II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Pengetahuan

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN PENGETAHUAN TERHADAP ORGANISASI PEMBELAJAR PADA INSTITUT PERTANIAN BOGOR. Oleh HENDRA ETRI GUNAWAN H

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Data, Informasi, dan Pengetahuan

DRAFT USULAN PROPOSAL

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Pengetahuan disimpan di dalam otak individu atau di-encode (diubah dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organisasi Pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Data, Informasi, dan Pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. bagi organisasi dalam pembentukan keunggulan kompetitifnya (Lam, 2000; Ramirez

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PENCIPTAAN PENGETAHUAN MELALUI APLIKASI MODEL SECI

KNOWLEDGE MANAGEMENT PENGERTIAN DAN MANFAATNYA PADA ORGANISASI. Oleh :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 4 PENGEMBANGAN MODEL

BAB II LANDASAN TEORI. Bab ini akan menjelaskan tentang landasan teori yang menjadi dasar dalam pelaksanaan kegiatan tugas akhir.

BAB III METODE PENELITIAN. Ditinjau dari jenis datanya tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Laurence (Tiwana: 2002) knowledge didefinisikan sebagai berikut :

BAB III ANALISIS III.1 Interaksi Sosial sebagai Dasar Knowledge Management

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan bisnis yang dinamis membuat perusahaan harus

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab III Analisis Faktor Knowledge Management

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN PENGETAHUAN TERHADAP KOMITMEN KARYAWAN PADA PT X TBK, CABANG BOGOR. Oleh TONIMAN DWIJAYANTO H

Makhluk Apakah itu? Aini&Saleh. Open Resource? Apa itu? Maksudnya apa sih? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi

KNOWLEDGE MANAGEMENT. Model Knowledge Management. Pertemuan 3

PROSES PENCIPTAAN PENGETAHUAN DI PT. ASURANSI JASA INDONESIA LATAR BELAKANG

EKSTERNALISASI KNOWLEDGE DI LABORATORIUM FAKULTAS REKAYASA INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI TELKOM

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Sharing vision mempunyai penekanan membangun dan mengasah kemampuan. analisis setiap individu. Oleh karena itu, data dan informasi kondisi perusahaan

2004. h Robert B Denhardt, Theories of Public Organization (fifth edition), Belmont:,Thomson Wadworth, 2008, h. 190.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENGANTAR Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar manusia

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Perguruan Tinggi

01/10/2010. Pertemuan 1. Process. People. Technology

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

21/09/2011. Pertemuan 1

BAB V DISKUSI. diperoleh dan kaitannya dengan konsep dan teori yang mendasarinya.

KNOWLEDGE MANAGEMENT DALAM ORGANISASI BISNIS. Tugas Mata Kuliah. Teori Organisasi dan Manajemen Pengetahuan. Dr. Ir. Arif Imam Suroso, MSc(CS) Oleh:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Dunamis Program Overview The Importance of Knowledge Transfer

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Rumah Sakit pada dasarnya adalah kumpulan dari berbagai unit

Tujuan Pembelajaran 1. Memahami kunci utama model teoritis Manajemen Pengetahuan yang digunakan saat ini 2. Menghubungkan kerangka kerja KM dengan kon

I. PENDAHULUAN. rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum. Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat Ilmu

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. implementasinya (prosesnya). Sedangkan implementasi sangat dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAHAN AJAR DIKLAT KEPEMIMPINAN TINGKAT II

BAHAN AJAR DIKLAT KEPEMIMPINAN TINGKAT II

BAB I PENDAHULUAN. Menghadapi era globalisasi dan liberalisasi, terjadi berbagai perubahan di

Pendahuluan. 1. Definisi Pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1 Total Penerimaan Pajak dan Rasio Pajak Tahun Anggaran Total Penerimaan Pajak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Mulia Group didirikan pada tahun 1965 oleh keluarga Joko S. Tjandra. Pada

II. LANDASAN TEORI. Pada dasarnya setiap kegiatan yang dilaksanakan suatu perusahaan selalu

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi, perdagangan bebas, dan otonomi daerah telah mendesak

MERSI MEILINA H

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting bagi kunci sukses sebuah organisasi. Pengetahuan

III. METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru PKn kelas VIII SMP N 40

Driving Forces of Knowledge Management

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Perputaran informasi, persaingan global dan kemajuan dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen pengetahuan (knowledge management) merupakan proses

USABILITY KNOWLEDGE MANAGEMENT SYSTEM BERBASIS WEB PADA PT. MEGA KONSTRUKSI NEW PONTIANAK

BAB III ANALISIS. Komunitas belajar dalam Tugas Akhir ini dapat didefinisikan melalui beberapa referensi yang telah dibahas pada Bab II.

Bab I Pendahuluan I. 1. Latar Belakang

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendatangkan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor publik dalam pelayanan publik (Nurmandi, 2006). Banyak

PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ANAK MELALUI PENDIDIKAN JASMANI


BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. terkoordinasi untuk mencapai tujuan bersama (Jones, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi dewasa ini, sebuah perusahaan bertaraf nasional maupun

BAB I PENDAHULUAN. signifikan untuk mengadaptasi perubahan lingkungan yang ada agar dapat survive dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masalah penelitian yang berisikan pentingnya keterampilan menulis bagi siswa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB V PENUTUP A. Jawaban Masalah Pertama

fleksibel dan reputasi yang baik untuk dapat bertahan dan bersaing. Karyawan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Berbagi pengetahuan merupakan hal penting bagi organisasi yang

Bab I PENDAHULUAN. Alvin Toffler (1990) membagi sejarah peradaban manusia dalam tiga gelombang

METODE PENELITIAN. dirancang untuk mencari informasi yang jelas tentang gejala-gejala pada saat

BAB I PENDAHULUAN. Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide,

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis dewasa ini membutuhkan sumberdaya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Madrasah Tsanawiyah adalah lembaga pendidikan yang sederajat dengan sekolah

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting guna meningkatkan kualitas dan potensi

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan lemahnya kreativitas siswa dalam proses pembelajaran Seni Tari

BAB II TINJAUAN LITERATUR DAN METODE PENELITIAN

BAB V MODEL KONSEPTUAL MANAJEMEN PENGEMBANGAN KUALITAS KINERJA KARYAWAN BANK JABAR. Model merupakan abstraksi visual atau konstruksi dari suatu

Kurikulum Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia FTI UII Yogyakarta

Transkripsi:

5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Pengetahuan Manajemen Pengetahuan merupakan sistem yang memungkinkan perusahaan menyerap pengetahuan, pengalaman, dan kreativitas para stafnya untuk perbaikan kinerja perusahaan serta merupakan suatu proses yang menyediakan cara sehingga perusahaan dapat mengenali di mana aset intelektual kunci berada, menangkap ukuran aset intelektual yang relevan untuk dikembangkan (Davidson dan Voss, 2002 dalam Sangkala, 2007). Fraopolo (2003) mendifinisikan Manajemen Pengetahuan sebagai pengungkitan (leveraging) kebijakan kolektif untuk meningkatkan responsifitas dan inovasi. Lebih lanjut Fraopolo menyatakan bahwa definisi tersebut secara tidak langsung harus memenuhi tiga kriteria sebelum informasi bisa dianggap sebagai pengetahuan, yaitu: Pertama, pengetahuan mempunyai hubungan yang merupakan suatu kumpulan (kebijakan kolektif) dari pengalaman dan perspektif berganda. Kedua, Manajemen Pengetahuan merupakan katalisator yang selalu relevan dengan kondisi lingkungan dan merangsang tindakan dalam merespon kondisi tersebut. Ketiga, pengetahuan dapat dipakai dalam lingkungan yang tidak bersesuaian. Manajemen Pengetahuan terdiri atas respon-respon inovatif untuk menghadapi peluang dan tantangan baru. Sveiby (1998) dalam Sangkala (2007) mengungkapkan Manajemen Pengetahuan adalah seni penciptaan nilai dari aset pengetahuan. Selanjutnya Sveiby (Tjakraatmadja dan Lantu, 2006) menambahkan bahwa Manajemen Pengetahuan mewakili sebuah logika progresif yang maknanya melebihi dari sekedar manajemen informasi. Artinya, efektivitas Manajemen Pengetahuan sebenarnya dipengaruhi oleh kualitas lingkungan kerja yang kondusif untuk terjadinya proses berbagi pengetahuan dan pemaknaan sebuah informasi yang dihasilkan oleh manajemen informasi. Sedangkan teknologi informasi berperan untuk mempermudah proses belajar sehingga dapat mengakselerasi pertumbuhan pengetahuan organisasi. Pertumbuhan teknologi informasi akan

6 semakin meningkatkan efektivitas Manajemen Pengetahuan pada sebuah organisasi. Pendapat senada dinyatakan oleh (Santosus dan Surmacz, 2001 dalam Sangkala, 2007) yang tegas membantah dengan mengatakan bahwa Manajemen Pengetahuan tidak identik dengan penggunaan teknologi informasi. Manajemen Pengetahuan memang sering kali aktivitasnya difasilitasi oleh teknologi informasi, tetapi teknologi itu sendiri bukanlah Manajemen Pengetahuan. Teknologi bukanlah titik awal dari Manajemen Pengetahuan. Keputusan melakukan Manajemen Pengetahuan didasarkan atas siapa (orang), apa (pengetahuan), dan mengapa (tujuan organisasi). Sementara itu, bagaimana menyimpannya (teknologi) adalah aktivitas terakhir. Menurut Setiarso et al. (2009) Manajemen Pengetahuan adalah proses mengubah tacit knowledge menjadi explicit knowledge. Lanjut Setiarso et al. dalam bukunya bahwa Manajemen Pengetahuan yang sukses sebaiknya ditinjau dari ketiga komponen yang kritis, yaitu: 1. Alur pengetahuan yang benar dan sumber yang dilimpahkan ke organisasi atau institusi. 2. Teknologi tepat yang disimpan dan dapat mengkomunikasikan pengetahuan tersebut. 3. Budaya tempat kerja yang benar, sehingga karyawan termotivasi untuk memanfaatkan pengetahuan. Tannebaum (1998) dalam Sangkala (2007) menawarkan definisi yang dapat dijadikan suatu konsensus, yaitu terdiri atas: Pertama, menajemen pengetahuan mencakup pengumpulan, penyusunan, penyimpanan, dan pengaksesan informasi untuk membangun pengetahuan. Pemanfaatan dengan tepat teknologi informasi seperti computer yang dapat mendukung Manajemen Pengetahuan, namun teknologi informasi tersebut bukanlah Manajemen Pengetahuan. Kedua, Manajemen Pengetahuan mencakup berbagi pengetahuan (sharing knowledge). Tanpa berbagi pengetahuan, upaya Manajemen Pengetahuan akan gagal. Budaya perusahaan, dinamika dan praktik seperti sistem penggajian- dapat mempengaruhi berbagi

7 pengetahuan. Kultur dan aspek sosial dari Manajemen Pengetahuan merupakan tantangan yang signifikan. Ketiga, Manajemen Pengetahuan terkait dengan pengetahuan orang. Pada suatu saat, organisasi membutuhkan orang-orang yang kompeten untuk memahami dan memanfaatkan informasi dengan efektif. Organisasi juga terkait dengan individu untuk melakukan inovasi dan member petunjuk kepada organisasi. Organisasi juga terkait dengan persoalan keahlian yang menyediakan input untuk menerapkan Manajemen Pengetahuan. Oleh karena itu, organisasi harus mempertimbangkan bagaimana menarik, mengembangkan dan mempertahankan pengetahuan anggota sebagai bagian domain dari Manajemen Pengetahuan. Keempat, Manajemen Pengetahuan terkait dengan peningkatan efektivitas organisasi. Kita berkonsentrasi dengan Manajemen Pengetahuan karena dipercaya bahwa Manajemen Pengetahuan daapat memberikan kontribusi kepada vitalitas dan kesuksesan perusahaan. Upaya untuk mengukur modal intelektual dan untuk menilai efektivitas Manajemen Pengetahuan harus dapat membantu kita memahami secara luas pengelolaan pengetahuan yang telah dilakukan. Berdasarkan uraian dari definisi-definisi yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa Manajemen Pengetahuan merupakan suatu proses dan seni dalam mengelola perusahaan dengan melaksanakan penciptaan, pengumpulan, penyimpanan, dan pentransferan pengetahuan untuk meningkatkan keunggulan kompetitif sehingga memberikan hasil dalam mencapai visi dan misi perusahaan. 2.1.1 Pengetahuan dan Penciptaan Pengetahuan Posisi pengetahuan sedemikian sentralnya sehingga esensi perusahaan adalah organisasi pengetahuan (Brown dan Duguid, 2002 dalam Sangkala, 2007). Menurut Nonaka dan Konno (1998), pengetahuan terdiri atas dua jenis, yaitu explicit knowledge dan tacit knowledge. Explicit knowledge adalah jenis pengetahuan yang dapat yang dapat diekspresikan dalam bentuk kata-kata dan angka, serta dapat disampaikan dalam bentuk data, formulasi ilmiah, spesifikasi, manual, dan sebagainya. Pengetahuan jenis ini dapat segera diteruskan

8 dari satu individu ke individu lainnya secara formal dan sistematis. Tacit Knowledge adalah pengetahuan yang bersifat sangat personal dan sulit untuk dirumuskan, dikomunikasikan atau disampaikan kepada orang lain. Pemahaman subjektif, intuisi dan firasat termasuk ke dalam jenis pengetahuan ini. Terdapat dua jenis dimensi dalam tacit knowledge yaitu dimensi teknik dan dimensi kognitif. Dimensi teknik meliputi jenis-jenis keahlian atau keterampilan informal personal yang biasa disebut dengan know-how. Dimensi kognitif meliputi kepercayaan, ideal dan model mental yang sangat melekat dalam diri kita dan yang sering kita anggap benar. Meskipun sulit untuk diungkapkan dalam bentuk kata-kata, dimensi kognitif dari tacit knowledge membentuk cara kita memandang dunia. Nonaka dan Taekuchi (1995) dalam Sangkala (2007) menjelaskan perbedaan antara tacit knowledge dengan explicit knowledge dapat dipahami dalam beberapa hal, antara lain: pengetahuan yang bersifat subjektif (tacit) cenderung bersifat implisit, fisikal dan subjektif, sementara pengetahuan yang bersifat objektif (explicit) cenderung explicit, meta fisikal, dan objektif. Tacit knowledge diciptakan di sini (here) dan sekarang (now) di dalam suatu konteks spesifik dan praktis. Sedangkan explicit knowledge mengenai peristiwa atau objek di sana (there) dan kemudian (then) serta lebih berorientasi pada peristiwa yang bebas dari konteks. Nonaka dan Takeuchi (1995) dalam Nonaka dan Toyama (2007) mendifinisikan pengetahuan sebagai sebuah proses dinamik mengenai pembenaran terhadap keyakinan seseorang melalui pengungkapan suatu kebenaran. Keberadaan pengetahuan tidak bisa terlepas dari subjektifitas manusia dan konteks di sekitar manusia. Penilaian seseorang terhadap suatu kebenaran berbeda-beda, tergantung dari siapa orang itu (nilai) dan dari sudut pandang mana seseorang itu melihat (konteks). Pada tradisi lama Western epistemology, pengetahuan didefinisikan sebagai justified true belief. Definisi ini memberikan

9 kesan bahwa pengetahuan merupakan sesuatu yang bersifat objektif, absolut dan bebas konteks (explicit knowledge). Jenis pengetahuan yang bersifat explicit ini mendominasi pemahaman sebagian besar para ahli di Negara-Negara Barat. Menurut Nonaka dan Toyama (2005), model dari sebuah penciptaan pengetahuan dalam sebuah perusahaan dimana pengetahuan diciptakan melalui interaksi dinamis dengan lingkungan. Model ini terdiri atas tujuh komponen utama yaitu: percakapan (dialogue) dan praktek dari proses SECI; visi pengetahuan dan menggerakkan tujuan, yang memberikan arahan dan energi terhadap proses SECI; Ba, yaitu tempat berlangsungnya proses SECI; aset pengetahuan, yang merupakan input sekaligus output dari proses SECI; dan lingkungan sebagai sebuah ekosistem pengetahuan dan multi-layered ba (Gambar 1). Visi (apa?) Lingkungan Tacit Knowledge Subjektifitas) Praktek (bagaimana?) Menggerakkan Tujuan Explicit Knowledge Percakapan (mengapa?) Ba (shared context) Aset pengetahuan Gambar 1. Komponen utama perusahaan berbasis pengetahuan (Nonaka dan Toyama, 2005) Visi pengetahuan (knowledge vision) memberikan arahan kepada penciptaan pengetahuan serta arahan kepada perusahaan untuk

10 berkenan terhadap penciptaan pengetahuan yang berada di luar kemampuan perusahaan sehingga menentukan bagaimana perusahaan tersebut mampu terus berkembang dalam jangka waktu yang lama. Selain itu, visi pengetahuan juga mengilhami para anggota organisasi untuk tertarik dengan ha-hal yang berhubungan dengan intelektualitas sehingga mendorong mereka untuk menciptakan pengetahuan. Agar pengetahuan dapat diciptakan dan diakui sebagai visi pengetahuan perusahaan, perusahaan perlu sebuah konsep dan tujuan yang kongkrit, atau suatu standar tindakan untuk menghubungkan visi dengan proses penciptaan pengetahuan berupa percakapan (dialogue) dan praktik. Konsep atau tujuan atau standar tindakan ini disebut dengan mendorong pegetahuan (Knowledge driven) karena hal tersebut mendorong terciptanya proses penciptaan pengetahuan. Ba merupakan dasar dari kegiatan penciptaan pengetahuan, tempat berlangsungnya percakapan dan praktik dialektikal untuk menciptakan visi dan mendorong pencapaian tujuan organisasi. Aset pengetahuan tercipta dari proses penciptaan pengetahuan melalui percakapan dan praktik yang dilakukan di dalam Ba. Penjelasan terakhir mengenai komponen utama perusahaan berbasis pengetahuan adalah lingkungan. Lingkungan merupakan ekosistem pegetahuan yang terdiri atas multi-layered Ba dimana keberadaannya melewati batasan organisasional dan terus menerus mengalami perkembangan. 2.1.2 Konversi Pengetahuan Nonaka dan Toyama (2005) berpendapat bahwa pengetahuan diciptakan melalui penyatuan antara pemikiran dan tindakan dari individu yang saling berinteraksi dan melebihi batas-batasan yang bersifat organisasi. Pada proses penciptaan pengetahuan organisasi, individu saling berinteraksi untuk melewati batasan-batasan diri mereka sendiri, dan pada akhirnya dapat mengubah diri mereka, orang lain, organisasi dan lingkungan. Proses penciptaan pengetahuan tidak dapat dianggap semata-mata sebagai sebuah model penyebab normatif

11 karena nilai dan idealisme manusia bersifat subjektif dan konsep dari kebenaran tergantung pada nilai, idealisme dan konteks masing-masing individu. Penciptaan pengetahuan dapat ditinjau sebagai sebuah proses untuk menyadari visi masa depan atau keyakinan seseorang melalui praktik berupa saling interaksi dengan orang lain dan lingkungan Menurut Nonaka dan Konno (1998), pengetahuan diciptakan secara sosial dengan cara menyatukan perbedaan pandangan banyak orang. Melalui proses konversi pengetahuan [Proses Sosialisasi, Eksternalisasi, Kombinasi dan Internalisasi (proses SECI)], pengetahuan subjektif seseorang menjadi berlaku secara sosial dan menyatu dengan pengetahuan orang lain sehingga pengetahuan terus mengalami perkembangan (Gambar 2). Model ini memungkinkan lahirnya empat postulat model konversi pengetahuan, yaitu: Pertama, sosialisasi atau konversi pengetahuan dari tacit knowledge ke tacit knowledge. Pengubahan pengetahuan dari tacit knowledge ke tacit knowledge memungkinkan pengetahuan tacit diubah melalui interaksi antar individu. Seseorang bisa memperoleh tacit knowledge tanpa harus dengan bahasa. Bentuk pemagangan yang dilakukan oleh seseorang karyawan yang dibantu oleh penasihatnya dan belajar dari seorang ahli tidak perlu melalui penggunaan bahasa, tetapi dengan melakukan observasi, peniruan dan latihan. Kunci utama mendapatkan tacit knowledge adalah dengan transfer pengalaman. Orang yang memiliki tacit knowledge akan sulit mentransfer tacit knowledge yang dimilikinya tanpa melalui berbagi pengalaman. Hal ini sangat terkait dengan adanya unsur-unsur emosional dan konteks maupun nuansa. Kedua, eksternalisasi atau konversi pengetahuan dari tacit knowledge ke explicit knowledge. Pada konversi pengetahuan ini, pengetahuan yang bersifat tacit dieksplisitkan menjadi berupa dokumen. Dokumen ini dapat berupa laporan, grafik, dan bentuk lain, sehingga menjadi pengetahuan yang mudah ditansfer. Pada prakteknya, eksternalisasi didukung oleh dua faktor kunci. Pertama,

12 artikulasi pengetahuan tacit yaitu konversi tacit ke pengetahuan explicit melibatkan teknik yang membantu untuk mengekspresikan ide-ide seseorang menjadi kata-kata, konsep atau bahasa kiasan (seperti metafora, analogi, atau narasi), dan visual. Dialog antar anggota organisasi sangat mendukung eksternalisasi. Kedua, melibatkan penerjemahan pengetahuan tacit pelanggan atau ahli menjadi bentuk yang mudah dipahami. Ini mungkin membutuhkan penalaran deduktif, indukti, atau inferensi kreatif. Ketiga, kombinasi atau konversi pengetahuan dari explicit knowledge ke explicit knowledge. Konversi pengetahuan ini terjadi melalui proses pengombinasian beragam explicit knowledge yang dimiliki seseorang. Seseorang mengombinasikan pengetahuan melalui mekanisme pertukaran seperti pertemuan dan percakapan melalui telepon dan media lainnya. Rekonfigurasi informasi yang ada tersebut selanjutnya disortir, ditambahkan, dikategorisasi, dan dikontekstualisasikan kembali menjadi pengetahuan baru. Pada prakteknya, fase ini tergantung pada tiga proses, yaitu: Pertama, menangkap dan mengintegrasikan pengetahuan explicit baru. Proses ini melibatkan pengumpulan pengetahuan external (misalnya: data publik) dari dalam atau luar perusahaan dan kemudian menggabungkan data tersebut. Kedua, penyebaran pengetahuan explicit didasarkan pada proses mentransfer pengetahuan secara langsung melalui presentasi atau pertemuan. Di sini, pengetahuan baru tersebar di antara anggota organisasi. Ketiga, mengoreksi atau mengolah pengetahuan explicit, sehingga membuatnya lebih bermanfaat (misalnya, dokumen-dokumen seperti rencana, laporan, data pasar). Keempat, internalisasi atau konversi pengetahuan dari expilicit ke tacit knowledge. Konversi ini identik dengan aktivitas untuk mendapatkan pengetahuan atau belajar. Pada aktivitas ini pengetahuanpengetahuan yang explicit berupa dokumen atau media lain dibaca dan dipelajari, setelah itu dimaknai dan diberi konteks sesuai dengan tujuan

13 dari pencarian pengetahuan tersebut. Pada prakteknya, internalisasi bergantung pada dua dimensi, yaitu: Pertama, pengetahuan explicit harus diwujudkan dalam tindakan dan praktek. Dengan demikian proses internalisasi pengetahuan explicit harus dapat mengaktualisasikan konsep, strategi, taktik, inovasi, atau perbaikan. Kedua, ada proses mewujudkan pengetahuan explicit dengan menggunakan simulasi atau percobaan untuk memicu proses learning by doing, sehingga dapat dipelajari dalam situasi virtual. Tacit Knowledge Ke Expilicit Knowledge Tacit Knowledge Dari Sosialisasi Eksternalisasi Expilicit Knowledge Internalisasi Kombinasi Gambar 2. Model konversi pengetahuan (Nonaka dan Konno 1998) 2.1.3 Spiral Pengetahuan Kegagalan dalam membangun dialog antara tacit knowledge dengan explicit knowledge merupakan suatu permasalahan. Tidak ada nya komitmen dan pemaknaan terhadap pengetahuan, mengakibatkan kombinasi semata-mata menjadi interpretasi yang dangkal sehingga sangat sedikit yang dapat dilakukan terhadap realitas yang ada. Kemungkinan lain akan terjadi kegagalan dalam mengkristalkan atau melekatkan pengetahuan ke dalam suatu bentuk yang kongkret untuk memfasilitasi lebih lanjut penciptaan pengetahuan didalam konteks sosial yang lebih luas. Pengetahuan yang tercipta oleh sosialisasi akhirnya terbatas dan hasilnya kemudian sulit untuk diterapkan ke dalam konteks yang lebih spesifik. Tacit Knowledge yang dimiliki oleh individu menjadi jantung pada proses penciptaan pengetahuan. Hal ini diperoleh melalui

14 internalisasi, untuk selanjutnya diperluas melalui interaksi yang dinamis diantara keempat mode pengubahan pengetahuan tersebut (Gambar 2). Nonaka dan Takeuchi (1995) dalam Sangkala (2007) menjelaskan bahwa Tacit Knowledge dimobilisasi melalui dinamika yang melibatkan model penciptaan pengetahuan yang berbeda di dalam suatu proses dimana terbentuk seperti sebuah spiral dan dinamakan spiral penciptaan pengetahuan. Spiral penciptaan pengetahuan dapat dipahami dalam dua dimensi, yaitu dimensi ontologi (ontological dimension) dan dimensi epistemologi (epistemological logical). Pada sisi dimensi ontologi, proses penciptaan pengetahuan pada dasarnya berasal dari individu. Penciptaan pengetahuan organisasi pada dasarnya bukan diciptakan oleh organisasi karena organisasi tidak dapat menciptakan pengetahuan. Pengetahuan yang terdapat dalam organisasi merupakan hasil kreasi dari orang-orang yang di dalamnya. Fungsi organisasi dalam proses penciptaan pengetahuan organisasi hanya memberi dukungan atau menyediakan konteks kepada anggota organisasi untuk menciptakan pengetahuan. Penciptaan pengetahuan organisasi dapat dipahami sebagai sebuah proses dimana organisasi memperluas dan memperbesar penciptaan pengetahuan yang diciptakan oleh anggota organisasi. Pengetahuan yang telah tercipta tersebut selanjutnya dikristalisasi sebagai bagian dari jaringan pengetahuan organisasi. Proses perluasan pengetahuan yang sudah terkristalisasi tersebut selanjutnya diperluas untuk mendapatkan justifikasi baik pada tingkat internal organisasi maupun ke tingkat antar organisasi dan bahkan dengan para stakeholder organisasi. Penjustifikasian terhadap pengetahuan yang telah terbentuk tersebut diperlukan untuk menentukan apakah pengetahuan tersebut benarbenar laik diakui sebagai pengetahuan organisasi sehingga dapat digunakan untuk mengkreasi inovasi-inovasi baru dalam organisasi. Pada sisi dimensi epistemology, pada dasarnya pengetahuan terdiri

15 atas tacit knowledge dan explicit knowledge. Penjelasan tacit knowledge dan explicit knowledge dapat dilihat pada sub bab pengetahuan dan penciptaan pengetahuan. Epistemological Dimension Explicit Knowledge Combination Externalization Tacit Knowledge Socialization Internalization Individual Group Organization Knowledge Level Inter-Organization Ontological Dimension Gambar 3. Spiral penciptaan pengetahuan (Nonaka dan Takeuchi, 1995 dalam Sangkala,2007) Penciptaan pengetahuan pada level organisasi memiliki perbedaan bila dilihat dalam konteks individu. Dalam konteks organisasi proses penciptaan pengetahuan berlangsung ketika keempat mode penciptaan atau konversi pengetahuan secara organisasional dikelola menjadi satu bentuk siklus yang berlangsung terus menerus. Siklus ini dibentuk oleh serangkaian pergeseran mode pengubahan atau konversi pengetahuan yang berbeda. Pada dasarnya terdapat beberapa pemicu yang menyebabkan pergeseran antar berbagai model pengubahan atau konversi pengetahuan dapat berlangsung, yaitu, Pertama, mode sosialisasi biasanya dimulai dengan membangun satu tim atau bidang yang menjadi tempat melakukan interaksi. Bidang ini berfungsi memfasilitasi berbagi pengalaman dan perspektif. Kedua, mode eksternalisasi dipicu berturut-turut oleh rangkaian pemaknaan melalui dialog. Di dalam dialog ini, penggunaan metafora digunakan

16 sehingga memungkinkan anggota tim dalam mengartikulasikan perspektif dan tacit knowledge-nya yang sebelumnya sulit dikomunikasikan. Konsep-konsep yang diciptakan tim dapat dikombinasikan dengan data yang ada serta pengetahuan dari luar untuk mencari spesifikasi yang lebih kongkret dan dapat dibagi. Mode kombinasi ini biasanya difasilitasi oleh semacam pemicu yang disebut kordinasi antara anggota dan bagian lain di dalam organisasi serta dokumentasi dari pengetahuan yang sudah ada dalam organisasi. Spiral pengetahuan dapat dilihat pada Gambar 3) Melalui proses uji coba, konsep diartikulasikan dan dikembangkan sampai kemudian muncul dalam bentuk yang lebih kongkret. Percobaan ini selanjutnya dapat memicu internalisasi melalui proses learning by doing. Para peserta dalam tim tersebut membagi explicit knowledge tersebut untuk diterjemahkan melalui interaksi dan dengan suatu proses uji coba ke dalam aspek tacit knowledge yang berbeda. 2.1.4 Ba Ruang Pertukaran Informasi Nonaka dan Toyama (2005) mendefinisikan Ba sebagai dasar dari kegiatan penciptaan pengetahuan, tempat berlangsungnya percakapan dan praktik dialektikal untuk menciptakan visi dan mendorong pencapaian tujuan organisasi. Aset pengetahuan tercipta dari proses penciptaan pengetahuan melalui percakapan dan praktik yang dilakukan di dalam Ba. Nonaka dan Konno (1998), membagi Ba menjadi dua dimensi, yaitu: Pertama, tipe interaksi (individu dan kolektif). Kedua, media interaksi (virtual atau tatap muka). Dua dimensi Ba ini membentuk empat tipe Ba yaitu: Pertama, originating Ba yang didefinisikan sebagai interaksi individu dan face to face. Dalam ruang ini terjadi pertukaran model pengalaman, perasaan, emosi dan mental. Menghilangkan hambatan diantaranya merupakan hal yang penting untuk mempercepat proses penciptaan pengetahuan. Kedua, Interacting Ba yang didefinisikan sebagai interaksi kolektif dan

17 langsung (face to face). Ruang ini berhubung erat dengan cara eksternalisasi. Pengetahuan tacit yang dimiliki setiap individu diartikulasikan melalui dialog antar pengikut. Ketiga, cyber Ba didefinisikan sebagai interkasi kolektif dan virtual (maya). Ruang ini berhubungan erat denga cara kombinasi. Pengetahuan explicit dapat ditrasnformasikan secara lebih mudah kepada lebih banyak orang dalam bentuk tertulis. Keempat, exercising Ba yang didefinisikan sebagai interaksi secara indivudu dan maya. Ruang ini berhubungan erat dengan internalisasi. Pada ruang ini individu memasukan pengetahuan explicit yang dikomunikasikan melalui media maya sperti tulisan dan simulasi program. Keempat tipe Ba tesebut diperlukan untuk proses konversi pengetahuan. Ba akan memperkuat proses penciptaan pengetahuan. Tipe Interaksi Individu Kolektif Tatap Muka Originating Ba Interacting Ba Media Maya Exercising Ba Cyber Ba Gambar 4. Ba ruang pertukaran informasi (Nonaka dan Konno 1998) 2.2. Organisasi Pembelajar Organisasi Pembelajar secara sistematis didefinisikan oleh Sangkala (2007) sebagai organisasi yang belajar dengan sekuat tenaga, secara kolektif dan terus-menerus mengubah dirinya agar lebih baik dalam mengumpulkan, mengelola, dan menggunakan pengetahuan bagi kesuksesan perusahaan. Lebih lanjut Sangkala menjelaskan bahwa Organisasi Pembelajar didefinisikan juga sebagai proses dimana seseorang memperoleh pengetahuan

18 dan pemahaman baru yang dihasilkan melalui perubahan dalam perilaku dan tindakan. Definisi lain dari Organisasi Pembelajar adalah sebagai perusahaan yang terus menerus mengubah dirinya agar lebih baik dalam mengelola pengetahuan, memanfaatkan teknologi, memberdayakan karyawan, dan memperluas pembelajaran agar lebih baik dalam beradaptasi serta berhasil di dalam lingkungan yang senantiasa berubah. Organisasi Pembelajar akan memberikan lingkungan yang kondusif dalam membangun kemampuan untuk menciptakan yang sebelumnya tidak pernah diciptakan yang pada akhirnya kemampuan tersebut diperluas antar individu, kelompok, dan organisasi. Marquadt dan Michael (1994) dalam Sangkala (2007) menggambarkan model sistem Organisasi Pembelajar secara sistematis berupa gambar irisan antara: pembelajaran (learning), organisasi (organization), anggota organisasi (people), pengetahuan (knowledge), dan teknologi (technology). Model sistem Organisasi Pembelajar dari (Marquardt dan Michael, 1994 dalam Sangkala, 2007) (Gambar 5). Organisasi Orang Pembelajaran Pengetahuan Teknologi Gambar 5. Model sistem organisasi pembelajar (Marquadt dan Michael, 1994 dalam Sangkala, 2007) Pembelajaran merupakan bagian dan harus terjadi baik dalam subsistem manusia, teknologi, pengetahuan, dan organisasi. Apabila proses pembelajaran dalam Organisasi Pembelajar terjadi, maka perubahan persepsi, perilaku, kepercayaan, mentalitas, strategi, kebijakan, dan prosedur baik yang berkaitan dengan manusia maupun organisasi akan terjadi.

19 Marquadt (1996) dalam Sangkala (2007) menambahkan bahwa ada beberapa dimensi dan karakter yang ditimbulkan bila organisasi telah menjadi Organisasi Pembelajar, yaitu sebagai berikut: 1. Pembelajaran dilakukan oleh organisasi secara keseluruhan, seolah-olah organisasi mempunyai satu otak. 2. Anggota organisasi merasakan pentingnya proses pembelajaran organisasi secara terus menerus untuk kepentingan meraih kesuksesan saat ini dan di masa yang akan dating. 3. Pembelajaran dilakukan secara terus menerus dan dari sisi strategi pembelajaran digunakan serta paralel dengan perbaikan kinerja. 4. Berpikir sistem merupakan hal yang bersifat fundamental. 5. Kegiatan dicirikan dengan aspirasi, refleksi, dan konseptualisasi. 6. Kompetensi inti dibangun dengan baik dan berfungsi sebagai titik awal setiap produk baru. 7. Iklim organisasi dan sistem penghargaan sangat kondusif dan memungkinkan karyawan, baik secara individu maupun kelompok melakukan pembelajaran. 8. Pembelajaran dicapai dengan seluruh sistem organisasi. 9. Anggota organisasi mengakui pentingnya Organisasi Pembelajar dan keberlangsungannya baik pada saat ini maupun untuk kesuksesan dimasa yang akan dating. 10. Pembelajaran adalah suatu kontinuitas, secara strategi menggunakan proses terintegrasi dengan dan disejajarkan dengan pekerjaan. 11. Ada suatu fokus atas kreativitas dan melahirkan pembelajaran. 12. Orang-orang memiliki akses yang berkesinambungan terhadap sumber informasi dan data yang penting bagi kesuksesan organisasi. 13. Iklim organisasi mendorong, menghargai, dan mempercepat pembelajaran individu dan kelompok. 14. Pekerjaan memiliki jaringan bagi upaya melakukan inovasi. 15. Perubahan merupakan bagian yang melekat, sementara kejutan yang tidak diinginkan serta kesalahan yang terjadi dipandang sebagai peluang untuk belajar.

20 16. Organisasi Pembelajar cerdas dan fleskibel. 17. Setiap orang didorong oleh keinginan untuk melakukan perbaikan kualitas secara berkelajutan. 18. Setiap orang didorong oleh aspirasi, refleksi, dan konseptualisasi 19. Ada pengembangan kompetensi inti yang baik sebagai dasar bagi produk dan layanan baru. 20. Anggota organisasi memiliki kemampuan untuk secara berkelanjutan beradaptasi, memperbaharui dan merivitalisasi dirinya dalam merespon perubahan lingkungan. Menurut Senge (1990), Organisasi Pembelajar adalah organisasi yang secara berkelanjutan memperluas kapasitasnya dalam menciptakan hasil yang benar-benar mereka inginkan, dimana pola berpikir baru dan perluasan pola berpikir dipelihara, aspirasi kolektif disusun secara leluasa, dan orang belajar bagaimana belajar secara bersama-sama. Ciri-ciri suatu organisasi belajar adalah adanya lima disiplin yang membentuk suatu tatanan organisasi yang berhasil. Organisasi yang tidak memiliki salah satu atau beberapa dari kelima disiplin ini akan mengalami kesulitan untuk berfungsi secara maksimal. Kelima disiplin ini yang akan dijadikan variabel Organisasi Pembelajar, yaitu sebagai berikut: 1. Disiplin Penguasaan Pribadi (Personal Mastery) Penguasaan pribadi adalah suatu disiplin yang secara konsisten memperluas dan memperdalam knowledge dan keahlian masing-masing, memfokuskan seluruh usaha untuk mempertajam visi pribadi, mengembangkan kesabaran dan ketekunan, serta mampu melihat realitas secara objektif. 2. Disiplin Model Mental (Mental Models) Model mental adalah pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai yang dimiliki dan dijunjung tinggi oleh seluruh anggota organisasi. Pemahaman ini akan mempengaruhi kemampuan anggota organisasi untuk mengenali, memahami, menguji dan menigkatkan nilai-nilai yang sudah diyakini, serta mempengaruhi pemahaman tentang kondisi internal dan eksternal

21 organisasi sehingga akhirnya dapat menentukan tindakan yang paling sesuai dengan konteks permasalahan yang dihadapi. 3. Disiplin Visi Bersama (Shared Vision) Disiplin visi bersama merupakan kemampuan dan kemauan seluruh anggota organisasi untuk menumbuhkan kebersamaan pandangan tentang visi organisasi kemudian meningkatkan komitmen pada pencapaian visi organisasi. Disiplin visi bersama berfokus pada upaya meningkatkan motif dan kekuatan pengikatan diri pada tujuan organisasi sehingga seluruh karyawa mau dan mampu menunjukan usaha dan semangat untuk berkorban demi kepentingan bersama agar organisasi dapat berumur panjang. 4. Disiplin Berpikir Tim (Team Learning) Disiplin belajar tim merupakan disiplin seluruh anggota untuk mampu dan mau berdialog dan bekerja sama secara sinergis. Disiplin pembelajar tim dimulai dengan dialog dan berpikir bersama sehingga dapat terbentuk pendalaman yang makin kaya, yang tidak mungkin terbentuk secara individual. Belajar dalam tim penting karena yang menjadi unit belajar fundamental dalam suatu organisasi modern adalah tim, bukan individu. Disiplin ini berfokus pada pengembangan kapasitas organisasi untuk mampu melihat permasalahan dengan cara pandang yang saling melengkapi. 5. Disiplin Berpikir Sistem (System Thinking) Disiplin berpikir sistem merupakan seluruh anggota organisasi untuk berpikir dan bertindak secara sistem dengan menimbang permasalahan terkait secara menyeluruh dan terintegrasi. Disiplin berpikir sistem berfokus pada peningkatan kapasitas organisasi untuk mampu melihat atau mempelajari hubungan keterkaitan seluruh permasalahan dan proses perubahan secara menyeluruh dan mampu merealisasikan secara tuntas. 2.3. Penelitian Terdahulu Nugroho (2005) dalam tesisnya yang berjudul Hubungan Penerapan Manajemen Pengetahuan dengan Kinerja (Studi Kasus pada Dinas Perumahan Provinsi DKI Jakarta) bertujuan untuk menentukan dan

22 menjelaskan faktor dominan variabel Manajemen Pengetahuan dan Kinerja serta menjelaskan tingkat hubungan antara keduanya. Hasil penelitian digunakan untuk menentukan langkah rekayasa strategi penerapan Manajemen Pengetahuan guna mencapai kinerja maksimal. Penelitian ini menggunakan 2 variabel yaitu Manajemen Pengetahuan dan Kinerja. Instrumen penelitian menggunakan Metode Structural Equator Modelling (SEM). Analisis model menggunakan program Linear Structural Relation (LISREL). Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat penerapan Manajemen Pengetahuan sedang. Strategi penerapan Manajemen Pengetahuan untuk meningkatkan kinerja diantaranya: Pertama, melanjutkan dan mengembangkan Manajemen Pengetahuan. Kedua, mengembangkan proses dan mengarahkan pelaksanaan Ba sehingga dapat dengan nyata menunjang transformasi dari spiral pengetahuan secara positif. Ketiga, membangun tujuan, ukuran dan penilaian kinerja yang terpadu dan tersusun secara hirarkis pada tingkat organisasi, proses dan tugas. Keempat, Manajemen Pengetahuan sebagai model peningkatan kinerja. Irtanti (2009) dalam skripsinya yang berjudul Hubungan Penerapan Organisasi Pembelajar dengan Motivasi dan Kepuasaan Kerja Pegawai di Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) Bogor. Tujuan penelitian yaitu: Pertama, mengetahui persepsi pegawai tentang Organisasi Pembelajar, Motivasi Kerja dan Kepuasaan Kerja. Kedua, menganalisis hubungan Motivasi Kerja dengan pengembangan diri. Ketiga, menganalisis hubungan Organisasi Pembelajar dengan Motivasi Kerja dan Kepuasan Kerja karyawan. Penelitian ini menggunakan 3 variabel yaitu Organisasi Pembelajar, Motivasi Kerja dan Kepuasaan Kerja. Analisis data menggunakan Korelasi Rank Spearman. Hasil penelitian menunjukan hubungan penerapan Organisasi Pembelajar terhadap Motivasi Kerja yaitu 0,615 yang berarti kuat dan positif. Hubungan antara Organisasi Pembelajar dan Kepuasan Kerja sebesar 0,594 yang berarti agak kuat dan positif. Sedangkan hubungan antara Motivasi Kerja dengan Kepuasan Kerja kuat dan positif dengan nilai korelasi 0,624.

23 Dwijayanto (2010) dalam skripsinya yang berjudul Analisis Pengaruh Manajemen Pengetahuan Terhadap Komitmen Karyawan Pada PT X Tbk, Cabang Bogor bertujuan untuk mempelajari penerapan manajemen pengetahuan pada PT X Tbk, mempelajari aplikasi komitmen karyawan pada PT X Tbk, dan menganalisis pengaruh manajemen pengetahuan terhadap komitmen karyawan pada PT X Tbk. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode convenience sampling. Alat analisis yang digunakan adalah Analisis Deskriptif, Analisis Intepretasi, Teknik Korelasi Pearson Product Moment, dan Analisis Regresi Linear. Berdasarkan hasil penelitian, nilai korelasi antara manajemen pengetahuan dengan komitmen karyawan adalah sebesar 0,827. Hal ini menunjukkan telah terjadi hubungan kuat dan positif, berarti semakin besar manajemen pengetahuan yang ada di perusahaan, maka semakin besar pula komitmen karyawan pada perusahaan. Pembelajaran yang diambil dari penelitian-penelitian terdahulu di atas adalah penggunaan variabel Manajemen Pengetahuan dengan indikator yaitu konversi pengetahuan, spiral pengetahuan dan Ba, serta penggunaan variabel Organisasi Pembelajar dengan indikator yaitu disiplin penguasaan pribadi, disipilin model mental, disiplin visi bersama, disiplin berpikir tim dan disiplin berpikir sistem. Selain itu penelitian terdahulu di atas juga dijadikan pembelajaran dalam menggunakan analisis data korelasi Rank Spearman dan Regresi Linear. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini menggabungkan varibel Manajemen Pengetahuan dan Organisasi Pembelajar, dan menganalisi pengaruh Manajemen Pengetahuan terhadap Organisasi Pembelajar dengan menggunakan analisis regresi linear.