BAB I PENDAHULUAN. (DM) yang telah berlangsung lama (InaDRS, 2013; Agni, dkk., 2007).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. mellitus (DM) tipe 1 dan 2 yang terjadi akibat proses hiperglikemia dalam jangka

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah penderitadiabetes mellitus (DM) baru di seluruh dunia meningkat secara

BAB I PENDAHULUAN. penebalan atau edema yang berisi cairan dan konstituen plasma di lapisan

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tipe 2 di dunia sekitar 171 juta jiwa dan diprediksi akan. mencapai 366 juta jiwa tahun Di Asia Tenggara terdapat 46

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. DM merupakan penyakit degeneratif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Karena lemak tidak larut dalam air, maka cara pengangkutannya didalam

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil

BAB I PENDAHULUAN. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kematian di Asia Tenggara paling banyak disebabkan oleh penyakit

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakaan lebih dari 360 juta orang dan diperkirakan akan naik lebih dari dua kali

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin secara efektif. Menurut International Diabetes

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit kronis yang terjadi baik ketika

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu dari. 10 penyebab kematian terbesar pada tahun 2011.

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. cukup besar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sekian banyak penyakit degeneratif kronis (Sitompul, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian berasal dari PTM dengan perbandingan satu dari dua orang. dewasa mempunyai satu jenis PTM, sedangkan di Indonesia PTM

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

POLA DISLIPIDEMIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN JENIS KELAMIN PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG

KECENDERUNGAN PENDERITA RETINOPATI DIABETIK

KADAR APOLIPOPROTEIN B SERUM YANG TINGGI BERHUBUNGAN DENGAN CLINICALLY SIGNIFICANT MACULAR EDEMA PADA RETINOPATI DIABETIK

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. hampir 80 % prevalensi diabetes melitus adalah DM tipe 2 (

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit umum yang ditandai. menyertai, misalnya hipertensi dan nefropati.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit yang. ditandai dengan kenaikan kronik kadar gula darah di

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB I PENDAHULUAN. metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik. adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan (Sugondo, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menurut Global Report On Diabetes yang dikeluarkan WHO pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara mengingat beban biaya serta morbiditas dan mortalitas yang

PENURUNAN CONTRAST SENSITIVITY PADA RETINOPATI DIABETIKA NONPROLIFERATIF DIABETES MELLITUS TIPE 2 DIBANDING NON DIABETES MELLITUS

KORELASI HBA1C DENGAN PROFIL LIPID PADA PENDERITA DM TIPE 2 DI RSUP H. ADAM MALIK PADA TAHUN Oleh: PAHYOKI WARDANA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. menjadi penyebab paling umum dari kecacatan fisik maupun mental pada usia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Distribusi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. transparansinya. Katarak merupakan penyebab terbanyak gangguan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis. yang muncul ketika tubuh tidak mampu memproduksi cukup

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA KADAR HBA1C DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit jantung koroner merupakan penyebab. kematian terbanyak di dunia, dengan 7,4 juta kematian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

Abstrak Kata kunci: Retinopati Diabetik, Laser Fotokoagulasi, Injeksi Intravitreal Anti VEGF.

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 90% penderita diabetes di seluruh dunia merupakan penderita

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma metabolik adalah sekumpulan gejala akibat resistensi insulin

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus timbul akibat perubahan gaya hidup sedenter yang

PERBEDAAN PROFIL LIPID DAN RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II OBESITAS DAN NON-OBESITAS DI RSUD

Analisis Kadar Kolesterol Low Density Lipoproteinsebagai Faktor Risiko Komplikasi pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

BAB 1 PENDAHULUAN. kelainan pada sekresi insulin, kerja insulin atau bahkan keduanya. Penelitian

FREDYANA SETYA ATMAJA J.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

CIRI-CIRI KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS DENGAN OBESITAS DI POLIKLINIK ENDOKRIN RSUP DR KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan prevalensi penyakit kardiovaskular dan berakibat kematian. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. Semarang Jawa Tengah. Data diambil dari hasil rekam medik dan waktu

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Diabetes adalah penyakit kronis yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 I. PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

B A B I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. ini, penyakit ini banyak berhubungan dengan penyakit-penyakit kronis di dunia

SKRIPSI. Diajukan oleh : Enny Suryanti J

BAB I PENDAHULUAN. mementingkan defisit neurologis yang terjadi sehingga batasan stroke adalah. untuk pasien dan keluarganya (Adibhatla et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan global, penyebab utama dari kecacatan, dan

BAB VI PEMBAHASAN. Studi kasus kontrol pada 66 orang pasien terdiri atas 33 orang sampel

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lemak. yang ditandai peningkatan salah satu atau lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau. meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Retinopati diabetik adalah suatu kelainan retina karena perubahan pembuluh darah retina akibat diabetes, sehingga mengakibatkan gangguan nutrisi pada retina. Retinopati diabetik dapat terjadi pada sebagian besar pasien dengan diabetes mellitus (DM) yang telah berlangsung lama (InaDRS, 2013; Agni, dkk., 2007). Retinopati diabetik merupakan penyebab utama dari kasus kebutaan baru pada usia 20-74 tahun di Amerika Serikat (Westerfeld dan Miller, 2010). World Health Organization (WHO) memperkirakan 4,8% dari 37 juta kasus kebutaan di seluruh dunia disebabkan oleh retinopati diabetik (WHO, 2006). Studi epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan bahwa jumlah penderita retinopati diabetik akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun 2010 menjadi 154,9 juta pada tahun 2030 dengan 30% diantaranya terancam mengalami kebutaan (Sitompul, 2011). Prevalensi retinopati diabetik bervariasi, tergantung pada populasi studi (Kern dan Huang, 2010). Retinopati diabetik telah menjadi penyebab kebutaan terbanyak setelah katarak di Indonesia. The DiabCare Asia 2008 study melaporkan bahwa 42% dari 1785 penderita DM tipe 2 dari 18 pusat kesehatan primer dan sekunder di Indonesia mengalami komplikasi retinopati diabetik, yang terdiri atas 8,3% non proliferative diabetic retinopathy (NPDR) dan 1,8% proliferative diabetic retinopathy (PDR) (Soewondo, dkk., 2010). 1

2 Lamanya menderita DM berhubungan dengan risiko mengalami retinopati diabetik. Menurut WHO sekitar lebih dari 75% pasien dengan DM selama 20 tahun atau lebih akan mengalami komplikasi berupa retinopati diabetik dan dengan meningkatnya angka harapan hidup maka angka kejadian retinopati diabetik juga akan meningkat (WHO, 2006). Faktor risiko lainnya adalah kontrol glikemik yang buruk, hipertensi, ketergantungan pada insulin, proteinuria, nefropati, dan hiperlipidemia (Wong, dkk., 2010). Terdapat kontroversi mengenai peran lipid dalam patogenesis retinopati diabetik (Lyons, dkk., 2004; Miljanovic, dkk., 2004; Klein, dkk., 1991). Beberapa studi membuktikan bahwa dislipidemia merupakan faktor risiko penting pada retinopati diabetik dan edema makula. Studi lainnya tidak menemukan hubungan yang sama (Wong, dkk., 2010). Pasien dengan DM tipe 1 dan 2, dapat terjadi kerusakan pada susunan lipid plasma dan lipoprotein. Hal ini ditandai oleh peningkatan kadar plasma trigliserida (TG), penurunan high density lipoprotein cholesterol (HDL-C), peningkatan small dense low density lipoprotein (sd LDL), serta peningkatan kadar apolipoprotein B (Gnaneswaran, dkk., 2013). Hiperlipidemia berat pada pasien diabetes dapat menyebabkan infiltrasi lipid ke dalam retina akibat adanya peningkatan permeabilitas pembuluh darah serta terganggunya fungsi dari outer blood retinal barrier. Hal inilah yang menyebabkan edema makula serta terbentuknya hard exudate (Miljanovic, dkk., 2004; Chew, dkk., 1996).

3 Saat ini diabetic macular edema (DME) masih menjadi penyebab utama kehilangan penglihatan pada pasien dengan diabetes (Danis, 2008). DME didefinisikan sebagai penebalan retina yang melibatkan makula atau mengancam sentral makula, dan umumnya terjadi sebagai akibat dari akumulasi cairan di intraretina di area makula. Diabetic macular edema (DME) dapat terjadi pada seluruh stadium retinopati diabetik, namun kejadiannya meningkat pada retinopati diabetik dengan derajat yang lebih berat (Massin, dkk., 2010). Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) mengklasifikasikan DME atas clinically significant macular edema (CSME) dan non clinically significant macular edema (non-csme). Klasifikasi ini berdasarkan prognostik dan pertimbangan terapi, dimana pada CSME diperlukan tindakan laser grid untuk mencegah perburukan tajam penglihatan (American Academy of Ophthalmology, 2011-2012a; Massin, dkk., 2010; Raman, dkk., 2010). Diabetic macular edema (DME) terjadi pada 14% penderita DM tipe 2 (Strom, dkk., 2002). Studi cross sectional oleh Zander dkk., (2000) menyebutkan prevalensi DME sebesar 15% pada penderita DM tipe 1 dan 23% pada penderita DM tipe 2. Setiap tahunnya di Amerika Serikat terdapat lebih dari 33.000 kasus baru DME dan 12.000 14.000 kasus kebutaan baru (WHO, 2006). Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) menunjukkan bahwa pasien dengan kadar kolesterol total dalam darah, kadar low density lipoprotein (LDL) atau kadar trigliserida yang tinggi memiliki kecenderungan untuk memiliki gambaran adanya hard exudate pada retina dua kali lebih banyak dibandingkan

4 dengan pasien dengan kadar kolesterol, LDL dan trigliserida yang normal (Chew, dkk., 1996). Studi di India Selatan juga memperoleh hasil serupa, yaitu ditemukan kadar serum kolesterol, serum LDL dan non HDL yang lebih tinggi secara signifikan pada subjek dengan DME dibandingkan dengan subjek tanpa DME (Rema dkk., 2006). Penelitian oleh Cetin, dkk., 2013 mendapatkan hasil yang berbeda, dimana tidak terdapat korelasi antara kadar lipid serum dan DME pada retinopati diabetik. Raman, dkk., (2010) dalam studinya juga menyebutkan tidak terdapat hubungan antara serum lipid dengan CSME. Hal ini dapat disebabkan karena pada retinopati diabetik atau DME terdapat perubahan morfologi dari sub-grup serum lipid yang bertransformasi menjadi partikel-partikel yang lebih kecil akibat adanya proses glikasi dan oksidasi, sehingga metode pemeriksaan yang biasa tidak dapat mengidentifikasi partikel tersebut dan diperlukan metode nuclear magnetic resonance (Cetin dkk, 2013; Raman dkk, 2010). Apolipoprotein B (ApoB) adalah suatu komponen dari very low density lipoprotein (VLDL), intermediate density lipoprotein (IDL), LDL, dan lipoprotein(a) yang berperan dalam transport lipid selama proses metabolisme lipoprotein. Apolipoprotein B bertugas untuk transport lipid dari liver dan usus menuju jaringan perifer (Davidson, 2009). Pada pasien DM tipe 2, ApoB dapat mendeteksi dislipidemia yang tidak terdeteksi oleh pemeriksaan profil lipid standar. Studi oleh Kanani dan Alam (2010) di Pakistan pada 120 pasien DM tipe 2 mendapatkan bahwa peningkatan ApoB terjadi pada 56,67% dari seluruh sampel, diikuti oleh peningkatan

5 trigliserida (TG) serum pada 55% sampel. Pada studi tersebut juga didapatkan pasien yang memiliki kadar kolesterol LDL yang normal, 36% diantaranya mengalami peningkatan kadar serum ApoB. Studi mengenai hubungan serum lipid dan retinopati diabetik telah banyak dilakukan namun dengan hasil yang bervariasi. Hal ini dapat diakibatkan karena perbedaan dalam hal metodologi dan etnis (Rema, dkk., 2006). Peran apolipoprotein dalam retinopati diabetik kian mendapat perhatian, dan telah diujikan dalam beberapa studi dengan hasil yang masih kontroversi. Sasongko, dkk., (2011) menunjukkan bahwa kadar ApoA1, ApoB dan rasio kadar ApoB terhadap ApoA1 berhubungan secara signifikan dengan retinopati diabetik dan tingkat keparahannya. Deguchi, dkk., (2011) dan Hu, dkk., (2012) masing-masing dalam studinya menyebutkan bahwa kadar ApoB dan rasio ApoB/ApoA1 yang tinggi atau rasio ApoA1/ApoB yang rendah berhubungan dengan kejadian PDR. Sampai saat ini sepanjang pengetahuan penulis, penelitian yang menghubungkan antara kadar ApoB dengan CSME jarang dipublikasikan. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara peningkatan kadar ApoB serum dengan kejadian CSME pada pasien retinopati diabetik. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan suatu masalah penelitian sebagai berikut:

6 Apakah kadar apolipoprotein B yang tinggi berhubungan dengan kejadian CSME pada pasien retinopati diabetik? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kadar apolipoprotein B dengan kejadian CSME pada pasien retinopati diabetik. 1.4 Manfaat penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis Manfaat yang ingin diberikan pada penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan dan pemahaman tentang peran apolipoprotein B pada retinopati diabetik, khususnya yang disertai dengan CSME. 1.4.2 Manfaat praktis 1. Pemeriksaan kadar apolipoprotein B dapat dilakukan sebagai suatu pemeriksaan tambahan pada pasien retinopati diabetik, untuk membantu mengetahui risiko terjadinya CSME di kemudian hari. 2. Kadar apolipoprotein B dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan waktu yang tepat untuk memulai terapi lipid lowering agent dan juga sebagai target terapi pada pasien-pasien dengan retinopati diabetik, untuk memperlambat atau mencegah terjadinya CSME