BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. commit to user. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat umum dan penting, sedangkan infeksi bakteri lebih sering

BAB 1 PENDAHULUAN. Veneral Disease ini adalah Sifilis, Gonore, Ulkus Mole, Limfogranuloma Venerum

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

BAB 1 PENDAHULUAN. resiko penularan HIV melalui hubungan seksual (The United Nations High

BAB I PENDAHULUAN. akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB I PENDAHULUAN. melalui hubungan seksual. PMS diantaranya Gonorrhea, Syphilis, Kondiloma

BAB I PENDAHULUAN. uterus. Pada organ reproduksi wanita, kelenjar serviks bertugas sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

Situasi HIV & AIDS di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tinggal dalam darah atau cairan tubuh, bisa merupakan virus, mikoplasma, bakteri,

Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena hubungan seksual (Manuaba,2010 : 553). Infeksi menular

BAB I PENDAHULUAN. lagi dan diubah menjadi PMS (penyakit menular seksual) karena seiring dengan

1. Pendahuluan FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GONORE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS IBRAHIM ADJIE KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

Informasi Epidemiologi Upaya Penanggulangan HIV-AIDS Dalam Sistem Kesehatan

Dr Siti Nadia M Epid Kasubdit P2 AIDS dan PMS Kementerian Kesehatan RI. Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

I. PENDAHULUAN. pasangan yang sudah tertular, maupun mereka yang sering berganti-ganti

KARYA TULIS ILMIAH FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN IMS PADA WPS DI LOKALISASI DJOKO TINGKIR SRAGEN

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan IMS yang dilaksanakan di banyak negara, nampaknya belum

dan kesejahteraan keluarga; d. kegiatan terintegrasi dengan program pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; e.

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

Survei Delphi Pengembangan Model Pencegahan Melalui Transmisi Seksual di Tingkat Pelayanan Primer Puskesmas dan Jejaringnya

DAFTAR PUSTAKA. Chin, J. (2000) Manual Pemberantasan Penyakit Menular, Penterjemah Kandun I.N, Jakarta: Depkes R.I.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gonore merupakan penyakit infeksi menular seksual. (IMS) yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae (N.

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DELPHI II Survei Delphi Pengembangan Model Pencegahan Melalui Transmisi Seksual di Tingkat Pelayanan Primer Puskesmas dan Jejaringnya

ABSTRAK HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU KELOMPOK RISIKO TINGGI TENTANG HIV-AIDS DI KOTA BANDUNG PERIODE TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa sembuh, menimbulkan kecacatan dan juga bisa mengakibatkan kematian.

TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKS TENTANG INFEKSI MENULAR SEKSUAL

SURVEI TERPADU BIOLOGIS DAN PERILAKU

Nurjannah, SKM Sub Direktorat AIDS&PMS Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. seksual disebut infeksi menular seksual (IMS). Menurut World Health Organitation

BAB 1 PENDAHULUAN. Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan

TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKSUAL (WPS) TENTANG PENYAKIT INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) DI TEMPAT PROSTITUSI KABUPATEN BREBES ARTIKEL

BAB I Pendahuluan. Penyakit gonore adalah penyakit infeksi menular. yang disebabkan oleh infeksi bakteri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKSUAL DENGAN KEJADIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL. Anggia Suci W *, Tori Rihiantoro **, Titi Astuti **

BAB I PENDAHULUAN. masalah berkembangnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Masalah HIV/AIDS yang

Pelibatan Komunitas GWL dalam Pembuatan Kebijakan Penanggulangan HIV bagi GWL

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health

BAB I PENDAHULUAN. masuk dan berkembang biak di dalam tubuh yang ditularkan melalui free

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan banyak hal tentang sisi gelap kehidupan manusia, tidak hanya

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

PERILAKU WANITA PEKERJA SEKSUAL (WPS) DALAM MELAKUKAN SKRINING INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) DI LOKALISASI TEGAL PANAS KABUPATEN SEMARANG

The Implementation of STI, HIV/AIDS prevention using Role Play Module towards the Direct Knowledge and Attitude of Female Sex Workers

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus golongan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

FAKTOR FAKTOR RISIKO KEJADIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS)

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang

Artikel Asli. Hanny Nilasari. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Indonesia/RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut tidak sesuai lagi dan diubah menjadi sexual transmitted disease. (STD) atau penyakit menular seksual (Fahmi dkk, 2014).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bonus demografi, dimana penduduk usia produktif yaitu penduduk dengan usia 15

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN BEBERAPA FAKTOR DENGAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO IMS PADA WARIA BINAAN PONDOK PESANTREN (PONPES) WARIA SENIN- KAMIS YOGYAKARTA TAHUN 2015

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. HIV dan AIDS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 PENDAHULUAN. Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh

Kebijakan Program PMTS Paripurna KPA Nasional Dibawakan pada Lecture Series: Overview PMTS Kampus Atmajaya Jakarta, 7 November 2012

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun data susenas 2006

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB I PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi menular seksual (IMS) merupakan masalah kesehatan utama dan menjadi beban ekonomi bagi negara-negara berkembang. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa sekitar 340 juta kasus baru dari empat IMS (gonore, infeksi klamidia, sifilis, dan trikomoniasis) dapat disembuhkan. Sekitar 75-85% dari jumlah tersebut berasal dari negara berkembang. Infeksi menular seksual menimbulkan beban besar terhadap morbiditas dan mortalitas di negara berkembang, baik secara langsung melalui dampaknya terhadap reproduksi dan kesehatan anak, dan secara tidak langsung berperan dalam memfasilitasi penularan infeksi HIV (Mayaud & Mabey, 2004). Pada tahun 2005, diperkirakan ada 318 juta IMS dengan perkiraan 39.690.000 kasus infeksi klamidia, 9.430.000 kasus gonore, 2,54 juta kasus sifilis dan sekitar 25.760.000 kasus trikomonas (WHO, 2012). Kasus baru IMS diperkirakan lebih dari 110 juta di kalangan laki-laki dan perempuan di dunia (CDC, 2013). Prostitusi merupakan masalah utama dalam penyebaran IMS sehingga perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala (McGough, 2008). Wanita Penjaja Seks (WPS) merupakan sasaran yang penting dalam pengendalian IMS, karena kelompok ini berisiko tinggi menularkan IMS kepada masyarakat melalui kliennya (Nguyen et al., 2008). Wanita penjaja seks langsung (WPSL) adalah wanita yang secara terbuka menjajakan seks baik di jalanan maupun di lokalisasi/eks-lokalisasi. Pekerja seks langsung mengacu pada keadaan mereka dimana interaksi seks untuk mendapatkan uang merupakan tujuan utama (Blancard & Moses, 2008) Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) 2011 yang dilaksanakan pada 23 Kabupaten/Kota di 11 Provinsi di Indonesia diketahui bahwa prevalensi Sifilis pada WPSL sebesar 10%, wanita penjaja seks tidak langsung (WPSTL)

2 sebesar 3%, sementara itu gonore pada WPSL adalah 38%, serta gonore dan/atau klamidia berkisar antara 56% pada WPSL (Kemenkes RI, 2011a). Di Kabupaten Kediri terdapat delapan eks-lokalisasi yaitu Eks lokalisasi Wonojoyo Kecamatan Gurah, Gedangsewu Kecamatan Pare, Tambi Kandangan, Dadapan Kecamatan Ngasem, Bolodewo Kecamatan Wates, Butuh Kecamatan Kras, Krian Kecamatan Ngadiluwih dan Weru Kecamatan Kandat dengan jumlah WPS sebanyak 700-800 orang. Wanita penjaja seks yang berada di eks lokalisasi tersebut secara periodik memeriksakan diri ke klinik IMS yaitu klinik IMS Puskesmas Gurah, Puskesmas Kandangan, Puskesmas Ngasem, Puskesmas Wates dan Puskesmas Ngadiluwih. Dari data kunjungan klinik IMS di Kabupaten Kediri diketahui bahwa proporsi kejadian IMS masih tinggi. Kejadian IMS tiga tahun terakhir tidak mengalami penurunan, tahun 2011 sebesar 69,44%, tahun 2012 sebesar 62,78% dan tahun 2013 sebesar 64,62% dan kecenderungan naik pada tahun 2013. Diagnosis IMS di Kabupaten Kediri selama tahun 2013 didominasi oleh servisitis sebesar 42%, kandidiasis sebesar 10,8%, sifilis (4,3%) dan trikomoniasis sebesar 3,4% (Dinkes Kabupaten Kediri, 2013). Infeksi menular seksual diketahui mempermudah penularan HIV yang dapat berkembang menjadi AIDS dengan tingkat kematian yang tinggi. Adanya bisul atau radang pada IMS sangat meningkatkan efisiensi transmisi HIV, dengan cara meningkatkan daya menular, dan kerentanan terhadap infeksi HIV. Penelitian Nguyen et al. (2009) menyebutkan bahwa IMS (kandidiasis dan trikomoniasis) berperan dalam peningkatan infeksi HIV pada WPS. Infeksi menular seksual mungkin sangat penting dalam tahap awal epidemi lokal HIV, ketika orang-orang dengan perilaku seksual berisiko yang paling mungkin untuk menjadi terinfeksi (Galvin & Cohen, 2004). Hal ini sejalan dengan peningkatan prevalensi HIV pada kelompok risiko tinggi wanita penjaja seks sebagaimana hasil kegiatan sero survei HIV di Kabupaten Kediri dari 2,7% pada tahun 2010 meningkat menjadi 4,6 pada tahun 2011 dan 7,3 pada tahun 2012 (Dinkes Kabupaten Kediri, 2012) Pencegahan dan pengendalian IMS merupakan bagian integral dalam upaya pelayanan kesehatan. Penularan IMS dapat dikendalikan dengan intervensi pada penjaja seks dan pelanggannya serta kelompok risiko tinggi lainnya dengan cara

3 yang efektif. Intervensi pada penjaja dan pelanggan seks diharapkan memberikan dampak yang besar dalam menurunkan prevalensi IMS (Kemenkes, 2010). Prevalensi IMS yang tinggi tersebut perlu dilakukan upaya pendidikan kesehatan, promosi kondom, dan memodifikasi perilaku yang akan mengurangi kejadian IMS. Selain itu skrining perlu dilakukan untuk penemuan kasus, peningkatan akses ke perawatan, dan perbaikan manajemen kasus untuk dapat mencegah komplikasi, dan juga mengurangi transmisi karena dapat memperpendek durasi infeksi. Perlu juga dilakukan pemeriksaan secara periodik untuk mengetahui sedini mungkin karena IMS sering tanpa gejala, dengan tujuan untuk mengurangi kejadian dengan mengurangi orang yang terinfeksi, pada populasi dengan prevalensi IMS tinggi (Mayaud & Mabey, 2004) Intervensi yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri berupa penjangkauan, pendampingan, pelayanan kesehatan kepada WPSL bersama dengan LSM. Program pengendalian IMS dilaksanakan secara terintegrasi dengan upaya pengendalian infeksi HIV dan AIDS. Sosialisasi pencegahan IMS/HIV, pemeriksaan dan pengobatan IMS secara rutin dan distribusi kondom telah dilaksanakan secara berkala yang dikoordinasikan oleh Komisi Penaggulangan AIDS Daerah (KPAD). Pemeriksaan dan pengobatan IMS pada WPS di klinik IMS yang dilaksanakan secara periodik setiap dua bulan sekali seharusnya mampu menurunkan insidensi IMS secara bertahap. Namun dari hasil pemeriksaan proporsi IMS diantara yang diperiksa cenderung tidak terjadi penurunan. Tingginya IMS pada kelompok berisiko tinggi merupakan indikasi terjadinya infeksi berulang. Layanan IMS di Kabupaten Kediri meliputi pemeriksaan, pengobatan, konseling perubahan perilaku serta pemberian kondom. Beberapa faktor yang mungkin berkontribusi terjadinya infeksi berulang/reinfeksi terserbut adalah faktor sosio demografi, perilaku dan juga layanan IMS. Variabel-variabel tersebut adalah usia, pendidikan, masa kerja, tarif transaksi, jumlah pelanggan, layanan seksual, pemakaian kondom dan juga kualitas layanan IMS.

4 Penelitian Chiao & Morisky (2007) menunjukkan bahwa pasangan seks teratur memiliki risiko yang lebih rendah menderita IMS atau terjadinya IMS berulang dengan peluang sekitar 31 % sampai 33 % lebih rendah dari wanita tanpa pasangan seks teratur. Selain itu usia 21-25 tahun lebih terlindung dari terjadinya IMS maupun IMS berulang. Penelitian Mehta et al. (2004) menunjukkan bahwa reinfeksi gonore terjadi pada 4,28 per 100 orang dengan peningkatan risiko IMS berulang dikaitkan dengan usia yang lebih muda dan lebih banyak pasangan seks, sementara konsistensi pemakaian kondom dan datang ke klinik sebagai faktor protektif. Modifikasi terhadap faktor-faktor yang berkontribusi terjadinya IMSi berulang tersebut diharapkan dapat menurunkan kejadian infeksi menular seksual pada wanita penjaja seks yang berdampak pada penurunan IMS pada populasi umum dan dapat mengendalikan infeksi HIV. Berdasarkan hal diatas peneliti ingin melakukan penelitian tentang faktorfaktor yang berhubungan dengan kejadian infeksi menular seksual berulang pada WPSL di Kabupaten Kediri Provinsi Jawa B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Faktor apa yang berhubungan dengan kejadian infeksi Timur? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian infeksi 2. Tujuan khusus a. Mengidentifikasi hubungan antara usia dengan kejadian infeksi menular seksual berulang pada WPSL di Kabupaten Kediri Provinsi Jawa

5 b. Mengidentifikasi hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian infeksi c. Mengidentifikasi hubungan antara masa kerja dengan kejadian infeksi menular seksual berulang pada WPSL di Kabupaten Kediri Provinsi Jawa d. Mengidentifikasi hubungan antara tarif transaksi dengan infeksi menular seksual berulang pada WPSL di Kabupaten Kediri Provinsi Jawa e. Mengidentifikasi hubungan antara jumlah pelanggan dengan infeksi menular seksual berulang pada WPSL di Kabupaten Kediri Provinsi Jawa f. Mengidentifikasi hubungan antara pemakaian kondom dengan kejadian infeksi g. Mengidentifikasi hubungan antara layanan seks dengan kejadian infeksi h. Mengidentifikasi hubungan antara kecukupan kondom dengan kejadian infeksi i. Mengidentifikasi hubungan antara distribusi kondom dengan kejadian infeksi j. Mengidentifikasi hubungan antara jarak layanan dengan kejadian infeksi k. Mengidentifikasi hubungan antara pemberi layanan dengan kejadian infeksi l. Mengidentifikasi hubungan antara jenis layanan dengan kejadian infeksi

6 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang faktor yang berhubungan dengan kejadian infeksi menular seksual berulang sebagai bahan rekomendasi dalam upaya pengendalian IMS dan HIV pada WPSL. 2. Bagi Dinas Kesehatan Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan dalam merumuskan kebijakan pengendalian IMS dan HIV pada WPSL dalam upaya menurunkan prevalensi IMS di Kabupaten Kediri yang diharapkan dapat berimplikasi pada penurunan infeksi HIV baik pada kelompok risiko tinggi maupun masyarakat umum. 3. Bagi masyarakat Hasil penelitian ini memberikan manfaat terhadap pencegahan penularan IMS baik kepada kelompok risiko tinggi (WPSL dan pelanggannya) maupun pada masyarakat secara umum.

7 E. Keaslian Penelitian Penelitian sejenis yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya terkait faktor yang berhubungan dengan kejadian IMS pada WPS sebagai berikut: Tabel 1. Keaslian penelitian No. Aspek Keterangan 1. Judul Risk Factors and Prevalence of HIV and Sexually Transmitted Infections Among Low-Income Female Commercial Sex Workers Peneliti Hagan & Dulmaa Tahun 2007 Tempat Mongolia Rancangan Cross sectional Subjek 179 WPS berpenghasilan rendah Analisis chi-square, regresi logistik Hasil Masa kerja > 2 tahun (OR = 8,2) Persamaan Beberapa variabel independen Perbedaan Waktu, tempat, rancangan penelitian, variabel independen, dan dependen 2. Judul Increased Risk of Chlamydial and Gonococcal Infection in Adolescent Sex Workers Peneliti Pettifor et al. Tahun 2007 Tempat Madagaskar Rancangan Cohort Subjek 1000 WPS diperiksa pada 6, 12 dan 18 bulan Analisis Hasil Chi square Pearson test, uji t, regresi binomial WPS muda: RR 1,5 untuk gonore dan 1,72 untuk klamidia, gabungan gonore dan klamidia 1,42. dibanding WPS yang lebih tua Persamaan Subjek penelitian. Perbedaan Waktu, tempat, rancangan penelitian, analisis, variabel independen 3. Judul The role of a regular sex partner in sexually transmitted infections and reinfections. Peneliti Chiao & Morisky Tahun 2007 Tempat Philipina Rancangan Cross sectional Subjek 876 Wanita pekerja tempat hiburan Analisis Chi square, regresi logistik Hasil Tinggal bersama pasangan tetap, usia 21-25 tahun bersifat protektif terjadinya infeksi berulang. Konsistensi pemakaian kondom protektif terhadap IMS tapi tidak berhubungan dengan reinfeksi.

8 No. Aspek Keterangan Persamaan Variabel dependen dan beberapa variabel independen, Analisis Perbedaan Tempat, Waktu, Subjek penelitian rancangan penelitian, beberapa variabel independen 4. Judul Sexually Transmitted Infections and Risk Factors for Gonorrhea and Chlamydia in Female Sex Workers Peneliti Nguyen et al. Tahun 2008 Tempat Soc Trang-Vietnam Rancangan Cross sectional Subjek 406 WPS Analisis Hasil chi-square and Fisher exact test, regresi logistik Masa kerja lebih dari 6 bulan (OR = 2,40), menerima US $ 4 atau kurang per transaksi seksual (OR = 1,91), dan riwayat aborsi (OR = 1,68). Jumlah pelanggan >4 per bulan (OR = 2,35). Persamaan Subjek penelitian, beberapa variabel independen Perbedaan Waktu, tempat, rancangan, variabel independen dan dependen 5. Judul Faktor risiko penularan sifilis pada wanita penjaja seks (WPS) Peneliti Amad Suwandi Tahun 2010 Tempat Lokalisasi Dolly Surabaya Rancangan Cross sectional Subjek WPS sebanyak 165 orang Analisis Chi square, regresi logistik Hasil Bivariabel: Pengetahuan rendah OR: 6,2; pendapatan tinggi OR:0,18 (protektif), aktivitas seksual OR: 22,32 dan pemakaian kondom tidak konsisten OR: 11,27. Multivariabel: Aktivitas seksual OR: 17,1; Pemakaian kondom OR: 7,98 Persamaan Analisis, subjek penelitian Perbedaan Waktu, tempat, rancangan penelitian,variabel independen dan dependen Penelitian yang dilakukan peneliti adalah mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan infeksi menular seksual berulang (sifilis, gonore, kandidiasis dan trikomoniasis) pada WPSL di Kabupaten Kediri Provinsi Jawa Timur dengan rancangan penelitian kasus kontrol.