BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. bentukan manusia yang tidak lahir begitu saja yang bertujuan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Budaya daerah adalah sebuah ciri khas dari sekelompok suatu Etnik yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau,

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh keturunan maka penerus silsilah orang tua dan kekerabatan keluarga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hanya ditunjukkan kepada masyarakat Batak Toba saja. Batak Toba adalah sub atau bagian dari suku bangsa Batak yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan antara sesama manusia berlangsung sebagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki banyak suku, dimana setiap suku memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, yang lahir dari

BAB I PENDAHULUAN. Rumah adat Batak Toba atau yang disebut (Jabu) juga sangat sangat banyak ditemukan.

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. yang dihasilkan dari kebiasaan dari masing-masing suku-suku tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

I. PENDAHULUAN. defenisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya):

BAB I PENDAHULUAN. istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suku tertua. Dalam suku Batak terdapat beberapa sub-suku-suku yang

11. TINJAUAN PUSTAKA. berbagai macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi di masyarakat yang. bersangkutan. Koentjaranigrat (1984: )

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger

BAB IV KAJIAN MULTIKULTURAL DALIHAN NA TOLU DALIHAN NA TOLU DALAM PERSPEKTIF KONSELINGMULTIKULTURAL

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok

BAB I PENDAHULUAN. maupun antara perorangan dengan kelompok manusia. Hartomo, H (1997)

BAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Permasalahan

bersikap kolot, dan lebih mudah menerima perubahan yang terjadi di dalam masyarakat terutama pada perempuan yang tidak menikah ini.

BAB I PENDAHULUAN. penganutnya. Indonesia merupakan negara penganut budaya Timur dan

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Suku Batak dari sekian banyak suku yang ada di negeri ini termasuk salah satu suku yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan terlepas

BAB I PENDAHULUAN. cukup kaya akan nilai sejarah kebudayaannya.

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. lain yang berhubungan dengan perasaan dari orientasi seleksinya.

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. memperoleh nilai secara finansial masyarakatnya, namun lebih kepada penonjolan

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku

BAB II KAJIAN PUSTAKA. harus dipenuhi guna menjaga kelangsungan hidupnya. Pemenuhan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia. yang dilalui untuk dapat mempertahankan dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. menganggap bentuk kehidupan itu benar, baik dan berguna bagi mereka. Fenomena dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara,

I. PENDAHULUAN. negara ini memiliki beragam adat budanya dan hukum adatnya. Suku-suku

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dikerjakan, dan diterapkan oleh manusia (budi-daya manusia). Kata kebudayaan berasal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukankajian

BAB I PENDAHULUAN. Bakkara (2011) ada 3 Bius induk yang terdapat di Tanah Batak sejak awal peradaban bangsa

MAKNA PEMBERIAN MARGA DALAM ADAT BATAK TOBA (Studi Kasus kepada Perantau Batak Toba di Surabaya)

BAB I PENDAHULUAN. memahami wacana dengan baik dan tepat diperlukan bekal pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sikap (attitude) adalah evaluasi terhadap objek psikologis terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa berperanan penting dalam kehidupan manusia dengan fungsinya

BAB I PENDAHULUAN. mendiami daerah Simalungun begitu juga dengan yang lainnya. marga, dimana menghubungkan dua pihak yakni pihak parboru atau sebagai

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat suku Batakyang berada di daerah Sumatera Utara, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang heterogen, Indonesia memiliki banyak suku yang

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak dan Batak Mandailing,

2. Wanita. a. Sebelum mengisi pertanyaan terlebih dahulu tulislah dahulu identitas Bapak/Ibu/Saudara/I pada tempat yang telah disediakan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah memiliki kebudayaan dan karya sastra tersendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti akan mengalami tahap-tahap kehidupan dimulai dari

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. digunakan Dalihan na tolu beserta tindak tutur yang dominan diujarkan. Temuan

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kejadian penting dalam sejarah kehidupan manusia adalah

KONSTRUKSI MAKNA NILAI NILAI FALSAFAH DALIHAN NA TOLU BAGI BATAK PERANTAU DI KOTA JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar.tanah

BAB I PENDAHULUAN. ada suatu peristiwa, tetapi hanya peristiwa yang banyak mengubah kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan generasi sebelumnya. Menurut psikolog Ratih Ibrahim sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam Islam merupakan anjuran bagi kaum muslimin. Dalam undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari pulau. Indonesia juga merupakan negara yang beragam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman suku bangsa. Sampai saat ini tercatat terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN. 1 K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1976, p. 5

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

BAB V PENUTUP. yakni menjadi seorang muslim yang tidak menanggalkan identitas sebagai orang Batak Toba. Sebab untuk saat ini dan akan datang

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan budaya nasional yang tetap harus dijaga kelestariannya.guna

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari masyarakat karena mencakup aktivitas masyarakat dari tiap tiap

THE ROLE OF THE TOBA BATAK UNITS IN BEQUEATH TEMPLE OF TOBA COMMUNITY MARRIAGE IN THE DURI SEBANGA

BAB III DALIHAN NA TOLU DALAM MASYARAKAT SUKU BATAK TOBA DI KOTA TEGAL

BAB I PENDAHULUAN. Batak Angkola bermukim di daerah Tapanuli Bagian Selatan yang merupakan. Etnis Angkola bekerja sebagai petani dan beragama Islam.

TUGAS MATA KULIAH HUKUM WARIS ADAT PERBEDAAN IMPLEMENTASI HUKUM WARIS ADAT DI BERBAGAI SUKU SUKU ADAT DI INDONESIA. Disusun oleh :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. keluarga dalam ikatan suatu perkawinan.ikatan perkawinan adalah ikatan lahir

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1 LATAR BELAKANG MASALAH Orang Batak Toba sebagai salah satu sub suku Batak memiliki perangkat struktur dan sistem sosial yang merupakan warisan dari nenek moyang. Struktur dan sistem sosial tersebut mengatur tata hubungan sesama anggota masyarakat, baik yang merupakan kerabat dekat, kerabat luas, saudara semarga maupun beda marga serta masyarakat umum. Status marga dalam kehidupan masyarakat Batak Toba memegang peranan yang sangat penting, alasannya yaitu: 1. Sebagai identitas, menunjukkan baik satuan-satuan yang lebih kecil ( kelompok kecil ) maupun yang lebih besar ( marga induk ), dan juga kelompok-kelompok yang paling besar ( cabang marga ). 2. Sebagai status, dalam hal ini berkaitan dengan sistem Dalihan Na Tolu (akan dijelaskan pada bab berikutnya). 3. Sebagai penerus marga, dalam hal ini lebih diutamakan adalah anak laki-laki, karena dalam adat Batak Toba masih menganut sistem patriarkhal. Secara umum masyarakat Batak Toba bersifat patriarkhal. Itu berarti marga yang menjadi identitas dari orang Batak Toba diturunkan dari pihak laki-laki/ayah. Sebuah marga tidak akan terputus apabila sebuah keluarga mendapatkan anak laki-laki, karena anak laki-laki itulah yang akan meneruskan kembali marga tersebut kepada keturunannya, sehingga marga itu tetap bertahan. Sadar atau tidak, budaya patriarkhal tersebut telah mejadi bagian dalam diri seseorang dan ikut mempengaruhi pola pikir dan sikap seseorang. Pada sebagian orang, nilai-nilai dan sistem tradisional yang merupakan warisan leluhur mengendalikan sikap mereka. Dan seringkali budaya yang telah tertanam dalam diri seseorang akan sangat sulit untuk dilepaskan bahkan terus dilakukan dalam kehidupan manusia sehari-hari karena dianggap sebagai sesuatu yang baik. Tradisionalisme adalah suatu sikap dan pandangan yang memuja-muja, menjunjung tinggi lembaga-lembaga dan kepercayaan dan masa lampau. Kepercayaan dan kebiasaan lama dianggap benar, kekal dan tidak berubah, penduduk melakukan segala sesuatu sama seperti yang dilakukan sebelumnya. 1 Tata kehidupan orang Batak Toba juga di atur di dalam sistem adat istiadat yang telah dimiliki sejak ratusan tahun dari nenek moyang. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10 1

Aturan-aturan yang menjadi adat tersebut bermuatan sangsi bila dilanggar. Dalam keyakinan kosmologis orang Batak Toba, adat istiadat bersumber dari yang illahi (merupakan manifestasi tatanan illahi dalam kehidupan di dunia dan bersifat abadi). Adat dan hukum tidak mungkin diubah. 2 Melawan atau melanggar adat akan mengakibatkan kekacauan dan kehancuran. 3 Adat yang diturunkan, berasal dari nenek moyang, dimana dalam kehidupan orang Batak Toba nenek moyang dianggap sebagai Debata Mulajadi Na Bolon (Tuhan yang memulai segala sesuatu), karena di anggap terlebih dahulu memiliki dan menguasai bumi selayaknya Debata Mulajadi Na Bolon. Sehingga masyarakat Batak Toba sangat menghormati Adat yang dipercaya langsung diturunkan dari Debata Mulajadi Na Bolon (nenek moyang mereka). Menghormati nenek moyang mengandung makna menyembah Debata Mulajadi Na Bolon. Petuah-petuah nenek moyang terus dijalankan secara berkesinambungan generasi demi generasi. Pelanggaran terhadap adat, akan menyebabkan kemurkaan roh nenek moyang. Dengan perkataan lain, kesetiaan dan kecintaan kepada roh-roh nenek moyang orang Batak Toba merupakan perilaku religius. Itu pula sebabnya, masa kini dan masa depan harus senantiasa mendapat acuan dari masa lampau yaitu kehidupan nenek moyang. 4 Dalam kebudayaan Batak Toba ada istilah yang dikenal dengan nama Dalihan Na Tolu (Tungku Nan Tiga). Dalihan Na Tolu dinilai sebagai suatu sistem dimana ada persyaratan fungsional yang harus dipenuhi dengan tujuan melakukan adaptasi, memelihara pola kehidupan masyarakat dan mempertahankan kesatuan orang Batak Toba, disamping itu dengan adanya Dalihan Na Tolu ini diharapkan adanya keseimbangan. Hal ini terwujud dalam umpama: Somba Marhula-hula (hormat pada hula-hula), Manat mardongan sabutuha (berlaku hati-hati kepada saudara semarga), Elek Marboru (berlaku sayang kepada boru). 5 Hal ini yang selanjutnya dimanifestasikan di dalam pola prilaku untuk mewujudkan Hamoraon (upaya mencari kekayaan), Hagabeon (banyak keturunan dan panjang umur), dan Hasangapon (kehormatan dan kemuliaan). Ada kecenderungan pada orang Batak Toba, sekalipun telah lebih kosmopolitan lebih dari satu setengah abad dan banyak berpindah ke kota meninggalkan kampung halamannya, sikap-sikap dasar maupun ideologi terhadap adat ternyata tidak berubah. Di kota tempat orang Batak Toba 2 Rainy Hutabarat, Perempuan Dalam Budaya Batak dalam Jurnal Teologi, GEMA, Feminimisme, Duta wacana, Ed.55, 1999, hal 78 3 Dr.A.B.Sinaga, The Batak Toba High God, Trancendence and Immanence, Anthropos Institute:81, hal 89-90 4 Basyral Hamidy Harahap & Hotman M.Siahaan, Orientasi Nilai-nilai Budaya Batak, Suatu Pendekatan Terhadap prilaku Batak Toba dan Angkola-Mandailing, Jakarta, Sanggar Willem Iskander, 1987, hal 153 5 Scn 4. hal 46 2

merantau, mereka membentuk sebuah asosiasi klan yaitu semacam perkumpulan orang-orang yang bermarga sama, dalam tradisi suku Batak, memang tidak identik dengan marga dalam pengertiannya yang asli. Tujuannya untuk mempertahankan dan melestarikan adat yang sudah mereka miliki. Tentunya dalam kehidupan perantauan kita tidak hanya bertemu dengan masyarakat yang berasal dari suku yang sama, tetapi kita bertemu dengan masyarakat lain dari suku dan ras yang berbeda. Jika dikaitkan dengan perkawinan maka ada hal-hal yang harus diperhatikan. Dalam kehidupan orang Batak Toba, kecenderungan untuk memilih pasangan suami atau pasangan istri yang berasal dari kalangan atau suku yang sama, adalah harapan setiap orang Batak Toba yang mau menikah. Dikarenakan bahwa pernikahan dalam adat Batak Toba bukan hanya menyatukan dua pribadi dalam satu ikatan tetapi juga menyatukan dua keluarga sekaligus. Sebagai contoh: apabila seorang pria Batak Toba yang bermarga Marpaung menikah dengan seorang wanita yang bermarga Silaban, maka bukan hanya pria Marpaung dan wanita Silaban saja yang memiliki ikatan tetapi seluruh keluarga besar, baik pihak keluarga Marpaung maupun pihak keluarga Silaban. Tujuannya adalah supaya masing-masing pihak mendapatkan posisi dalam sistem adat Dalihan Na Tolu (baik itu somba marhula-hula, manat mardongan tubu maupun elek marboru) sehingga Hamoraon, Hagabeon, dan Hasangapon dalam kehidupan mereka dapat terwujud. Inilah yang menjadi harapan setiap orang Batak Toba, meskipun ada alasan-alasan lain yang terlontar tapi hal yang paling utama adalah seperti yang sudah disebutkan di atas. Akan tetapi timbul permasalahan dimana ketika seorang Batak Toba, mendapatkan pasangan yang berasal dari luar suku Batak Toba. Yang akan terjadi selanjutnya adalah ketika seorang Batak Toba hendak menikah dengan pasangannya yang berasal dari luar Batak Toba 6, terlebih dahulu pasangannya yang non Batak Toba diberikan marga melalui adat, supaya apa yang diharapkan dapat terwujud. Disamping itu pasangan yang non Batak tersebut akan mendapatkan pengakuan di dalam keluarga dan adat dan posisi dalam Dalihan Na Tolu. Jika tidak diberikan marga kepada pasangan yang non Batak tersebut, maka ia tidak akan diakui di dalam adat (meskipun di dalam keluarga di terima) dan juga tidak mendapatkan posisi. Pemberian marga dalam adat Batak Toba tentu saja tidak hanya pada saat pernikahan, melainkan ketika seseorang memiliki hubungan baik dengan teman atau sahabat, maka orang tersebut dapat dinaturalisasikan menjadi seseorang yang bermarga. Proses pemberian marga itu sendiri melewati upacara adat khusus dan hukumnya (orang yang diberikan marga) adalah sama kuat keanggotaannya berdasar pertalian darah. 6 hal ini berlaku tidak hanya untuk pria batak toba yang hendak menikahi wanita non batak toba, tetapi juga wanita batak toba yang hendak menikah dengan pria non batak toba. 3

Akan tetapi dalam kenyataannya peristiwa tersebut diatas menimbulkan dampak yang cukup berpengaruh dalam kehidupan berelasi antara masyarakat Batak Toba dan orang non Batak Toba. Melalui topik pembahasan dalam skripsi ini, akan coba ditemukan permasalahan sesungguhnya, hubungan antara memberikan marga dalam adat Batak Toba dengan relasi antara masyarakat Batak Toba dan masyarakat non Batak Toba. A.2 RUMUSAN MASALAH Setelah penyusun memaparkan latar belakang permasalahan dan mengungkapkan permasalahan yang terjadi maka penyusun memberikan rumusan permasalahannya, yaitu: 1. Bagaimana adat pemberian marga dipahami oleh masyarakat Batak Toba dan masyarakat di luar Batak Toba? 2. Bagaimana tanggapan mereka (baik masyarakat Batak toba maupun masyarakat non Batak Toba) terhadap pemberian marga dalam adat Batak Toba? 3. Bagaimana tinjauan teologis mengenai pemberian marga dalam adat Batak Toba? B. ALASAN PEMILIHAN JUDUL Dalam penulisan yang berkaitan dengan pemberian marga dalam adat Batak Toba ini terdapat alasan-alasan yang mau dikemukakan, yaitu: 1. Penyusun melihat bahwa marga dalam kehidupan masyarakat Batak Toba masih memberi pengaruh yang besar terhadap relasi mereka dengan sesama masyarakat Batak Toba atau dengan masyarakat di luar suku Batak Toba. 2. Penyusun merasa tertarik karena bagaimanapun penulis adalah bagian dari suku Batak Toba yang mau melihat bagaimana reaksi orang-orang yang diberi marga (masyarakat luar Batak Toba) oleh orang-orang Batak Toba (dalam hal ini yang memberi marga). Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas maka penyusun mengambil judul : PENGARUH PEMBERIAN MARGA DALAM ADAT BATAK TOBA TERHADAP ORANG-ORANG NON BATAK TOBA C. METODE PENULISAN Pada penulisan skripsi ini, penyusun akan mengemukakan pemaparan tentang suatu permasalahan yang ada, kemudian menganalisanya dengan melihat kesesuaian konteks yang berkembang sekarang ini. 4

Di samping itu penyusun akan mengumpulkan bahan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Di dalam studi pustaka, penyusun akan mengumpulkan bahan dari teori-teori dan materi yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini. Sedangkan dalam studi lapangan, penyusun akan menggunakan metode etnografi yang biasa disebut penelitian kebudayaan. Dilakukan dengan cara wawancara terhadap responden yang sudah dipilih. 7 Responden yang dipilih berdasarkan kriteria yang dikemukakan oleh Spadley 8, yaitu enkulturasi penuh, keterlibatan langsung, suasana budaya yang tidak dikenal, cukup waktu dan non analitik. Adapun responden yang dipilih berjumlah 20 orang dari kelompok suku marga sonakmalela. 9 D. SISTEMATIKA PEMBAHASAN Untuk mengembangkan pembahasan dalam penulisan skripsi ini, penyusun akan memberikan sistematika pembahasan, adapun sistematika yang penyusun maksudkan adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini penulis memaparkan tentang apa saja yang akan penyusun angkat dalam menyusun skripsi, di awali dengan dengan permasalahan di lihat dari latar belakangnya dan rumusan masalahnya, setelah itu alasan mengangkat judul tersebut, dan metode yang digunakan oleh penyusun serta sistematika penulisan. BAB II : PEMBERIAN MARGA DALAM ADAT BATAK TOBA Dalam bab ini akan dibahas mengenai : adat istiadat masyarakat Batak Toba yang meliputi latar belakang budaya, identitas masyarakat Batak Toba (termasuk di dalamnya adat dan marga), pergeseran makna Dalihan Na Tolu serta pemberian marga dalam adat Batak Toba. 7 Andreas B. Subagyo, Ph.D, Pengantar Riset Kuantitatif dan Kualitatif-Termasuk Riset Teologi dan Keagamaan, Bandung, Yayasan Kalam Hidup, 2004 8 Enkulturasi penuh merupakan proses alami dalam mempelajari suatu budaya tertentu, dimana informan mengetahui budaya mereka dengan baik tanpa harus memikirkannya, keterlibatan langsung melibatkan informan yang berada dalam lingkungannya yang sekarang sudah cukup lama dan terlibat aktif, suasana budaya yang tidak dikenal menyangkut bagaimana informan mengetahui bahwa pewawancara tidak mengetahui tentang budaya yang sedang diteliti sehingga lebih leluasa bagi informan untuk memberi informasi, cukup waktu adalah seorang informan memberikan waktu luangnya agar pewawancara dapat leluasa untuk mencari informasi, non analitik menuntut informan memberikan informasi dengan tidak menganalisis kebudayaannya sendiri dari perspektif orang luar. James P. Spadley, Metode Etnografi, Yogyakarta, Tiara Wacana, 1997, hal 61-70 9 Sonakmalela adalah salah satu dari sekian banyak kelompok suku marga yang terbentuk. Di dalam Sonakmalela terdapat 4 (empat) marga induk, yaitu : Simangunsong, Marpaung, Napitupulu dan Pardede. 5

BAB III : ANALISA HASIL PENELITIAN Setelah melihat latar belakang budaya, kelompok suku atau marga serta pemberian marga dalam adat Batak Toba, penyusun akan memaparkan analisa dari hasil penelitian tentang pandangan orang-orang Batak Toba dan non Batak Toba tentang pemberian marga. BAB IV : TINJAUAN TEOLOGIS Pada bab ini penyusun akan memberikan tinjauan teologis terhadap pemberian marga dalam adat Batak Toba tersebut. BAB V : PENUTUP Berdasarkan hasil penulisan pada bab-bab sebelumnya, penyusun akan memberikan kesimpulan dari hasil yang di dapat serta memberikan saran-saran yang di anggap perlu. 6