2 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Umur Responden A. Demografi Responden Distribusi responden berdasarkan umur seperti pada tabel 3. Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Umur Dalam Pengumpulan Data Kuesioner Di Wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Umur (Tahun) Frekuensi Persentase (%) 6 25 27 2,6 26 35 77 6,6 36 45 2 6,8 2. Pekerjaan Responden Distribusi responden berdasarkan pekerjaan atau mata pencaharian berbedabeda. Hasilnya seperti pada tabel 4. Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Atau Mata Pencaharian Dalam Pengumpulan Data Kuesioner Di Wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Pekerjaan Frekuensi Persentase (%) Pegawai Negeri 8 6,4 Wiraswasta 7 3,6 Mahasiswa/Pelajar Ibu Rumah Tangga 82 65,6 Karyawan Buruh Petani 9 7 7,2 5,6 2
22 3. Pendapatan Rata-rata Per Bulan Distribusi responden berdasarkan pendapatan rata-rata per bulan. Hasilnya seperti pada tabel 5. Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Rata-Rata Per Bulan Dalam Pengumpulan Data Kuesioner Di Wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Pendapatan Frekuensi Persentase (%) < Rp. 250.000 9 7,2 Rp. 250.000 - < Rp. 500.000 8,8 Rp. 500.000 - < Rp..000.000 8,8 Rp..000.000 - < Rp. 2.000.000 9 7,2 > Rp. 2.000.000 2,6 Tidak bekerja 83 66,4 Data demografi responden menunjukkan bahwa responden terbanyak yaitu berusia antara 26-35 tahun sebanyak 77 responden (6,6%). Dimasa ini seorang wanita memulai kodratnya sebagai seorang wanita yaitu hamil, bersalin dan menyusui bayinya (Kusumawati, 200). Sesuai dengan kriteria responden dalam penelitian ini yaitu ibu-ibu yang memiliki anak balita. Hasil penelitian menurut pekerjaan menunjukkan bahwa sebagian besar mempunyai pekerjaan sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 82 responden (65,6 %). Ibu rumah tangga lebih banyak mempunyai waktu lebih banyak untuk bersosialisasi dengan ibu-ibu balita yang mengikuti posyandu, kegiatan RT dan RW, arisan PKK sehingga dapat saling bertukar pengetahuan dan pengalaman tentang pengobatan pada balita. Sebagian besar responden tidak berpenghasilan karena responden terbanyak sebagai ibu rumah tangga.
23 B. Gambaran Penggunaan Obat. Tindakan bila Mendapati Anak Berbadan Panas Tindakan Ibu bila mendapati anak berbadan panas dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Tindakan Bila Mendapati Anak Berbadan Panas Di Wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Tindakan Frekuensi Persentase (%) Membawanya ke dokter/puskesmas/rs 77 6,6 Memberi obat 39 3,2 Mengompres dahinya 5 4,0 Memberi madu Memberi banyak minum 2 2,6,6 Tindakan ibu bila mendapati anak berbadan panas atau demam yaitu membawanya ke dokter/puskesmas/rumah sakit sebanyak 77 responden (6,6%). Ini berbeda dengan hasil penelitian Purwoko (2003) yang menunjukkan bahwa alasan terbanyak Ibu bila mendapati anak demam yaitu memberinya obat. Kekhawatiran ibu terhadap akibat buruk dari demam yang menyebabkan ibu segera mambawa anaknya ke dokter/puskesmas/rumah sakit bila anaknya demam, ini juga didukung adanya fasilitas puskesmas di Kecamatan Juwiring ataupun mudahnya akses ke tenaga kesehatan lain diluar Juwiring. 2. Tempat Mendapatkan Obat Tempat mendapatkan obat demam yang dipilih oleh responden dapat dilihat dalam tabel 7.
24 Apotek adalah tempat tertentu dimana dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat (Anief, 997). Data menunjukkan bahwa responden memilih apotek sebagai tempat untuk mendapatkan obat demam, sebanyak 94 responden (75,2%). Tabel 7. Tempat Mendapatkan Obat Demam Balita Di Wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Tempat Frekuensi Persentase (%) Apotek 94 75,2 Toko Obat 7 3,6 Warung 9 7,2 Dokter Puskesmas Bidan 3 2,4 Hasil penelitian berbeda dengan penelitian Nurulita dan Siswanto (2003) yaitu sebagian besar sumber obat diperoleh dari tetangga. Informasi mengenai aturan penggunaan obat tentu saja sangat kurang. 3. Alasan Melakukan Pengobatan Sendiri Alasan ibu melakukan pengobatan sendiri pada demam balita dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8. Alasan Melakukan Pengobatan Sendiri Di Wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Alasan Frekuensi Persentase (%) Menghemat biaya 9 5,2 Cepat mengatasi penyakit 39 3,2 Penyakit masih cukup ringan 57 45,6 Obat mudah didapat 0 8,0 Alasan terbanyak responden melakukan pengobatan sendiri karena merasa penyakit demam masih cukup ringan sehingga akan membaik dengan
25 pemberian obat yaitu sebanyak 57 responden (45,6%). Hasil penelitian tidak berbeda dengan penelitian Nurulita dan Siswanto (2003) yaitu sebagian besar alasan responden melakukan pengobatan sendiri adalah karena penyakitnya masih ringan. 4. Pertimbangan dalam Memberikan Obat Demam Berbagai alasan atau pertimbanagan Ibu dalam memilih obat demam balitanya, dapat dilihat pada tabel 9. Tabel 9. Pertimbangan Ibu Dalam Memberikan Obat Demam Balita Di Wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Pertimbangan Frekuensi Persentase (%) Obat tersebut pernah diresepkan 65 52 Informasi dari petugas apotek 35 28 Iklan 3 0,4 Informasi dari teman, tetangga 8,8 Dokter Berdasar tabel 9 diketahui bahwa sebagian besar responden memilih obat demam karena obat tersebut pernah diresepkan atau diberikan dokter atau petugas kesehatan, sebanyak 65 responden (52%). 5. Tindakan bila Pengobatan Belum Memberikan Kesembuhan Tindakan yang dilakukan bila pengobatan belum memberikan kesembuhan dapat dilihat pada tabel 0. Tindakan responden bila pengobatan sendiri belum memberikan kesembuhan yaitu pergi ke dokter/puskesmas/rs sebanyak 23 responden (98,4%) dan pergi ke pengobatan tradisional misal tukang pijat sebesar 2 responden (,6%). Hasil penelitian tidak berbeda
26 dengan penelitian Nurulita dan Siswanto (2003) yaitu sebagian besar yang dilakukan responden jika pengobatan sendiri tidak berhasil adalah pergi ke dokter. Tabel 0. Tindakan Bila Pengobatan Belum Memberikan Kesembuhan Di Wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Tindakan Frekuensi Persentase (%) Pergi ke dokter/puskesmas/rs 23 98,4 Pergi ke pengobatan tradisional (tukang pijat) 2,6 6. Lama Melakukan Pengobatan Sendiri Lama pengobatan sendiri yang dilakukan responden terlihat pada tabel. Tabel. Lama Melakukan Pengobatan Sendiri Pada Balita Di Wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Lama Frekuensi Persentase (%) < 2 hari 84 67,2 2-5 hari 7 3,6 > 5 hari 3 2,4 Tabel menunjukkan bahwa sebanyak 84 responden (67,2%) melakukan pengobatan sendiri pada balita selama kurang dari 2 hari, sebanyak 7 responden (3,6%) melakukan selama 2-5 hari dan 3 responden (2,4%) melakukan selama lebih dari 5 hari. Pengobatan sendiri bisa dilakukan dalam waktu terbatas, lebih kurang 3-4 hari. Jika tidak sembuh maka dianjurkan untuk segera mencari pertolongan petugas medik profesional (Sukasediati, 996).
27 7. Efek Samping Penggunaan Obat Demam Efek samping yang timbul setelah minum obat demam terlihat pada tabel 2. Tabel 2. Efek Samping Penggunaan Obat Demam Balita Di Wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Efek Samping Frekuensi Persentase (%) Tidak ada 54 43,2 Mengantuk 68 54,4 Muntah 3 2,4 Efek samping yang biasa timbul setelah meminum obat demam yaitu mengantuk sebesar 54,4% dan muntah sebesar 2,4%. Sebesar 43,2% menyatakan tidak ada efek samping dari penggunaan obat demam balita. 8. Tindakan bila Terjadi Efek Samping Tindakan yang dilakukan bila terjadi efek samping seperti pada tabel 3. Tabel 3. Tindakan bila Terjadi Efek Samping Obat Demam Balita Di Wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Tindakan Frekuensi Persentase (%) Menghentikan pengobatan 56 44,8 Pergi ke dokter 45 36,0 Membiarkannya 8 4,4 Mengganti dengan obat lain 6 4,8 Berdasarkan tabel 3 tindakan yang dilakukan responden bila terjadi efek samping sebagian besar yaitu menghentikan pengobatan 56 responden (44,8%) dan yang paling sedikit yaitu menggantinya dengan obat lain sebanyak 6 responden (4,8%).
28 9. Alasan Pergi ke Dokter Alasan membawa ke dokter bila terjadi efek samping seperti pada tabel 4. Tabel 4. Alasan Pergi Ke Dokter Bila Terjadi Efek Samping Obat Demam Balita Di Wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Alasan Frekuensi Persentase (%) Mencegah hal-hal yang lebih parah 86 68,8 Mengetahui tindakan selanjutnya 30 24,0 Mendapatkan obat baru 9 7,2 Berdasarkan tabel 4 alasan pergi ke dokter sebagian responden adalah untuk mencegah hal-hal yang lebih parah sebanyak 86 responden (68,8%). 0. Alasan Mengganti Obat Lain Alasan mengganti obat lain bila terjadi efek samping seperti pada tabel 5. Tabel 5. Alasan Mengganti Obat Lain Bila Terjadi Efek Samping Obat Demam Balita Di Wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Alasan Frekuensi Persentase (%) Memilih obat lain yang tidak 62 49,6 menimbulkan efek samping Obat kurang manjur 63 50,4 Alasan ibu mengganti obat lain bila terjadi efek samping yaitu 63 responden (50,4%) beranggapan karena obat kurang manjur dan 62 responden (49,6%) memilih obat lain yang tidak menimbulkan efek samping.. Makanan / Minuman yang Diberikan Makanan atau minuman yang diberikan ibu untuk anak demam seperti pada tabel 6. Minuman yang banyak diberikan pada balita yang demam yaitu air putih.
29 Tabel 6. Makanan / Minuman Yang Diberikan Pada Balita Yang Demam Di wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Makanan/Minuman Sup panas Air kelapa Air jeruk Air putih Teh hangat Susu Bubur Madu Frekuensi 44 9 82 7 3 2. Jenis Obat Demam yang Digunakan Tabel 7. Jenis Obat Demam Balita Yang Digunakan Di Wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Zat Aktif Nama Dagang Frekuensi Presentasi (%) Tunggal Parasetamol Parasetamol 69 55,2 Termorex Uny baby cough Sanmol Ottopan Panadol Anak Cetamol Anacetine Bronchitin 8 5 2 6,4 4,0,6 Ibuprofen Proris 4 3,2 Asetosal Bodrexin 20 6,0 Inzana Contrexyn 6 4,8 Kombinasi Asetosal Inzana dan 5 4,0 Bodrexin Total 25 00 Obat di pasaran merupakan obat buatan pabrik. Jenis obat demam yang digunakan untuk mengobati demam balita seperti pada tabel 7. Ada obat yang digunakan secara tunggal dan digunakan secara kombinasi. Jenis obat demam yang digunakan secara tunggal paling banyak yaitu parasetamol yang tergolong obat generik. Obat demam yang digunakan
30 kombinasi yaitu Inzana dan Bodrexin. Kandungan yang terdapat pada kedua obat tersebut asetosal, sehingga pengobatan ini tidak tepat karena ada double therapy. Pengatasannya salah satu obat harus dihentikan penggunaannya. Efek samping dari asetosal (aspirin, asam asetilsalisilat) yaitu pada dosis terapeutik, aspirin dapat menyebabkan kesulitan pencernaan. Penggunaan dosis besar dapat menyebabkan penurunan kadar besi darah (dari pendarahan), leukopenia, trombositopenia, ruam, yang ditandai dengan pusing, muntah, diare, kebingungan, sistem saraf pusat (SSP) depresi, sakit kepala dan kelelahan. Seperti disebutkan di atas, pengobatan dengan aspirin harus dihindari dengan anak-anak untuk menghilangkan risiko Reye's syndrome (BNF, 2009). Efek samping dari bronchitin yaitu mengantuk sedangkan efek samping dari Anacetine yaitu mengantuk, gangguan gastrointestinal, gangguan psikomotorik, takikardi, aritmia, mulut kering. Kerusakan hati (dosis besar, jangka lama) (Anonim b, 200). Penggunaan anacetine dan brochitin untuk anak demam diperbolehkan karena indikasinya bisa untuk gejala flu seperti demam, sakit kepala, hidung tersumbat, bersin-bersin yang disertai batuk. 3. Pengalaman dalam Pemberian Obat Lebih Dari Satu secara Bersamaan Tabel 8 menunjukkan apakah responden menggunakan obat demam lebih dari satu secara bersamaan.
3 Tabel 8. Pengalaman Dalam Pemberian Obat Lebih Dari Satu Secara Bersamaan Di Wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Pengalaman Frekuensi Persentase (%) Ya 5 4,0 Kadang-kadang 0 8,0 Tidak 0 88,0 Tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar responden menjawab tidak pernah menggunakan obat demam lebih dari satu secara bersamaan dengan jumlah 07 responden (85,6%). Responden yang menjawab kadang-kadang sebanyak 0 responden (8%) dan sisanya 8 responden (6,4%) menjawab pernah. 4. Perhatian terhadap Peringatan, Efek Samping dan Kontraindikasi Tabel berikut menunjukkan apakah responden memperhatikan adanya peringatan, efek samping dan kontraindikasi sebelum memberikan obat demam balita yang tertulis pada etiket atau kemasan obat. Tabel 9. Perhatian Terhadap Peringatan, Efek Samping Dan Kontraindikasi Di Wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Pengalaman Frekuensi Persentase (%) Ya 09 87,2 Kadang-kadang 8,8 Tidak 5 4,0 Sebagian besar responden memperhatikan adanya peringatan, efek samping dan kontraindikasi sebelum memberikan obat demam balita yang tertulis pada etiket atau kemasan obat. Ditunjukkan dengan besarnya responden yaitu 09 responden (87,2%).
32 C. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Ketepatan Pemilihan Obat Demam Balita Untuk melihat hubungan antara tingkat pendidikan responden dengan ketepatan pemilihan obat demam balita digunakan uji Chi-Square. Berdasarkan hasil pengujian secara deskriptif pada hubungan antara tingkat pendidikan dengan ketepatan pemilihan obat demam balita, sebagian besar responden memperoleh nilai 60 yaitu sebanyak 5 responden (2 %). Nilai tertinggi yaitu 78 sebanyak satu responden, sedangkan nilai terendah yaitu 33 sebanyak satu responden. Hasil menunjukkan rata-rata responden melakukan tindakan dengan tepat. Banyaknya sumber informasi akan menambah pengetahuan seseorang yang lebih luas, sedangkan di era globalisasi ini pengetahuan mudah didapatkan melalui media elektronik maupun media cetak. Pendidikan dan pengetahuan merupakan dasar untuk terbentuknya tindakan seseorang. Tabel 20. Data Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Ketepatan Pemilihan Obat Demam Balita Pendidikan Tidak Tepat Ketepatan Tepat Total Kurang dari SMA 2 73 75 SMA dan PT 0 50 50 Total 24 25 Rasio prevalensi ialah jumlah subyek dengan efek positif pada semua subyek dengan faktor resiko positif dibagi jumlah subyek dengan efek positif pada semua subyek dengan faktor resiko negatif. Rasio prevalensi, dengan
33 demikian, adalah angka yang menggambarkan prevalensi dari suatu penyakit dalam populasi yang berkaitan dengan faktor resiko yang dipelajari atau yang timbul sebagai akibat faktor resiko tertentu. RP (Rasio Prevalensi) = A/(A+B) dibagi C/(C+D) Keterangan: A = subyek dengan faktor resiko dan efek positif B = subyek dengan faktor resiko positif dan efek negatif C = subyek dengan faktor resiko negatif dan efek positif D = subyek dengan faktor resiko dan efek negatif (Praktiknya, 2009) RP (Rasio Prevalensi) = A/(A+B) : C/(C+D) = 50/(50+0) : 73/(73+) =,02. RP = berarti bahwa faktor resiko tidak ada pengaruhnya atau bersifat netral. Hal ini diperkuat dengan pengujian Chi-Square dengan tingkat ketelitian α = 5 % dan df = menunjukkan bahwa Chi-Square tabel adalah 3,48 sehingga Chi-Square hitung < Chi-Square tabel (,355 < 3,48). Berdasarkan probabilitas diperoleh probabilitas sebesar 0,244 sehingga dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu terhadap ketepatan pemilihan obat demam balita di wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten. Ini berbeda dengan penelitian Susi Ari Kristina, bahwa faktor dominan yang paling berpengaruh terhadap perilaku pengobatan sendiri yang rasional
34 pada masyarakat Kecamatan Depok dan Cangkringan Kabupaten Sleman adalah tingkat pendidikan (Kristina, 2008). Dengan banyaknya sumber informasi akan menambah pengetahuan seseorang yang lebih luas, sedangkan di era globalisasi ini pengetahuan mudah didapatkan melalui media elektronik maupun media cetak. Seperti yang dikatakan oleh Notoatmodjo (2009) pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan dasar untuk terbentuknya tindakan seseorang.