II. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

Pengeringan Untuk Pengawetan

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyebaran ubi kayu atau singkong ke seluruh wilayah nusantara terjadi pada

UJI KINERJA ALAT PENGERING HYBRID TIPE RAK PADA PENGERINGAN CHIP PISANG KEPOK [PERFORMANCE TEST OF HYBRID DRYER SHELVES TYPE FOR DRYING BANANA CHIPS]

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

JENIS-JENIS PENGERINGAN

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses pertumbuhannya yaitu berkisar antara ºc dan baik di tanam pada

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu tahapan proses pascapanen

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer.

IBM KELOMPOK USAHA (UKM) JAGUNG DI KABUPATEN GOWA

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

Kinerja Pengeringan Chip Ubi Kayu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

ALAT PENGERING HASIL - HASIL PERTANIAN UNTUK DAERAH PEDESAAN DI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

KAJIAN PENERAPAN ALAT PENEPUNG PISANG UNTUK PENINGKATAN NILAI TAMBAH DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BISNIS KRIPIK KENTANG

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB 1 PENDAHULUAN. yang melimpah. Dalam sektor pertanian, Indonesia menghasilkan berbagai produk

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN

KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR. Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal

BAB II LANDASAN TEORI

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

A. HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Sorgum manis (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan tanaman asli

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika

TINJAUAN PUSTAKA. Kentang yang dikenal orang ternyata telah melampaui perjalanan sejarah

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

Pengawetan pangan dengan pengeringan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA

III. METODOLOGI PENELITIAN. pengeringan tetap dapat dilakukan menggunakan udara panas dari radiator. Pada

I. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut :

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Llatar Belakang, (2) Identifikasi

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V9.i1 (1-10)

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015, bertempat di

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2007 BPS mencatat rata-rata konsumsi ubi jalar orang Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman sukun tumbuh tersebar merata di seluruh daerah di Indonesia,

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Dari sekian

TANAMAN PENGHASIL PATI

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

I. PENDAHULUAN. tersedia di pasaran umum (Mujumdar dan Devhastin, 2001) Berbagai sektor industri mengkonsumsi jumlah energi berbeda dalam proses

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

PENGEMBANGAN SISTEM PENGERING KELOM GEULIS BERBASIS MIKROKONTROLER DENGAN DUA SISI BERPEMANAS PIPA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung manis (Zea mays sacharata Sturt.) dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi Tanaman Pisang. Menurut Cronquist (1981) Klasifikasi tanaman pisang kepok adalah sebagai. berikut: : Plantae

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

ANALISIS PENYEBARAN PANAS PADA ALAT PENGERING JAGUNG MENGGUNAKAN CFD (Studi Kasus UPTD Balai Benih Palawija Cirebon)

Juandi M, M. Ridwan Haekal Jurusan Fisika FMIPA Universitas Riau ABSTRAK

Transkripsi:

4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisang Kepok Pisang kepok merupakan salah satu buah pisang yang enak dimakan setelah diolah terlebih dahulu. Pisang kepok memiliki buah yang sedikit pipih dan kulit yang tebal, jika sudah matang warna kulit buahnya akan menjadi kuning. Pisang kepok memiliki banyak jenis, namun yang lebih dikenal adalah pisang kepok putih dan kepok kuning. Warna buahnya sesuai dengan nama jenis pisangnya, yaitu putih dan kuning. Pisang kepok kuning memiliki rasa yang lebih enak, sehingga lebih disukai oleh masyarakat (Prabawati dkk, 2008). Gambar 1. Pisang kepok

5 Dalam taksonomi tumbuhan, kedudukan tanaman pisang dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Anonim, 2013): Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Liliopsida : Zingiberales : Musaceae : Musa : Musa paradisiacal Semua jenis buah pisang memiliki kandungan gizi yang berbeda-beda. Rata-rata dalam setiap 100 g daging buah pisang mengandung air sebanyak 70 g, protein 1,2 g, lemak 0,3 g, pati 2,7 g, dan serat 0,5 g. Buah pisang juga kaya akan potassium, sebanyak 400 mg/100 g. Potasium merupakan bahan makanan untuk diet karena mengandung kolesterol, lemak dan garam yang rendah. Pisang kaya akan vitamin C, B 6, vitamin A, thiamin, riboflavin, dan niacin. Energi yang terkandung dalam setiap 100 g daging buah pisang sebesar 275 kj 465 kj (Ashari, 2006). Prabawati dkk (2008) menyebutkan bahwa kandungan karbohidrat buah pisang merupakan karbohidrat kompleks tingkat sedang yang tersedia secara bertahap sehingga dapat menyediakan energi dengan waktu tidak terlalu cepat. Dibandingkan dengan karbohidrat yang ada pada gula pasir, sirup, karbohidrat dalam buah pisang menyediakan energi sedikit lebih lambat, namun lebih cepat daripada nasi, biskuit dan sebagainya.

6 2.2 Chip Pisang Kepok Pengolahan pisang adalah cara terbaik untuk menambah umur simpan, terlebih saat musim panen raya. Pisang kepok dapat diolah menjadi berbagai makanan olahan, diantaranya chip pisang dan tepung pisang. Chip pisang dibuat dari buah pisang yang masih mentah, namun sudah cukup tua. Cara pembuatan chip pisang termasuk mudah dan sederhana. Chip pisang selain bisa diolah menjadi tepung juga bisa dimanfaatkan sebagai pengganti nasi, karena memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi (89,01%) (Prabawati dkk., 2008). Rendemen chip pisang yang dihasilkan dipengaruhi oleh persentase daging buahnya, pada pisang kepok diperoleh rendemen 18,9% chip. Pisang kepok termasuk buah yang memiliki kulit tebal dengan daging buah pisang sekitar 55,5% (Antarlina, et al., 2005 dalam Prabawati dkk, 2008). Rendemen tepung pisang, berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan memiliki rata-rata rendemen berkisar antara 16,25% - 22,5% (Suprapto, 2006). Pada dasarnya semua jenis buah pisang dapat dibuat menjadi chip pisang. Untuk mendapatkan chip yang baik dibutuhkan buah pisang dengan tingkat ketuaan yang cukup tinggi (Murtiningaih, et al., 1990 dalam Prabawati dkk., 2008). Pisang yang baik digunakan untuk tepung adalah pada tingkat kematangan tiga per empat penuh atau pada kematangan 75 80 %, yaitu buah pisang kepok tua namun masih berwarna hijau (Tabel 1 pada indeks warna nomor 1). Pada tingkat kematangan ini kadar pati dalam pisang telah optimum (Putri, 2012). Standar kematangan buah pisang berdasarkan indeks warna kulit dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

7 Tabel 1. Deskripsi kematangan buah pisang berdasarkan indeks warna kulit Indeks Warna Keadaan buah Deskripsi 1. Seluruh permukaan buah berwarna hijau, buah masih keras 2. Permukaan buah berwarna hijau dengan semburat atau sedikit warna kuning 3. Warna hijau lebih dominan dari pada kuning 4. Kulit buah dengan warna kuning lebih banyak dari pada warna hijau 5. Seluruh permukaan kulit buah berwarna kuning, bagian ujung masih hijau 6. Seluruh jari buah pisang berwarna kuning 7. 8. Buah pisang berwarna kuning dengan sedikit bintik kecoklatan Buah pisang berwarna kuning dengan banyak bercak coklat Sumber: Prabawati dkk, 2008

8 Buah pisang harus segera diolah dan tidak boleh mengalami penundaan proses, karena buah akan menjadi matang yang menurunkan kadar pati dan mutu chip pisang serta tepung yang dihasilkan. Jenis pisang kepok paling baik untuk dijadikan chip dan tepung. Warna chip dan tepung yang dihasilkan lebih putih, lebih menarik dibandingkan dengan jenis pisang yang lain. Berikut ini adalah proses pengolahan chip pisang kepok. Pertama-tama buah pisang dikukus selama 5-10 menit untuk menghilangkan getah yang ada pada kulit pisang. Kemudian buah pisang dikupas, dipisahkan antara daging dan kulitnya. Setelah itu daging buah pisang diiris tipis, dan direndam dalam larutan natrium metabisulfit 0,2% selama 5 menit untuk mencegah terjadinya reaksi pencoklatan pada irisan daging buah pisang. Terakhir irisan daging buah pisang ditiriskan, kemudian dikeringkan hingga mencapai kadar air ± 10-12%, irisan inilah yang disebut dengan chip pisang (Prabawati dkk., 2008). Semakin tipis irisan chip pisang, maka proses pengeringan akan semakin cepat. Menurut Warji dkk (2010) pengeringan akan lebih cepat jika ubi kayu dirajang terlebih dahulu. Proses pengeringan chip ubi kayu yang dirajang dengan ketebalan 2 mm, penurunan kadar airnya akan lebih cepat daripada ubi kayu yang utuh atau ubi kayu dengan ketebalan lebih dari 2 mm. Perendaman chip pisang kepok dalam larutan natrium metabisulfit selain sebagai antimikroorganisme, juga digunakan dalam bahan pangan lainnya untuk menghambat pencoklatan non enzimatis, dan menghambat pencoklatan enzimatik lainnya yang dikatalisis oleh enzim, dan juga sebagai suatu antioksidan dan

9 pereduksi. Dalam konsentrasi yang tinggi, SO 2 akan ditolak karena rasanya (Buckle et al., 2010 dalam Putri, 2012) 2.3 Pengeringan Pengeringan adalah proses pengeluaran atau pemisahan air dari bahan dalam jumlah yang relatif kecil dengan menggunakan energi panas. Hasil dari proses pengeringan adalah bahan kering yang mempunyai kadar air setara dengan kadar air keseimbangan udara (atmosfir) normal atau setara dengan nilai aktivitas air (aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis dan kimiawi (Irawan, 2011). Pengeringan merupakan salah satu cara pengawetan pangan yang paling tua dan paling banyak digunakan. Pengeringan atau dehidrasi adalah cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian kandungan air dari suatu bahan pangan dengan cara menguapkan sebagian besar kandungan air yang terdapat di dalamnya dengan memanfaatkan energi panas (Afrianti, 2008). Bahan pangan atau produk pertanian yang akan dikeringkan sebaiknya dipotong atau diiris terlebih dahulu sehingga proses pengeringannya akan lebih cepat. Hal ini dikarenakan pemotongan dan pengirisan akan memperluas permukaan bahan, sehingga akan lebih banyak permukaan bahan yang akan berhubungan langsung dengan udara panas (Mulyoharjo, 1997 dalam Widarta 2006).

10 2.4 Kadar Air Jumlah air yang terkandung dalam bahan pangan secara total biasanya dinyatakan dalam persen berat bahan pangan tersebut dan disebut dengan kadar air (Afrianti, 2008). Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air per satuan bobot bahan. Ada dua metode untuk menentukan kadar air bahan, yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah (wet basis). Penentuan kadar air bahan berdasarkan bobot basah (wet basis) dalam perhitungannya berlaku rumus sebagai berikut : Kadar Air bb =. (1) keterangan: Kadar Air bb = kadar air bahan berdasarkan basis basah (%) m awal = massa bahan sebelum pengeringan (g) m akhir = massa bahan setelah pengeringan (g) Sedangkan untuk penentuan kadar air bahan berdasarkan bobot kering (dry basis) berlaku rumus : Kadar Air bk =. (2) keterangan: Kadar Air bk = kadar air bahan berdasarkan basis kering (%) m awal = massa bahan sebelum pengeringan (g) m akhir = massa bahan setelah pengeringan (g) 2.5 Alat Pengering Menurut Muchtadi dan Gumbira (1979) dalam Arifin (2011), proses pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara, pertama penjemuran di bawah sinar matahari sebagai energi panas dan kedua dengan menggunakan alat pengering. Pengeringan dengan cara penjemuran bahan di bawah sinar matahari sangat tergantung pada cuaca, suhu dan kelembaban serta kecepatan aliran udara tidak

11 terkontrol. Pengeringan dengan menggunakan alat pengering justru sebaliknya, lebih baik dibandingkan dengan dikeringkan langsung di bawah matahari. Pengeringan dengan alat tidak tergantung cuaca, suhu dan kelembaban, sehingga dapat lebih menghasilkan bahan kering sesuai dengan yang diharapkan, jika kondisi pengeringan benar-benar terkontrol. Pengeringan dengan alat pengering umumnya lebih cepat, semakin tinggi suhu maka semakin cepat proses pengeringan serta dapat lebih mempertahankan warna bahan yang dikeringkan. Pemilihan jenis pengeringan yang sesuai untuk produk pangan ditentukan oleh sifat bahan yang dikeringkan, kualitas produk akhir yang diinginkan dan biaya produksi atau pertimbangan ekonomi. Penjemuran merupakan proses pengeringan tradisional yang tidak memerlukan biaya terlalu banyak serta peralatan khusus. Namun memiliki kelemahan yaitu sangat bergantung pada cuaca. Biasanya produk yang dikeringkan dengan penjemuran di bawah sinar matahari masih mempunyai kadar air yang tinggi. Penjemuran termasuk proses pengeringan yang lambat, selain itu selama penjemuran berlangsung produk sering terkontaminasi oleh debu, kotoran maupun serangga (Estiasih dan Ahmadi, 2009 dalam Putri, 2012). Menurut (Desrosier, 1988 dalam Putri, 2012) daya tahan vitamin di dalam bahan pangan yang dikeringkan menggunakan alat pengering umumnya lebih baik dari bahan pangan yang dijemur langsung di bawah matahari. Pengeringan bahan pangan akan mengubah sifat-sifat fisis dan kimia yang ada di dalamnya, dan diduga dapat mengubah kemampuannya memantulkan, menyerap dan meneruskan sinar, sehingga mengubah warna bahan pangan. Semakin tinggi suhu dan semakin lama pengeringan yang diberikan, maka semakin banyak zat warna yang berubah.

12 2.6 Alat Pengering Surya Secara teknis, alat pengering surya dapat mempersingkat atau mempercepat lama pengeringan, kebersihan dan mutu produk yang dikeringkan lebih terjamin. Secara ekonomis, alat pengering surya ini sederhana dalam pembuatan dan biaya yang dibutuhkan relatif murah, mudah dalam penggunaan dan untuk dipindahpindahkan, serta waktu pakai yang cukup lama. Kelebihan alat pengering surya bila dibandingkan dengan pengering sederhana adalah sebagai berikut : 1) Tidak tergantung pada cuaca, walaupun dengan sinar matahari yang kurang terik, alat ini tetap dapat menjalankan fungsinya dengan baik karena suhu yang ada di dalam lebih tinggi dari suhu di luar. 2) Dapat dibuat dari bahan apa adanya dan juga relatifmurah. Rangka alat dapat terbuat dari bambu atau kayu, sedangkan dinding dapat dibuat dari lembaran plastik bening dan plastik buram. Plastik bening berfungsi sebagai penutup, sedangkan plastik hitam untuk menyerap sinar matahari. 3) Produk/bahan yang dikeringkan terlindung dari curah hujan, dan dapat mencegah dihinggapi oleh serangga. Bahkan karena suhu di dalam alat pengering ini cukup tinggi maka dengan otomatis dapat mematikan lalat dan belatung. Perbandingan antara alat pengering surya dengan pengering sederhana yang lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 2. Perbandingan alat pengering surya dengan pengering sederhana

13 No Alat Pengering Surya Pengeringan Sederhana 1. Suhu ruangan yang panas sehingga bahan lebih cepat kering 2. Ruangan yang tertutup sehingga produk yang dihasilkan relatif lebih bersih 3. Apabila terjadi hujan, produk yang dikeringkan tidak perlu diangkat atau dipindahkan 4. Ruangan yang tertutup sehingga produk terjamin mutunya karena terhindar dari jangkauan serangga Sangat tergantung kepada intensitas cahaya matahari Dilakukan ditempat terbuka sehingga produk yang dihasilkan terkesan kotor (berdebu) Apabila terjadi hujan produk yang dikeringkan harus segera dipindahkan atau diangkat Bahan mudah tercemar karena serangga sehingga mutu kurang terjamin Sumber: BPTP Kalimantan Timur, 2001 Gambar 2. Contoh alat pengering surya kombinasi Gambar di atas merupakan contoh alat pengering surya sederhana yang dikombinasikan dengan seng (dicat hitam) untuk menghasilkan panas yang lebih tinggi. Dari hasil pengujian, suhu dalam ruangan pengering dapat mencapai 55

14 C- 60 C. Dengan tingginya suhu dalam ruangan tersebut, proses pengeringan bahan dapat berlangsung lebih singkat (BPTP Kalimantan Timur, 2001). Menurut (Anwar, 2012) menyebutkan bahwa energi radiasi dari matahari merupakan salah satu bentuk energi alternatif yang dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan guna menggantikan energi bahan bakar minyak, dan alat pengering energi surya merupakan salah satu cara untuk memanfaatkan energi yang dapat diperbaharui tersebut. Teknologi pembuatan sale dengan alat pengering sangat diperlukan untuk memperbaiki mutu sale pisang. Pengeringan sale yang dilakukan dengan alat pengering lebih menguntungkan dibanding dengan sinar matahari secara langsung dan terbuka, karena waktu yang diperlukan lebih singkat dan pada prosesnya lebih terjamin kebersihannya. Penggunaan energi terbarukan untuk pengeringan telah menjadi perhatian dan diterapkan untuk membantu memenuhi kebutuhan dasar di banyak negara (Akanbi dan Adeyemi, 2006 dalam Susilo dkk., 2012). Energi matahari merupakan salah satu energi alternatif dengan pemanfaatan yang tinggi disebabkan ketersedianya di daerah tropis tak terbatas (Prasad et al., 2006 dalam Susilo dkk., 2012). 2.7 Alat Pengering Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) - Hybrid Alat pengering tipe efek rumah kaca merupakan pengering yang memanfaatkan sumber energi surya untuk memanaskan udara pengering. Energi surya yang masuk terperangkap dalam ruang pengering, sehingga meningkatkan suhu plat beserta komponen pembangun ruang pengering. Energi panas yang diterima tersebut, dipindahkan ke udara pengering secara konveksi, sehingga terjadi

15 peningkatan suhu udara yang masuk dari lingkungan ke ruang pengering. Energi panas yang bersumber dari surya, walaupun melimpah, tetapi sangat tergantung pada keadaan cuaca dan tidak seragam setiap waktu, oleh karena itu diperlukan pemanas tambahan maupun penyimpan energi panas. Pada saat iradiasi surya yang diterima sangat rendah atau tidak ada sama sekali, maka energi tambahan dapat didistribusikan dari sumber energi tambahan yang digunakan untuk mempertahankan suhu pengering yang diharapkan (Nababan, 2007 dalam Nurfitrianitha, 2010). 1. Alat Pengering Surya Tipe Efek rumah kaca (ERK) - Hybrid dengan pengering silinder berputar Pengeringan dan penyimpanan merupakan tahapan pascapanen dari produk pertanian yang kaitannya erat dengan kualitas, biaya dan kestabilan harga. Pengering tipe efek rumah kaca (ERK) merupakan tipe pengering yang memanfaatkan energi surya sebagai sumber energi termal. Umumnya pengering ini selalu menggunakan energi biomassa sebagai sumber energi termal lainnya sehingga disebut juga ERK-Hybrid (Mulyantara et al., 2008). a. Keseimbangan Panas pada Komponen dalam Ruangan Keseimbangan termal komponen dalam ruangan dapat dinyatakan sebagai selisih radiasi yang diserap oleh komponen-komponen dengan panas yang dipindahkan secara konveksi udara ke absorber atau secara matematis dapat dinyatakan sebagai :. (3) b. Keseimbangan Uap Air pada Udara dalam Ruangan Keseimbangan uap air di dalam udara dapat dinyatakan sebagai berikut :

16 (4) c. Penurunan kadar air Model pengeringan lapisan tipis diterapkan untuk menduga penurunan kadar air pada setiap lapisan. Penurunan kadar air dapat dinyatakan sebagai :. (5) Gambar 3.Skematis alat pengering ERK-hybrid tipe silinder keterangan : 1. Tongkol jagung 8. Penukar panas 2. Cerobong 9. Kipas inlet 3. Tungku 10. Motor penggerak 4. Tangki air 11. Silinder pengering 5. Pompa air 12. Kipas outlet 6. Pipa outlet-1 13. Inlet udara 7. Pipa outlet-2 14. Sistem pengering ERK 2. Alat Pengering Hybrid Tipe Rak

17 Menurut Warji (2009) yang dikutip Nurfitrianitha (2010) alat pengering hybrid tipe rak dapat digunakan untuk mengeringkan bahan-bahan pangan. Alat pengering yang dibuat berdasarkan strukturnya terdiri dari beberapa bagian, adapun spesifikasinya dijelaskan di bawah ini : a. Ruang pengering Ruang pengeringan terbuat dari besi siku dengan ukuran tebal 5 mm dan lebar 5 cm yang dilapisi dinding transparan polycarbonate dengan ketebalan ± 0,2mm. Ruang pengering dirancang berbentuk persegi panjang dengan ukuran dimensi 151 x 100 x 130 cm. Ruang pengering diberi penutup/atap melengkung dengan ukuran 190 cm x 137 cm dan tinggi rangka atas 22 cm. Pada salah satu sisinya dibuat pintu pengeluaran.di dalam ruang pengering terdapat dudukan rak pengering. b. Rak pengering Rak pengering berjumlah 10 buah terletak di dalam ruang pengering, berada tepat diatas ruang plenum. Rak pengering berukuran sisi 96 x 74 cm. Rak pengering dibuat bertingkat sebanyak 5 tingkat. Salah satu rak di tiap tingkatnya dibuat celah berukuran 10 cm sebagai tempat lewatnya aliran udara panas yang dihasilkan oleh sinar matahari dan energi listrik sebagai sumber panas. Rak ini adalah temapt menaruh chip pisang kepok yang akan dikeringkan. Rak pengering terbuat dari besi siku dengan ukuran 2 mm sebagai rangka dan bagian bawah diberi kawat kassa Ø 2-5 mm sebagai lantai pengeringan. c. Pintu pemasukkan dan pengeluaran

18 Pintu pemasukkan dan pengeluaran merupakan bagian ruang pengering yang terletak pada salah satu sisi ruang pengering. Pintu ini berfungsi sebagai tempat keluar masuknya rak pengering dengan dimensi 99 cm x 75 cm. d. Kipas Kipas yang digunakan pada alat pengering sistem hybrid ini mempunyai dimensi 15 cm x 14 cm. Spesifikasinya adalah 230 V 50/60 Hz, 14/12 W, 0,08/0,07 A. Pada penelitian ini menggunakan dua buah kipas.kipas pertama dipasang pada sisi luar pada ruang pembakaran yang menghadap ke saluran udara yang berfungsi sebagai penghembus udara panas yang dihasilkan ruang pembakaran untuk dihembuskan ke ruang pengering. Jika sumber panas yang digunakan adalah energi listrik, kipas ini berfungsi sebagai kipas penghembus, dan bila sumber panasnya menggunakan sinar matahari, kipas ini berfungsi sebagai kipas penghisap. Kipas kedua dipasang pada salah satu sisi dinding alat pengering. Kipas ini berfungsi sebagai penghembus udara panas jika sumber panas yang digunakan adalah sinar matahari, dan berfungsi sebagai kipas penghisap jika sumber panas yang digunakan adalah energi listrik berupa elemen panas. Elemen panas yang digunakan berupa kumparan. Elemen panas tersebut terdiri dari 3 set bahan baku elemen pemanas oven, yang masingmasing memiliki daya pemanas sebesar 600 Watt. Elemen panas dililitkan pada sebuah pipa besi bulat yang disambung pada sebuah kabel listrik sebagai penghubung utama ke sumber energi listrik yang digunakan.

19 c a b d Gambar 4. Alat pengering hybrid tipe rak keterangan gambar : a. Ruang Pengering c. Pintu pengeluaran b. Rak Pengering d. Kipas Pengeringan chip pisang kepok dalam penelitian ini menggunakan alat pengering tipe rak. Pengering jenis ini umumnya digunakan untuk mengeringkan hasil pertanian seperti jagung, padi, kopi dan sebagainya. Pengering tipe rak merupakan jenis pengering yang tersusun atas rak-rak untuk mengeringkan bahan dan disusun secara bertingkat di dalam lemari pengering. Menurut Nurfitrianitha (2010), alat pengering hybrid tipe rak ini dapat mengeringkan chip ubi kayu sebanyak 30 kg dengan kadar airawal rata- rata 60% menjadi 10% - 12%. Pengeringan yang paling efisien yaitu pengeringan menggunakan energi matahari dan listrik berdasarkan kapasitas bahan yang digunakan dan lama pengeringan yaitu sebesar 59,95%, sedangkan efisiensi pengeringan menggunakan energi listrik adalah sebesar 42,67%. Pengeringan

20 menggunakan sinar matahari memakan waktu 18 jam, dengan suhu maksimal mencapai 58 0 C. Pengeringan menggunakan energi listrik memakan waktu 16 jam, dengan suhu maksimal hingga 50 0 C. Dan pengeringan menggunakan sinar matahari dan energi listrik memakan waktu 12 jam, dengan suhu maksimal mencapai 61 0 C. Hasil penelitian Nursanti (2010) menunjukkan, alat pengering hybrid tipe rak mampu menghasilkan energi sebesar 137.160 kj untuk pengeringan biji kakao dengan masukan bahan sebesar 60 kg 70 kg. Efisiensi pengeringan terbesar terdapat pada pengeringan menggunakan listrik yaitu sebesar 67,93 %, sedangkan pada pengeringan menggunakan energi matahari sebesar 26,35% dan pengeringan menggunakan energi matahati dan listrik sebesar 30,34%. Perubahan suhu pada pengeringan menggunakan sinar matahari berkisar antara 30 C - 53 C. Pada pengeringan menggunakan sinar matahari dan energi listrik, suhu maksimal mencapai 53 C. Dan untuk pengeringan menggunakan energi listrik, suhu maksimal mencapai 54 C. Lama pengeringan pada semua perlakuan berkisar antara 20-24 jam hingga mencapai kadar air akhir rata-rata yaitu 9,33% - 15,60% dengan kadar air awal rata-rata sebesar 59,72% - 61,91. Dibutuhkan waktu pengeringan yang lebih lama agar kadar air optimal tercapai pada setiap rak. Berdasarkan hasil penelitian Oktaria (2010), alat pengering hybrid tipe rak dapat mengeringkan ikan teri nasi dari kadar air awal rata-rata sebesar 77% - 79 % hingga mencapai kadar air akhir rata-rata yaitu 18% - 20% dengan bahan sebanyak 30 kg. Lama pengeringan yang dibutuhkan pada pengeringan menggunakan energi matahari selama 24 jam dengan suhu ruang pengering

21 mencapai 54 C pada rak paling atas, pengeringan menggunakan energi listrik selama 24 jam dengan suhu maksimal 42 C pada rak paling bawah, dan pengeringan menggunakan energi matahari dan listrik mempunyai lama pengeringan selama 20 jam dengan suhu maksimal berada pada rak paling atas dan paling bawah sebesar 57 C. Efisiensi pengeringan pada pengeringan menggunakan energi listrik sebesar 38,58%, pengeringan menggunakan energi matahari sebesar 21,24%, dan pada pengeringan menggunakan energi matahari dan listrik sebesar 17,27%. Menurut Rusdianto (2010), alat pengering hybrid tipe rak mampu menghasilkan energi sebesar 251.317 kj untuk mengeringkan kulit buah manggis sebanyak 50 kg. Efisiensi pengeringan terbesar terdapat pada pengeringan menggunakan energi listrik yaitu sebesar 51,5%, pengeringan menggunakan energi matahari sebesar 29,6% dan pengeringan menggunakan energi matahari dan listrik sebesar 28,7%. Suhu ruang pengering tertinggi pada pengeringan menggunakan energi listrik sebesar 47 C, pengeringan menggunakan energi matahari sebesar 61 C, selama 24 jam. Dan pengeringan menggunakan energi matahari dan listrik suhu tertinggi mencapai 70 C, selama 16 jam. Alat pengering hybrid tipe rak dapat mengeringkan kulit buah manggis dari kadar air awal rata-rata sebesar 62,58% - 63,56% hingga mencapai kadar air akhir rata-rata 9,94% - 12,79%