TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kelompok Mineral Makro dan Mikro. Mineral Makro Kation Anion

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Pemberian Pakan Sapi Perah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

KONSENTRASI MINERAL MAKRO (Ca, P, Mg, dan S) DALAM SUSU PADA SAPI YANG DIBERI SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI YATI MARYATI

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kelompok Mineral Makro dan Mikro Mineral Makro Mineral Mikro dan Unsur Jarang Kation Anion

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

I. PENDAHULUAN. hasilkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Sapi Perah

Tyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Namun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan peternak (Anggraeni, 2012). Produksi susu sapi perah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris, sebagian besar mata

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

I PENDAHULUAN. dinucleotide dehydrogenase (NADH), RNA dan DNA polymerase, begitu pula

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai

METODE. Materi. Metode

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PERTEMUAN/KULIAH KE: 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. besar dipelihara setiap negara sebagai sapi perahan (Muljana, 2010). Sapi FH

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

PENDAHULUAN. menyusutnya luas lahan pertanian karena sudah beralih hngsi menjadi kawasan

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah Friesian Holstein (FH) merupakan salah satu jenis sapi perah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pupuk merupakan suatu bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara bagi tanaman. Bahan tersebut dapat berasal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa

TINJAUAN PUSTAKA. SuplemenMineral, Mineral Organik dan Biomineral

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

PEMBERIAN BIOMINERAL DIENKAPSULASI TERHADAP KONSUMSI LEMAK KASAR DAN SERAT KASAR SERTA KOMPOSISI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN SKRIPSI FIQI FIRIZQI

PRODUKSI DAN. Suryahadi dan Despal. Departemen Ilmu Nutrisi &Teknologi Pakan, IPB

MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

Ciri-Ciri Organisme/ Mahkluk Hidup

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

PENDAHULUAN. Masalah pangan: ketersediaan pangan; kerawanan konsumsi pangan oleh pengaruh kemiskinan, pendidikan rendah & pantangan terhadap makanan

TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Iklim dan Cuaca Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Sapi Perah

BAHAN PAKAN SUPLEMEN DAN ADITIF

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

LOGO VITAMIN DAN MINERAL

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Mineral Mineral merupakan elemen-elemen atau unsur-unsur kimia selain dari karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen yang jumlahnya mencapai 95% dari berat badan. Jumlah seluruh mineral dalam tubuh hanya sebesar 4% (Piliang, 2002). Semua mineral esensial dianggap ada di dalam tubuh hewan (Widodo, 2002). Pembagian mineral ke dalam kelompok mineral makro dan mikro tergantung kepada jumlah mineral tersebut di dalam tubuh hewan, kandungan mineral yang lebih dari 50 mg/kg termasuk kedalam mineral makro, sedangkan di bawah jumlah tersebut termasuk mineral mikro (Darmono, 1995). Mineral diperlukan oleh hewan dalam jumlah yang cukup. Mineral berfungsi sebagai pengganti zat-zat mineral yang hilang, untuk pembentukan jaringan-jaringan pada tulang, urat dan sebagainya serta untuk berproduksi. Terdapat 22 jenis mineral esensial yaitu tujuh mineral makro yang mencakup Kalsium (Ca), Natrium (Na), Kalium (K), Fosfor (P), Magnesium (Mg), Klor (Cl), Sulfur (S) dan lima belas mineral mikro dan mineral unsur jarang (trace mineral) yang mencakup Besi (Fe), Yodium (I), Seng (Zn), Kobalt (Co), Mangan (Mn), Tembaga (Cu), Molibdenum (Mo), Selenium (Se), Kromium (Cr), Vanadium (V), Flourin (F), Silikon (Si), Nikel (Ni), dan Arsen (As). Alumunium (Al), Timbal (Pb), Rubidium (Ru) hanya bersifat menguntungkan dalam beberapa kondisi (Underwood dan Suttle, 2001). Kelompok mineral yang termasuk mineral makro dan mikro ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Kelompok Mineral Makro dan Mikro Mineral Makro Kation Anion Kalsium Phosphor Magnesium Chlorin Sodium Sulfur Potassium Sumber: McDonald et al. (1978) Mangan Seng Fluorine Vanadium Kuprum Besi Iodium Mineral Mikro dan Unsur Jarang Kobalt Molybdenum Selenium Chromium Aluminiun Nikel Silicon 4

Kebutuhan Mineral Mineral dibutuhkan oleh hewan dalam jumlah yang cukup. Bagi ternak ruminansia, mineral selain digunakan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri juga digunakan untuk mendukung dan memasok kebutuhan mikroba rumen. Pada ternak ruminansia, selama siklus laktasi terdapat perbedaan antara beberapa periode dalam metabolisme mineral. Pada awal laktasi terjadi pengurasan mineral dari dalam tubuh, hal ini disebabkan mineral diperlukan untuk sintesis air susu. Intensitas pengurasan akan semakin berkurang dengan menurunnya produksi susu sehingga terdapat periode penimbunan mineral dalam tubuh (Toharmat dan Sutardi, 1985). Unsur mineral makro seperti Ca, P, Mg, Na dan K berperan penting dalam aktivitas fisiologis dan metabolisme tubuh, sedangkan unsur mineral mikro seperti Fe, Cu, Zn, Mn, dan Co diperlukan dalam sistem enzim (McDowell, 1992). Mineral mikro dibutuhkan hanya dalam jumlah kecil, apabila termakan dalam jumlah besar dapat bersifat racun (Widodo, 2002). Mineral yang dapat menyebabkan keracunan mencakup mineral esensial seperti Cu, Zn, Se, dan mineral non esensial seperti Hg, Pb, dan As (Darmono, 1995). Tabel 2. Kebutuhan Mineral Sapi Perah Sapi Perah Ca P Mg S Na Fe Mn Zn ------------------------(%)------------- -----(ppm)----- 0,30 0,19 0,16 0,16 0,65 50 0,41 0,30 0,16 0,16 0,65 50 Pejantan Dara (Umur 6-12 Bulan) Induk Awal Laktasi Laktasi (Produksi Susu 7-13 kg/hari) Laktasi (Produksi Susu 13-20 kg/hari) Masa Kering 0,77 0,43 0,51 0,39 0,48 0,28 0,33 0,24 0,25 0,20 0,20 0,16 0,25 0,20 0,20 0,16 1,00 0,90 0,90 0,65 Keterangan : Ca = kalsium P = phosphor Mg = magnesium S = sulfur Na = natrium Fe = besi Mn = mangan Zn = seng Sumber: NRC (1989) Beberapa mineral berperan penting dalam meningkatkan aktivitas mikroba dalam rumen. Mineral yang mempengaruhi proses fermentasi rumen adalah S, Zn, Se, Co dan Na (Arora, 1989). Mineral di dalam rumen dibutuhkan oleh mikroba untuk pembentukan vitamin B dan protein. Defisiensi mineral akan mempengaruhi 50 50 50 50 5

hasil dan proses fermentasi pakan dalam rumen (Arora, 1989). Kebutuhan mineral sapi perah dapat dilihat pada Tabel 2. Suplementasi Mineral Mineral sangat penting untuk kelangsungan hidup ternak. Hampir semua mineral ditemukan dalam jaringan ternak dan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam proses metabolisme ternak. Suplementasi berbagai bahan pada pakan ternak menghasilkan bobot ternak yang meningkat. Suplemen mineral dianjurkan untuk memenuhi beberapa prinsip, antara lain (1) campuran akhir minimal mengandung 6-8% total P; (2) rasio Ca : P tidak melampaui 2 : 1; (3) dapat menyuplai 50% elemen mikro Co, Cu, I, Mn dan Zn; (4) bentuk mineral yang digunakan adalah yang mudah digunakan dan dihindarkan dari kontaminasi dengan mineral-mineral beracun (misalnya sumber P yang terkontaminasi dengan F); (5) suplemen tersebut hendaknya cukup palatable untuk menjamin tingkat konsumsi yang baik; (6) perlu diperhatikan ketepatan menimbang, pencampuran yang homogen dan lain sebagainya; (7) besar partikel hendaknya lebih kecil dan seragam sehingga pencampuran dapat dilakukan secara homogen; (8) perkiraan kebutuhan yang cukup baik dan akurat dalam hal kebutuhan; (9) daya guna setiap elemen yang digunakan, dan (10) tingkat konsumsi hewan (Parakkasi, 1999). Mineral mempunyai peranan penting dalam meningkatkan aktivitas mikroba rumen. Zn dapat mempercepat sintesa protein oleh mikroba melalui pengaktifan enzim-enzim mikroba. Suplementasi Zn dapat meningkatkan ketahanan sapi perah terhadap mastitis. Mineral Co berperan dalam sintesis vitamin B 12. Mineral Cu dan Co bersama-sama dapat memperbaiki daya cerna serat kasar. Sulfur adalah salah satu unsur penting yang mempengaruhi proses fermentasi dalam rumen (Arora, 1989). Kalsium (Ca) Kalsium (Ca) merupakan elemen mineral yang paling banyak dibutuhkan oleh tubuh ternak (McDonald et al., 2002). Ca memiliki peranan penting sebagai penyusun tulang dan gigi. Sekitar 99 % dari total tubuh terdiri dari Ca. Selain itu Ca berperan sebagai penyusun sel dan jaringan (McDonald et al., 2002). Menurut Piliang (2002), fungsi Ca yang tidak kalah pentingnya adalah sebagai penyalur rangsangan-rangsangan syaraf dari satu sel ke sel lain. Jika ransum ternak pada masa 6

pertumbuhan defisien Ca maka pembentukan tulang menjadi kurang sempurna dan akan mengakibatkan gejala penyakit tulang. Gejala penyakit tulang diantaranya adalah wajah keriput, pembesaran tulang sendi, tulang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Sedangkan pada ransum ternak dewasa yang mengalami defisien Ca akan menyebabkan osteomalacia (Piliang, 2002). Ca air susu cukup stabil walaupun defisiensi Ca, namun produksi susu akan turun. Ransum yang memiliki kadar K yang rendah akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin (Foley et al., 1973). Beberapa faktor makanan dapat membantu meningkatkan absorpsi Ca, sedangkan beberapa faktor lain dapat menurunkan absorpsi Ca oleh usus halus. Asam fitat dan asam oksalat dapat menurukan absorpsi mineral Ca dengan jalan mengikat Ca dan membentuk garam Ca yang tidak larut dalam lumen usus halus (Piliang, 2002). Fosfor (P) Fosfor (P) merupakan mineral kedua terbanyak dalam tubuh dengan distribusi dalam jaringan yang menyerupai distribusi Ca. Fosfor memegang peranan penting dalam proses mineralisasi tulang (Piliang, 2002). McDonald et al. (2002) menyatakan P mempunyai fungsi sangat penting bagi tubuh ternak diantara elemen mineral lainnya. Fosfor umumnya ditemukan dalam bentuk phospholipid, asam nukleat dan phosphoprotein. Kandungan P dalam tubuh ternak lebih rendah daripada kandungan Ca. Gejala defisiensi P yang parah dapat menyebabkan persendian kaku dan otot menjadi lembek. Ransum yang rendah kandungan P-nya dapat menurunkan kesuburan (produktivitas), indung telur tidak berfungsi normal, depresi dan estrus tidak teratur. Pada ternak ruminansia mineral P yang dikonsumsi, sekitar 70% akan diserap, kemudian menuju plasma darah dan 30% akan keluar melalui feses. Fosfor yang berasal dari makanan diabsorpsi tubuh dalam bentuk ion fosfat yang larut (PO - 4 ). Gabungan mineral P dan mineral Fe dan Mg akan menurunkan absorpsi P (Piliang, 2002). Asam fitat yang mengandung P ditemukan dalam bijibijian dapat mengikat Ca untuk membentuk fitat. Fitat yang terbentuk tidak dapat larut sehingga menghambat absorpsi Ca dan P. Dari seluruh jumlah P yang terdapat dalam makanan sekitar 30% melewati saluran pencernaan tanpa diabsorpsi. Seperti 7

halnya dengan kalsium, maka vitamin D dapat meningkatkan absorpsi P dari usus halus (Piliang, 2002). Magnesium (Mg) Tubuh hewan dewasa mengandung 0,05% Mg. Retensi dan absorpsi Mg pada sapi perah erat kaitannya dengan kebutuhannya. Enam puluh persen Mg dalam tubuh hewan terkonsentrasi di tulang sebagai bagian dari mineral yang mengkristal dan permukaan kristal terhidrasi (Linder, 1992). Menurut McDonald et al. (2002), Mg berperan dalam membantu aktivitas enzim seperti thiamin phyrofosfat sebagai kofaktor. Ketersediaan Mg dalam ransum harus selalu tersedia. Perubahan konsentrasi Mg dari keadaan normal selama 2-18 hari dapat menyebabkan hipomagnesemia (Toharmat dan Sutardi, 1985). Sekitar 30-50% Mg dari rata-rata konsumsi harian ternak akan diserap di usus halus. Penyerapan ini dipengaruhi oleh protein, laktosa, vitamin D, hormon pertumbuhan dan antibiotik (Ensminger et al., 1990). Magnesium sangat penting peranannya dalam metabolisme karbohidrat dan lemak. Defisiensi Mg dapat meningkatkan iritabilitas urat daging dan apabila iritabilitas tersebut parah akan menyebabkan tetany (Linder, 1992). Defisiensi Mg pada sapi laktasi dapat menyebabkan hypomagnesemic tetany atau grass tetany. Keadaan ini disebabkan tidak cukupnya Mg dalam cairan ekstracellular, yaitu plasma dan cairan interstitial (National Research Council, 1989). Kebutuhan Mg untuk hidup pokok adalah 2-2,5 gram dan untuk produksi susu adalah 0,12 gram per milligram susu. Ransum yang mengandung 0,25% Mg cukup untuk sapi perah yang berproduksi tinggi (NRC, 1989). Sulfur (S) Sulfur (S) merupakan komponen penting protein pada semua jaringan tubuh. Pada ruminansia 0,15% komponen jaringan tubuh terdiri atas unsur S, sedangkan pada air susu sebesar 0,03%. Pada hewan ruminansia terjadi sintesis asam-asam amino yang mengandung mineral S dengan vitamin B oleh mikroba di dalam rumen. Terdapat dua macam mekanisme metabolisme mineral S pada hewan ruminansia, yaitu mekanisme yang menyerupai mekanisme mineral S pada hewan-hewan monogastrik dan mekanisme yang dihubungkan dengan aktivitas mikroorganisme 8

dalam rumen (Piliang, 2002). Kandungan mineral S pada tanaman hijauan dapat berkisar dari 0,04% sampai melebihi 0,3%. Bahan makanan yang mengandung protein tinggi akan mengandung kadar mineral S yang tinggi pula (Piliang, 2002). Kadar S dalam ransum sebesar 0,20% diperkirakan cukup untuk memenuhi kebutuhan sapi perah laktasi. Hewan-hewan yang diberi ransum defisien dalam mineral sulfur akan menunjukkan penyakit anorexia, penurunan bobot badan, penurunan produksi susu, kekurusan, kusut, lemah dan akhirnya mati. Tanda-tanda tersebut berhubungan erat dengan menurunnya fungsi rumen dan fungsi sistem peredaran darah (McDowell, 1992). Kosentrasi Mineral Air Susu Air susu mengandung mineral dalam jumlah yang besar. Keberadaan mineral makro dan mineral mikro dalam susu sangat penting untuk perkembangan tulang, pembentukan jaringan dan otot, aktivitas enzim dan proses osmosis dalam tubuh (Schmidt et al., 1988). Susu juga mengandung K, Ca, MgCl 2, P, dan S dalam jumlah yang besar. Kandungan Fe, Cu, Zn, Al, Mn, Si, Co, dan I dalam susu sangat sedikit. Unsur mineral yang terbanyak dalam susu adalah Ca. Unsur ini menjaga stabilitas susu terhadap proses pemanasan (Henderson, 1971). Mineral susu umunnya berbentuk garam yang terlarut. Unsur Ca dan sebagian berbentuk garam terlarut dan sebagian lagi bergabung dengan kasein dan senyawa lain membentuk koloid kalsium fosfat. Unsur S terdapat dalam asam amino yang tersusun dalam protein (Folley et al., 1973). Komposisi mineral air susu cukup beragam, hal ini dipengaruhi oleh bangsa sapi, periode laktasi, produktivitas, musim, kecukupan mineral dalam ransum dan penyakit (Underwood, 1981; Georgievskii et al., 1982). Pengaruh ransum terhadap komposisi air susu berbeda-beda untuk setiap mineral. Ransum yang defisien Ca, P, Na dan Fe menyebabkan penurunan produksi, namun komposisi mineral dalam air susu tersebut tetap. Jika ransum defisien Ca dan I, dapat menyebabkan kosentrasi mineral tersebut dalam air susu menurun (Underwood, 1981). Varnam dan Sutherland (1994) menyatakan bahwa komposisi terbesar dari susu adalah air dan sisanya terdiri dari lemak, protein, karbohidrat dengan persentase yang bervariasi tergantung dari bangsa ternak. Rata-rata komposisi susu sapi adalah 9

air 87,5%, bahan kering (BK) 12,5%, laktosa 4,8%, lemak 3,7%, protein 3,4%, dan abu (mineral) 0,7%. Buckle et al. (1987) menyebutkan unsur-unsur mineral utama yang terdapat dalam susu dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan Kandungan Mineral dalam Susu Unsur Kadar % Potassium 0,1 Kalsium 0,125 Chlorine 0,103 Fosfor 0,096 Sodium 0,056 Magnesium 0,012 Sulfur 0,025 Sumber : Buckle et al. (1987) Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Sapi Fries Holland (FH) berasal dari Propinsi Belanda Utara dan provinsi Friesland Barat. Bulu sapi FH murni umumnya berwarna hitam dan putih, namun ada pula sapi FH yang bulunya berwarna merah dan putih dengan batas-batas warna yang jelas. Menurut Blakely dan Bade (1991), karakteristik sapi FH memiliki bobot badan sebesar 682 kg untuk sapi betina dewasa dan 1000 kg untuk sapi jantan dewasa. Sapi FH merupakan sapi perah dengan produksi susu paling tinggi dibandingkan sapi perah lainnya dan air susu yang dihasilkan mengandung kadar lemak yang rendah (Sudono, 1999). Lemak susu yang dihasilkan sapi FH rata-rata sebesar 3,8%, bahan kering tanpa lemak 8,5% dan rata-rata produksi susu pertahun 5750-6250 kg. Selain diperah susunya, sapi FH juga baik sebagai sapi pedaging karena pertumbuhannya cepat dan karkasnya sangat bagus (Blakely dan Bade, 1991). Pemberian Pakan Sapi Perah Sutardi (2002) menyatakan pemberian pakan pada ternak ditujukan untuk memenuhi kebutuhan biologis ternak, baik untuk kebutuhan pokok maupun untuk produksi. Kebutuhan hidup pokok merupakan kebutuhan untuk mempertahankan bobot hidup, sedangkan kebutuhan produksi untuk memproduksi air susu, pertumbuhan, pertambahan bobot hidup atau untuk produksi tenaga. 10

Pakan utama sapi adalah hijauan dan kosentrat. Ketersedian zat makanan dalam pakan sapi perah secara kualitas dan kuantitas digunakan sebagai substrat untuk sintesis susu di dalam ambing (Toharmat dan Sutardi 1985). Sapi yang sedang berproduksi memerlukan pakan untuk kebutuhan hidup pokok dan produksi susu. Kualitas dan kuantitas pakan yang rendah akan mengakibatkan produksi susu yang tidak maksimal. Pemberian konsentrat sapi laktasi adalah 50% dari jumlah susu yang dihasilkan. Sedangkan hijauan diberikan sebanyak 10% dari bobot hidup, dan air minum diberikan ad libitum (Sudono et al., 2003). Biomineral dan Mineral Organik Cairan Rumen Cairan rumen merupakan limbah dari proses pemotongan ternak di Rumah Pemotongan Hewan (RPH). Cairan rumen tergolong limbah organik berserat dan memakan tempat yang besar (voluminous), dan merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme baik yang menimbulkan penyakit (patogen) maupun yang tidak menimbulkan penyakit (apatogen) (Siagian dan Simamora, 1994). Cairan rumen mengandung mikroorganisme yaitu bakteri yang konsentrasinya mencapai 21 X 10 9 per ml dan protozoa yang dapat mencapai 10 5-10 6 sel /ml cairan rumen. Protozoa dalam cairan rumen membantu proses pencernaan dengan cara fermentasi (Arora, 1989). Protozoa rumen mengandung 55% protein kasar, sedangkan bakteri (hasil pupukan) kadar protein kasarnya adalah 59%, kurangnya kadar protein protozoa dibandingkan dengan bakteri disebabkan protozoa banyak mengandung polisakarida (Parakkasi, 1999). Populasi protozoa dalam rumen dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kurangnya makanan dalam jangka waktu lama, rendahnya ph dan injeksi asam ke dalam rumen. Protozoa mempunyai kemampuan yang sangat kecil untuk mensintesa asam amino dan vitamin B-kompleks, namun protozoa mendapatkan protein dan sumber nitrogen dari bakteri dan menghidrogenasi asam-asam lemak tak jenuh menjadi asam lemak jenuh (Arora, 1989). Berbagai bentuk suplemen telah dikembangkan dan diproduksi, biomineral merupakan salah satu bentuk suplemen yang berbahan dasar mikroba cairan rumen 11

limbah rumah potong, dan mempunyai nilai biologis yang cukup baik bila ditinjau dari segi nutrien mikroba rumen (Tjakradidjaja et al. 2008). Biomineral Biomineral merupakan suplemen mineral yang dibuat dari cairan rumen. Biomineral memiliki kandungan P, Na, S, Fe, Al, Cu, Zn dan Se yang lebih tinggi daripada mineral mix, tetapi lebih rendah pada kandungan K, Ca, Mg, Mn, Co, Ni dan Cr (Tabel 4). Tabel 4. Kandungan Nutrien Biomineral dan Mineral Mix Zat makanan Biomineral Mineral mix BK (%) Abu (%BK) PK (%BK) LK (%BK) SK (%BK) BETN (%BK) TDN (%BK) P (%BK) K (%BK) Ca (%BK) Mg (%BK) Na (%BK) S (%BK) Fe (ppm) Al (ppm) Mn (ppm) Cu (ppm) Zn (ppm) Co (ppm) Ni (ppm) Cr (ppm) Se (ppm) 96,04 4,18 14,11 1,09 1,48 79,14 84,86 0,29 0,16 0,31 0,09 0,42 0,25 717 1343 50 7 147 0,3 1,3 3 32,5 99,74 78,67 0,84 0,35 4,31 16,69 16,63 0,00 0,52 43,37 0,28 0,05 0,01 120 411 127 3 30 0,4 2,3 4,1 4,6 Sumber : Suganda (2009) Kandungan protein kasar (PK), lemak kasar (LK) dan TDN biomineral lebih tinggi daripada mineral mix, tetapi kandungan serat kasar (SK) biomineral lebih rendah. Biomineral telah memenuhi kebutuhan mineral mikro anak sapi FH, walaupun kandungan Fe jauh melebihi kebutuhan anak sapi FH. Penambahan biomineral dapat meningkatkan konsumsi anak sapi baik konsumsi segar, bahan kering (BK), PK, SK, dan TDN. Selain itu, penambahan biomineral juga dapat meningkatkan pertambahan bobot badan anak sapi (Suganda, 2009). 12

Mineral Organik Mineral organik merupakan hasil inkorporasi mineral anorganik ke dalam sumber protein yang dapat berasal dari mikroba seperti kapang, atau dari bahan pakan seperti ampas tahu, ampas bir, dan lain lain. Anam (2004) melakukan penelitian menggunakan ampas bir sebagai pengikat Zn dan Cu. Ampas bir yang dilarutkan ke dalam air akan menyebabkan gugus karboksil (COO - ) mengion, kemudian mengikat kation Zn ++ atau Cu ++. Noviana (2004) membuat mineral organik dengan menggunakan ampas kecap sebagai pengikat Cu dan Zn. Suplementasi Zn cenderung meningkatkan konsumsi protein kasar sehingga masukan PK bagi ternak juga bertambah. Chaerani (2004) melakukan penelitian tentang mineral organik berupa ransum suplemen yang mengandung ikatan ampas tahu dengan Zn dan Cu. Suplementasi Zn menghasilkan taraf konsumsi BK, PK dan energi dapat dicerna per ekor yang lebih tinggi daripada suplementasi mineral lainnya. Jumlah pemberian ransum suplemen sebanyak 2 kg/hari dapat meningkatkan kualitas dan palatabilitas ransum. Ransum suplemen mempunyai kandungan energi dan protein yang tinggi, sehingga dapat meningkatkan produksi susu. Muhtarudin dan Liman (2006) menyatakan bahwa mineral mikro organik belum digunakan secara optimal di rumen, tetapi akan dimanfaatkan optimal di organ pasca rumen sehingga dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik ransum. Xylosa Hemiselulosa adalah polisakarida yang bukan selulosa, jika dihidrolisis akan menghasilkan D-manosa, D-galaktosa, D-xylosa, L-arabinosa dan asam uranat (Tarmansyah, 2009). Hemiselulosa dapat diperoleh dari proses pembuatan selulosa pada tahapan prehidrolisa. Prehidrolisa bertujuan mempercepat penghilangan pentosa (hemiselulosa) pada waktu pemanasan. Proses ekstraksi xylosa ditampilkan pada Gambar 1. Lignosulfonat adalah sebuah produk berasal dari sulfite liqour yang dihasilkan dari pencernaan sulfite dari kayu dan asam lignosulfonic atau garam sebaik hemicellulosa dan garam. Lignosulfonat digunakan untuk mengendapkan protein cairan rumen dan mengikat protein sehingga degradasi protein dalam rumen 13

dapat berkurang (Windschitl dan Stern, 1988 a ). Lignosulfonate melindungi protein kedelai dari degradasi oleh mikroba rumen sehingga degradasi protein pada rumen rendah (Windschitl dan Stern, 1988 b ). Persiapan bahan baku (serat rami) Penentuan morfologi serat Analisis Komponen Kimia Prehidrolisa dengan larutan asam atau air lunak Bubur Pulp Xylosa black liquor (larutan lindi hitam) Pemutihan pulp (bleaching) Penentuan kualitas pulp putih Pulp putih Gambar 1. Proses Ekstraksi Xylosa Sumber : Tarmansyah (2009) 14

Pakan Komplit Peternak Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) Rumput gajah berasal dari Nigeria dan tersebar luas di seluruh Afrika tropika, Rumput gajah merupakan tanaman tahunan. Tumbuh tegak membentuk rumpun yang terdiri dari 20-50 batang, diameter batang berkisar 2-3 cm dan memiliki perakaran pendek. Rumput ini dapat tumbuh setinggi 1,8-4,5 m dan panjang daun mencapai 16-90 cm serta lebar 8-35 mm. Bunga berbentuk tandan dengan warna keemasan (Jayadi, 1991). Mcllroy (1976) menyatakan bahwa rumput gajah lebih disukai ternak, tahan kering, berproduksi tinggi dan merupakan jenis yang sangat baik untuk silase karena bernilai gizi tinggi. Produksinya dapat mencapai lebih dari 290 ton rumput segar/ha/tahun pada daerah lembah atau dengan irigasi. Rumput ini sangat responsif terhadap pemupukan, tahan kering dan produksinya tinggi. Rumput gajah segar yang berumur 43-56 hari mempunyai kandungan abu sebesar 15,4% BK, lemak 2,3% BK, SK 33,1% BK, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) sebesar,0% BK, PK 9,1% BK, protein tercerna untuk sapi 5,7% dan Total Digestible Nutrient (TDN) untuk sapi 51% (Prasetyo, 2004). Konsentrat Konsentrat adalah pakan yang tinggi kandungan Beta-N dan rendah kandungan SK yaitu lebih rendah dari 18% (Ensminger et al., 1990). Konsentrat pada peternakan sapi perah di Indonesia mempunyai peran yang sangat penting untuk meningkatkan dan mempertahankan produksi susu. Berbeda dengan negara maju yang memiliki mutu hijauan yang relatif tinggi, di Indonesia mutu hijauan relatif rendah yang menyebabkan peran konsentrat menjadi sangat dominan dalam memasok energi dan zat makanan lain (Suryahadi et al., 2004). Pemberian konsentrat untuk setiap jenis ternak berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh bobot badan ternak, kualitas pakan hijauan yang diberikan, produksi susu yang ingin dicapai dan kualitas konsentrat. Sapi perah berbobot badan 150 kg dengan produksi susu rata-rata per hari 13 kg dan kadar lemak 3%, memerlukan 6-7 kg konsentrat per hari dengan kandungan PK 15% dan TDN 70%. Konsentrat yang diberikan pada ternak sapi atau kerbau perah sebaiknya memiliki kandungan protein kasar sebesar 18% dan TDN sebesar 75% (Sudono, 1999). 15

Konsentrat yang digunakan peternak di KUNAK Cibungbulang mempunyai kandungan BK sebanyak 77,52%, bahan organik (BO) 89,45% BK, abu 10,55% BK, PK 11,75% BK, LK 3,77% BK, SK 17,34% BK, Beta-N 56,59% BK dan gross energi sebesar 4.392,16 Kkal/100 gram (Fharhandani, 2006). Ampas Tahu Ampas tahu adalah sumber protein yang mudah terdegradasi di dalam rumen (Suryahadi, 1990). Proses pembuatan tahu hanya memanfaatkan sebagian protein kedelai, sedangkan sebagian lagi masih tertinggal dalam ampasnya (Gambar 2). Ampas tahu mengandung 58% dari jumlah protein kedelai. Jika kandungan biji kedelai sebesar ± 38% maka protein ampas tahu sebesar 22% berdasarkan berat kering (Wiriano, 1985). Penggunaan ampas tahu sebagai pengikat mineral organik dapat dilakukan karena kandungan gugus karboksil dan amino ampas tahu yang dapat mengikat mineral. Ampas tahu yang direndam dengan aquades dapat membuat gugus tersebut mengikat mineral yang ditambahkan (Chaerani, 2004). Kedelai pencucian dan perendaman air penirisan air penggilingan air bubur kedelai pemasakan air dan (kadang-kadang) antibusa penyaringan ekstrak susu kedelai ampas tahu (okara) pengendapan (koagulasi) koagulan pencetakan pengepresan -----whey tahu siap jadi Gambar 2. Bagan Pembuatan Ampas Tahu Sumber: Herman (1985) 16