BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BABII KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran

II.TINJAUAN PUSTAKA. dengan teori-teori yang telah dikemukakan oleh ahli. Untuk menghubungkan hasil penelitian dengan teori yang dikemukakan oleh

PENDAHULUAN. Indonesia terdiri dari pulau, daratan seluas 1,9 juta km 2, panjang garis pantai

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari pengaruh dan fenomena alam yang

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pengelolaan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah sebidang lahan yang menampung air hujan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. katanya, kata partisipasi berasal dari kata bahasa Inggris participation yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS. lokal merupakan paradigma yang sangat penting dalam kerangka pengembangan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya pemerintahan orde baru telah mengubah dasar-dasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia (SDM) merupakan kunci utama bagi suksesnya

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

TINJAUAN PUSTAKA. Lanskap Hutan. Istilah lanskap secara umum dipahami sebagai bentang alam yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

KESIMPULAN DAN SARAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

kuantitas sungai sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan iklim komponen tersebut mengalami gangguan maka akan terjadi perubahan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA. Nindyantoro

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. setiap kegiatan program pembangunan tersebut. dengan sebutan pembangunan partisipatif. Pembangunan partisipatif yaitu

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. penerima program pembangunan karena hanya dengan adanya partisipasi dari

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. manusia yang beragam jenisnya maupun proses alam yang belum memiliki nilai

PEMANFAATAN SUMBER MATA AIR DALAM KAWASAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

BANJIR DAN KEKERINGAN. Pertemuan 4

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2014, No Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

I. PENDAHULUAN. satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai, yang berfungsi menampung,

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/PRT/M/2015 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI

BAB II TELAAH PUSTAKA

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E

KARAKTERISTIK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT LOKAL DALAM KEBERLANJUTAN PENGEMBANGAN KAWASAN RAWA JOMBOR KABUPATEN KLATEN TUGAS AKHIR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

OTONOMI DAERAH. Terjadi proses desentralisasi

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah memberikan kewenangan secara luas kepada

BAB. 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I. Pendahuluan. yang semakin kritis. Perilaku manusia dan pembangunan yang tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA Modal Sosial

NO LD. 23 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

PENDAHULUAN Latar Belakang

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fajra Adha Barita, 2015

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk Republik. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumberdaya alam yang terdapat di suatu wilayah pada dasarnya

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

I. PENDAHULUAN. Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR TENTANG PEDOMAN PERAN MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN JALAN. 1 Pendahuluan

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konsep partisipasi masyarakat Partisipasi berasal dari bahasa inggris yaitu participation yang berarti pengambilan bagian atau pengikutsertaan. Keith davis (1995) menjelaskan bahwa partisipasi adalah suatu keterlibatan mental dan emosi seseorang kepada pencapaian tujuan dan ikut bertanggung jawab di dalamnya. Berdasarkan defenisi tersebut dijelaskan bahwa keterlibatan mental dan emosi merupakan hal yang paling penting dalam partisipasi dan kemudian akan timbul rasa ikut bertanggung jawab dalam pencapaian tujuan tersebut. Verhangen dalam Mardikanto (2003) menyatakan bahwa partisipasi merupakan suatu bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi yang berkaitan dengan pembagian : kewenangan, tanggung jawab, dan manfaat. H.A.R.Tilaar, (2009: 287) mengungkapkan partisipasi adalah sebagai wujud dari keinginan untuk mengembangkan demokrasi melalui proses desentralisasi dimana diupayakan antara lain perlunya perencanaan dari bawah (bottom-up) dengan mengikutsertakan masyarakat dalam proses perencanaan dan pembangunan masyarakatnya. (dalam tulisan Rizuan ramadhan, 2013) dari penjelasan pengertian ini dijelaskan Partisipasi merupakan keterlibatan peran masyarakat dalam mendukung suatu pembanguanan, baik dalam perencanaan, pengawasan, pengambilan keputusan, serta pelaksanaan pembangunan. Masyarakat mempunyai hak untuk mengapresiasi pendapat mereka mengenai hal-hal yang menyangkut kepentingan masyarakat. Dalam partisipasi ini masyarakat dituntut agar masyarakat menunjukkan kepedulian mereka dalam memjaga lingkungan sekitar mereka yang menjadi sumber pemenuhan kebutuhan masyaakat dan matapencaharian masyarakat setempat. 7

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan menjadi satu pengertian yang menjelaskan keiikutsertaan dan keterlibatan yang menjadi subjek pelaku yang beraktivitas adalah seseorang atau kelompok interaksi dan komunikasi yang timbul dari keterlibatan mental dan emosi terhadap suatu kondisi untuk mencapai suatu tujuan yang memerlukan kerjasama dan rasa tanggungjawab bersama. Oleh sebab itu keikutsertaan maupun keterlibatan seseorang (individu) tersebut berhubungan dengan masyarakat, maka dapat dikatakan sebagai partisipasi masyarakat. Menurut Hetifah Sj.Soemanto (2005) partisipasi masyarakat merupakan proses ketika warga sebagai individu maupun kelompok sosial dan organisasi mengambil peran serta ikut mempengaruhi proses perencanaan, dan pemantauan kebijakan yang langsung mempengaruhi kehidupan mereka. Conyers (1991) menjelaskan pentingnya partisipasi masyarakat adalah merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program serta proyek-proyek akan gagal. Partisipasi diharapkan dapat memberikan hasil yang berguna bagi masyarakat yang ikut berpartisipasi yang memiliki tujuan yang ingin dicapai. Oleh sebab itu perlu diperhatikan sifat dan cirri-ciri partisipasi yaitu: 1. Partisipasi harus bersifat sukarela. 2. Berbagai issue dan masalah haruslah disajikan dan dibiarakan secara jelas dan objektif. 3. Kesempatan berpartisipasi haruslah mendapat keterangan/informasi yang jelas dan memadai tentang setiap segi dari program yang dilaksanakan. 4. Partisipasi masyarakat dalam rangka menentukan kepercayaan diri sendiri haruslah menyangkut berbagai tingkatan dan berbagai sector, bersifat dewasa, penuh arti dan berkesinambungan (Sastropoetro, 1998). 8

R.Asisasmita (2006) mempaparkan bahwa keterlibatan anggota masyarakat dalam segala jenis aktivitas pelaksanaan perencanaan pembangunan dikerjakan dalam masyarakat lokal. Dengan kata lain partisipasi atau peran masyarakat dalam pembangunan merupakan aktualisasi, kesediaan dan kemampuan anggota masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi dalam program yang dilaksanakan. Bentuk partisipasi yang nyata yaitu: Partisipasi uang adalah bentuk partisipasi untuk memperlancar usaha-usaha bagi pencapaian kebutuhan masyarakat yang memerlukan bantuan. Partisipasi harta benda adalah partisipasi dalam bentuk menyumbang harta benda, biasanya berupa alat-alat kerja atau perkakas. Partisipasi tenaga adalah partisipasi yang diberikan dalam bentuk tenaga untuk usaha-usaha yang dapat menunjang keberhasilan suatu program. Partisipasi keterampilan, yaitu memberikan dorongan melalui keterampilan yang dimilikinya kepada anggota masyarakat lain yang membutuhkan. Partisipasi buah pikiran lebih merupakan partisipasi berupa sumbangan ide, pendapat atau buah pikiran konstruktif, baik untuk menyusun program maupun untuk memperlancar pelaksanaan program dan juga untuk mewujudkan dengan memberikan pengalaman dan pengetahuan guna mengembangkan kegiatan yang diikutinya. Ada tiga alasan utama yang membuat partisipasi masyarakat menjadi sangat penting menurut Diana Conyers dalam Suparjan ( 2003: 53), yaitu: 1. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi kondisi, kebutuhan, dan sikap kebutuhan masyarakat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal. 2. Masyarakat akan lebih memperayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk proyek tersebut. 9

3. Partisipasi menjadi urgen karena timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi jika masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat. Menurut Sundariningrum dalam Sugiyah (2001: 38), Partisipasi dapat dibagi menjadi dua berdasarkan cara keterlibatannya, yakni : a. Partisipasi Langsung Partisipasi yang terjadi apabila individu menampilkan kegiatan tertentu dalam proses partisipasi. Partisipasi ini terjadi apabila setiap orang dapat mengajukan pandangan, membahas pokok permasalahan, mengajukan keberatan terhadap keinginan orang lain atau terhadap ucapannya. b. Partisipasi tidak langsung Partisipasi yang terjadi apabila individu mendelegasikan hak partisipasinya. (dalam tulisan Rizuan ramadhan, 2013 http://rizuanramadhan.blogspot.com/2013/12/pengertian-partisipasi.html) Partisipasi masyarakat dapat dilihat berdasarkan indikator, menurut Marschall (2006) indikator tersebut sebagai berikut: 1. Adanya forum untuk menampung partisipasi masyarakat, 2. Kemampuan masyarakat terlibat dalam proses, 3. Adanya akses bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan. (http://perencanaankota.com /2011/11/indikator-alatukur-prinsip-partisipasi.html) Berbeda dengan Marschall (2006), menurut Oakley (1991:9) partisipasi masyarakat dapat dilihat berdasarkan indikator, yaitu: 1. Adanya kontribusi, 2. Adanya pengorganisasian, 3. Peran masyarakat dan aksi masyarakat, 4. Motivasi masyarakat dan tanggung jawab masyarakat. (http://tesisdisertasi.com/2011/04/defenisikonseptual-operasional-dimensi.html) 10

2.2. Kondisi Daerah aliran Sungai di Indonesia Keberadaan DAS secara yuridis formal terdapat dalam peraturan No. 33 Tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan. Peraturan pemerintah ini DAS dibatasi sebagai suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa sehingga merupakan suatu kesatuan dengan anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsi untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya, penyimpanannya dan pengalirannya disusun dan ditata berdasarkan hukum alam sekelilingnya demi keseimbangan daerah tersebut. Daerah aliran sungai memiliki batasan-batasan berdasarkan fungsinya, yaitu pertama DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang dapat diindikasi dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air dan curah hujan. Kedua DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang dapat diindikasikan terkait dengan kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolahan sungai, waduk, dan danau. Ketiga DAS bagian hilir didasarkan fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi ini tidak jauh berbeda dengan fungsi yang kedua, tetapi bagian ini fungsinya terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolahan limbah. DAS memiliki peran penting dalam pembangunan yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Dalam pembangunan DAS dimanfaatkan untuk pembangunan PLTA, perikanan, perkebunan, serta untuk areal pertanian. Semua yang dilakukan bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga terjadi peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat. 11

Pertumbuhan pembangunan dibidang pemukiman, pertanian, perkebunan, serta eksploitasi sumber daya alam berupa hutan menyebabkan penurunan kondisi hidrologis daerah aliran sungai tersebut. Oleh sebab itu diperlukan pertimbangan dalam pelestarian DAS yang memiliki fungsi pembangunan yang berkelanjutan. 2.3. Modal sosial Menurut Franke (2005) modal sosial digunakan pada beragam kajian seperti: keluarga dan pemuda, sekolah dan pendidikan, kehidupan dalam komunitas, pekerjaan dan organisasi, demokrasi dan tata pemerintahan, permasalahan-permasalahan yang terkait dengan tindakan kolektif, kesehatan fisik dan mental, serta proteksi publik. Hasbullah (2006) menjelaskan bahwa modal sosial merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan kerja sama dalam masyarakat atau bangsa untuk mencapai kapasitas hidup yang lebih baik, ditopang oleh nilai-nilai dan norma yang menjadi unsure-unsur utamanya seperti trust (rasa saling percaya), aturan kolektif dalam suatu masyarakat atau bangsa dan sejenisnya. Selanjutnya Putnam dan Fukuyama menjelaskan defenisi modal sosial yang sama pentingnya. Walaupun defenisinya berbeda tetapi memiliki keterkaitan yang erat yang menyangkut kepercayaan (trust). Putnam (2000) menjelaskan modal sosial sebagai penampilan organisasi sosial seperti jatingan-jaringan dan kepercayaan yang menfasilitasi adanya kordinasi dan kerjasama bagi keuntungan bersama. Menurut Fukuyama (1995), modal sosial adalah kemampuan yang timbul dari adanya kepercayaan dari sebuah komunitas. Dari beberapa defenisi diatas dapat ditarik kesimpulanya bahwa modal sosial merupakan sumber yang timbul karena adanya interaksi yang terjadi antara orang-orang dalam satu komunitas. Interaksi ini melahirkan modal sosial yang kemudian menjalin hubungan yang diikat oleh suatu kepercayaan (trust), saling pengertian yang akhirnnya menimbulkan ikatan emosional sehingga terjadinya kerja sama dalam masyarakat. Kerja sama dipengaruhi oleh keinginan untuk mencapai suatu tujuan bersama dengan berbagi cara. 12

Modal sosial tidak berbeda dengan modal finansial yaitu merupakan sumber yang digunakan dalam suatu kegiatan maupun suatu proses dalam mencapai suatu tujuan. Dalam pengukurannya modal sosial berbeda dengan modal finansial, karena modal sosial bersifat kumulatif dan bertambah dengan sendirinya. Pada dasarnya modal sosial tidak akan habis jika dimanfaatkan, sebaliknya apabila modal sosial tidak dimanfaat atau dipergunakan modal sosial akan habis. Beberapa indikator kunci yang dapat dijadikan ukuran terhadap modal sosial antara lain (Suharto,2006): a. Perasaan indentitas b. Perasaan memiliki atau sebaliknya perasaan aliensi c. Sistem kepercayaan dan ideology d. Nilai-nilai dan tujuan e. Ketakutan-ketakutan f. Sikap terhadap anggota lain dalam masyarakat g. Pesepsi mengenai akses terhadap pelayanan, sumber dan fasilitas (misalnya pekerjaan, pendapatan, pendidikan, kesehatan, perumahan, transportasi dan jaminan sosial) h. Opini terhadap kinerja pemerintah yang dilakukan terlebih dahulu i. Keyakinan pada lembaga-lembaga masyarakat dan orang-orang pada umumnya j. Tingkat kepercayaan k. Harapan-harapan yang ingin dicapai dimasa depan Dapat dikatakan bahwa modal sosial dilahirkan dari bawah (bottom up), tidak hirarkis dan berdasar ada interaksi yang saling menguntungkan. Oleh karena itu modal sosial dapat ditingkatkan atau dihancurkan oleh negara melalui kebijakan publik. (Rahmatullah, Visi Pembangunan Nasional dan lunturnya http//www.rahmatullah.net/2010/04/visi-pembangunan-nasional-dan-lunturnya.html (diakses pada kamis, 8 januari 2015, pukul 09.00 wib) 13

2.4. Teori Interaksionisme simbolik (Herbert Blumer) Pokok-pokok pndekatan interasksi simbolik. Masyarakat terdiri dari individu-individu yang memiliki kedirian mereka sendiri (yakni indikasi untuk diri mereka sendiri), tindakan individu itu merupakan suatu konstruksi dan bukan sesuatu yang lepas begitu saja, yakni kebenarannya dibangun oleh individu melalui catatan dan penafsiran situasi dimana dia bertindak, sehingga kelompok atau tindakan kolektif itu terdiri dari beberapa susunan tindakan individu yang disebabkan oleh penafsiran individu/ pertimbangan individu terhadap setiap tindakan yang lainnya. (Irving Zetlinn, 1995:332) Menurut Blumer (dalam Poloma, 2004:258) interaksionisme simbolis bertumpu pada tiga premis: 1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka. 2. Makna tersebut berasal dari interaksi sosial seseorang dengan orang lain. 3. Makna-makna tersebut disempurnakan disaat proses interaksi sosial berlangsung. Makna-makna tersebut bearasal dari interaksi seseorang dengan orang lain terutama orang yang dianggap cukup berarti seperti yang dinyatakan Blumer (dalam Poloma,2004:259), bagi seseorang, makna dari sesuatu berasal dari cara-cara orang lain bertindak terhadapnya dalam kaitan dengan sesuatu itu. Tindakan-tindakan yang mereka lakukan akan melahirkan batasan sesuatu bagi orang lain. Blumer menjelaskan (dalam Poloma, 2004:260) tindakan manusia bukan disebabkan oleh beberapa kekuatan luar (seperti yang dimaksudkan oleh kaum fungsional structural) tidak pula disebabkan oleh kekuatan dalam (seperti dinyatakan oleh kaum reduksionis-psikologis). Menyanggah individu bukan dikelilingi lingkungan objek-objek potensial yang mempermainkannya dan 14

membentuk perilakunya. Gambaran yang benar ialah dia membentuk objek-objek itu misalnya berpakaian atau mempersiapkan diri untuk karir professional individu sebenarnya sedang meranccang objek-objek yang berbeda, member arti, menilai kesesuaiannya dengan tindakan dan mengambil keputusan berdasarkan penilaian tersebut. Inilah yang dimaksud dengan penafsiran dan bertindak berdasarkan symbolsimbol. 15