ini dilakukan lebih dari satu siklus tindakan. Jenis penelitian ini adalah kualitatif denan menggunakan model penelitian tin dakan kelas berdasarkan teori kemmis dan tagart terdiri 4 langkah, yakni perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus. Masing-masing siklus sebanyak 2 kali pertemuan. Penelitian ini dilakukan terhadap 32 siswa terdiri atas 18 siswa dan 14 siswi. Subjek penelitian adalah guru bahasa Indonesia kelas VII B SMP Negeri 1 Prigen Kabupaten Pasuruan. Kegiatan ini juga melibatkan satu kolaborator yang berasal dari SMP Negeri 1 Prigen Kabupaten Pasuruan. Fokus yang diteliti adalah kemampuan siswa dalam menceritakan kembali tokoh idola dan penerapan pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Penelitian dilaksanakan pada 17 April 2014 sampai dengan 22 Mei 2014. Adapun teknik pengumpulan data meliputi (1) Teknik observasi dan catatan lapangan digunakan menilai proses pembelajaran dan peningkatan kemampuan menceritakan kembali naskah tokoh idola, (2) Metode Two Stay Two Stray dalam pembelajaran bercerita digunakan untuk memudahkan siswa mengalami pembelajarannya, sehingga pembelajaran lebih lebih bersifat alami dan terasa kebermaknaannya, (3) studi dokumen digunakan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa. Instrumen penelitian ini antara lain meliputi lembar pengamatn untuk mengamati untuk aktivitas siswa dan guru untuk merekam setiap kejadian dalam kegiatan pembelajaran di kelas, NOSI Volume 2, Nomor 2, Agustus 2014 Halaman 102
catatan lapangan dan angket untuk mengukur perubahan sikap siswa terhadap kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia, dan tes tulis untuk mengukur peningkatan kemampuan siswa. Data yang diperoleh peneliti dikumpulkan berupa data kualitatif. Data yang dianalisis bersumber dari data yang dihasilkan dari pengamatan peneliti terhadap kemampuan berbicara siswa baik sebelum maupun sesudah metode TSTS diterapkan. Mile dan Huberman seperti yang dikutip oleh Salim (2006: 20-24), menyebutkan ada tiga langkah pengolahan data kualitatif, yakni reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan ( conclusion drawing and verification). Dalam pelaksanaannya reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi, merupakan sebuah langkah tidak terikat oleh batasan kronologis. Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah semakin tingginya minat dan kemampuan berbicara siswa yang ditandai dengan (1) Sekurang-kurangnya 85% siswa dapat menceritakan kembali isi naskah tokoh idola dengan TSTS, (2) Sekurangkurangnya 85% siswa mempunyai keberanian untuk mengungkapkan gagasan di depan orang lain. HASIL DAN PEMBAHASAN Perencanaan tindakan dirancang sama mulai siklus I sampai siklus II dengan sedikit perubahan. Perencanaan yang dimaksud meliputi (1) guru peneliti mempersiapkan perangkat mengajar; (2) mempersiapkan bahan berupa teks tokoh idola; (3) mempersiapkan rubrik penilaian; (4) mengelompokkan siswa menjadi 8 kelompok per kelompoknya beranggotakan 4 orang; (5) memilih metode pengajaran; (6) bersama kolaborator menyiapkan instrumen penelitian.berikut ini hasil pengamtan pelaksanaan pembelajaran menggunakan metode Two Stay Two Stray pada siklus I dan II. Sebelum dilakukan tindakan, siswa yang aktif hanyalah 16 dari jumlah keseluruhan siswa atau sekitar 50,00% yang aktif selama kegiatan proses pembelajaran keterampilan bercerita. Dari data maka harus dicari jalan pemecahan agar keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran meningkat. Karena keaktifan akan mempengaruhi juga dalam keberhasilan siswa dalam suatu kegiatan pembelajaran. Tabel 1 Rekapitulasi Kemampuan bercerita Pratindakan No. Nilai Jumlah Siswa Prosentase (%) Keterangan 1 21-40 2 6 Sangat rendah 2 41 60 5 16 Rendah 3 61 80 14 44 Tinggi 4 81-100 11 34 Sangat Tinggi Jumlah 32 100 Dari Tabel di atas dapat diketahui siswa yang mendapatkannilai 21 40 sebanyak 2 siswa atau 6% dengan kalsifikasi sangat rendah. Untuk nilai 41 60 sebanyak 5 siswa atau dengan kalsifikasi rendah. Data nilai 61 80 sebanyak 14 siswa atau 44% dengan kalsifikasi tinggi. Sedangkan nilai 81 100 dicapai oleh 11 siswa atau 34% dengan kalsifikasi sangat tinggi. Dengan demikian siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Prigen masih mempunyai kemampuan NOSI Volume 2, Nomor 2, Agustus 2014 Halaman 103
bercerita rendah, karena siswa yang mendapatkan nilai 61 100 hanya di capai oleh 15 siswa atau sebanyak 47%. Berdasarkan hasil data tersebut perlu diadakan tindakan kelas. Pada siklus 1 terdapat peningkatan. Untuk keseriusan terjadi peningkatan dari 51% pada pratindakan menjadi 72% pada siklus I. Inisiatif dari 52% pada pratindakan menjadi 79% pada silus I. Untuk penilaian secara proses secara umum terjadi peningkatan dari 52% pada pratindakan menjadi 79% pada siklus I yang berarti bisa dikategorikan baik. Sebelum penerapan siklus I siswa yang mencapai ketuntasan minimal (memperoleh nilai dibawah <75) sebanyak 19 Siswa atau 59% nilai terendah 31dan tertinggi 94 dengan nilai rata-rata kelas sebesar 69,30. Setelah pelaksanaan siklus I, maka dapat diketahui bahwa yang memperoleh nilai di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM 75 ) sebanyak 10 siswa atau 30% Nilai terendah 50 dan nilai tertinggi 100. Dengan rata-rata kelas sebesar 75 berdasarkan data tersebut terjadi peningkatan 29% dari pembelajaran awal. Oleh karena itu berdasarkan indikator ketuntasan belajar maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran ini meningkat tapi belum tuntas secara klasikal. Berdasarkan hasil observasi siswa dan guru serta hasil belajar siswa dalam menceritakan kembali teks tokoh idola, tampak bahwa proses pembelajaran belum berjalan sebagaimana harapan disebabkan beberapa hal. Hasil belajar siswa juga belum memenuhi standar ketuntasan minimal yang telah ditetapkan hal ini tampak pada tabel 4.11 dimana rata-rata kelas mencapai 75,20 akan tetapi siswa yang mendapat nilai di bawah KKM sebanyak 10 anak atau 30% masih belum mencapai ketuntasan secara klasikal minimal 85%. Dengan melihat hasil yang dicapai tersebut perlu dilaksanakan tindakan pada siklus II. Adapaun hasil evaluasi siklus I yaitu sebagai berikut. 1. Pada awal kegiatan pembelajaran masih ada siswa yang bingung apa yang yang harus dilakukan olehnya, perlu dijelaskan tentang langkahlangkah metode Two Stay Two Stray. 2. Sebagian siswa belum paham aspekaspek apa yang harus diamati dari penampilan temannya. Olehnya perlu diperjelas kembali aspekaspek yang harus diamati siswa dengan memberikan pedoman pengamtan. 3. Sebagian siswa kurang serius dalam menceritakan tokoh idola di kelompok lain karena diganggu oleh siswa yang sudah tampil. Untuk itu perlu diatasi dengan menugaskan siswa memberikan penilaian pada teman yang tampil dan member tanggapan. Hal ini akan meningkatkan aktifitas siswa secara serius baik yang tampil maupun yang mengamati. Pada siklus II terdapat peningkatan. Untuk keseriusan terjadi peningkatan dari 72% pada Siklus I menjadi 80% pada siklus II. Inisiatif dari 79% pada siklus I menjadi 91% pada silus II. Untuk penilaian secara proses secara umum terjadi peningkatan dari 77% pada siklus I menjadi 86% Pada siklus II yang berarti dikategorikan baik. Hasil pelaksanaan pembelajaran menunjukkan bahwa belum semua siswa berhasil tampil dengan baik sesuai dengan apa yang diharapkan. Dari hasil penilaian masih ada siswa yang nilainya di bawah KKM. Agar lebih jelasnya, NOSI Volume 2, Nomor 2, Agustus 2014 Halaman 104
penulis sajikan hasil penilaian dengan metode Two Stay Two Stray. 31 75 56 32 50 75 2406 2562.5 75.20 80.08 Tabel 2 Penilaian Hasil Keterampilan Berbicara SiklusI dan Siklus II No. Nilai Setelah Siklus I 1 75 88 2 50 81 3 75 81 4 75 75 5 81 81 6 88 94 7 81 75 8 75 81 9 88 88 10 69 75 11 69 69 12 81 88 13 75 81 14 94 94 15 50 81 16 69 81 17 81 81 18 75 75 19 94 81 20 81 81 21 100 100 22 75 88 23 69 75 24 75 75 25 75 81 26 63 69 27 81 88 28 50 75 29 69 75 30 100 75 Nilai Setelah Siklus II Dari tabel di atas jelas bahwa penerapan siklus I siswa yang mencapai ketuntasan minimal (memperoleh nilai dibawah 75) sebanyak 10 siswa atau 31% nilai terendah 50 dan tertinggi 100 dengan nilai rata-rata kelas sebesar 75,20. Setelah pelaksanaan siklus II, maka dapat diketahui bahwa yang memperoleh nilai di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM 75 ) sebanyak 3 siswa atau 9.4% Nilai terendah 56 dan nilai tertinggi 100 dengan rata-rata kelas sebesar 80,08 berdasarkan data tersebut terjadi peningkatan 4,88% dari pembelajaran siklus I. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode TwoStay Two Stray prestasi siswa mengalami kenaikan baik secara rata-rata kelas maupun ketuntasan kelas. Berdasarkan hasil observasi siswa dan guru serta hasil belajar siswa dalam menceritakan tokoh idola, tampak bahwa proses pembelajaran telah berjalan sesuai dengan harapan, siswa memberikan respon positif dengan melakukan tindakan terhadap apa yang diminta guru. Selain itu terjadi peningkatan hasil belajar siswa yaitu dari rata-rata 75,20 pada siklus I menjadi 80,08 pada siklus II. Adapun hasil evaluasi siklus II yaitu sebagai berikut. 1. Siswa secara keseluruhan telah memahami penerapan metode Two Stay TwoStray, karena penjelasan awal tentang metode ini ini cukup jelas dan siswa telah mengalami di siklus I. NOSI Volume 2, Nomor 2, Agustus 2014 Halaman 105
2. Sebagian besar siswa telah memahami aspek-aspek yang harus diamati dari penampilan temannya karena telah diberikan pedoman pengamatan dan mendapat penjelasan dari guru. 3. Siswa menunjukkan keseriusan dan inisiatif dalam menceritakan tokoh idola. Hal ini disebabkan tidak ada lagi siswa yang mengganggu temannya karena aktif dalam mengamati penampilan siswa yang tampil. 4. Hasil belajar siswa sudah memenuhi standar ketuntasan minimal yang telah ditetapkan hal ini tampak pada tabel 4.20 dimana rata-rata kelas mencapai 80,08 dan siswa yang mendapat nilai di bawah KKM sebanyak 3 anak atau 9,40%, sedangkan siswa yang telah mendapatkan nilai (KKM 75) sebanyak 29 anak atau 90,60% sudah mencapai ketuntasan secara klasikal minimal 85%. Dengan melihat hasil yang dicapai tersebut tidak perlu lagi dilaksanakan tindakan pada siklus berikutnya. SIMPULAN DAN SARAN Dari hasil dapat dapat disimpulkan, bahwa (1) penerapan Metode Two Stay Two Stray dalam menceritakan kembali teks tokoh idola siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Prigen cocok diterapkan dalam keterampilan berbicara bahasa Indonesia (2) Penerapan Metode Two Stay Two Stray pada pembelajaran menceritakan kembali teks tokoh idola siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Prigen dapat meningkatkan kemampuan menceritakan kembali. Untuk guru pengampu mata pelajaran bahasa Indonesia, penggunanaan metode Two Stay Two Stray dapat menciptakan suasana kelas yang menyenangkan dan dapat membantu peserta didik dalam memahami materi pembelajaran. Sehingga perlu digunakannya suatu media pembelajaran untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa. metode Two Stay Two Stray dapat digunakan sebagai salah satu metode pembelajaran pada pembelajaran keterampilan bercerita. DAFTAR RUJUKAN Anipudin.2005. Cermat Berbahasa Indonesia 2. Solo: Toga Serangkai Arsyad, Azhar. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Artati, B. 2009. Panduan Pendidik Bahasa Indonesia. Surabaya: JePe Pres Media Utama Djamarah, dkk. 2013. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Renika Cipta Darwati, dkk. 2010. Buku Panduan Pendidik Bahasa Indonesia. Surabaya: Media Utama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Depsikbud. 2006. GBPP Bahasa Indonesia Kurikulum 2006 SMP. Jakarta: Depdikbud Depdiknas. 2009. Pembelajaran Berbicara. Jakarta: Bermutu Ghazali, Syukur. A. 2010. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa dengan Pendekatan Komunikatif-Interaktif. Bandung: PT. Refika Aditama. Huda, Miftahul. 2014. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Jihat, dkk. 2013. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Presindo NOSI Volume 2, Nomor 2, Agustus 2014 Halaman 106
Mistar. J. 2010. Pedoman Penulisan Tesis. Malang: Universitas Islam Malang Suhendar, Dadang & Iskandarwasid. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Tarigan, HG. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa NOSI Volume 2, Nomor 2, Agustus 2014 Halaman 107