TUGAS MATA KULIAH HUKUM WARIS ADAT PERBEDAAN IMPLEMENTASI HUKUM WARIS ADAT DI BERBAGAI SUKU SUKU ADAT DI INDONESIA. Disusun oleh :
|
|
- Hendra Ari Darmadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 TUGAS MATA KULIAH HUKUM WARIS ADAT PERBEDAAN IMPLEMENTASI HUKUM WARIS ADAT DI BERBAGAI SUKU SUKU ADAT DI INDONESIA Disusun oleh : YASIR ADI PRATAMA (E1A012096) KELAS B KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2014
2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia terdiri dari beribu ribu kepulauan yang mempunyai berbagai suku bangsa, bahasa, agama dan adat istiadat yang memiliki perbedaan walaupun ada juga persamaannya. Demikian pula mengenai ketentuan tentang pewarisannya terdapat banyak perbedaan, namun ada juga persamaannya. Hukum adat tidak dapat dipisahkan dari dalam kehidupan masyarakat di berbagai daerah di Indonesia, karena setiap anggota masyarakat di masing-masing daerah tersebut selalu patuh pada hukum adat, yang merupakan hukum tidak tertulis, hukum tersebut telah mendarah daging dalam hati sanubari anggota masyarakat yang dapat tercermin dalam kehidupan di lingkungan masyarakat tersebut. Negara Republik Indonesia sampai sekarang ini masih berlaku hukum waris yang bersifat pluralistik, yaitu : 1. Hukum Waris Adat, untuk warga negara Indonesia asli. 2. Hukum Waris Islam, untuk warga negara Indonesia asli di berbagai daerah dari kalangan tertentu yang terdapat pengaruh hukum agama Islam. 3. Hukum Waris Barat, untuk warga negara Indonesia keturunan Eropa dan Cina, yang berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Sistem pewarisan menurut hukum waris adat dipengaruhi oleh struktur kemasyarakatannya atau kekerabatan yang terdiri dari sistem patrilinial (sistem kekerabatan yang ditarik menurut garis bapak), sistem matrilineal yaitu sistem kekerabatan yang ditarik menurut garis ibu, sistem parental atau bilateral yaitu sistem kekerabatan yang ditarik menurut garis bapak dan ibu. 1
3 B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah hukum waris Suku Melayu Jambi? 2. Bagaimanakah Sistem Patrilineal yang hidup dalam masyarakat Suku Batak Toba didaerah Pulau Samosir, Tapanuli Utara dan sekitarnya? 3. Bagaimanakah hukum waris dari Suku Adat Jawa? 2
4 BAB II PEMBAHASAN Pengertian Hukum Waris Adat Terdapat beberapa pengertian mengenai hukum waris adat menurut para ahli, sebagai berikut: Menurut Ter Haar BZN, Hukum waris adat itu meliputi aturan-aturan hukum yang bertalian dengan proses dari abad ke abad yang menarik perhatian, ialah proses penerusan dan peralihan kekayaan material dan immateriel dari turunan keturunannya. Menurut Soepomo, Hukum adat waris memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang yang tidak terwujud benda (immateriele goederen) dari suatu angkatan manusia (generatie) kepada turunannya. Menurut Soerojo Wignyodipoero, Hukum adat waris meliputi normanorma hukum yang menetapkan harta kekayaan baik yang materiil yang manakah dari seseorang yang dapat diserahkan kepada keturunannya serta sekaligus juga mengatur saat, cara dan proses peralihannya. Menurut Iman Sudiyat, Hukum waris adat meliputi aturan-aturan dan keputusan-keputusan hukum yang bertalian dengan proses penerus / pengoperan dan peralihan /perpindahan harta kekayaan materiil dan immateriil dari generasi ke generasi. Menurut Hilman Hadikusuma, Hukum waris adat adalah hukum adat yang memuat garis-garis ketentuan tentang sistim dan azas-azas hukum waris tentang warisan, pewaris dan waris serta cara bagaimana harta warisan itu dialihkan penguasaan dan pemilikannya dari pewaris kepada waris. Pengertian mengenai hukum waris adat tersebut diatas mengantarkan kita pada kesimpulan bahwa hukum waris adat adalah suatu proses mengenai pengalihan dan penerusan harta kekayaan baik yang bersifat materil maupun 3
5 immateril dimana pengalihan dan penerusan harta kekayaan tersebut dilakukan oleh suatu generasi kepada generasi berikutnya. Unsur Unsur Hukum Waris Adat Hukum waris adat memuat tiga unsur pokok, yaitu: 1. Mengenai subyek hukum waris, yaitu siapa yang menjadi pewaris dan siapa yang menjadi ahli waris. 2. Mengenai kapan suatu warisan itu dialihkan dan bagaimana cara yang dilakukan dalam pengalihan harta waris tersebut. Serta bagaimana bagian masing-masing ahli waris. 3. Mengenai obyek hukum waris itu sendiri, yaitu tentang harta apa saja yang dinamakan harta warisan, serta apakah harta-harta tersebut semua dapat diwariskan. Istilah dalam Hukum Waris Adat Dalam hukum waris adat dikenal beberapa istilah, antara lain: 1. Warisan dalam hukum waris adat merujuk pada harta kekayaan dari pewaris yang wafat baik harta kekayaan yang telah dibagi maupun harta kekayaan yang belum dibagi. 2. Peninggalan dalam hukum waris adat merujuk pada harta warisan yang belum bisa dibagi atau belum terbagi-bagi disebabkan salah seorang pewaris masih hidup. 3. Pusaka dalam hukum waris adat dibagi atas dua kategori, yakni harta pusaka tinggi yakni harta peninggalan dari jaman leluhur yang sifatnya tidak dapat dibagi serta tidak pantas pula untuk dibagi-bagi dan harta pusaka rendah, yakni harta pusaka yang diwariskan dari beberapa generasi sebelumnya. 4. Harta perkawinan dalam hukum waris adat merujuk pada harta yang telah diperoleh oleh seorang pewaris selama pewaris menjalani perkawinan. 4
6 Harta pemberian dalam hukum waris adat merujuk pada harta yang diberikan oleh seseorang kepada pasangan suami istri yang melangsungkan perkawinan. Adapun sifat Hukum Waris Adat secara global dapat diperbandingkan dengan sifat atau prinsip hukum waris yang berlaku di Indonesia, di antaranya adalah : 1. Harta warisan dalam sistem Hukum Adat tidak merupakan kesatuan yang dapat dinilai harganya, tetapi merupakan kesatuan yang tidak dapat terbagi atau dapat terbagi tetapi menurut jenis macamnya dan kepentingan para ahli waris; sedangkan menurut sistem hukum barat dan hukum Islam harta warisan dihitung sebagai kesatuan yang dapat dinilai dengan uang. 2. Dalam Hukum Waris Adat tidak mengenal asas legitieme portie atau bagian mutlak, sebagaimana diatur dalam hukum waris barat dan hukum waris Islam. 3. Hukum Waris Adat tidak mengenal adanya hak bagi ahli waris untuk sewaktu-waktu menuntut agar harta warisan segera dibagikan. Berdasarkan ketentuan Hukum Adat pada prinsipnya asas hukum waris itu penting, karena asas-asas yang ada selalu dijadikan pegangan dalam penyelesaian pewarisan. Adapun berbagai asas itu di antaranya seperti asas ketuhanan dan pengendalian diri, kesamaan dan kebersamaan hak, kerukunan dan kekeluargaan, musyawarah dan mufakat, serta keadilan dan parimirma. Jika dicermati berbagai asas tersebut sangat sesuai dan jiwai oleh kelima sila yang termuat dalam dasar negara RI, yaitu Pancasila. Di samping itu, menurut Muh. Koesnoe, di dalam Hukum Adat juga dikenal tiga asas pokok, yaitu asas kerukunan, asas kepatutan dan asas keselarasan. Ketiga asas ini dapat diterapkan dimana dan kapan saja terhadap berbagai masalah yang ada di dalam masyarakat, asal saja dikaitkan dengan desa (tempat), kala(waktu) dan patra (keadaan). Dengan menggunakan dan mengolah asas kerukunan, kepatutan dan keselarasan dikaitkan dengan waktu, tempat dan keadaan, diharapkan semua masalah akan dapat diselesaikan dengan baik dan tuntas. 5
7 yaitu: Ada beberapa sistem pewarisan yang ada dalam masyarakat Indonesia, 1. Sistem Keturunan Secara teoritis sistem keturunan ini dapat dibedakan dalam tiga corak: a. Sistem Patrilineal, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis bapak, dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan wanita di dalam pewarisan. b. Sistem Matrilineal, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis ibu, dimana kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan pria didalam pewarisan. c. Sistem Parental atau Bilateral, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis orang tua, atau menurut garis dua sisi (bapak-ibu), dimana kedudukan pria dan wanita tidak dibedakan di dalam pewarisan. 2. Sistem Pewarisan Individual Sistem pewarisan individual atau perseorangan adalah sistem pewarisan dimana setiap ahli waris mendapatkan pembagian untuk dapat menguasai dan atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masingmasing. Setelah harta warisan itu diadakan pembagian maka masing-masing ahli waris dapat menguasai dan memiliki bagian harta warisannya untuk diusahakan, dinikmati ataupun dialihkan (dijual) kepada sesama ahli waris, anggota kerabat, tetangga ataupun orang lain. Sistem pewarisan individual ini banyak berlaku di kalangan masyarakat adat Jawa dan Batak. 3. Sistem Pewarisan Kolektif Sistem pewarisan dimana harta peninggalan diteruskan dan dialihkan pemilikannya dari pewaris kepada ahli waris sebagai kesatuan yang tidak terbagi-bagi penguasaan dan pemilikannya, melainkan setiap waris berhak untuk mengusahakan menggunakan atau mendapat hasi dari harta peninggalan itu. Bagaimana cara pemakaian untuk kepentingan dan kebutuhan masing-masing waris diatur bersama atas dasar musyawarah dan mufakat oleh semua anggota kerabat yang berhak atas harta peninggalan di bawah bimbingan kerabat. Sistem kolektif ini terdapat misalnya di daerah 6
8 Minangkabau, kadang-kadang juga di tanah Batak atau di Minahasa dalam sifatnya yang terbatas. 4. Sistem Pewarisan Mayorat Sistem pewarisan mayorat sesungguhnya adalah juga merupakan sistem pewarisan kolektif, hanya penerusan dan pengalihan hak penguasaan atas harta yang tidak terbagi-bagi itu dilimpahkan kepada anak tertua yang bertugas sebagai pemimpin rumah tangga atau kepala keluarga menggantikan kedudukan ayah atau ibu sebagai kepala keluarga. Sistem mayorat ini ada 2 (dua) macam dikarenakan perbedaan sistem keturunan yang dianut, yaitu: a. Mayorat laki-laki, seperti berlaku di lingkungan masyarakat Lampung, terutama yang beradat pepadun, atau juga berlaku sebagaimana di Teluk Yos Soedarso Kabupaten Jayapura Papua. b. Mayorat perempuan, seperti berlaku di lingkungan masyarakat ada Semendo di Sumater Selatan. A. Hukum Waris Suku Melayu Jambi Dalam Sistem Kekerabatan Bilateral Bagi masyarakat pedesaan di daerah Jambi, begitu pun masyarakat Melayu Jambi, pada dasarnya mereka menganut prinsip kekerabatan billateral, oleh karena itu setiap individu dalam menarik garis keturunannya selalu menghubungkan dirinya kepada pihak ayah maupun pihak ibu. Dengan kata lain hubungan kekerabatan antara seorang anak dengan kaum kerabat dari pihak ayah tetap sederajat dengan perhubungannya terhadap kaum kerabat ibunya. Oleh karena ini dikenal pepatah Jambi Anak dipanggu kemenakan dijinjing. Prinsip billateral itu sesungguhnya tidak mempunyai suatu akibat yang selektif, karena bagi setiap individu semua kaum kerabat ibu mau pun semua kerabat kaum ayah masuk dalam hubungan kekerabatannya. Sehingga tidak ada batas sama sekali. Orang Melayu Jambi mayoritas adalah pemeluk agama Islam. Mereka memiliki prinsip adat menurun, syarak mendaki, adat bersendi syarak, 7
9 syarak bersendi kitabullah,artinya "segala ketentuan yang mengatur kehidupan dalam masyarakat berasal dari budaya nenek moyang dan bersumber dari ajaran-ajaran agama, yaitu Al quran dan dan Hadits" Dalam prinsip kekerabatan billateral Suku Melayu Jambi, garis keturunan ditarik dengan menempatkan faktor keluarga sebagai kelompok masyarakat terkecil dan menjadi basis perhitungan batas hubungan kekerabatan di antara satu sama lain. Suatu kombinasi yang timbul dari dua prinsip yang berlainan nampak pada penentuan hak waris, terutama penyelesaian masalah hak waris. Keberadaan Islam dengan Fikh-nya yang patrilinear sebenarnya telah menggantikan keberadaan aturan adat tentang hak waris terutama di Palembang, Jambi dan pesisir Kalimantan. Namun kenyataannya tidak jarang di tengah masyarakat billateral masih ditemukan hasil musyawarah adat yang menentukan pembagian harta waris orang tua dibagi sama pada seluruh anakanaknya. Hukum adat Jambi berdasarkan pada Adat Lamo Puseko Usang yaitu Undang dengan Teliti. Undang yang dimaksud disini adalah peraturan adat istiadat yang berasal dari nenek moyang dan aturanaturan yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat. Sedangkan Teliti adalah peraturan adat istiadat yang telah dipengaruhi dan diperkuat oleh agama Islam. Undang dan Teliti ini disatukan menjadi satu kesatuan sehingga menjadi adat istiadat Jambi yang berasaskan dasar : Adat bersendi Syarak, Syarak bersendi Kitabullah. Maka kita dapat melihat bahwa hukum yang berlaku pada masyarakat Melayu Jambi adalah hukum adat terutama dalam hal kewarisan. Hal ini tidak terlepas dari ajaran Islam karena masyarakat Melayu Jambi mayoritas beragama Islam. Hukum adat Suku Melayu Jambi adalah jika anak yang diangkat berasal dari lingkungan keluarga sendiri, maka akan mengakibatkan 8
10 hubungan hukum anak yang diangkat tersebut dengan orang tua kandungnya tidak terputus. Jika anak yang berasal dari lingkungan keluarga yang berlainan agama dengan orang tua angkatnya, maka anak tersebut setelah diangkat akan masuk kedalam agama Islam, maka secara langsung hubungan hukumnya dengan orang tua kandungnya terputus. Sementara dalam hukum Islam pengangkatan anak merupakan tindakan hukum yang menimbulkan akibat hukum tetapi tidak menimbulkan hubungan saling mewaris. Dan dalam peraturan perundang-undangan pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak angkat dengan orang tua kandung sehingga tetap berstatus sebagai anak kandung dari orang tua kandungnya. B. Sistem Patrilineal dalam masyarakat Suku Batak Toba Di provinsi Sumatera Utara terdapat berbagai suku bangsa yang hidup dan berkembang di daerah tersebut. Salah satu suku bangsa yang terbesar di daerah tersebut adalah suku Batak. Masyarakat Batak sebenarnya terdiri dari beberapa anak suku walaupun secara umum lebih sering hanya disebut orang Batak. Di propinsi ini juga berkembang suku bangsa Melayu di daerah pesisir timur dan suku bangsa Nias di Pulau Nias di sebelah Barat pulau Sumatera. Suku Batak yang hidup didaerah Sumatera Utara adalah Karo, Pakpak, Toba, Simalungun, Mandailing, dan Angkola. Suku bangsa Batak diperkirakan merupakan keturunan kelompok Melayu Tua (Proto Melayu) yang bergerak dari daratan Asia Selatan, dalam upaya mereka mencari tempat yang lebih hangat pada masa Antar-Es. Gerakan nenek moyang kelompok Proto Melayu itu sebagian menetap di wilayah Sumatera Utara sekarang, dan sebagian lagi mewujudkan perjalanan ke Kalimantan dan Sulawesi. Bahkan berdasarkan penelitian, sebagian dari mereka melanjutkan perjalanan sampai ke Filipina. Dalam perkembangannya, masyarakat yang sudah mulai bercocok tanam itu berpencar dan mendirikan pemukiman yang satu sama lain dipisahkan oleh pegunungan yang tinggi, jurang yang dalam, dan hutan yang 9
11 lebat, sehingga kontak antar mereka sangat terbatas. Kurangnya interaksi diantara mereka boleh jadi juga disebabkan kerena masing-masing kelompok telah dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga masing-masing mengembangkan pola adaptasi setempat yang kini menunjukkan keanekaan kebudayaan di Sumatera Utara. Orang Batak menganut sistem kekerabatan yang menghitung garis keturunan secara patrilineal, yaitu memperhitungkan anggota keluarga menurut garis keturunan dari ayah. Orang-orang yang berasal dari satu ayah disebut paripe (satu keluarga), pada orang Karo dinamakan sada bapa (satu keluarga), sedangkan pada orang Simalungun disebut sepanganan (satu keluarga). Bermula mereka hidup dalam perkauman yang terdiri dari kelompok - kelompok kekerabatan yang mengusut garis keturunan dari ayah, dan mendiami satu kesatuan wilayah permukiman yang dikenal dengan huta atau lumban. Biasanya kesatuan kerabat itu berpangkal dari seorang kakek yang menjadi cikal bakal dan pendiri pemukiman, karenanya juga disebut saompu. Kelompok-kelompok kerabat luas terbatas saompu yang mempunyai hubungan seketurunan dengan nenek moyang yang nyata maupun yang fiktif membentuk kesatuan kerabat yang dikenal dengan nama marga. Hubungan sosial dengan sesama marga diatur melalui hubungan perkawinan, terutama antara marga pemberi pengantin wanita (boru) dengan marga penerima pengantin wanita (hula-hula). Untuk mempertahankan kelestarian kelompok kerabat yang patrilineal, marga-marga tersebut tidak boleh tukar menukar mempelai. Karena itu hubungan perkawinan satu jurusan memaksa setiap marga menjalin hubungan perkawinan dengan sekurang-kurangnya dua marga lain, yaitu dengan marga pemberi dan marga penerima mempelai wanita. Marga-marga atau klen patrilineal secara keseluruhan mewujudkan sub-suku daripada sukubangsa Batak. Pertumbuhan penduduk dan persebaran mereka di wilayah pemukiman yang semakin luas serta pengaruh-pengaruh dari luar menyebabkan perkembangan pola-pola adaptasi bervariasi dan 10
12 terwujud dalam keanekaragaman kebudayaan Batak dan sub-suku yang menggunakan dialek masing-masing. Berlandaskan pada hubungan perkawinan yang tidak timbal-balik itulah masyarakat Batak mengatur hubungan sosial antarmarga dengan segala hak dan kewajibannya dalam segala kegiatan sosial mereka. Organisasi itu dikenal sebagai dalihan na tolu atau tiga tungku perapian. Marga pemberi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dalam upacara maupun kegiatan adat terhadap marga penerima mempelai wanita. Dengan demikian ada keseimbangan hubungan antara perorangan dengan kelompok yang menganut garis keturunan kebapakan. Walaupun seorang wanita yang menikah akan kehilangan segala hak dan kewajibannya dari hak marga asal dan berpindah mengikuti kelompok kerabat suami, namun marga asal tetap mendapat kehormatan sebagai pemberi mempelai wanita yang amat penting artinya sebagai penerus generasi. Sistem religi yang dianggap asli oleh para pendukungnya ialah sipelebegu. Menurut keyakinan penganutnya, alam semesta beserta isinya ini semula diciptakan oleh Ompu Mulajadi Nabolon yang berdiam di langit lapis ke-tujuh. Dunia dibagi atas banua ginjang yang dikuasai oleh Batara Guru, dan banua tonga yang dikuasai oleh Mangala Bulan. Selain itu orang Batak percaya akan adanya tondi (jiwa) dan begu (roh atau arwah) disekeliling tempat hidup manusia. Orang Toba mendiami daerah sekitar danau Toba, pulau Samosir, dataran tinggi Toba, Silindung, sekitar Barus dan Sibolga sampai ke daerah pegunungan Bukit Barisan. Antara Pahae dan Habinsaran di Sumatera Utara. Wilayah ini sekarang termasuk ke dalam Kabupaten Tapanuli Utara. Jumlah populasi sekarang sekitar jiwa, dan mereka mengembangkan variasi lokal kebudayaan dengan ciri-ciri yang menyolok di bidang arsitektur perumahan. Masyarakat Suku Batak Toba memakai hubungan sosial antarmarga dengan segala hak dan kewajibannya dalam berinteraksi. Marga memberikan kedudukan terhadap setiap individu dalam suku Batak. Marga yang didapatkan setiap keturunan dalam keluarga suku Batak Toba adalah marga 11
13 dari ayah. Dengan demikian ada keseimbangan hubungan antara perorangan dengan kelompok yang menganut garis keturunan kebapakan. Misalnya seorang ayah yang bermarga Hutasoit menikah dengan ibu yang bermarga Silalahi, maka anak mereka akan memakai marga Hutasoit. Untuk seorang wanita yang menikah dengan yang bukan semarga dengannya akan menjadi bagian dari pihak laki-laki yang menjadi suaminya. Wanita tersebut akan kehilangan segala hak dan kewajibannya dari marga asalnya. Namun marga asal tetap mendapat kehormatan dalam keluarga pihak laki-laki tersebut. Sistem Patrilineal yang hidup dalam masyarakat Suku Batak Toba didaerah Pulau Samosir, Tapanuli Utara dan sekitarnya. Berdasarkan fakta dilapangan bahwa Sistem Patrilineal yang ada di daerah tersebut pada dasarnya adalah sama dengan teori yang ada. Meski memang dalam penerapannya terkadang disesuaikan dengan keadaan yang ada dalam masyarakat. Ketika akan diterapkan harus sesuai dengan teori yang ada dan ternyata tidak tepat dengan situasi dan kondisi yang ada maka akan menimbulkan masalah. C. Sistem Parental dari Suku Adat Jawa Suku Jawa yang hukum adat-nya bersistem parental, maka terhadap contoh permasalahan, misalnya: 1. Andi adalah anak kandung dari Suami Pertama Ibunya Andi. 2. Andi tidak tinggal bersama secara langsung. 3. Ibu Andi memiliki anak-anak lagi dari hasil perkawinannya yang sekarang (kedua) sebanyak misalnya 6 orang. 4. Sehingga jumlah keseluruhan anaknya adalah 7 orang, yang mana jumlah anak laki-laki misalnya 2 dan anak perempuan 5, serta meninggalkan seorang suami. 5. Warisan Ibu Andi berasal dari neneknya, artinya bukan berasal dari harta bersama dengan suami kedua-nya, artinya harta tersebut adalah harta bawaan, yang akan diwariskan kepada anak keturunannya. 12
14 Di dalam masyarakat Jawa, semua anak mendapatkan hak mewaris, dengan pembagian yang sama, tetapi ada juga yang menganut asas sepikul segendongan (Jawa Tengah), artinya anak laki-laki mendapatkan dua bagian dan anak perempuan mendapatkan satu bagian, hampir sama dengan pembagian waris terhadap anak dalam Hukum Islam. Pada dasarnya, yang menjadi ahli waris adalah generasi berikutnya yang paling karib dengan Pewaris (ahli waris utama) yaitu anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga (brayat) si Pewaris. Terutama anak kandung. Sementara untuk anak yang tidak tinggal bersama, tidak masuk ke dalam ahli waris utama. Tetapi ada juga masyarakat Jawa (Jawa Tengah), yang mana anak angkat (yang telah tinggal dan dirawat oleh orang tua angkatnya) mendapatkan warisan dari kedua orang tuanya, baik orang tua kandung atau angkat. Jika anak-anak tidak ada, maka kepada orang tua dan jika orang tua tidak ada baru saudara-saudara Pewaris. 13
15 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Secara umum, asas pewarisan yang dipakai dalam masyarakat adat bergantung dari jenis sistem kekerabatan yang dianut. Namun menurut Hazairin, hal itu bukan suatu hal yang paten. Artinya, asas tersebut tidak pasti menunjukkan bentuk masyarakat di mana hukum warisan itu berlaku. Seperti misalnya, asas individual tidak hanya ditemukan pada masyarakat yang menganut sistem bilateral, tetapi juga ditemukan pada masyarakat yang menganut asas patrilineal, misalnya pada masyarakat Batak yang menganut sistem patrilineal, tetapi dalam mewaris, memakai asas individual. Jadi pewarisan yang dianut Suku Adat Melayu Jambi, Suku Adat Batak, dan Suku Adat Jawa sesuai dengan sistem kekerabatan yang dianut suku suku tersebut yang dimana Suku Adat Melayu Jambi pewarisannya menganut pada sistem pewarisan bilateral, Suku Adat Batak menganut pada sistem pewarisan keturunan patrilineal, dan Suku Adat Jawa menganut pada sistem pewarisan keturunan parental. 14
16 DAFTAR PUSTAKA diakses tanggal 28 Maret diakses tanggal 27 Maret diakses tanggal 27 Maret diakses tanggal 22 Maret diakses tanggal 22 Maret diakses tanggal 22 Maret diakses tanggal 28 Maret
Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar Pengertian Hukum Adat, Waris dan Kedewasaan dalam Hukum Adat
1 Hukum Adat Lanjutan Rabu, 23 November 2016 Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar Pengertian Hukum Adat, Waris dan Kedewasaan dalam Hukum Adat Pembicara : 1. Hendra Siahaan (2013) 2. Wita Pandiangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (machstaat). Dengan demikian, berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 negara
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dirumuskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat). Dengan demikian,
Lebih terperinciHUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN
HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan berbangsa, khususnya dalam kehidupan masyarakat heterogen, seperti Indonesia yang merupakan negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum nasional. Unsur kejiwaan hukum adat yang berintikan kepribadian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. satu suku di Indonesia yang bertempat tinggal di ujung selatan Pulau Sumatera.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Indonesia sangat luas, juga mempunyai puluhan bahkan ratusan adat budaya. Begitu juga dengan sistem kekerabatan yang dianut, berbeda sukunya maka berbeda pula
Lebih terperinciBAB IV HUKUM DAN SISTEM PE WARISAN ADAT
BAB IV HUKUM DAN SISTEM PE WARISAN ADAT Hukum waris adat ialah aturan-aturan hukum yang, mengenai cara bagaimana dari abad-kebad penerasan dan peralihan dari haita kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. defenisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya):
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keragaman suku juga disertai dengan keragaman budaya. Itulah yang membuat suku budaya Indonesia sangat dikenal bangsa lain karena budayanya yang unik. Berbagai
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Pembagian Harta Warisan. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk membedakan dengan istilah-istilah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa penting, yaitu lahir, menikah dan meninggal dunia yang kemudian akan menimbulkan akibat hukum tertentu.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain. 1. Pertalian darah menurut garis bapak (Patrilineal)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan bermasyarakat dewasa ini, masalah yang berhubungan dengan kehidupan sosial sudah makin kompleks dan terdiri dari berbagai aspek yang mana hal ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis di Provinsi Sumatera Utara, suku Batak terdiri dari 5 sub etnis yaitu : Batak Toba (Tapanuli), Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Mandailing,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum, 1 dimana setiap perilaku dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum, 1 dimana setiap perilaku dan tindakan masyarakatnya diatur oleh hukum. Salah satu hukum di Indonesia yang telah lama berlaku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melaksanakan usahanya seperti untuk tempat perdagangan, industri, pendidikan, pembangunan sarana dan perasarana lainnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa berupa sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan baik yang langsung untuk kehidupanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lain. Dengan demikian setiap orang tidak mungkin hidup sendiri tanpa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai kecenderungan untuk selalu berhubungan dengan manusia yang lain. Dengan demikian setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda hanyalah sifat atau tingkat perubahannya. Perubahan pada masyarakat ada yang terlihat dan ada yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahkluk hidup pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat hukum yang berkaitan dengan pengurusan
Lebih terperinci11. TINJAUAN PUSTAKA. berbagai macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi di masyarakat yang. bersangkutan. Koentjaranigrat (1984: )
11. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Upacara Adat Upacara adalah sistem aktifitas atau rangkaian atau tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan
Lebih terperinciKedudukan Perempuan dalam Hukum Waris Adat Batak Toba
www.usi.ac.id/karya ilmiah dosen upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@2016 Kedudukan Perempuan dalam Hukum Waris Adat Batak Toba Elpina Dosen Fakultas Hukum Universitas Simalungun
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perkawinan Adat 1. Pengertian Perkawinan Perkawinan merupakan salah satu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Sebab perkawinan itu tidak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia dengan semboyan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ratus) pulau-pulau yang tersebar di nusantara, masyarakat Indonesia terbagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat yang majemuk yang terdiri dari berbagai sukubangsa dan budaya. Dengan penduduk lebih dari 210 (dua ratus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara, khususnya daerah di sekitar Danau
Lebih terperinciBAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun
BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Sumatera Utara memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional, dan bahasa daerah. Semua etnis memiliki budaya yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. adalah satu yaitu ke Indonesiaannya. Oleh karena itu maka adat bangsa
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia ini adat yang dimiliki oleh daerahdaerah suku bangsa adalah berbeda-beda, meskipun dasar serta sifatnya, adalah satu yaitu ke Indonesiaannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel kabapaan. Stelsel kebapaan ini yang dianut masyarakat Karo ini dapat dilihat dari kebudayaan yang
Lebih terperinciPERBANDINGAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM ADAT DAN MENURUT BW DI INDONESIA
PERBANDINGAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM ADAT DAN MENURUT BW DI INDONESIA Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perbandingan Hukum Perdata Oleh KELOMPOK I Dosen Pembimbing : AFRILIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kerukunan dalam keluarga tetap terjaga. Pewarisan merupakan salah satu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adat merupakan salah satu aturan hukum yang masih digunakan dalam proses pewarisan. Proses pewarisan yang mengedepankan musyawarah sebagai landasannya merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10
BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1 LATAR BELAKANG MASALAH Orang Batak Toba sebagai salah satu sub suku Batak memiliki perangkat struktur dan sistem sosial yang merupakan warisan dari nenek moyang. Struktur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu keturunan ditarik dari ayahnya. Dilihat dari marga yang dipakai oleh orang batak yang diambil dari
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai suku bangsa, golongan, dan lapisan sosial. Sudah tentu dalam kondisi yang demikian
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG MASALAH
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan dalam arti luas adalah perilaku yang tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beberapa aspek yang perlu untuk diperhatikan baik itu oleh masyarakat sendiri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan bermasyarakat pada saat sekarang ini, masalah dalam kehidupan sosial sudah semakin kompleks dan berkepanjangan, dimana terdapat beberapa aspek yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antaranya, waris menurut hukum BW (Burgerlijk Wetboek), hukum Islam, dan. Ika ini tidak mati, melainkan selalu berkembang.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan adat, termasuk dalam hal pewarisan. Indonesia memiliki berbagai macam bentuk waris di antaranya, waris menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam suatu masyarakat. Hal ini disebabkan karena hukum waris itu sangat erat kaitannya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum kewarisan merupakan bagian dari hukum keluarga yang memegang peranan sangat penting bahkan menentukan dan mencerminkan sistem dan bentuk hukum yang berlaku
Lebih terperinciKEDUDUKAN JANDA TERHADAP HARTA BERSAMA MENURUT HUKUM WARIS ADAT JAWA
KEDUDUKAN JANDA TERHADAP HARTA BERSAMA MENURUT HUKUM WARIS ADAT JAWA Suwito Sugiyanto 1 Yuni Purwati 2 Alwi Wahyudi 3 1, 2,dan 3 adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun Abstract This Research
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Republik Indonesia (NRI) memiliki wilayah yang sangat luas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia (NRI) memiliki wilayah yang sangat luas membentang dari kota Sabang Provinsi Nanggro Aceh Darussalam hingga kota Merauke Provinsi Papua. Tidak
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat hukum adat disebut juga dengan istilah masyarakat tradisional atau
1 II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Masyarakat Hukum Adat Masyarakat hukum adat disebut juga dengan istilah masyarakat tradisional atau the indigenous people, dalam kehidupan sehari-hari lebih sering dan
Lebih terperinciHukum Waris Adat Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Adat
Makalah Hukum Waris Adat TUGAS MAKALAH Hukum Waris Adat Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Adat Dosen Pengampu : A. Turmudi, SH, Msi. Disusun oleh : Handika S. Diputra 122211035 M. Najib Himawan 122211056
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hanya ditunjukkan kepada masyarakat Batak Toba saja. Batak Toba adalah sub atau bagian dari suku bangsa Batak yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Batak terdiri dari beberapa etnik yaitu Toba, Simalungun, Karo, Angkola/Mandailing dan Pakpak Dairi. Namun sekarang ini sebutan Batak hanya ditunjukkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum waris merupakan salah satu dari bagian dari hukum perdata secara keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum waris sangat erat kaitannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara kodrati merupakan makhluk sosial, yang mana tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya manusia akan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh masyarakat adat batak toba. Sistem ini dalam arti positif merupakan suatu sistem dimana seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan. Manusia harus meninggalkan dunia fana. kekayaannya beralih pada orang lain yang ditinggalkannya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adat merupakan salah satu sumber yang penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum nasional yang menuju kearah kodifikasi hukum terutama akan dilaksanakan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. lainnya dalam satu kesatuan yang utuh (Abdulsyani, 1994:123).
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian SistemWaris Sistem mengandung pengertian sebagai kumpulan dari berbagai unsur (komponen)yang saling bergantungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terdiri dari 5 ( lima ) pulau besar, pulau-pulau kecil 1, 366 suku 2, 5 agama
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak pada garis khatulistiwa, terdiri dari 5 ( lima ) pulau besar, 17.508 pulau-pulau kecil 1, 366 suku 2,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan gerbang terbentuknya keluarga dalam kehidupan masyarakat, bahkan kelangsungan hidup suatu masyarakat dijamin dalam dan oleh perkawinan. 1 Setiap
Lebih terperinciPeranan Pendidikan dan Lingkungan dalam Pelaksanaan Hukum Waris Adat Minangkabau pada Masyarakat Perantauannya di Kota Bandung
No. 1/XXII/2003 Peranan Pendidikan dan Lingkungan dalam Pelaksanaan Hukum Waris Adat Minangkabau pada Masyarakat Perantauannya di Kota Bandung Dr.Ranidar Darwis,S.H., M. Pd. (Universitas Pendidikan Indonesia)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Antara laki-laki dengan perempuan mempunyai rasa ketertarikan dan saling
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan Tuhan dalam dua jenis yaitu laki-laki dan perempuan. Antara laki-laki dengan perempuan mempunyai rasa ketertarikan dan saling membutuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang terdiri dari seorang ayah,
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak
TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1 Abstrak Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perkawinan di bawah tangan masih sering dilakukan, meskipun
Lebih terperinciOleh : Rena Megawati. Mahasiswi Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Katolik Parahyangan.
TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KEABSAHAN PERKAWINAN PARIBAN DALAM HUKUM ADAT BATAK TOBA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Rena Megawati Mahasiswi Magister Ilmu Hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku memiliki bahasa daerah tersendiri yang membedakan bahasa suku yang satu dengan bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sangat membutuhkan adanya suatu aturan-aturan yang dapat mengikat manusia dalam melakukan perbuatan baik untuk diri sendiri dalam
Lebih terperinciKULIAH WARDAT 10 April 2012 Pertemuan ke 9
KULIH WRDT 10 pril 12 Pertemuan ke 9 UU No.1/ 1974: Ps. 3: asas monogamy relative Ps. 5: syarat perkawinan Ps.8: Larangan perkawinan Ps. 13: Pencegahan perkawinan Ps. 31: Hak & kewajiban Suami Istri seimbang/
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS TERHADAP TIDAK ADANYA HAK WARIS ANAK PEREMPUAN PADA MASYARAKAT KARO DI DESA RUMAH BERASTAGI KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO
BAB IV ANALISIS TERHADAP TIDAK ADANYA HAK WARIS ANAK PEREMPUAN PADA MASYARAKAT KARO DI DESA RUMAH BERASTAGI KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO Berdasarkan uraian pada Bab III mengenai sistem pembagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki beranekaragam suku bangsa, tentu memiliki puluhan bahkan ratusan adat budaya. Salah satunya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Peristiwa penting tersebut dikaitkan dengan upacaraupacara yang bersifat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang penduduknya memiliki aneka ragam adat kebudayaan. Mayoritas masyarakat Indonesia yang bertempat tinggal di pedesaan masih berpegang teguh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adat di Indonesia bersifat pluralistik sesuai dengan banyaknya jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat C. Van Vollenhoven
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menganggap bentuk kehidupan itu benar, baik dan berguna bagi mereka. Fenomena dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari berbagai perbedaan kehidupan manusia, satu bentuk variasi kehidupan mereka yang menonjol adalah fenomena stratifikasi (tingkat-tingkat) sosial. Perbedaan itu tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau, beragam suku bangsa, kaya akan nilai budaya maupun kearifan lokal. Negara mengakui perbedaan
Lebih terperinciPARENTAL SISTEM WARIS ADAT PARENTAL. Perhitungan sistem Parental 06/10/2016
SISTEM WARIS ADAT PARENTAL Sekar Ayuningtiyas 135010100111085 (03) Denna Ayu P W 135010100111097 (04) Elizhabert Corolia 135010118113006 (15) SOEPOMO Hukum adat waris, membuat peraturanperaturan yang mengatur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pak-pak Dairi, dan Batak Angkola Mandailing.
Lebih terperinciBAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN
BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN A. Sekilas Tentang Bapak Kasun Sebagai Anak Angkat Bapak Tasral Tasral dan istrinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam masyarakat, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan merupakan suatu pranata dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia. yang dilalui untuk dapat mempertahankan dirinya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahkluk Tuhan yang paling sempurna. Manusia diberi akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia memiliki kodrat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Batak Angkola bermukim di daerah Tapanuli Bagian Selatan yang merupakan. Etnis Angkola bekerja sebagai petani dan beragama Islam.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa Indonesia yang terletak di Sumatera Utara. Nama Batak Merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasi beberapa
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA
BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA Adat bagi masyarakat Batak Toba merupakan hukum yang harus dipelihara sepanjang hidupnya. Adat yang diterima
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan serta memiliki keturunan, dimana keturunan merupakan salah satu tujuan seseorang melangsungkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan totalitas latar belakang dari sistem nilai, lembaga dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terdapat beranekaragam suku bangsa, yang memiliki adat-istiadat, tradisi dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang di dalamnya terdapat beranekaragam suku bangsa, yang memiliki adat-istiadat, tradisi dan kebiasaan yang
Lebih terperinciP E N D A H U L U A N
BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Sebagaimana telah kita ketahui, Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari berbagai-bagai pulau dari Sabang sampai Merauke, dan didiami oleh berbagai-bagai
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Makna Makna merupakan hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA
BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA A. Analisis Terhadap Kebiasaan Pembagian Waris Di Kejawan Lor Kelurahan Kenjeran Kecamatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi sebagai proses pertukaran simbol verbal dan nonverbal antara pengirim dan penerima untuk merubah tingkah laku kini melingkupi proses yang lebih
Lebih terperinciTanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya
Pemahaman Progresif tentang Hak Perempuan atas Waris, Kepemilikan Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Beberapa Istilah Penting terkait dengan Hak Perempuan atas Waris dan Kepemilikan Tanah: Ahli
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri dari beragam budaya dan ragam bahasa daerah yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dengan adanya
Lebih terperinciKEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN
KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN Oleh Drs. Bakti Ritonga, SH.,MH. 1 Assalmu alaikum wr.wb. Salam sejahtera untuk kita semua Yang Terhormat; Bapak dan Ibu Pembina, jajaran pengurus, dan seluruh pesrta
Lebih terperinciHUKUM ADAT (Pasca Mid Semester)
HUKUM ADAT (Pasca Mid Semester) Struktur Genealogis Teritorial keanggotaan struktur genealogis teritorial ada dua : 1. Harus masuk dalam satu kesatuan genealogis. 2. Harus berdiam di daerah persekutuan
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM PENGALIHAN TANAH YANG DIPEROLEH KARENA PEWARISAN BAGI AHLI WARIS YANG BERSTATUS DI BAWAH UMUR
BAB II PENGATURAN HUKUM PENGALIHAN TANAH YANG DIPEROLEH KARENA PEWARISAN BAGI AHLI WARIS YANG BERSTATUS DI BAWAH UMUR A. Hukum Waris Di Indonesia 1. Pengertian Hukum Waris Perdata Telah diketahui, bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waris adalah perpindahan harta milik atau perpindahan pusaka.sehingga secara istilah ilmu waris adalah ilmu yang mempelajari tentang perpindahan harta pusaka
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN. Desa Pagaran Dolok merupakan salah satu desa dari Kecamatan Hutaraja
13 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Geografis Desa Pagaran Dolok merupakan salah satu desa dari Kecamatan Hutaraja Tinggi Kabupaten Padang Lawas di Propinsi Sumatera Utara dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Barat, sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Islam. 1 Sebagai sistem hukum,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hukum waris di Indonesia, selama ini diwarnai oleh tiga sistem hukum waris. Ketiga sistem hukum waris itu adalah, sistem Hukum Barat, sistem Hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar dalam menjalankan tata hukum di Indonesia. Oleh sebab itu, untuk
Lebih terperinciHASIL WAWANCARA. Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi
Lampiran 2 HASIL WAWANCARA Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi 1. Bagaimanakah cara orang tua menyampaikan hukum adat Minangkabau kepada anak, terkait adanya pewarisan harta kepada anak perempuan?
Lebih terperinciPEMBAGIAN HARTA WARISAN PADA MASYARAKAT LAMPUNG SAIBATIN YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK LAKI-LAKI
PEMBAGIAN HARTA WARISAN PADA MASYARAKAT LAMPUNG SAIBATIN YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK LAKI-LAKI Ganira Octa Maria Amru, Iskandar Syah,Maskun FKIP Unila Jalan Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No.1 Bandar Lampung
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah istilah yang
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Konsep Begawai Pernikahan adalah suatu momen yang sakral, dimana penyatuan dua insan ini juga harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai suku tertua. Dalam suku Batak terdapat beberapa sub-suku-suku yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Provinsi sumatera utara dewasa ini mencatat adanya suku Batak dan Suku Melayu sebagai suku tertua. Dalam suku Batak terdapat beberapa sub-suku-suku yang membentuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau yang tentunya pulau-pulau tersebut memiliki penduduk asli daerah yang mempunyai tata cara dan aspek-aspek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam adat Batak Toba, penyatuan dua orang dari anggota masyarakat melalui perkawinan tidak bisa dilepaskan dari kepentingan kelompok masyarakat bersangkutan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memperoleh keturunan maka penerus silsilah orang tua dan kekerabatan keluarga
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan kebahagiaan, kebanggaan, penerus keturunan, serta harta kekayaan pada sebuah keluarga. namun tidak semua keluarga dapat memperoleh keturunan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat dan diwariskan secara turun temurun dari generasi kegenerasi berikutnya. Indonesia
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
48 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pengaturan masalah waris di Indonesia bersifat pluralisme. Sehingga praturan hukum waris yang masih berlaku saat ini di Indonesia adalah menurut Hukum Adat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Hukum waris yang berlaku di Indonesia hingga saat ini masih bersifat pluralistik, artinya beraneka ragam sistem hukum waris di Indonesia berlaku
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. 1. Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN A. Pengertian Perkawinan 1. Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan Menurut Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, Perkawinan ialah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. salah satunya hukum waris yang terdapat di Indonesia ini masih bersifat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap penganut agama di dunia mengatur tentang pembagian waris, salah satunya hukum waris yang terdapat di Indonesia ini masih bersifat pluralistis 1, karena saat ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Simalungun, Pak-pak, Toba, Mandailing dan Angkola. (Padang Bolak), dan Tapanuli Selatan (B. G Siregar, 1984).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman budaya, suku, agama, dan ras. Salah satu provinsi yang ada di Indonesia adalah provinsi
Lebih terperinci