IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

dokumen-dokumen yang mirip
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden Usaha Pengolahan Ikan Asin

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1:

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. satu daerah yang memiliki jumlah kelompok nelayan terbanyak. Dari data

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Propinsi Lampung. Oleh

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PEMBAHASAN. a. Letak, Luas, dan Batas Daerah Penelitian. geografis berada di koordinat 07 o LS-7 o LS dan

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Keadaan Geografis. Secara geografis Kabupaten Jepara terletak antara sampai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Selatan

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. daerah transit kegiatan perekonomian antara Pulau Sumatera dan Jawa, B. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Barat

BAB I PENDAHULUAN. Dunia atau bumi adalah planet ketiga dari matahari yang merupakan planet

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lain yang berada di Provinsi

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK INDUSTRI KECIL KERUPUK

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan

4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Geografi

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN. A. Kelurahan Proyonanggan Utara Batang

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

DISTRIBUSI DAN MARGIN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN IKAN TONGKOL (Euthynnus Affinis) DI TPI UJUNGBATU JEPARA

IV. KEADAAN UMUM DAERAH. RW, 305 RT dengan luas wilayah ha, jumlah penduduk jiwa.

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan

C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

III. KEADAAN UMUM LOKASI

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas dan Batas Wilayah. dari kantor Kabupaten Wonogiri sekitar 30 km.

BAB IV GAMBARAN UMUM

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU

KONDISI UMUM BANJARMASIN

AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Barat

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III INDUSTRI KERUPUK RAMBAK DWIJOYO DESA PENANGGULAN KECAMATAN PEGANDON KABUPATEN KENDAL

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN NUNHILA KECAMATAN ALAK KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kota Bandar Lampung merupakan ibukota dari Provinsi Lampung. Secara

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM KABUPATEN LAMPUNG BARAT

KEADAAN UMUM WILAYAH. Projotamansari singkatan dari Produktif-profesional, ijo royo royo, tertib, aman,

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Barat. mempunyai luas wilayah 4.951,28 km 2 atau 13,99 persen dari luas

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

Transkripsi:

34 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Geografis a. Letak Geografis dan Wilayah Administratif Kabupaten Jepara secara geografis terletak pada 5 o 43 20,67 6 o 47 25,83 Lintang Selatan dan 110 o 9 48,02 110 o 58 37,40 Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Jepara tercatat 100.413,189 ha. Kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Keling yaitu 12.311,588 ha dan kecamatan yang luas wilayahnya terkecil yaitu Kecamatan Kalinyamatan yaitu 2.370,001 ha. Batas wilayah Kabupaten Jepara yaitu sebagai berikut: Sebelah Barat : Laut Jawa Sebelah Utara : Laut Jawa Sebelah Timur : Kabupaten Kudus dan Pati Sebelah Selatan : Kabupaten Demak Kecamatan Jepara sendiri terletak di sebelah timur ibukota Kabupaten Jepara, dengan batas-batas: Sebelah Timur : Kecamatan Tahunan Sebelah Barat : Laut Jawa Sebelah Utara : Kecamatan Pakis Aji dan Kecamatan Mlonggo Sebelah Selatan : Kecamatan Tahunan Secara administratif, Kabupaten Jepara terbagi atas 16 kecamatan, 184 desa, dan 11 kelurahan, serta 995 RW dan 4.686 RT. Jarak terdekat dari ibukota kabupaten adalah Kecamatan Tahunan yaitu 7 km dan jarak terjauh adalah Kecamatan Karimunjawa yaitu 90 km. Sedangkan, jarak Kecamatan Jepara ke Ibukota Kabupaten Jepara adalah 0 km. Jarak dari Jepara ke kota-kota terdekat yaitu sebagai berikut: a. Kudus : 35 km b. Pati : 59 km 34

35 c. Rembang : 95 km d. Blora : 131 km e. Demak : 45 km Letak Kecamatan Jepara sebelah barat yang berbatasan secara langsung dengan Laut Jawa memberikan keuntungan bagi usaha pengolahan ikan asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara itu sendiri. Dengan keadaan wilayah yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa maka sumberdaya perikanan di wilayah tersebut tentu saja melimpah yang berarti bahwa ketersediaan bahan baku dalam usaha pengolahan ikan asin di Kecamatan Jepara sendiri dapat lebih mudah diperoleh. b. Luas Penggunaan Lahan Lahan merupakan salah satu sumber daya alam yang digunakan sebagai modal dalam suatu sektor perekonomian. Penggunaan lahan akan cenderung berubah di masa yang akan datang dari lahan persawahan menjadi pemukiman, fasilitas umum dan lain sebagainya. Hal ini terjadi karena adanya pertambahan penduduk, pergeseran struktur ekonomi, dan kemajuan teknologi. Adapun luas penggunaan lahan di Kabupaten Jepara pada tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 7 sebagai berikut: Tabel 7. Luas Penggunaan Lahan Sawah dan Lahan Kering di Kabupaten Jepara dan Kecamatan Jepara Tahun 2013 No. Penggunaan Kabupaten Jepara Kecamatan Jepara Lahan Luas (ha) Luas (ha) 1. Lahan Sawah 26.581,636 409,519 2. Lahan Kering 73.831,553 2.057,482 a. Tambak 1.046,264 8,000 b. Kolam 22,325 - Jumlah 100.413,189 2.467,001 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Jepara Tahun 2014 Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa sebagian besar lahan di Jepara baik di Kecamatan Jepara maupun di Kabupaten Jepara merupakan lahan kering. Pemanfaatan lahan kering di Kabupaten

36 Jepara yang berkaitan dengan perikanan adalah sebagai tambak dan kolam, sedangkan di Kecamatan Jepara sebagai tambak. Budidaya perikanan berupa tambak dan kolam membantu dalam menyediakan kebutuhan akan hasil perikanan, selain itu dijadikan alternatif untuk menghadapi kondisi pada saat cuaca tidak memungkinkan untuk menangkap ikan dilaut. Beberapa jenis ikan yang dapat dibudidayakan di kolam antara lain ikan lele, patin, gurami,ikan mas, dan lain sebagainya. Sedangkan jenis ikan yang dapat dibudidayakan di tambak yaitu udang, bandeng, kakap, kerapu, nila, dan lain sebagainya. c. Topografi Topografi Kabupaten Jepara dapat dibagi dalam empat wilayah yaitu wilayah pantai di bagian pesisir barat dan utara, wilayah dataran rendah di bagian tengah dan selatan, wilayah pegunungan di bagian timur yang merupakan lereng barat dari Gunung Muria dan wilayah perairan atau kepulauan di bagian utara merupakan serangkaian Kepulauan Karimunjawa. Kecamatan Jepara sendiri dari 16 desa terdapat 8 desa yang terletak di wilayah pesisir atau tepi pantai dan 8 desa terletak di dataran rendah. Desa Jobokuto, Ujung Batu, dan Kauman sendiri merupakan desa yang terletak di wilayah pesisir atau tepi pantai. Kabupaten Jepara memiliki variasi ketinggian antara 0 m sampai dengan 1.301 mdpl (dari permukaan laut), daerah terendah adalah Kecamatan Kedung antara 0-2 mdpl yang merupakan dataran pantai, sedangkan yang tertinggi adalah Kecamatan Keling antara 0-1.301 mdpl merupakan perbukitan. Sedangkan Kecamatan Jepara berada pada ketinggian 0-46 mdpl. Variasi ketinggian tersebut menyebabkan Kabupaten Jepara terbagi dalam empat kemiringan lahan, yaitu datar 41.327,060 ha, bergelombang 37.689,917 ha, curam 10.775 ha dan sangat curam 10.620,212 ha. Kondisi topografi wilayah Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara secara tidak langsung memiliki peran dalam kegiatan usaha

37 pengolahan ikan asin. Topografi Kecamatan Jepara dengan wilayah pantai dan dataran rendah merupakan wilayah yang berpotensi untuk melakukan kegiatan usaha pengolahan ikan asin. Wilayah pantai merupakan wilayah yang identik dengan sumberdaya alam berupa hasil laut. Adanya ketersediaan bahan baku dan sumber bahan baku yang dekat dapat memberikan kemudahan untuk melakukan usaha pengolahan ikan asin. d. Keadaan Iklim Kabupaten Jepara beriklim tropis dengan pergantian musim penghujan dan kemarau. Musim penghujan terjadi antara bulan November sampai April yang dipengaruhi oleh angin musim barat, sedangkan musim kemarau terjadi antara bulan Mei sampai Oktober yang dipengaruhi oleh angin musim timur. Jumlah curah hujan di Kabupaten Jepara ± 2.314 mm/tahun, dengan jumlah hari hujan 102 hari. Sedangkan di Kecamatan Jepara sendiri jumlah curah hujannya adalah sebesar 1.675 mm/tahun dengan jumlah hari hujan sebesar 131 hari. Suhu udara di Kabupaten Jepara terendah pada 21,55 0 C dan tertinggi pada 33,71 0 C, dengan kelembaban udara rata-rata sekitar 84%. Jumlah curah hujan dan hari hujan mempengaruhi ketersediaan bahan baku ikan untuk usaha pengolahan ikan asin. Jika curah hujan dan lama hari hujan tinggi serta diikuti angin kencang, biasanya nelayan tidak berani melaut. Hal ini berdampak pada ketersediaan ikan segar sebagai bahan baku akan berkurang atau bahkan tidak tersedia. Jumlah curah hujan yang tinggi juga berpengaruh terhadap lama penjemuran ikan asin, yaitu pada tingkat kekeringan dari ikan asin tersebut. Iklim di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara sendiri cukup mendukung dilaksanakannya kegiatan usaha pengolahan ikan asin.

38 2. Keadaan Demografi a. Jumlah Penduduk Jumlah penduduk Kabupaten Jepara akhir tahun 2013 berdasarkan hasil proyeksi adalah sebanyak 1.153.213 jiwa yang terdiri dari 575.043 laki-laki (49,8 persen) dan 578.170 perempuan (50,14 persen), dimana sebaran penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Tahunan (109.550 jiwa atau 9,50 persen) dan jumlah penduduk paling sedikit terdapat di Kecamatan Karimunjawa (9.016 jiwa atau 0,78 persen). Jika dilihat berdasarkan kepadatan penduduk, pada tahun 2013, kepadatan penduduk Kabupaten Jepara mencapai 1.148 jiwa per km 2. Penduduk terpadat berada di Kecamatan Jepara (3.439 jiwa per km 2 ), sedangkan kepadatan terendah berada di Kecamatan Karimunjawa (127 jiwa per km 2 ). b. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur Komposisi penduduk menurut umur merupakan variabel terpenting dalam demografi. Pengelompokan penduduk menurut umur dimaksudkan untuk mengetahui penduduk usia produktif dan penduduk usia non produktif dalam waktu tertentu di suatu wilayah. Penduduk usia non produktif yaitu penduduk yang berusia 0-14 tahun dan penduduk yang berusia lebih dari 65 tahun, sedangkan penduduk usia produktif yaitu penduduk yang berusia 15-64 tahun. Adapun data keadaan penduduk menurut kelompok umur di Kabupaten Jepara pada tahun 2013 adalah sebagai berikut: Tabel 8. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kabupaten Jepara dan Kecamatan Jepara Tahun 2013. No. Kabupaten Jepara Kecamatan Jepara Umur Jumlah Presentase Jumlah Presentase (tahun) (jiwa) (%) (jiwa) (%) 1. 0-14 306004 26,53 23251 27,41 2. 15-64 776665 67,35 57582 67,89 3. 65 70544 6,12 3986 4,69 Jumlah 1153213 100,00 84819 100,00 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Jepara Tahun 2014

39 Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk di Kecamatan Jepara maupun Kabupaten Jepara berada pada usia produktif. Penduduk dengan usia produktif memiliki potensi yang besar sebagai penggerak kegiatan ekonomi. Jumlah penduduk dengan usia produktif yang tinggi seharusnya memberikan dampak positif bagi kegiatan usaha pengolahan ikan asin. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan tenaga kerja dalam pengembangan usaha ikan asin itu sendiri. Dengan penduduk usia produktif yang cukup besar di Kecamatan Jepara maka dapat memudahkan dalam mendapatkan tenaga kerja yang memiliki produktivitas yang baik dengan usia produktif tersebut. Usia pengolah ikan asin di Kecamatan Jepara juga mendukung data di atas karena sebagian besar dari pengolah ikan asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara juga berada pada usia produktif dengan usia antara 29 tahun sampai 70 tahun (dapat dilihat pada lampiran 1). Pada kenyataannya, usia produktif ini mempengaruhi produktivitas dalam pelaksanaan usaha pengolahan ikan asin, hal ini berkaitan dengan tenaga kerja yaitu dengan usia pengolah ikan asin yang berada pada usia produktif maka produktivitasnya juga baik sehingga dalam prakteknya usaha ikan asin dapat memaksimalkan tenaga kerja yang ada dan tidak mempekerjakan terlalu banyak pekerja bahkan sebagian besar pengolah ikan asin hanya mengandalkan tenaga kerja keluarga saja. c. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Pendidikan merupakan suatu sarana yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, hal ini disebabkan karena pendidikan adalah sektor yang dapat menciptakan kecerdasan manusia dalam melangsungkan kehidupannya. Tingkat pendidikan di masyarakat sendiri akan berpengaruh terhadap kemampuan masyarakat untuk menerima teknologi dan pengetahuan yang baru. Adapun keadaan

40 penduduk menurut tingkat pendidikan di Kabupaten Jepara dapat dilihat pada Tabel 9 sebagai berikut: Tabel 9. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Jepara Tahun 2013. No. Tingkat Pendidikan Presentase (%) 1. Tidak/belum pernah sekolah 6,26 2. Tidak/belum tamat SD 22,73 3. SD/MI 33,11 4. SLTP 22,24 5. SMU 9,06 6. SMK 1,65 7. DI/II 0,99 8. DIII/SARMUD 0,67 9. DIV/S1/S2/S3 3,29 Jumlah 100,00 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Jepara Tahun 2014 Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk di Kabupaten Jepara menempuh pendidikan sampai pada tingkat SD dan tingkat SLTP. Hal ini dapat disebabkan oleh keadaan sosial ekonomi masyarakat dan masih rendahnya kesadaran akan pentingnya pendidikan. Tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap kemampuan seseorang untuk menerima pengetahuan baru serta dapat mengadopsi teknologi baru. Namun, terlepas dari pendidikan formal, pendidikan non formal serta pengalaman juga memiliki peranan dalam melaksanakan usaha ikan asin sendiri. Kondisi masyarakat di Kabupaten Jepara yang mayoritas berada pada tingkat pendidikan SD dan SLTP tidak menjadi kendala dalam melakukan usaha ikan asin karena usaha ikan asin dapat dilaksanakan berdasar pada pengalaman masyarakat jepara dalam melakukan usaha ikan asin tersebut. Tingkat pendidikan pengolah ikan asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara sendiri ditempuh antara 4 tahun 16 tahun, namun sebagian besar lama pendidikan yang ditempuh yaitu antara 4 tahun 6 tahun dalam artian berada pada tingkat pendidikan SD (dapat dilihat pada lampiran 1). Pada kenyataannya, tingkat pendidikan juga sedikit

41 banyak mengambil bagian dalam pengembangan usaha ikan asin. Pengolah ikan asin dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan disertai dengan pengalaman usaha ikan asin yang lama dapat membantu dalam pengembangan usaha pengolahan ikan asin tersebut, khususnya dalam hal pemasaran produk ikan asin itu sendiri karena tingkat pendidikan yang lebih tinggi secara tidak langsung berpengaruh terhadap relasi dan lebih terbuka dengan hal baru seperti adopsi teknologi untuk proses pemasaran, sebagai contoh penggunaan handphone maupun teknologi komunikasi lainnya. Namun, tingkat pendidikan juga bukan hal yang terutama dalam pengembangan usaha ikan asin ini karena keuletan dan pengalaman dalam melakukan usaha ikan asin juga menjadi faktor penting, hal ini dibuktikan dengan adanya pengolah ikan asin yang memiliki tingkat pendidikan SD namun usaha ikan asin yang dikelola juga berkembang. 3. Keadaan Perikanan Kabupaten Jepara yang sebagian besar wilayahnya adalah wilayah pesisir dengan ketersediaan sumberdaya perikanan atau hasil laut yang cukup besar baik untuk konsumsi maupun bahan baku pembuatan produk perikanan merupakan wilayah yang berpotensi untuk dikembangkan. Kegiatan produksi perikanan di Kabupaten Jepara sendiri meliputi penangkapan, budidaya, pengolahan hasil perikanan, distribusi, dan pemasaran. Kegiatan usaha penangkapan dilakukan di perairan laut dan di perairan umum, serta kegiatan budidaya ikan dilakukan di tambak, di kolam, dan perairan umum berupa budidaya karamba. Kecamatan Jepara yang sebagian besar wilayahnya merupakan wilayah pesisir memiliki produksi penangkapan ikan laut yang terbesar yaitu sebesar 6.368.100 kg/tahun dari jumlah produksi ikan laut basah keseluruhan yaitu sebesar 7.032.700 kg/tahun. Besarnya jumlah produksi ikan laut basah sangat berkaitan dengan pendapatan yang akan diperoleh. Nilai dari jumlah produksi ikan laut sendiri dipengaruhi oleh jenis ikan tangkapan yang diperoleh. Jenis ikan

42 yang berbeda mempunyai nilai yang berbeda pula. Jumlah produksi ikan laut basah menurut jenis ikan di Kabupaten Jepara dapat dilihat pada Tabel 10 sebagai berikut: Tabel 10. Jumlah Produksi Ikan Laut Basah dan Lainnya Menurut Jenis Ikan di Kabupaten Jepara Tahun 2013. No. Jenis Ikan Produksi (kg) Nilai (Rp) Harga rata-rata per Kg 1. Udang Krosok 763.400 8.907.044.000 11.668 2. Layang 581.400 1.453.500.000 2.500 3. Tongkol 406.700 4.067.000.000 10.000 4. Kembung 385.700 2.699.900.000 7.000 5. Teri 164.600 1.316.800.000 8.000 6. Peperek 144.800 173.760.000 1.200 7. Pari 105.300 526.500.000 5.000 8. Ikan Baronang 55.400 387.800.000 7.000 9. Layur 48.300 289.800.000 6.000 10. Belanak 37.400 317.900.000 8.500 11. Cucut 37.400 246.840.000 6.600 12. Cumi-cumi 34.500 828.000.000 24.000 13. Ekor Kuning 25.300 253.000.000 10.000 14. Kerapu Karang 20.600 412.000.000 20.000 15. Kerapu Sunu 16.300 1.222.500.000 75.000 16. Kakap Merah 15.300 290.700.000 19.000 17. Manyung 13.800 110.400.000 8.000 18. Rajungan 11.600 522.000.000 45.000 19. Selar 10.200 81.600.000 8.000 20. Tengiri 7.800 140.400.000 18.000 21. Ikan lainnya 4.146.900 9.537.870.000 2.300 Jumlah 7.032.700 33.785.314.000 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Jepara Tahun 2014 Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa jumlah produksi ikan terbesar adalah pada jenis udang krosok dengan jumlah produksi sebesar 763.400 kg/tahun dengan nilai sebesar Rp. 8.907.044.000,-. Namun dari berbagai macam jenis ikan yang ada, jenis ikan yang memiliki nilai jual yang tinggi adalah jenis ikan kerapu sunu dengan harga jual Rp. 75.000.- /kg. Berdasarkan tabel di atas juga dapat diketahui produksi dari berbagai jenis ikan, termasuk ikan yang digunakan dalam pengolahan ikan asin yaitu ikan teri, cumi-cumi, ikan layur, dan ikan layang, namun ikan kurisi

43 tidak dituliskan secara jelas dan masuk pada jenis ikan lainnya. Produksi ikan tertinggi dari kelima jenis ikan yang diolah sebagai ikan asin adalah ikan layang, produksi ikan ini dalam satu tahun sangat dipengaruhi oleh musim dari ikan tersebut. Musim layang terjadi pada bulan Juli - November, ikan Layur pada bulan Juni - Juli, Ikan Teri pada bulan Mei, Agustus, dan Oktober, Cumi-cumi pada bulan September Desember, serta ikan Kurisi pada Juni Agustus. Hal ini juga berpengaruh terhadap usaha pengolahan ikan asin di Kecamatan Jepara Kabupeten Jepara karena jumlah jenis ikan tertentu yang diolah pada setiap proses produksi per bulannya akan berbeda sesuai dengan bahan baku ikan yang tersedia. 4. Keadaan Sarana Perekonomian a. Keadaan Sarana Perdagangan Keadaan sarana perdagangan merupakan salah satu bagian yang dapat dilihat untuk mengetahui sarana perekonomian. Keadaan sarana perdagangan yang memadai dapat membantu dalam proses pemasaran produk. Keadaan sarana perdagangan di Kabupaten Jepara dapat dilihat pada Tabel 11 sebagai berikut: Tabel 11. Sarana Perdagangan di Kabupaten Jepara Tahun 2013. No. Sarana Perdagangan Jumlah 1. Departemen Store - 2. Pasar Swalayan 2 3. Pusat Perbelanjaan 2 4. Pasar Umum-Tradisional 21 5. Pasar Hewan 3 6. Pasar Buah 2 7. Pasar Sepeda 1 8. Pasar Lainnya 47 Jumlah 78 Sumber: badan Pusat Statistik Kabupaten Jepara Tahun 2014. Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa di Kabupaten Jepara tidak terdapat pasar ikan yang berfungsi untuk memasarkan produk khusus perikanan baik ikan segar maupun produk olahan perikanan. Keadaan ini tidak menjadi hambatan bagi pemasaran produk perikanan karena pemasaran produk perikanan baik ikan segar

44 maupun produk olahan perikanan seperti ikan asin dapat dipasarkan di pasar umum (pasar tradisional). Keberadaan pasar tradisional yang cukup banyak dibanding dengan pasar yang lain memberikan kemudahan dalam pemasaran produk perikanan itu sendiri. Selain pasar tradisional, khusus untuk pemasaran ikan segar biasanya dapat langsung dilakukan di tempat pelelangan ikan dengan harga ikan yang biasanya lebih murah dan ikan yang dibeli masih sangat segar karena baru diturunkan dari kapal. Untuk pembeliaan ikan dengan jumlah yang cukup besar biasanya masyarakat Jepara lebih memilih membeli ikan segar di TPI b. Keadaan Sarana Perhubungan Kegiatan perekonomian di suatu daerah tidak terlepas dari akses menuju daerah tersebut. Akses yang dimiliki suatu daerah dapat dilihat dari sarana perhubungan yang ada. Salah satu sarana perhubungan yang mendukung kegiatan perekonomian adalah jalan. Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang memberikan kelancaran arus barang dan jasa serta mobilitas penduduk antar wilayah atau lokasi. Adapun keadaan jalan raya di Kabupaten Jepara dapat dilihat pada Tabel 12 sebagai berikut:

45 Tabel 12. Panjang Jalan Menurut Permukaan, Kondisi Jalan, dan Kelas Jalan di Kabupaten Jepara Tahun 2013. No. Keadaan Jalan Panjang Jalan (km) 1. Jenis Permukaan a. Aspal 76,840 b. Kerikil - c. Tanah - d. Tidak Dirinci - Jumlah 76,840 2. Kondisi Jalan a. Baik 62,220 b. Sedang 14,620 c. Rusak - d. Rusak Berat - Jumlah 76,840 3. Kelas Jalan a. Kelas I - b. Kelas II - c. Kelas III - d. Kelas III A 69,680 e. Kelas III B 7,160 f. Kelas III C - g. Kelas Tidak Dirinci - Jumlah 76,840 Sumber: badan Pusat Statistik Kabupaten Jepara Tahun 2014. Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa jenis permukaan jalan di Kabupaten Jepara yang di aspal yaitu sepanjang 76,840 km dengan kondisi baik sepanjang 62,220 km dan kondisi sedang sepanjang 14,620 km. Sedangkan kelas jalan di Kabupaten Jepara tergolong ke dalam kelas III A sepanjang 69,680 km dan ke dalam kelas III B sepanjang 7,160 km. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan sarana perhubungan berupa jalan di Kabupaten Jepara dalam kondisi baik, dengan jalan yang seluruhnya telah diaspal. Keadaan sarana perhubungan di Kabupaten Jepara yang baik dapat menunjang kegiatan usaha ikan asin karena akses untuk pemasaran ikan asin di wilayah Jepara maupun ke wilayah lain di luar Jepara dapat lebih mudah. Selain itu, akses bagi pedagang dari luar kota Jepara ke kota Jepara juga dapat ditempuh dengan mudah sehingga dapat menarik pedagang

46 luar kota untuk datang langsung ke tempat produksi ikan asin di Jepara dan hal ini dapat mengurangi biaya pemasaran berupa transportasi untuk pengiriman ikan asin ke kota lain. B. Keadaan Usaha Pengolahan Ikan Asin 1. Identitas Responden Identitas responden merupakan uraian yang dapat memberikan gambaran secara umum mengenai karakteristik atau latar belakang dari respoden dalam suatu penelitian. Responden dalam penelitian ini adalah pengolah ikan asin yang pada masa penelitian masih aktif melakukan produksi dan menjalankan usaha ikan asin di Kabupaten Jepara. Identitas responden yang dikaji dalam penelitian ini meliputi umur responden, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, jumlah tanggungan keluarga, jumlah anggota keluarga yang aktif dalam usaha pengolahan, jumlah tenaga kerja luar, jumlah tenaga kerja keseluruhan, dan pengalaman usaha ikan asin. Data mengenai identitas responden dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Identitas Responden Pengolah Ikan Asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara Tahun 2015. No. Uraian Rata-rata per Responden 1. Umur Responden (tahun) 56,62 2. Tingkat Pendidikan (tahun) 6,43 3. Jumlah anggota keluarga (orang) 3,00 4. Jumlah tanggungan keluarga (orang) 3,00 5. Jumlah anggota keluarga yang aktif dalam usaha pengolahan (orang) 2,00 6. Jumlah tenaga kerja luar (orang) 2,00 7. Jumlah tenaga kerja keseluruhan (orang) 4,00 8. Pengalaman usaha ikan asin (tahun) 17,29 Sumber: Analisis Data Primer Lampiran 1 Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa rata-rata umur responden dalam penelitian ini adalah 56,62 tahun. Rata-rata umur responden dalam penelitian ini masih tergolong dalam usia produktif yang menunjukkan produktivitas kerja yang masih cukup tinggi. Usia produktif berkaitan dengan kemampuan fisik seseorang dalam melakukan berbagai kegiatan dalam proses pengolahan ikan asin. Produktivitas kerja yang

47 masih cukup tinggi diharapkan dapat membantu dalam mengembangkan usaha ikan asin baik dalam kualitas ikan asin, pemasaran produk ikan asin, pengembangan produk ikan asin, dan lain sebagainya. Tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini yang tidak lain adalah pengolah ikan asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara menunjukkan rata-rata tingkat pendidikan per responden sebesar 6,43 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pengolah ikan asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara sebagian besar telah menempuh pendidikan formal hingga lulus SD. Tingkat pendidikan formal sebenarnya tidak terlalu berpengaruh dalam menjalankan usaha ikan asin, hal ini disebabkan karena dalam pelaksanaannya kegiatan usaha ikan asin lebih membutuhkan ketrampilan dalam mengolah ikan asin, yang dapat diperoleh melalui pengalaman dalam melakukan usaha ikan asin tersebut. Namun, bukan berarti tingkat pendidikan tidak penting dalam kegiatan usaha ikan asin. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan lebih memudahkan dalam menerima teknologi baru, selain itu dapat membantu dalam melakukan pengembangan usaha ikan asin itu sendiri. Rata-rata jumlah anggota keluarga per responden di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara adalah 3 orang dengan jumlah tanggungan dalam keluarga sebanyak 3 orang. Pengaruh dari jumlah anggota keluarga dari responden ini yaitu pada ketersediaan tenaga kerja keluarga yang ikut dalam proses pengolahan ikan asin. Jumlah anggota keluarga yang aktif dalam usaha pengolahan ikan asin yaitu sebanyak 2 orang. Sebagian besar dari responden biasanya melakukan usaha ikan asin bersama suami, istri, atau anak mereka, bahkan ada yang dikerjakan sendiri. Rata-rata jumlah tenaga luar yang digunakan oleh responden dalam melakukan kegiatan usaha ikan asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara yaitu sebanyak 2 orang dengan jumlah tenaga kerja keseluruhan sebanyak 4 orang. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dalam usaha ikan asin biasanya sesuai dengan skala produksi dari ikan asin itu sendiri. Produksi ikan asin dalam skala kecil dapat dikerjakan oleh 2 sampai 4

48 orang, sedangkan produksi dalam skala lebih besar biasanya membutuhkan tenaga kerja 4 orang atau bahkan lebih dari 4 orang. Sebagian besar tenaga kerja dalam usaha ikan asin produksi skala kecil biasanya adalah perempuan karena lebih terampil dalam proses pembelahan ikan asin. Sedangkan beberapa responden dengan skala produksi yang lebih besar sebagian besar tenaga kerja yang digunakan adalah laki-laki karena kinerja laki-laki lebih cepat dan lebih kuat dalam proses pengolahan ikan asin. Rata-rata pengalaman responden dalam melakukan usaha ikan asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara adalah 17,29 tahun. Pengalaman usaha ikan asin yang dimiliki oleh pengolah ikan asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara sudah cukup lama dan dapat bertahan untuk memberikan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan bagi setiap pengolah ikan asin tersebut. Lamanya pengalaman usaha yang dimiliki pengolah ikan asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara memberikan pengaruh dalam mengembangkan usaha ikan asin itu sendiri, karena dengan pengalaman usaha yang dimiliki setiap pengolah dapat membantu dalam menganalisis kondisi pasar dari olahan ikan asin itu sendiri. 2. Karakteristik Usaha Pengolahan Ikan Asin Karakteristik usaha pengolahan ikan asin merupakan uraian yang dapat memberikan gambaran secara umum mengenai latar belakang usaha pengolahan ikan asin yang dilakukan oleh pengolah ikan asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara. Karakteristik usaha pada pengolahan ikan asin meliputi status usaha, alasan utama mengusahakan, sumber modal, pengadaan bahan baku, cara pembelian, penjualan, penentuan harga, dan lain-lain. Data mengenai status usaha pengolahan ikan asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara adalah sebagai berikut: Tabel 14. Status Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara Tahun 2015. No. Status Usaha Jumlah (Responden) Presentase (%) 1. Utama 20 95,24 2. Sampingan 1 4,76 Jumlah 21 100,00 Sumber: Analisis Data Primer Lampiran 2

49 Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa hampir seluruh responden yaitu sebesar 20 orang responden menjadikan usaha pengolahan ikan asin ini sebagai usaha utama karena anggota keluarga yang terdiri dari suami dan istri lebih banyak mencurahkan waktu kerjanya dalam usaha pengolahan ikan asin tersebut. Selain itu, penghasilan yang diperoleh dari ikan asin merupakan sumber penghasilan utama dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Responden yang menjadikan usaha pengolahan ikan asin sebagai usaha sampingan sebenarnya juga lebih banyak mencurahkan waktunya ke usaha ikan asin tersebut karena usaha ikan asin sendiri dianggap sebagai usaha yang dapat memberikan penghasilan tambahan. Setiap responden memiliki alasan tertentu dalam melakukan usaha pengolahan ikan asin. Alasan utama dari setiap responden dalam melakukan usaha ikan asin antara lain yaitu karena lebih menguntungkan, usaha warisan, tidak punya pekerjaan lain, pengalaman sebagai buruh, dan lainnya. Alasan utama pengolah ikan asin melakukan usaha pengolahan ikan asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara adalah sebagai berikut: Tabel 15. Alasan Utama Mengusahakan Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara Tahun 2015. No. Alasan Usaha Jumlah (Responden) Presentase (%) 1. Lebih menguntungkan 10 37,04 2. Usaha warisan 2 7,41 3. Tidak punya pekerjaan lain 11 40,74 4. Pengalaman sebagai buruh 1 3,70 5. Lainnya 3 11,11 Jumlah 27 100,00 Sumber: Analisis Data Primer Lampiran 3 Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa jumlah responden menunjukkan nilai sebanyak 27 padahal responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 21 orang, hal ini terjadi karena terdapat beberapa responden yang memiliki jawaban ganda. Pada Tabel 15 juga dapat

50 diketahui bahwa alasan utama pengolah ikan asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara melakukan usaha pengolahan ikan asin adalah karena tidak mempunyai pekerjaan lain, tetapi usaha ikan asin juga dianggap lebih menguntungkan. Jumlah responden yang memilih usaha ikan asin karena tidak mempunyai pekerjaan lain yaitu sebanyak 11 orang (40,74%), alasan responden memilih melakukan usaha ikan asin itu sendiri karena dalam proses pengolahan ikan asin cenderung lebih sederhana tanpa harus memiliki ketrampilan khusus karena setiap orang bisa mengolah ikan asin. Alasan responden melakukan usaha pengolahan ikan asin karena lebih menguntungkan adalah sebanyak 10 orang (37,04%), usaha pengolahan ikan asin dirasa lebih menguntungkan dibandingkan usaha pengolahan ikan lainnya. Hal ini dikarenakan proses pengolahan ikan asin sederhana dan produk ikan asin lebih tahan lama yaitu ± 1 tahun apabila disimpan dalam suhu ruangan, apabila disimpan dilemari es dan dimasukan dalam kemasan tertutup rapat ikan bisa bertahan hingga 2 tahun, sehingga dapat dijadikan stok apabila produksi melimpah. Pengalaman responden sebagai buruh dalam mengolah ikan asin juga menjadi alasan responden melakukan usaha ikan asin tersebut. Terdapat 1 orang (3,70%) responden dengan alasan memiliki pengalaman sebagai buruh, dimana responden tersebut memulai usaha pengolahan ikan asinnya dari bekerja sebagai buruh di tempat pengolahan ikan asin dan kemudian melakukan usaha ikan asin sendiri. Sedangkan, reponden yang beralasan bahwa usaha pengolahan ikan asin yang dijalankan merupakan usaha warisan yaitu sebanyak 2 orang (7,41%), dimana usaha pengolahan ikan asin ini sudah turun temurun dari keluarga responden. Selain keempat alasan yang ada, terdapat 3 responden yang memiliki alasan lain dalam mengusahakan ikan asin seperti dengan melakukan usaha ikan asin responden bisa melakukan sedekah karena dapat memberikan ikan asin kepada tetangga, selain itu usaha ikan asin juga merupakan usaha keluarga dan mudah diusahakan karena prosesnya sederhana.

51 Kegiatan usaha ikan asin yang dilakukan oleh setiap pengolah ikan asin sendiri tidak dapat terlepas dari sumber permodalan untuk menjalankan usaha ikan asin tersebut. Modal memiliki peranan penting dalam melakukan usaha ikan asin, tanpa memiliki modal usaha seorang pengusaha tidak dapat menjalankan usahanya. Modal usaha itu sendiri dapat berasal dari modal pribadi, modal pinjaman, hadiah warisan, dari usaha lainnya atau yang lainnya. Sumber modal pada usaha pengolahan ikan asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara adalah sebagai berikut: Tabel 16. Sumber Modal pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara Tahun 2015. No. Modal Usaha Jumlah (Responden) Presentase (%) 1. Modal pribadi 20 86,96 2. Modal pinjaman Bank 1 4,35 3. Warisan 0 0 4. Dari usaha lain 0 0 5. Lainnya 2 8,69 Jumlah 23 100,00 Sumber: Analisis Data Primer Lampiran 4 Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa jumlah responden menunjukkan nilai sebanyak 23 orang padahal responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 21 orang, hal ini terjadi karena terdapat beberapa responden yang memiliki dua sumber modal untuk pelaksanaan usaha pengolahan asin ini. Pada Tabel 16 juga dapat diketahui bahwa sebagian besar sumber modal yang digunakan untuk melakukan usaha pengolahan ikan asin oleh pengolah ikan asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara berasal dari modal pribadi yaitu sebanyak 20 orang (86,96%). Sedangkan sumber modal dari pinjaman bank sebanyak 1 orang (4,35%) dan sumber lainnya yaitu sebanyak 2 orang (8,69%). Modal yang berasal dari sumber lainnya misalnya modal dari bank harian, adanya sistem bagi hasil yang dilakukan oleh pengolah ikan asin dengan nelayan atau pedagang yang memiliki ikan untuk diolah menjadi ikan asin atau dengan cara kredit kepada nelayan. Sebagian besar pengolah ikan asin lebih memilih untuk menggunakan modal pribadi daripada modal pinjaman dari bank karena

52 pengolah ikan asin tidak berani mengambil risiko apabila tidak dapat membayar kredit yang diambil dari bank. Namun, satu pengolah yang mempunyai sumber modal dari pinjaman bank dengan bunga sebesar 1% merasa bahwa pinjaman modal dari bank cukup membantu dalam usaha pengolahan ikan asin itu sendiri. Kegiatan usaha pengolahan ikan asin tidak dapat berjalan tanpa adanya ketersediaan bahan baku. Bahan baku yang digunakan dalam usaha pengolahan ikan asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara adalah ikan segar. Selain bahan baku, proses pemasaran ikan asin juga tidak kalah penting supaya produk ikan asin yang dihasilkan nantinya dapat memberikan penghasilan bahkan keuntungan bagi pengolah ikan asin itu sendiri. Adapun data mengenai pengadaan bahan baku, sistem pengadaan, cara pembelian bahan baku, penjualan ikan asin, penentuan harga jual dan lainnya dapat dilihat pada Tabel 17 sebagai berikut:

53 Tabel 17. Pengadaan, Cara Pembelian, Sistem Pengadaan, Penjualan Ikan Asin, dan Penentuan Harga Jual pada Usaha Pengoalahan Ikan Asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara Tahun 2015. No. Uraian Jumlah (Responden) Presentase (%) 1. Pengadaan Bahan Baku a. Beli di TPI 21 100,00 b. Beli melalui pedagang 0 0 perantara Total 21 100,00 2. Cara Pembelian a. Diantar 17 80,95 b. Langsung datang ke TPI 4 19,05 Total 21 100,00 3. Sistem Pengadaan Bahan Baku a. Untuk 1 kali produksi 21 100,00 b. Untuk >1 kali produksi 0 0 Total 21 100,00 4. Penjualan Ikan Asin a. Langsung ke pasar 16 64,00 b. Lewat tengkulak 9 36,00 Total 25 100,00 5. Penentuan Harga Jual a. Dari Produsen 20 95,24 b. Dari Tengkulak 1 4,76 Total 21 100,00 6. Cara Pembayaran a. Tunai di muka 3 12,00 b. Tunai di belakang 18 72,00 c. Kredit 4 16,00 Total 25 100,00 Sumber: Analisis Data Primer Lampiran 5 Berdasarkan Tabel 17 dapat dilihat bahwa pengadaan bahan baku untuk usaha pengolahan ikan asin dilakukan dengan cara membeli di TPI (Tempat Pelelangan Ikan). TPI yang menjadi tujuan para pengolah ikan asin adalah TPI Ujungbatu. Biasanya pengolah ikan asin mengikuti proses lelang ikan untuk mendapatkan ikan segar sebagai bahan baku pembuatan ikan asin. Sebagian besar pengolah ikan asin mengikuti proses pelelangan ikan dengan langsung datang ke TPI Ujungbatu, setelah itu ikan yang diperoleh dari hasil lelang biasanya diantar atau dibawa ke rumah dengan

54 menggunakan becak atau tossa. Sistem pengadaan bahan baku yang dilakukan oleh pengolah ikan asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara yaitu untuk 1 kali proses produksi, hal ini disebabkan karena keterbatasan modal dan tenaga, selain itu supaya ikan yang diolah adalah ikan dalam kondisi segar. Proses penjualan produk ikan asin oleh pengolah ikan asin sebagian besar langsung ke pasar yaitu sebanyak 16 responden (64,00%), sedangkan sebanyak 9 responden (36,00%) dijual melalui tengkulak. Terdapat reponden yang menjual sebagian produk ikan asinnya lewat tengkulak dan sebagian lagi langsung ke pasar. Sedangkan untuk penentuan harga jualnya, sebagian besar harga ikan asin ditentukan oleh pengolah ikan asin yaitu sebesar 20 responden (95,24%), sedangkan 1 responden (4,76%) ditentukan oleh tengkulak. Penentuan harga dari produsen maupun dari tengkulak sebenarnya tidak berbeda karena harga jual ikan asin disesuaikan dengan kondisi pasar dan harga ikan asin di pasar dan juga ketersedian bahan baku ikan, karena apabila bahan baku ikan sedikit harga ikan asin akan lebih tinggi. Cara pembayaran produk ikan asin sebagian besar diberikan tunai di belakang yang berarti ada uang ada barang, terdapat 18 responden (72,00%) yang melakukan transaksi tunai di belakang, 4 responden (16,00%) yang melakukan transaksi dengan cara kredit, yaitu akan memperoleh pembayaran dengan cara dicicil selama 2 kali atau lebih dalam waktu 2 minggu sampai satu bulan, dan selanjutnya transakasi dengan tunai dimuka sebanyak 3 responden (12,00%), yaitu pembeli akan memberikan uang dimuka sebelum menerima produk ikan asin dari pengolah ikan asin. 3. Peralatan Usaha Pengolahan Ikan Asin Peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan ikan asin adalah peralatan yang sederhana dan masih tergolong jenis peralatan non mekanis. Setiap produsen mempunyai peralatan untuk memproduksi ikan asin sehingga tidak perlu menyewa. Peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan ikan asin adalah sebagai berikut:

55 a. Gadang Gadang merupakan alat yang terbuat dari anyaman bambu yang digunakan untuk menjemur ikan yang telah melalui proses penggaraman. Alat ini berukuran 2 m x 1 m. b. Kerai Kerai merupakan alat yang terbuat dari bambu yang fungsinya sama dengan gadang namun panjangnya dua kali dari panjang gadang. c. Ember Ember merupakan alat yang memiliki banyak fungsi dalam proses pengolahan ikan asin. Ember dapat digunakan untuk mengangkut air, mencuci ikan yang telah digarami, perendaman ikan dalam air garam (untuk produksi ikan skala kecil), serta menguras bak perendaman. d. Pisau Pisau merupakan alat yang digunakan untuk membersihkan sisik ikan dan membelah ikan yang akan diasinkan. e. Fish Basket atau Keranjang Basket merupakan alat yang digunakan untuk menampung ikan pada saat proses pengolahan ikan maupun menampung ikan pada saat ikan telah kering. f. Blong atau Drum Plastik Blong merupakan alat yang digunakan untuk mengangkut ikan segar dari TPI atau dapat juga digunakan untuk merendam ikan yang digarami. g. Bak Rendam Bak rendam merupakan alat yang digunakan untuk merendam ikan dalam air garam. Bak rendam merupakan bangunan yang terbuat dari semen yang mempunyai ukuran yang berbeda dengan kapasitas yang berbeda. Bak rendam dengan ukuran 2 m x 1 m dengan kedalaman 1 m memiliki kapasitas ± 5 kw dan bak rendam dengan ukuran 3 m x 3 m dan kedalaman 1 m memiliki kapasitas ± 1 ton.

56 h. Dandang Dandang merupakan alat yang digunakan untuk proses perebusan ikan asin yang telah direndam air garam. Dandang yang digunakan berukuran 150 cm x 80 cm dengan kedalaman 60 cm. i. Kompor Kompor merupakan alat yang digunakan untuk memasak ikan dalam proses perebusan ikan dalam air garam. j. Serok atau Sekop Serok merupakan alat yang digunakan untuk membersihkan bak perendaman dari sisik ikan dan juga dapat digunakan untuk membolak balik ikan pada proses penggaraman ikan. k. Selang Selang merupakan alat yang digunakan untuk memudahkan proses pencucian ikan serta sebagai saluran air sehingga memudahkan proses pengambilan air dalam proses pengolahan ikan asin. l. Irik atau Saringan Irik merupakan alat yang digunakan untuk menyaring kotoran dalam proses pencucian ikan yang telah direndam dalam air garam. m. Net atau Waring Net atau waring merupakan alat yang digunakan sebagai pelapis gadang, khususnya untuk proses penjemuran ikan teri. Net berbentuk seperti jaring. Net dapat memudahkan pada proses penjemuran, khususnya pada kondisi cuaca yang kurang mendukung net akan memberikan kemudahan dalam mengangkat ikan asin dari gadang. n. Langgaran Langgaran merupakan alat yang berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan gadang dalam proses penjemuran. Langgaran terbuat dari bambu yang berbentuk seperti rak namun tidak bertingkat.

57 4. Proses Pengolahan Ikan Asin Usaha pengolahan ikan asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara merupakan kegiatan usaha yang dilakukan setiap hari. Usaha pengolahan ikan asin menggunakan bahan baku berupa ikan segar seperti layang, layur, teri, cumi-cumi, dan kurisi. Penggunaan bahan baku ikan akan mempengruhi kualitas dari ikan asin itu sendiri sehingga bahan baku yang digunakan haruslah ikan yang masih segar. Bahan baku ikan segar ini biasanya diperoleh dari pelelangan ikan yang dilakukan di TPI (Tempat Pelelangan Ikan). TPI yang dikunjungi para pengolah ikan asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara adalah TPI Ujungbatu I. Proses pengolahan ikan asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara dilakukan secara manual dan tradisional. Secara manual yaitu dengan menggunakan tenaga manusia dan secara tradisional yaitu dengan mengandalkan faktor alam seperti sinar matahari yang dimanfaatkan dalam proses pengeringan. Adapun langkah-langkah dalam proses pengolahan ikan asin yaitu sebagai berikut: a. Pertama-tama, ikan segar yang telah dibeli dari TPI kemudian dibelah dan dibuang kepala serta isi perutnya untuk jenis ikan kurisi. Sedangkan untuk jenis ikan layur, cumi-cumi, teri, dan layang tidak perlu dibelah karena jenis ikannya yang kecil dan dagingnya tipis kecuali ikan layang. Ikan layang memiliki daging yang cukup tebal, namun dalam pengolahannya menjadi ikan asin, ikan layang tidak dibelah karena ikan layang merupakan jenis ikan asin yang biasanya disebut pedo yaitu ikan asin dengan daging ikan yang masih tebal. b. Ikan asin yang dibelah maupun tidak dibelah kemudian dicuci menggunakan air bersih untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang terbawa pada ikan, sisik ikan atau bekas isi perut yang tersisa. c. Perendaman dalam air garam. Ikan digarami dan direndam dalam bak perendaman (produksi skala besar) atau blong maupun ember (produksi skala kecil) selama ± 3 jam untuk ikan layang, 1 hari 1 malam untuk ikan layur, cumi-cumi dan kurisi, dan 1 jam untuk ikan

58 teri. Jumlah garam yang digunakan yaitu 1 ton ikan dengan 4 kw garam atau setara dengan 10 kg ikan dengan 4 kg garam. Sedangkan untuk teri terdapat dua pilihan perbandingan penggunaan garam. Teri asin biasanya menggunakan perbandingan 4 kg teri dengan 1 kg garam, sedangkan teri yang tidak terlalu asin yaitu 10 kg teri dengan 1 kg garam. d. Setelah dilakukan proses perendaman selanjutnya ikan dicuci kembali sampai bersih untuk menghilangkan sisa-sisa garam maupun kotoran yang menempel pada ikan pada saat proses perendaman. e. Selanjutnya proses perebusan ikan. Proses perebusan ikan ini hanya di lakukan pada ikan layang yang akan di pasarkan di luar jawa. Pada proses perebusan ikan layang direbus dalam air garam selama 2 jam. Garam yang digunakan yaitu sebanyak 2 sak (40 kg/sak) dalam 1 dandang berisi 5 kw ikan layang. f. Setelah dicuci bersih untuk ikan layur, cumi-cumi, teri dan kurisi, kemudian ditata di atas gadang yang dilapisi net atau waring, lalu di jemur sampai kering sesuai dengan tingkat kekeringan yang diinginkan, biasanya sekitar 1-2 hari. Sedangkan untuk jenis ikan layang dapat dijemur setelah melalui proses perebusan. g. Setelah kering ikan dapat dikemas ke dalam kardus maupun plastik agar langsung dapat dipasarkan. 5. Pemasaran Ikan Asin Pemasaran ikan asin yang dilakukan oleh pengolah ikan asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara ada beberapa cara. Terdapat pengolah ikan asin yang memasarkan sendiri produk ikan asinnya secara langsung ke konsumen di pasar-pasar wilayah Jepara maupun di jual ke pedagang di pasar-pasar wilayah jepara. Selain itu, terdapat pengolah ikan asin yang memasarkan produk ikan asinnya untuk dikirim ke luar wilayah Jepara seperti ke Wonosobo, Magelang, Temanggung, Rembang, Semarang, Solo, Cianjur, Bogor, dan Jakarta, bahkan terdapat pengolah ikan asin

59 yang memasarkan produk ikan asinnya untuk dikirim ke luar jawa yaitu wilayah Sumatera seperti Lampung dan Jambi. Pasar dari ikan asin lebih banyak berada di luar wilayah Jepara, karakteristik wilayah pasar dari ikan asin sendiri adalah wilayah dengan kondisi cuaca yang dingin maupun wilayah yang sumber daya perikanannya sedikit atau bahkan tidak terdapat sumber daya perikanan. Hal ini merupakan salah satu strategi pemasaran dari para pengolah ikan asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara khususnya untuk pengolah ikan asin dalam skala besar. Sedangkan pasar ikan asin di wilayah Jepara tidak begitu banyak, hal ini disebabkan karena masyarakat Jepara sendiri cenderung lebih memilih konsumsi ikan segar, pemenuhan konsumsi ikan asin di wilayah Jepara sendiri dapat terpenuhi oleh pengolah ikan asin dalam skala kecil. Namun pada saat musim penghujan yaitu pada bulan November April biasanya pemasaran ikan asin di wilayah Jepara akan meningkat. Hal ini juga menjadi strategi bagi pengolah ikan asin untuk menyimpan produk olahan ikan asinnya pada saat produksi di musim kemarau yang biasanya bahan baku ikannya banyak sehingga produksinya juga banyak untuk dijual pada saat musim penghujan, dengan begitu keuntungan yang diperoleh juga lebih besar karena di musim penghujan harga ikan asin cenderung naik. C. Biaya, Penerimaan, dan Keuntungan Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara 1. Biaya Tetap Biaya produksi dalam usaha pengolahan ikan asin meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap atau fixed cost yaitu biaya yang dalam periode waktu tertentu jumlahnya tetap, tidak tergantung pada jumlah produk yang dihasilkan (Widjajanta dan Widyaningsih, 2007). Biaya tetap dalam usaha pengolahan ikan asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara meliputi biaya penyusutan dan biaya pajak yang meliputi pajak bangunan, pajak listrik, dan pajak air. Rata-rata biaya tetap yang dikeluarkan oleh

60 produsen ikan asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara adalah sebagai berikut: Tabel 18. Rata-rata Biaya Tetap pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara Bulan Juli Tahun 2015. No. Jenis Biaya Tetap Rata-rata (Rp/bulan) Presentase (%) 1. Penyusutan Peralatan 251.629,68 2,71 2. Pajak 116.690,48 1,25 a. Pajak Bangunan 24.333,33 0,26 b. Pajak Air dan Listrik 92.357,14 0,99 3. Bunga Modal Investasi 8.928.942,86 96,04 Jumlah 9.297.263,01 100,00 Sumber: Analisis Data Primer Lampiran 6-23 Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui bahwa biaya tetap yang dikeluarkan rata-rata sebesar Rp. 9.297.263,01/bulan. Biaya tetap terbesar adalah biaya bunga modal investasi sebesar Rp. 8.928.942,86/bulan (96,04%). Bunga modal investasi adalah nilai atas bunga modal yang dimiliki oleh produsen. Nilai bunga modal investasi ini diperoleh dari perhitungan investasi alat yang dimiliki masing-masing pengolah, biaya bunga modal investasi dengan presentase terbesar senilai 96,04% ini dapat ditekan dengan pemanfaatan peralatan produksi secara maksimal sehingga tidak terjadi pemborosan untuk pembelian peralatan produksi, sebagai contoh bagi pengolah yang memiliki blong dan ember yang kegunaannya sama yaitu untuk merendam ikan dalam air garam, sebaiknya memilih salah satu alat saja yang disesuaikan dengan kapasitas produksi. Perhitungan bunga modal investasi ini berdasarkan pada suku bunga pinjaman Bank BRI pada bulan Juli 2015 yaitu sebesar 1,2% per bulan. Hal ini dikarenakan peminjaman modal oleh pengolah ikan asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara berasal dari Bank BRI dan penelitian ini mengambil data produksi bulan Juli 2015. Biaya penyusutan peralatan yaitu sebesar Rp. 251.629,68/bulan (2,71%). Biaya penyusutan peralatan pada kenyataannya tidak perlu dihitung karena biaya penyusutan peralatan merupakan biaya yang tidak benar-benar dikeluarkan oleh pengolah ikan asin. Namun, karena

61 menggunakan konsep keuntungan dengan biaya penyusutan peralatan maka harus tetap dilakukan perhitungan. Usaha pengolahan ikan asin sendiri memerlukan peralatan dalam setiap proses pengolahan ikan asin tersebut baik dari proses pengadaan bahan baku, pencucian ikan, perendaman, penjemuran dan lain sebagainya. Pengolah ikan asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara masih menggunakan peralatan yang sederhana dengan umur ekonomis ±1-7 tahun. Peralatan yang digunakan dalam usaha pengolahan ikan asin ini mudah diperoleh dan juga dapat dibuat sendiri seperti halnya langgaran (tempat menaruh gadang) yang dibuat dari bambu, serok dengan memanfaatkan kaleng biskuit bekas, dan sebagainya. Peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan ikan asin ini meliputi gadang, kerai, net atau waring, pisau, serok, fish basket, irik, ember, dandang, kompor, dan lain sebagainya. Biaya Pajak dalam Tabel 18 di atas menunjukan nilai sebesar Rp. 116.690,48/bulan (1,25%). Biaya Pajak meliputi biaya pajak air dan listrik sebesar Rp. 92.357,14/bulan (0,99%) serta biaya pajak bangunan Rp. 24.333,33/bulan (0,26%). Biaya pajak air dan listrik dalam perhitungannya dijadikan satu karena terdapat beberapa pengolah ikan asin yang masih menyalur listrik dari tetangga sehingga biaya listrik dan air tanggungannya menjadi satu karena masih menggunakan air sumur dengan bantuan sanyo. 2. Biaya Variabel Biaya variabel atau variable cost yaitu biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan jumlah produk yang dihasilkan (Widjajanta dan Widyaningsih, 2007). Biaya variabel dalam usaha pengolahan ikan asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara meliputi biaya bahan baku, biaya penolong, biaya tenaga kerja, biaya transportasi, serta biaya pengemasan. Biaya variabel dari kegiatan usaha pengolahan ikan asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara sendiri adalah sebagai berikut:

62 Tabel 19. Rata-rata Biaya Variabel pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara Bulan Juli Tahun 2015. No. Jenis Biaya Variabel Fisik Nilai Rata-rata (Rp/bulan) Presentase (%) 1. Bahan Baku (Ikan) 1.7973,71 151.221.238,10 87,36 a.teri (kg/bulan) 5.085,71 b.layur (kg/bulan) 6.930,29 c.cumi-cumi (kg/bulan) 1.278,10 d.kurisi (kg/bulan) 347,05 e.layang (kg/bulan) 4.332,57 2. Bahan Penolong (Garam 6.510,95 4.670.357,14 2,70 kg/bulan) 3. Tenaga Kerja 4.441.904,76 2,57 4. Transportasi 9.319.619,05 5,38 5. Pengemasan 1.501.171,43 0,87 6. Bahan Bakar 1.947.142,86 1,12 Jumlah 173.101.433,33 100,00 Sumber: Analisis Data Primer Lampiran 25-36 Berdasarkan Tabel 19 dapat diketahui bahwa rata-rata biaya variabel yang dikeluarkan yaitu sebesar Rp. 173.101.433,33/bulan. Struktur biaya yang paling besar dan berisiko dalam biaya variabel adalah biaya bahan baku berupa ikan dengan nilai rata-rata yaitu sebesar Rp. 151.221.238,10/bulan (87,36%). Biaya bahan baku memiliki nilai yang besar karena bahan baku merupakan unsur terpenting dalam usaha pengolahan ikan asin dan memiliki kecenderungan untuk semakin meningkat presentasenya karena harga ikan segar yang tidak dapat diperkirakan kenaikannya sehingga biaya bahan baku memiliki risiko yang lebih besar dibandingkan dengan biaya lainnya yang lebih stabil karena dengan harga bahan baku yang meningkat tentunya biaya produksi juga meningkat dan modal yang dibutuhkan juga lebih besar. Jenis ikan yang digunakan sebagai bahan baku pengolahan ikan asin terdiri dari beberapa macam dengan harga yang berbeda-beda, yaitu Teri dengan harga Rp. 8.000,00 Rp. 10.000,00/kg; Layur dengan harga Rp. 6.000,00 Rp. 7.500,00/kg; Cumi-cumi dengan harga Rp. 20.000,00 Rp. 25.000,00/kg; Kurisi dengan harga Rp. 5000,00/kg; dan Layang dengan harga Rp. 5000,00/kg. Besar kecilnya biaya bahan baku utama yang harus

63 dikeluarkan oleh pengolah ikan asin dipengaruhi oleh fluktuasi harga ikan segar dan ketersediaan dari ikan segar tersebut. Apabila ketersediaan ikan segar sedikit karena hasil tangkapannya sedikit yang disebabkan oleh faktor alam baik angin yang kencang atau belum musim dari ikan tersebut, maka harga ikan segar meningkat sehingga berdampak pada besarnya biaya bahan baku ikan segar yang harus dikeluarkan oleh pengolah ikan asin. Sebaliknya apabila ketersediaan bahan baku ikan segar melimpah maka harga ikan segar akan lebih stabil atau menurun sehingga biaya bahan baku yang dikeluarkan lebih kecil. Tabel 19 menunjukkan bahwa berdasarkan jumlah fisiknya, jenis ikan yang banyak diolah di Kabupaten Jepara adalah Ikan Layur dengan rata-rata bahan baku ikan layur yang digunakan setiap bulannya yaitu sebesar 6930,29 kg/bulan. Namun, ikan layur tidak selalu diproduksi dalam jumlah yang besar karena tergantung juga pada musim ikan di wilayah Jepara, musim ikan layur adalah pada bulan Juni-Juli. Sedangkan ikan yang lain tetap ada meskipun tidak sebanyak ikan Layur. Biaya variabel terbesar kedua adalah biaya transportasi yaitu sebesar Rp. 9.319.619,05/bulan (5,38%). Rata-rata biaya transportasi per bulan yang dikeluarkan oleh pengolah ikan asin digunakan untuk biaya transportasi dalam pengadaan bahan baku ikan dan pemasaran ikan asin. Jenis Transportasi yang digunakan dalam pengadaan bahan baku ikan adalah pick up, becak, kuli panggul dan tossa untuk mengangkut ikan segar dari TPI ke tempat pengolahan. Biaya becak untuk mengangkut ikan segar biasanya ± Rp. 10.000,00; biaya tossa untuk pulang pergi Rp. 4.000,00; kuli panggul ± Rp. 2.000 sekali angkat; dan pick up untuk kapasitas besar Rp. 30.000,00. Sedangkan biaya untuk pemasaran ikan asin meliputi wilayah Jepara, luar wilayah Jepara seperti Wonosobo, Magelang, Temanggung, Rembang, Semarang, Solo, Cianjur, Bogor, dan Jakarta, serta wilayah luar jawa yaitu Sumatera seperti Lampung dan Jambi. Namun, untuk luar wilayah Jepara seperti Wonosobo, Magelang,