LAPORAN AKHIR HIBAH BERSAING

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBAHASAN TENTANG KEMISKINAN Menurut Andre Bayo Ala, 1981 kemiskinan itu bersifat multi dimensional. Artinya kebutuhan manusia itu bermacam macam

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

BAB IV GAMBARAN UMUM

KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di

BAB 1V GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan daerah lain di pulau Jawa yang merupakan pusat dari pembangunan

BAB IV GAMBARAN UMUM

GAMBARAN UMUM. pada posisi 8-12 Lintang Selatan dan Bujur Timur.

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi. pembangunan ekonomi yang terjadi dalam suatu negara adalah pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia.

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun

BAB IV GAMBARAN UMUM

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV TINJAUAN LOKASI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang merupakan permasalahan yang

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

PROFIL KEMISKINAN DI PERDESAAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan pembangunan manusia telah menjadi tolak ukur pembangunan. pembangunan, yaitu United Nations Development Programme (UNDP)

Analisis Isu-Isu Strategis

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB IV GAMBARAN UMUM. 1. Letak Geografis Kabupaten Kulon Progo. wilayah ini, diharapkan akan lebih mudah memahami tingkah laku dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013

BAB IV GAMBARAN UMUM. 15 Lintang Selatan dan antara Bujur Timur dan dilalui oleh

pendapatan yang semakin merata. Jadi salah satu indikator berhasilnya pembangunan adalah ditunjukkan oleh indikator kemiskinan.

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Masalah kemiskinan yang melanda sebagian besar

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Kondisi Geografis dan Profil Singkat Daerah Istimewa Yogyakarta. Gambar 4.1

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering

Transkripsi:

Ilmu Sosial LAPORAN AKHIR HIBAH BERSAING PENYUSUNAN INDIKATOR DAN PEMETAAN KANTONG KEMISKINAN DI KABUPATEN KULON PROGO DAERAH ISTIMEWA JOGJAKARTA Dr. Nano Prawoto, SE., M.Si. Agus Tri Basuki, SE.,MSi. UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA November, 2013 BAB I PENDAHULUAN 16

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Kemiskinan pada dasarnya merupakan indikator klasik yang hingga saat ini menjadi momok bagi negara dunia ketiga. Millenium Development Goals (MDGs) yang dideklarasikan oleh PBB pada tahun 2000 mengharapkan seluruh negara yang menjadi anggota PBB dapat mengurangi jumlah penduduk miskin di masing-masing negara hingga mencapai 50 persen pada tahun 2015. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2010 sebesar 31,02 juta orang (13,33 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang berjumlah 32,53 juta (14,15 persen), berarti jumlah penduduk miskin berkurang 1,51 juta jiwa. Jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun lebih besar daripada daerah perdesaan. Selama periode Maret 2009-Maret 2010, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,81 juta orang, sementara di daerah perdesaan berkurang 0,69 juta orang (Tabel 2). Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah dari Maret 2009 ke Maret 2010. Pada Maret 2009, sebagian besar (63,38 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan begitu juga pada Maret 2010, yaitu sebesar 64,23 persen. Rangkaian perubahan kondisi sosial, ekonomi, budaya, dan politik di Indonesia telah membentuk kekhasan karakter kemiskinan di Indonesia. Oleh karena itu, sangatlah penting dipertimbangkan faktor-faktor penyebab kemiskinan sebagai landasan awal dalam penanganan permasalahan kemiskinan. Berdasarkan survei SMERU pada tahun 2004, yang digali menurut orang miskin itu sendiri, faktor-faktor penyebab kemiskinan antara lain : 1. Ketidakberdayaan yaitu kelompok faktor yang berada di luar kendali masyarakat miskin seperti ketersediaan lapangan kerja, tingkat harga, keamanan, peraturan pemerintah. 2. Keterkucilan yaitu berkaitan dengan hambatan fisik dan non fisik dalam mengakses kesempatan meningkatkan kesejahteraan seperti lokasi yang terpencil, buruknya prasarana transportasi, kurangnya akses terhadap pendidikan, kesehatan, irigasi, dan air bersih. 3. Kekurangan materi yaitu penyebab kemiskinan yang dominan, seperti tidak memiliki rumah, tanah, modal kerja, dan rendahnya tingkat upah atau panen yang rendah. 17

4. Kelemahan fisik yaitu kondisi kesehatan, kemampuan bekerja, kurang makan dan gizi, masalah sanitasi. 5. Kerentanan yaitu mencerminkan ketidakstabilan atau guncangan yang dapat menyebabkan turunnya tingkat kesejahteraan, sebagai contoh adalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), pekerjaan tidak tetap, bencana alam, dan berbagai musibah lainnya. 6. Sikap atau perilaku yaitu yang merupakan tanggung jawab orang miskin itu sendiri (namun tidak sepenuhnya), misalnya kurangnya upaya untuk bekerja, malas, tidak bisa mengatur uang, boros, berjudi, dan mabuk. Hingga sekarang persoalan kemiskinan menjadi isu yang tidak pernah habis, apalagi yang berkaitan dengan kesuksesan kepemimpinan sebuah pemerintah daerah, topik kemiskinan seakan tidak lekang ditelan masa. Kepemimpinan pemerintah daerah akan dinilai berhasil apabila dapat menurunkan angka kemiskinan dan mensejahterakan masyarakat banyak secara merata. Kemiskinan memberikan dampak negatif ke semua sektor, meningkatkan penganguran, kriminalitas, menjadi pemicu timbulnya bencana sosial, dan akan menghambat kemajuan suatu daerah. Oleh karena itu diperlukan suatu kajian yang mendalam yang dapat memberikan gambaran solusi yang aplikatif bagi penanganan atau pengentasannya. Kabupaten Kulon Progo sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Jogjakarta masih dihadapkan pada persoalan kemiskinan ini. Kajian yang paling mendesak agar program penanggulangan kemiskinan dapat berjalan efektif, maka diperlukan pemetaan tentang kemiskinan di berbagai kecamatan. Dengan diketahuinya kantong-kantong kemiskinan tersebut diharapkan dapat disusun kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan yang pro poor. 1.2. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mendapatkan data dan informasi yang akurat dan menunjukkan fakta yang sebenarnya terjadi saat ini tentang kondisi warga miskin di Kabupaten Kulon Progo, yang diperoleh secara langsung dari sumber utamanya. 2. Mengidentifikasi kantong-kantong kemiskinan berbasis kecamatan di Kabupaten Kulon Progo. 18

3. Merumuskan strategi umum untuk menanggulangi kemiskinan berdasarkan pada tingkatan kemiskinan yang ada di kecamatan. 1.3. URGENSI PENELITIAN Hampir semua pendekatan dalam mengkaji kemiskinan masih berporos pada paradigma modernisasi (the modernisation paradigm) yang kajiannya didasari oleh teoriteori pertumbuhan ekonomi, human capital, dan the production-centred model yang berporos pada pendekatan ekonomi neo-klasik ortodok (orthodox neoclassical economics) (Elson, 1997; Suharto, 2001; 2002a;2002b). Sejak ahli ekonomi menemukan pendapatan nasional (GNP) sebagai indikator dalam mengukur tingkat kemakmuran negara pada tahun 1950-an, hingga kini hampir semua ilmu sosial selalu merujuk pada pendekatan tersebut manakala berbicara masalah kemajuan suatu negara. Pengukuran kemiskinan yang berpijak pada perspektif kemiskinan pendapatan (income poverty) yang menggunakan pendapatan sebagai satu-satunya indikator garis kemiskinan juga merupakan bukti dari masih kuatnya dominasi model ekonomi neo-klasik di atas. Karena indikator GNP dan pendapatan memiliki kelemahan dalam memotret kondisi kemajuan dan kemiskinan suatu entitas sosial, sejak tahun 1970-an telah dikembangkan berbagai pendekatan alternatif. Dintaranya adalah kombinasi garis kemiskinan dan distribusi pendapatan yang dikembangkan Sen (1973); Social Accounting Matrix (SAM) oleh Pyatt dan Round (1977); Physical Quality of Life Index (PQLI) yang dikembangkan Morris (1977) (lihat Suharto, 1998). Pada tahun 1990-an, salah satu lembaga dunia, yakni UNDP, memperkenalkan pendekatan pembangunan manusia (human development) dalam mengukur kemajuan dan kemiskinan, seperti Human Development Index (HDI) dan Human Poverty Index (HPI). Pendekatan yang digunakan UNDP relatif lebih komprehensif dan mencakup faktor ekonomi, sosial dan budaya si miskin. Sebagaimana dikaji oleh Suharto (2002a:61-62), pendekatan yang digunakan UNDP berporos pada ide-ide heterodox dari paradigma popular development yang memadukan model kebutuhan dasar (basic needs model) yang dikembangkan oleh Paul Streeten dan konsep kapabilitas (capability) yang dikembangkan oleh Pemenang Nobel Ekonomi 1998, Amartya Sen. Namun demikian, bila dicermati, baik pendekatan modernisasi yang dipelopori oleh para pendahulunya, maupun pendekatan popular development yang digunakan UNDP 19

belakangan ini, keduanya masih melihat kemiskinan sebagai individual poverty dan bukan structural and social poverty. Sistem pengukuran serta indikator yang digunakannya terpusat untuk meneliti kondisi atau keadaan kemiskinan berdasarkan variabel-variabel sosial-ekonomi yang dominan. Kedua perspektif tersebut masih belum menjangkau variabel-variabel yang menunjukkan dinamika kemiskinan. Metodanya masih berfokus pada outcomes dan kurang memperhatikan aspek aktor atau pelaku kemiskinan serta sebab-sebab yang mempengaruhinya. Suharto (2002a) menunjukkan bahwa: Kini, setelah pendekatan-pendekatan di atas dianggap belum memenuhi harapan dalam mengkaji dan menangani kemiskinan, perspektif kemiskinan yang bersifat multidimensional dan dinamis muncul sebagai satu isu sentral dalam prioritas pembangunan. Munculnya isu ini tidak saja telah melahirkan perubahan pada fokus pengkajian kemiskinan, terutama yang menyangkut kerangka konseptual dan metodologi pengukuran kemiskinan, melainkan pula telah melahirkan tantangan bagi para pembuat kebijakan untuk merekonsktruksi keefektifan program-program pengentasan kemiskinan. Kesadaran akan pentingnya penanganan kemiskinan lokal yang berkelanjutan yang menekankan pada penguatan solusi-solusi yang ditemukan oleh orang yang bersangkutan semakin mengemuka. Pendekatan ini lebih memfokuskan pada pengidentifikasian apa yang dimiliki oleh orang miskin ketimbang apa yang tidak dimiliki orang miskin yang menjadi sasaran pengkajian. Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa orang miskin adalah manajer seperangkat asset yang ada diseputar diri dan lingkungannya. Sebagaimana ditunjukkan oleh studi Suharto (2002a:69): Keadaan di atas terutama terjadi pada orang miskin yang hidup di negara yang tidak menerapkan sistem negara kesejahteraan (welfare state) yang dapat melindungi dan menjamin kehidupan dasar warganya terhadap kondisi-kondisi yang memburuk yang tidak mampu ditangani oleh dirinya sendiri. Kelangsungan hidup individu dalam situasi ini seringkali tergantung pada keluarga yang secara bersama-sama dengan jaringan sosial membantu para anggotanya dengan pemberian bantuan keuangan, tempat tinggal dan bantuan-bantuan mendesak lainnya. 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. KONSEP KEMISKINAN Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Menurut Nasikun (1995), kondisi yang sesungguhnya harus dipahami mengenai kemiskinan : Kemiskinan adalah sebuah fenomena multifaset, multidimensional, dan terpadu. Hidup miskin bukan hanya berarti hidup di dalam kondisi kekurangan sandang, pangan, dan papan. Hidup dalam kemiskinan seringkali juga berarti akses yang rendah terhadap berbagai ragam sumberdaya dan aset produktif yang sangat diperlukan untuk dapat memperoleh sarana pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup yang paling dasar tersebut, antara lain: informasi, ilmu pengetahuan, teknologi dan kapital. Lebih dari itu, hidup dalam kemiskinan sering kali juga berarti hidup dalam alienasi, akses yang rendah terhadap kekuasaan, dan oleh karena itu pilihan-pilihan hidup yang sempit dan pengap. Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Dalam masyarakat modern, kemisikinan biasanya disamakan dengan masalah kekurangan uang. Kemiskinan juga dapat dibedakan menjadi tiga pengertian, yaitu : 1. Kemiskinan relative. 21

Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. 2. Kemiskinan cultural. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya. 3. Kemiskinan absolut. Kemiskinan Absolut adalah sejumlah penduduk yang tidak mampu mendapatkan sumberdaya yang cukup untuk memenuhi kebutuha dasar. Mereka hidup dibawah tingkat pendapatan minimum atau dibawah garis kemiskinan internasional. Menurut Ginanjar (1997), kemiskinan absolut : Kondisi kemiskinan yang terburuk yang diukur dari tingkat kemampuan keluarga untuk membiayai kebutuhan yang paling minimal untuk dapat hidup sesuai dengan martabat hidup sesuai dengan martabat kemanusiaan Di dalam suatu negara, pastilah terdapat tantangan besar di dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu tantangan tersebut adalah kemiskinan. Di Indonesia sendiri, terdapat begitu banyak masyarakat yang terjerat dalam kemiskinan. Hal ini tentu saja tidak di inginkan oleh masyarakat Indonesia. Semua akibat tentunya terdapat sebabnya. Seperti kemiskinan ini, tidak terjadi begitu saja. Namun, hal ini terjadi mungkin dikarenakan faktor-faktor dalam masyarakat itu sendiri. Kemiskinan sendiri mempunyai arti suatu keadaan di mana seseorang itu kekurangan bahan-bahan keperluan hidup. Dari pengertian tersebut, dapat kita analisis sebab atau faktor-faktor yang menjadi penyebab kemiskinan tersebut. Faktor-faktor yang menjadi penyebab kemiskinan antara lain : a. Tingkat pendidikan masyarakat yang rata-rata rendah. b. Cara berpikir yang masih tradisional dan konservatif. c. Apatis dan anti hal-hal baru. d. Mentalitas dan etos kerja yang kurang baik. e. Keadaan alam yang kurang mendukung. f. Keterisoliran secara geografis dari pusat. g. Tiadanya potensi atau produk andalan. h. Rendahnya kinerja dan budaya korup aparatur pemerintah daerah. 22

Dan di bawah ini beberapa penyebab kemiskinan menurut pendapat Karimah Kuraiyyim. Yang antara lain adalah: a. Merosotnya standar perkembangan pendapatan per-kapita secara global. Yang penting digarisbawahi di sini adalah bahwa standar pendapatan per-kapita bergerak seimbang dengan produktivitas yang ada pada suatu sistem. Jikalau produktivitas berangsur meningkat maka pendapatan per-kapita pun akan naik. Begitu pula sebaliknya, seandainya produktivitas menyusut maka pendapatan per-kapita akan turun beriringan. Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kemerosotan standar perkembangan pendapatan per-kapita : a) Naiknya standar perkembangan suatu daerah. b) Politik ekonomi yang tidak sehat. c) Faktor-faktor luar neger, diantaranya: a) Rusaknya syarat-syarat perdagangan b) Beban hutang c) Kurangnya bantuan luar negeri, dan d) Perang d) Pembagian subsidi in come pemerintah yang kurang merata. Hal ini selain menyulitkan akan terpenuhinya kebutuhan pokok dan jaminan keamanan untuk para warga miskin, juga secara tidak langsung mematikan sumber pemasukan warga. Bahkan di sisi lain rakyat miskin masih terbebani oleh pajak negara. Kemisikinan boleh berlaku atas kekurangan individu dan juga atas masalah sosio-ekonomi dalam sebuah masyarakat. Sehubungan dengan itu, sebab kemisikinan dapat dilihat dari dua dimensi yaitu : 1. Dimensi individu Kekurangan individu yang tertentu dapat mencetuskan kemiskinan. Kelemahan individu ini biasanya kelemahan yang setara dan dapat menyebabkan seseorang itu miskin, walaupun dia berada dalam suatu masyarakat yang penuh dengan peluang rezeki. Kelemahan individu ini adalah seperti berikut: a. Tabiat Berjudi 23

Tabiat berjudi adalah satu amalan yang menyebabkan seseorang itu miskin. Mereka yang kecanduan untuk berjudi, akan banyak kehilangan harta dalam aktivitas berjudinya dan mereka seringnya hilang tumpuan dalam pekerjaan kerana kalah dalam perjudian. b. Sakit Badan c. Masalah Personaliti Pada umumnya, personaliti bermasalah yang menyebabkan kemisikinan ialah sikap malas. Sikap malas itu dicerminkan dalam tingkah laku seperti suka berkhayal, suka beromong kosong, dan juga elak kerja. Orang yang malas adalah kekurangan produktivitasnya dan mereka akan hilang banyak peluang untuk mencari rezeki. 2. Dimensi masyarakat Dari dimensi ini, kemisikinan merupakan sesuatu yang terhasil dari masalah sosio-ekonomi. Wujudnya didalam suatu masyarakat dan bukan sesuatu yang diakibatkan oleh kelemahan individu itu sendiri. Sebab kemisikinan yang berhubung dengan masalah masyarakat adalah seperti berikut: a. Konflik Konflik seperti peperangan, kerusuhan dan sebagainya akan menyebabkan kegiatan ekonomi terbunuh dan ia juga membinasakan infrastruktur yang penting untuk menjaga kekayaan. Semua ini akan menyebabkan kemisikinan yang berlarut-larut. b. Ketidakadilan Sosial Menurut teori Marxisme, dalam masyarakat yang mengamalkan ekonomi pasaran bebas, kemisikinan adalah : Sesuatu yang tidak dapat dielakkan. Dalam masyarakat ini, harta cenderung untuk bertumpu kepada golongan yang terkaya, manakala orang yang miskin cenderung menjadi lebih miskin. Ini adalah karena dalam pasar bebas, komoditi itu dijualkan kepada mereka yang mampu menawarkan harga yang lebih tinggi. Prinsip ini menyebabkan faktor pengeluargan seperti tanah, cenderung dimiliki oleh golongan terkaya, kerana mereka mempunyai kekuasaan pembelian yang lebih tinggi. Pemilikikan faktor pengeluaran ini akan menyebabkan orang terkaya ini menjadi lebih kaya, dan mereka akan membeli lebih banyak faktor pengeluaran di pasa bebas. Proses ini akan berterusan, sehingga golongan terkaya ini memonopoli segala faktor pengeluaran, dan menyebabkan orang lain dalam masyarakat miskin tidak memiliki faktor pengeluaran. Tetapi teori ekonomi marxisme sudah dibuktikan oleh salah seorang ahli ekonomi. 24

Semua negara yang telah mencoba mengikuti teori Karl Marx gagal mengurangi kemiskinan. Kini hampir semua ahli ekonomi dan ahli sejarah ekonomi menggunakan teori ekonomi bebas untuk mengurangi kemiskinan. 2.2. Ukuran Kemiskinan Ada dua macam ukuran kemiskinan yang umum dan dikenal antara lain : 1. Kemiskinan Absolut Konsep kemiskinan pada umumnya selalu dikaitkan dengan pendapatan dan kebutuhan, kebutuhan tersebut hanya terbatas pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar ( basic need ). Kemiskinan dapat digolongkan dua bagian yaitu : a. Kemiskinan untuk memenuhi bebutuhan dasar. b. Kemiskinan untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. 2. Kemiskinan Relatif Menurut Kincaid ( 1975 ) semakin besar ketimpang antara tingkat hidup orang kaya dan miskin maka semakin besar jumlah penduduk yang selalu miskin.sehingga Bank Dunia (world bank ) membagi aspek tersebut dalam tiga bagian antara lain : a. Jika 40 % jumlah penduduk berpendapat rendah menerima kurang dari 12 % pendapatan nasionalnya maka pembagian pembangunan sangat timpang. b. Apabila 40 % lapisan penduduk berpendapatan rendah menikmati antara 12 17 % pendapatan nasional dianggap sedang. c. Jika 40 % dari penduduk berpendapatan menengah menikmati lebih dari 17 % pendapatan nasional maka dianggap rendah. 2.3. Kebijakan Dalam Mengurangi Kemiskinan 1. Pembangunan Sektor Petanian Sektor pertanian memiliki peranan penting di dalam pembangunan karena sector tersebut memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pendapatan masayrakat di pedesaan berarti akan mengurangi jumlah masyarakat miskin. Terutama sekali teknologi disektor pertanian dan infrastruktur. 2. Pembangunan Sumberdaya Manusia 25

Sumberdaya manusia merupakan investasi insani yang memerlukan biaya yang cukup besar, diperlukan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyrakat secara umum, maka dari itu peningkatan lembaga pendidikan, kesehatan dan gizi merupakan langka yang baik untuk diterapkan oleh pemerintah. 3. Peranan Lembaga Swadaya Masyarakat Mengingat LSM memiliki fleksibilitas yang baik dilingkungan masyarakat sehingga mampu memahami komunitas masyarakat dalam menerapkan rancangan dan program pengentasan kemiskinan. 2.4. Masalah Dualisme 2.4.1. Konsep Dualisme Konsep dualisme mempunyai 4 unsur pokok, yaitu : 1. Dua keadaan bersifat superior dan keadaan bersifat inferior yang bisa hidup berdampingan pada ruang dan waktu yang sama. 2. Kenyataan hidup berdampingannya dua keadaan yang berbeda bersifat kronis dan bukan tradisional. 3. Derajat superioritas dan inferioritas tidak menunjukkan kecenderungan yang menurut, bahkan terus meningkat. 2.4.2. Dualisme tersebut dapat dibedakan antara lain : 1. Dualisme sosial Penemuan seorang ekonom Belanda JH. Boeke, tentang sebab sebab kegagalan dari kebijaksanaan dalam upaya memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat. 2. Dualisme Ekologis Clifford Geertz tahun 1963 mengenalkan konsep ini, menggambarkan pola pola sosial dan ekonomi yang membentuk keseimbangan internal. 3. Dualisme Teknologi Benjamin Higgins ( 1956 ) mempertayakan kesahihan dan observasi yang lebih khusus kegunaan kerangka analisis ekonomi barat yang di kemukakan oleh Boeke. Sedangkan 26

Higgins menemukan bahwa asal mula dualisme adalah perbedaan teknologi antara sektor modern dan sector tradisional. 4. Dualisme Finansial Hla Myint ( 1967 ) meneruskan studi Higgins tentang peranan pasar modal dalam proses terjadinya dualisme. Pengertian dualisme financial menunjukkan bahwa pasar uang dapat dipisahkan ke dalam 2 kelompok yaitu pasar uang yang terorganisir dengan baik (organized money market) dan pasar uang yang tidak terorganisir ( unorganized money market ). 5. Dualisme Regional Dualisme Regional ada dua jenis yaitu : a. Dualisme antar daerah perkotaan dan pedesaan. b. Dualisme antar pusat negara, pusat industri dan perdangangan dengan daerahdaerah lainnya dalam negara tersebut. 2.4.3. Pengaruh Dualisme Terhadap Pembangunan. 1. Mekanisme pasar tidak berfungsi sebagaimana mestinya. 2. Sumberdaya yang tidak digunakan secara efesien. 3. Mempersulit proses perkembangan kesempatan kerja. 4. Menambah kerumitan masalah pengangguran. 2.4.4. Masalah Kependudukan dan Ketenega kerjaan Pertumbuhan Penduduk Masalah kependudukan dimaksud adalah masalah pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat tinggi dan biasanya menimbulkan masalah antara lain : a. Struktur usia muda. b. Jumlah pengangguran yang semakin serius. c. Urbanisasi. Strutur Usia Muda dan Penyebaran Penduduk Ada 3 ciri pokok yang menandai perkembangan dan permasalahan kependudukan di Indonesia antara lain : a. Laju pertumbuhan penduduk yang masih perlu diturunkan. 27

b. Penyebaran penduduk antara daerah yang tidak seimbang. c. Kualitas kehidupan penduduk yang perlu ditingkatkan. A.3.5. Teori Perangkap Kemiskinan dari Malthus Ada tiga kritik utama terhadap teori Malthus dan Neo Malthusian, yaitu : 1. Teori itu tidak memperhitungkan peranan dan dampak dari kemajuan teknologi. 2. Teori itu didasarkan pada suatu hipotesa tentang hubungan secara makro antara pertumbuhan penduduk dan tingkat pendapatan perkapita. 3. Teori itu merupakan perhatian kepada variabel yang keliru yaitu pendapatan perkapita sebagai faktor penentu utama tingkat pertumbuhan penduduk 2.5. FAKTOR FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemiskinan baik secara langsung maupun tidak langsung : 1. Tingkat kemiskinan cukup banyak. 2. Mulai dari tingkat dan laju pertumbuhan output ( produktivitas tenaga kerja ). 3. Tingkat inflasi. 4. Tinggat Infestasi. 5. Alokasi serta kualitas sumber daya alam. 6. Tingkat dan jenis pendidikan. 7. Etos kerja dan motivasi pekerja. Sektor pertanian merupakan pusat kemiskinan di Indonesia ada tiga factor penyebab utama antara lain : 1. Tingkat produktivitas yang rendah disebabkan oleh jumlah pekerja disektor tersebut terlalu banyak, sedangkan tanah, kapital, dan teknologi terbatas serta tingkat pendidikan petani yang rata-ratanya sangat rendah. 2. Daya saing petani atau dasar tukar domistik ( term of trade ) komoditi pertanian terhadap out put industri semakin lemah. 3. Tingkat diversifikasi usaha disektor pertanian ke jenis-jenis komoditi nonfood yang memiliki prospek pasar ( terrutama ekspor ) dan harga yang lebih baik masih sangat terbatas. 2.6. PERSOALAN KEMISKINAN 28

Langkah berikut adalah mencari solusi yang relevan untuk memecahkan problem itu (strategi mengentaskan kelompok miskin dari lembah kemiskinan ). 1. Konsep Kemiskinan Paling tidak ada tiga macam konsep kemiskinan antara lain : a. Kemiskinan absolut. b. Kemiskinan relatif. c. Kemiskinan subyektif. 2. Dimensi Kemiskinan Sedikitnya ada dua macam perspektif yang lazim dipergunakan untuk mendekati masalah kemiskinan antara lain : a. Perspektif kultural ( cultural perspective ). b. Perspektif struktural atau situasional ( situational perspective ). Perspektif kultural mendekati masalah kemiskinan pada tiga tingkat analisis : a. Individual. b. Keluarga. c. Masyarakat 29

BAB III METODE PENELITIAN Pelaksanaan pekerjaan menggunakan penelitian deskriptif yaitu penelitian yang menjelaskan dan menyajikan suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.menghimpun data dan menyajikannya. Pendekatan pelaksanaan pekerjaan menggunakan metodologi penelitian dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilaksanakan untuk merumuskan indikator rawan pangan yang relevan dengan wilayah yang dikaji. Pendekatan kualitatif digunakan sebagai pembanding dan memperjelas data kuantitatif yang ada dengan memakai strategi studi kasus. Strategi studi kasus dipilih karena kekhasan masalah, selain kemampuannya dalam menjelaskan fenomena sosial secara lebih mendalam (Cresswel, 1994; Babie 2004 dalam Sitorus,1999). 3.1. Lokasi dan Waktu kegiatan Lokasi pelaksanaan pekerjaan adalah di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Ku;on Progo. Waktu pelaksanaan kegiatan dilaksanakan selama 2 tahun. 3.2. Data Penunjang Dilihat dari sumbernya, data dasar yang digunakan dalam Studi ini ada dua jenis yaitu data sekunder dan data primer. 1. Data Skunder Data ini merupakan data yang telah dikumpulkan dan sajikan oleh pihak lain. Adapun data sekunder yang akan digunakan dalam studi ini adalah data time series lima tahun terakhir. a. Data sosial ekonomi penduduk menurut kecamatan di seluruh kabupaten: Jumlah penduduk/kepala keluarga miskin (keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I) b. Data pendukung lainnya. Data-data sekunder yang disebutkan dimuka dikumpulkan dari berbagai sumber resmi, yaitu: 1) BPS, 2) Bappeda 30

3) Dinas Pertanian, 4) BKKBN 5) Dinas Kesehatan 2. Data Primer Data ini merupakan data yang diperoleh langsung dari obyek studi. Adapun data primer yang digunakan dalam studi ini diantaranya meliputi: kondisi visual lapangan, informasi masyarakat langsung, pendapat dan pandangan dari pemerintah daerah 3.3. Indikakator Kemiskinan Untuk melakukan identifikasi kemiskinan di suatu daerah dilakukan dengan menetapkani indikator kemiskinan terlebih dahulu. Pendekatan ini dimaksudkan untuk memudahkan penelompokan baik secara kuantitatif maupun kualitatif sesuai dengan kelengkapan data dan permasalahan yang ada agar apa yang menjadi maksud, tujuan serta sasaran penyusunan dokumen dan validasi data penduduk miskin dapat diwujudkan. Kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo terjadi disebabkan berbagai hal, terutama adanya ketimpangan atau kesalahan dalam tatanan sistem ekonomi-sosial sehingga masyarakat tidak dapat mengakses sumber sumber pendapatan yang tersedia sehingga tidak dapat meningkatkan taraf kesejahteraan (man made poverty). Kemiskinan ini dapat terjadi karena kesalahan dalam kebijakan dan strategi pembangunan serta pilihan kebijakan makro yang tidak tepat. Kemiskinan seperti terjadi di Kabupaten Kulon Progo ini terjadi terutama disebabkan rendahnya kualitas SDM dan SDA sehingga masyarakat tidak dapat berproduksi dengan optimal. Pada kondisi ini unit-unit produksi tidak dapat berfungsi secara optimal sehingga tidak mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, baik dari aspek sosial ekonomi maupun aspek lingkungan. Kata kunci dari pola kemiskinan ini adlaah ketidakberdayaan masyarakat sbeagai subyk pembangunan. Pada gambar 1 berikut dijelaskan pola dua macam kemiskinan. 3.3.1. Karakteristik Rumah Tangga Miskin Hasil pendataan BPS pada tahun 2010 menunjukkan sebagian besar dari rumahtangga miskin mempunyai 4,9 anggota rumahtangga. Jumlah rata rata anggota rumahtangga ini lebih besar dibanding jumlah rata rata anggota rumahtangga tidak miskin. 31

Ini menunjukkan bahwa rumahtangga miskin harus menanggung beban yang lebih besar dibanding rumahtangga tidak miskin. Rumahtangga miskin di daerah perkotaan rata rata mempunyai 5,1 anggota rumahtangga, sedangkan rumahtangga miskin di daerah perdesaan rata rata mempunyai 4,8 anggota rumahtangga. Dari angka ini dapat diketahui bahwa beban rumahtangga miskin di daerah perkotaan dalam memenuhi kebutuhan hidup ternyata lebih besar daripada rumahtangga miskin di daerah perdesaan. Ciri lain yang melekat pada rumahtangga miskin adalah tingkat pendidikan kepala rumahtangga yang rendah. Data yang disajikan BPS memperlihatkan bahwa 72,01% dari rumahtangga miskin di perdesaan dipimpin oleh kepala rumahtangga yang tidak tamat SD, dan 24,32% dipimpin oleh kepala rumahtangga yang berpendidikan SD. Kecenderungan yang sama juga dijumpai pada rumahtangga miskin di perkotaan. Sekitar 57,02% rumahtangga miskin di perkotaan dipimpin oleh kepala rumahtangga yang tidak tamat SD, dan 31,38% dipimpin oleh kepala rumahtangga berpendidikan SD. Ciri ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan kepala rumahtangga miskin di perkotaan lebih tinggi dibanding kepala rumahtangga di perdesaan. Ciri rumah tangga miskin yang erat kaitannya dengan tingkat pendidikan dan sebaran lokasi rumahtangga adalah sumber penghasilan. Menurut data BPS, penghasilan utama dari 63,0% rumahtangga miskin bersumber dari kegiatan pertanian, 6,4% dari kegiatan industri, 27,7% dari kegiatan jasa-jasa termasuk perdagangan, bangunan dan pengangkutan, dan selebihnya merupakan penerima pendapatan. Pada tahun 1998 dan 1999 proporsi sumber penghasilan utama tidak mengalami pergeseran. Dengan membedakan menurut daerah dapat dicatat bahwa sebagian besar atau sekitar 75,7% rumahtangga miskin di perdesaan mengandalkan pada sumber penghasilan di sektor pertanian. Lebih dari 75% rumahtangga miskin di perkotaan memperoleh penghasilan utama dari kegiatan ekonomi di luar sektor pertanian dan hanya 24,0% rumahtangga miskin mengandalkan pada sektor pertanian. Ini konsisten dengan corak rumahtangga perdesaan yang sebagian besar adalah rumahtangga petani. Kegiatan ekono mi perkotaan yang lebih beragam memberikan sumber penghasilan yang beragam pula bagi rumahtangga miskin di perkotaan. Informasi tentang profil kemiskinan di perdesaan sangat diperlukan oleh pengambil kebijakan terutama untuk penanganan masalah kemiskinan. Keterangan mengenai jenis persoalan dan akar permasalahan yang dihadapi berbagai jenis segmen penduduk miskin dapat membantu perencana program dalam menentukan program-program yang tepat. 32

Dengan mengetahui profil kemiskinan di perdesaan, pengambil kebijakan bisa lebih memfokuskan pada program pengentasan kemiskinan di perdesaan sehingga dapat lebih sesuai dengan kebutuhan penduduk miskin tersebut. Berbagai program pengentasan kemiskinan yang didasari pemahaman menyeluruh mengenai karakteristik sosial demografi dan dimensi ekonomi penduduk miskin dapat membantu perencanaan, pelaksanaan, dan hasil target yang baik. Karena, salah satu prasyarat keberhasilan program program pembangunan sangat tergantung pada ketepatan pengidentifikasian target grup dan target area. Data-data tentang profil kemiskinan di Indonesia menurut provinsi dipaparkan pada tabel 1. 33

Propinsi Tabel 1. Jumlah Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan Menurut Provinsi Jumlah Penduduk Miskin (000) Persentase Penduduk Miskin (%) Garis Kemiskinan (Rp) Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa Nangroe Aceh Darussalam 173.4 688.5 861.9 14.65 23.54 20.98 308,306 266,285 278,389 Sumatera Utara 689.0 801.9 1490.9 11.34 11.29 11.31 247,547 201,810 222,898 Sumatera Barat 106.2 323.8 430.0 6.84 10.88 9.50 262,173 214,458 230,823 Riau 208.9 291.3 500.3 7.17 10.15 8.65 276,627 235,267 256,112 Jambi 110.8 130.8 241.6 11.80 6.67 8.34 262,826 193,834 216,187 Sumatera Selatan 471.2 654.5 1125.7 16.73 14.67 15.47 258,304 198,572 221,687 Bengkulu 117.2 207.7 324.9 18.75 18.05 18.30 255,762 209,616 225,857 Lampung 301.7 1178.2 1479.9 14.30 20.65 18.94 236,098 189,954 202,414 Bangka Belitung 21.9 45.9 67.8 4.39 8.45 6.51 289,644 283,302 286,334 Kepulauan Riau 67.1 62.6 129.7 7.87 8.24 8.05 321,668 265,258 295,095 DKI Jakarta 312.2-312.2 3.48-3.48 331,169-331,169 Jawa Barat 2350.5 2423.2 4773.7 9.43 13.88 11.27 212,210 185,335 201,138 Jawa Tengah 2258.9 3110.2 5369.2 14.33 18.66 16.56 205,606 179,982 192,435 DI Yogyakarta 308.4 268.9 577.3 13.98 21.95 16.83 240,282 195,406 224,258 Jawa Timur 1873.5 3655.8 5529.3 10.58 19.74 15.26 213,383 185,879 199,327 Banten 318.3 439.9 758.2 4.99 10.44 7.16 220,771 188,741 208,023 Bali 83.6 91.3 174.9 4.04 6.02 4.88 222,868 188,071 208,152 Nusa Tenggara Barat 552.6 456.7 1009.4 28.16 16.78 21.55 223,784 176,283 196,185 Nusa Tenggara Timur 107.4 906.7 1014.1 13.57 25.10 23.03 241,807 160,743 175,308 Kalimantan Barat 83.4 345.3 428.8 6.31 10.06 9.02 207,884 182,293 189,407 Kalimantan Tengah 33.2 131.0 164.2 4.03 8.19 6.77 220,658 212,790 215,466 Kalimantan selatan 65.8 116.2 182.0 4.54 5.69 5.21 230,712 196,753 210,850 Kalimantan Timur 79.2 163.8 243.0 4.02 13.66 7.66 307,479 248,583 285,218 Sulawesi Utara 76.4 130.3 206.7 7.75 10.14 9.10 202,469 188,096 194,334 34

Propinsi Tabel 1. Jumlah Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan Menurut Provinsi Jumlah Penduduk Miskin (000) Persentase Penduduk Miskin (%) Garis Kemiskinan (Rp) Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa Sulawesi Tengah 54.2 420.8 475.0 9.82 20.26 18.07 231,225 195,795 203,237 Sulawesi Selatan 119.2 794.2 913.4 4.70 14.88 11.60 186,693 151,879 163,089 Sulawesi Tenggara 22.2 378.5 400.7 4.10 20.92 17.05 177,787 161,451 165,208 Gorontalo 17.8 192.0 209.9 6.29 30.89 23.19 180,606 167,162 171,371 Sulawesi Barat 33.7 107.6 141.3 9.70 15.52 13.58 182,206 165,914 171,356 Maluku 36.3 342.3 378.6 10.20 33.94 27.74 249,895 217,599 226,030 Maluku Utara 7.6 83.4 91.1 2.66 12.28 9.42 238,533 202,185 212,982 Papua Barat 9.6 246.7 256.3 5.73 43.48 34.88 319,170 287,512 294,727 Papua 26.2 735.4 761.6 5.55 46.02 36.80 298,285 247,563 259,128 Indonesia 11097.8 19925.6 31023.4 9.87 16.56 13.33 232,988 192,354 211,726 Sumber: Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, 2010 35

3.3.2. Pemetaan Keiskinan di Kabupaten Kulon Progo Sesuai dengan pendekatan pengukuran dan analisis penyebab kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo digambarkan pada Gambar 1. berikut. Gambar 1. Berbagai Faktor Penyebab Kemiskinan Dari bebragai faktor penyebab kemiskinan tersebut, kemudian dapat dilakukan penetapan indikator dan parameter pengukuran kemiskinan. Penentuan indikator dan parameter ini juga mengacu pada pendekatan yang dilakukan oleh Biiro Pusat Statistik, khususnya untuk tahun 2010. Adapun indikator yang dimaksud adalah seperti pada tabel 2. sebagai berikut. Tabel 2. Ukuran Indikator Kemiskinan Aspek Penyebab Kemiskinan Indikator kemiskinan Masyarakat Parameter Skor Maks (N) Bobot (B) Score Maks (NxB) 53

Aspek Penyebab Kemiskinan 1. Aspek Ekonomi (30%) 2. Aspek Geografi (20%) 3. Kesehatan (25%) 4. Pendidikan dan Sosial (25%) Indikator kemiskinan Masyarakat 1) Pendapatan tetap 2) Ketergantungan pada sektor pertanian 3) Kegiatan wirausaha /industri Parameter Rata-rata penghasilan masyarakat minimal Rp. 259.128. Sumber pendapatan tidak tergantung dari sektor pertanian Ada kegiatan wirausaha /industri Skor Maks (N) Bobot (B) Score Maks (NxB) 10 1 10 7,5 1 7,5 7,5 1 7,5 4) Penganggguran Masyarakat memiliki penghasilan tetap 5 1 5 1) Kondisi Mendukung kegiatan 5 1 5 topografi ekonomi 2) Kondisi Mendukung kegiatan 5 1 5 geografis ekonomi 3) Ada sumber Ada dan sudah terolah 5 1 5 daya alam yang sduah terolah 4) Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi 1) Akses Kesehatan Ada dan lancar 5 1 5 a. Tidak ada akses ke sarana kesehatan Tidak mampu membiayai pelayanan kesehatan 2) Sikap hidup a. Budaya hidup tidak sehat b. Adat yang tidak mendukung 3) Tempat Tinggal a. Rumah tidak kokoh/ permanen. b. Tidak memiliki MCK sendiri. c. Tidak menggunakan fasilitas energi. d. Kesulitan air bersih. 1) Pendidikan a. Tidak tamat sekolah dasar 6 tahun. b. Tidak mampu membiayai anggota keluarga pendidikan 9 tahun c. Akses ke Sekolah Menengah Atas 10 0,6 0,4 7 0,2 0,3 8 0,2 0,2 0,2 0,2 15 0,5 0,25 0,25 6 4 3 4 2 2 2 2 9 3 3 54

Aspek Penyebab Kemiskinan Indikator kemiskinan Masyarakat 2)Budaya 3)Jumlah Keluarga. Parameter d. Sikap mental dan perilaku positif e. Tanggungan keluarga lebih besar sama dengan 4 orang. Skor Maks (N) Bobot (B) Score Maks (NxB) 5 1 5 5 1 5 Jumlah 100 100 Keterangan : Batasan masyarkat suatu kecamatan masuk kriteria miskin apabila memperoleh skor < 71 Dari hasil penentuan indicator dan penghitungan skor dapat kita buat peta wilayah kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo, dan dari hasil pemetaan kemiskinan dapat dijadikan dasar dalam penyusunan strategi dan kebijakan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo. Kemiskinan Produktifitas menurun PDRB menurun Problem keamanan lingkungan Penyusunan indicator dan pemetaan kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo propinsi DIY KEBIJAKAN PENGURANGAN KEMISKINAN Gambar 2. Kerangka kerja penelitian BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN KULON PROGO 4.1. Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik Kabupaten Kulon Progo 4.1.1. Letak, Batas, dan Luas Wilayah 55

Kabupaten Kulon Progo secara geografis terletak antara 70 38'42" 70 59'3" Lintang Selatan dan 1100 1'37" 1100 16'26" Bujur Timur, merupakan bagian wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak di bagian paling barat serta dibatasi oleh : Sebelah Barat : Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Sebelah Timur : Kabupaten Sleman dan Bantul, Prov. D.I. Yogyakarta Sebelah Utara : Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Sebelah Selatan : Samudera Hindia. Secara fisiografis, di sisi timur Kabupaten Kulon Progo dibatasi oleh Sungai Progo yang memisahkan kabupaten ini dengan Kabupaten Sleman dan Bantul. Sungai Progo merupakan sungai terbesar yang melintasi Provinsi DIY dengan hulu di Gunung Sumbing Kabupaten Wonosobo dan bermuara di Samudera Hindia. Sungai ini mempunyai pengaruh besar terhadap perekonomian penduduk di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, terutama di sekitar aliran sungai yang dimanfaatkan untuk budidaya sektor pertanian. Luas area kabupaten Kulon Progo adalah 58.628,311 Ha yang meliputi 12 kecamatan dengan 87 desa, 1 kelurahan dan 917 pedukuhan. Kecamatan terluas adalah Samigaluh dan Kokap, masing-masing yaitu 12% dari total wilayah Kabupaten, sedangkan wilayah terkecil adalah Kecamatan Wates. Dari luas total kabupaten, 24,89 % berada di wilayah Selatan yang meliputi Kecamatan Temon, Wates, Panjatan dan Galur, 38,16 % di wilayah tengah yang meliputi Kecamatan Lendah, Pengasih, Sentolo, Kokap, dan 36,97 % di wilayah utara yang meliputi Kecamatan Girimulyo, Nanggulan, Kalibawang dan Samigaluh. Tabel 2.1. berikut ini memberikan informasi luas wilayah tiap kecamatan di Kabupaten kulon Progo. Tabel 4.1 Nama, Luas Wilayah Kecamatan dan Jumlah Desa/Kelurahan Kecamatan Jumlah Luas Kecamatan Desa/Kelurahan (Ha) (%) Temon 15 3,629,890 6.20 Wates 8 3,200,239 5.47 Panjatan 11 4,459,230 7.62 Galur 7 3,291,232 5.62 Lendah 6 3,559,129 6.08 56

Sentolo 8 5,265,340 9.00 Pengasih 7 6,166,468 10.54 Kokap 5 7,379,950 12.61 Girimulyo 4 5,390,424 9.21 Nanggulan 6 3,960,670 6.77 Kalibawang 4 5,296,368 9.05 Samigaluh 7 6,929,308 11.84 Total 88 58,528,248 100 Sumber : Kulon Progo Dalam Angka 2011 57

58

59

60

61

62

63

64

65

66

67

68

69

70

4.1.2. Kondisi umum iklim dan curah hujan 71

Iklim merupakan rata-rata kondisi cuaca dalam periode yang panjang. Suhu dan curah hujan merupakan dua unsur iklim yang sangat penting bagi kehidupan di bumi. Suhu rata-rata di Kabupaten Kulon Progo berkisar 25-29 0C. Berdasarkan analisis data curah hujan bulanan tahun 2006-2010, diketahui bahwa curah hujan tahunan di Kabupaten Kulon Progo mencapai di atas 1.907,4 mm pada tahun2007. Curah hujan tertinggi umumnya terjadi pada Bulan Desember, sedangkan terendah terjadi pada Bulan Agustus. Nilai ini mengikuti pola distribusi musim di Indonesia, yaitu bulan-bulan basah pada musim penghujan (November-April) dan bulan-bulan kering pada musim kemarau (Mei-Oktober). Curah hujan dan hari hujan dari tahun 2006-2010 menurut 5 stasiun hujan di Gejagan, ingkung, Gembongan, Beji, Brosot Kabupaten Kulon Progo adalah sebagai berikut: Tabel 4.2 Curah Hujan dan Hari Hujan Tahun 2005-2010 Menurut Stasiun Hujan di Kabupaten Kulon Progo 72

4.2. Demografi / Kependudukan Data jumlah penduduk kabupaten Kulon progo tahun 2009-2010 merupakan hasil pendataan Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon progo, sedangkan data tahun 2011 diperoleh dari hasil Pendataan Keluarga Miskin Kabupaten Kulon progo yang dilaksanakan dengan mengacu Perbup No 39 tahun 2011, jumlah Penduduk Kabupaten Kulon Progo pada bulan Desember tahun 2011 sebanyak 473.397 jiwa. Adapun persebaran penduduk tiap kecamatan tahun 2009-2011 seperti tecantum dalam tabel berikut: Tabel 4.3 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Bulan Desember 2009 2011 Dari data di atas tampak bahwa penyebaran penduduk Kulonprogo masih berkumpul di 3 Kecamatan, yaitu Pengasih sebesar 11,33 persen, kemudian diikuti oleh Kecamatan Wates sebesar 11,14 persen, dan Kecamatan Sentolo sebesar 10,70 persen. Kecamatan Pengasih, 73

Wates, dan Sentolo adalah 3 Kecamatan dengan urutan teratas yang memiliki jumlah penduduk terbanyak yang masing-masing berjumlah 53.632 orang, dan 52.717 orang, 50.669 orang. Sedangkan Kecamatan Girimulyo merupakan kecamatan yang paling sedikit penduduknya, yakni sebanyak 27.022 orang. Berdasarkan perbandingan jumlah total penduduk dengan luas wilayah kabupaten, rata-rata tingkat kepadatan penduduk Kulonprogo adalah sebanyak 807 orang per kilo meter persegi atau 8,07 jiwa per hektar. Kecamatan yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Wates yakni sebanyak 1647 orang per kilo meter persegi atau 16.47 jiwa per hektar. Sedangkan yang paling rendah adalah Kecamatan Samigaluh yakni 455 orang perkilo meter persegi atau 4.55 jiwa per hektar. Sementara laju pertumbuhan penduduk Kulonprogo per tahun selama sepuluh tahun terakhir yakni dari tahun 2000-2010 sebesar 0.66 persen. Laju pertumbuhan penduduk tertinggi di Kulonprogo ada di tiga kecamatan yakni Kecamatan Temon, Wates, dan Pengasih yaitu 0.81 persen. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk yang terendah di Kecamatan Kokap sebesar - 0,57 persen. Meskipun Kecamatan Sentolo menempati urutan kedua dari jumlah penduduk, namun dari sisi laju pertumbuhan penduduk menempati urutan keempat sebesar 0.77 persen. Sebaliknya, Kecamatan Temon yang jumlah penduduknya menempati urutan terendah ke-4 setelahda urutan tertinggi atau sama dengan Kecamatan Wates dan Kecamatan Pengasih. Untuk menghitung proyeksi jumlah penduduk untuk tahun berikutnya, digunakan angka kecendurungan (tren) dari rata-rata laju pertumbuhan jumlah penduduk tiap kecamatan beberapa tahun 2000-2010 rumus: (N+1) = N x (100+r) : 100 Dimana : N+1 : Jumlah Penduduk proyeksi 1 tahun berikutnya N : jumlah penduduk tahun 2011 r : trend prosentase pertambahan penduduk tahun 2000-2010 Sedangkan proyeksi penduduk Kabupaten Kulon Progo Tahun 2011-2017 disajikan dalam tabel di bawah ini. 74

Tabel 4.4. Proyeksi Penduduk Tiap Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2011-2017 4.3. Keuangan dan Perekonomian Daerah Salah satu indikator ekonomi dalam pencapaian tingkat kesejahteraan adalah aktifitas perputaran uang di suatu wilayah. Berdasarkan Undang-Undang nomor 33 tahun 2004 Pasal 6 ayat(1), dijelaskan bahwa ada empat sumber Pendapatan Asli Daerah yang memegang peranan penting dalam pengelolaan keuangan daerah, yaitu (i) pajak daerah, (ii) retribusi daerah, (iii) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, (iv) serta lain lain pendapatan asli daerah yang sah. Kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah di Kabupaten Kulon Progo mengalami peningkatan. Namun tingkat ketergantungan terhadap Pemerintah Pusat (DAU) masih sangat besar. Dana Perimbangan merupakan pendanaan daerah yang bersumber dari APBN, yang terdiri dari Dana Bagi hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Serta Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Perimbangan ini merupakan transfer dana dari Pemerintah Pusat dan merupakan satu kesatuan yang utuh. Proporsi Dana Perimbangan yang sangat besar terhadap kontribusi APBD menunjukkan bahwa Kabupaten Kulon Progo masih sangat tergantung terhadap Pemerintah Pusat. Sedangkan lain-lain pendapatan daerah yang sah di APBD, terdiri dari pendapatan hibah, dana hasil bagi pajak dengan provinsi, dana penyesuaian dan otonomi khusus, Serta bantuan keuangan dari provinsi maupun pemda lainnya. Adapun gambaran mengenai APBD Kabupaten Kulon Progo 5 tahun terakhir adalah sebagai berikut: 75

Tabel 4.5. Ringkasan Realisasi APBD 5 Tahun terakhir Tabel 4.6. Ringkasan anggaran Sanitasi dan Belanja Modal Sanitasi per Penduduk Tahun 2007-2011 4.4. Kebijakan Fiskal Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan danadana dan kebijaksanaan yang ditempuh untuk membelanjakan dana 76

tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan. Atau dengan kata lain, kebijakan fiscal adalah kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan penerimaan atau pengeluaran Negara. Dari semua unsur APBN hanya pembelanjaan Negara atau pengeluaran Negara dan pajak yang dapat diatur oleh pemerintah dengan kebijakan fiskal. Contoh kebijakan fiskal adalah apabila perekonomian nasional mengalami inflasi,pemerintah dapat mengurangi kelebihan permintaan masyarakat dengan cara memperkecil pembelanjaan dan atau menaikkan pajak agar tercipta kestabilan. Cara demikian disebut dengan pengelolaan anggaran. Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran komsumsi pemerintah (G), jumlah transfer pemerintah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah, sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatan nasional (Y) dan tingkat kesempatan kerja (N). Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 54/PMK/2012 tanggal 16 April 2012, indeks fiskal daerah diatur oleh menteri keuangan dengan maksud untuk perencanaan lokasi dan alokasi Dana Urusan Bersama (DUB) serta penentuan besaran penyediaan Dana daerah untuk Urusan Bersama (DDUB), seperti pelaksanaan bantuan langsung masyarakat Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan dan Perkotaan. Dalam perhitungan pemerintah menggunakan fiskal daerah (data kemampuan daerah, data transfer ke daerah, dan data belanja pegawai negeri sipil) serta non fiskal daerah seperti jumlah penduduk, persentasi jumlah penduduk miskin, indeks kemahalan konstruksi. Besaran Indeks fiskal dan kemskinan daerah terdiri dari Indeks Ruang Fiskal Daerah (IRFD) dan Indeks Persentasi Penduduk Miskin (IPPMD). Adapun besarnya Indeks Ruang Fiskal Daerah kabupaten Kulon Progo adalah sebagai berikut: 77

Tabel 4.7. Data Indeks Ruang Fiskal Kabupaten Kulon Progo 5 Tahun Terakhir 4.5. PDRB dan Struktur Perekonomian Salah satu indikator makro untuk melihat kinerja perekonomian secara riil di suatu daerah digambarkan oleh laju pertumbuhan ekonomi yang dihitung berdasarkan perubahan PDRB atas dasar harga konstan pada tahun yang bersangkutan terhadap tahun sebelumnya.pada tahun 2010 nilai PDRB atas dasar harga berlaku sebesar 3.55 triliun rupiah atau meningkat sekitar 248,113 miliar rupiah dibandingkan dengan nilai pada tahun 2009. Sedangkan berdasarkan atas harga konstan, nilai PDRB Kabupaten Kulon Progo tahun 2010 naik 65,934 miliar rupiah dari tahun sebelumnya atau sebesar 1,728 triliun rupiah. 78

Gambar 4.1. Nilai PDRB Kabupaten Kulon Progo Tahun 2006-2010 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2010 digambarkan oleh laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan pada tahun 2010 dibandingkan dengan nilai PDRB atas dasar harga konstan pada tahun 2009. Pada tahun 2010 perekonomian Kabupaten Kulon Progo mengalami peningkatan sebesar 3,97 persen. Dibandingkan tahun 2009, laju pertumbuhan tahun 2010 melambat 0,74 poin. Melambatnya laju pertumbuhan ini disebabkan karena melambatnya pertumbuhan pada sektor pertanian dan sektor jasa-jasa yang mempunyai kontribusi yang dominan pada total pembentukan PDRB. Sehingga melambatnya kedua sektor tersebut berpengaruh pada pertumbuhan secara keseluruhan. Secara sektoral, sembilan sektor pembentukan PDRB mengalami pertumbuhan positif. Di tahun 2010 sektor pertambangan dan penggalian mengalami laju pertumbuhan paling tinggi sebesar 8,81 persen. Pada urutan kedua sektor keuangan persewaan, dan jasa perusahaan mengalami pertumbuhan sebesar 8,55 persen disusul oleh sektor listrik, gas, dan air bersih yang tumbuh mencapai 6,52 persen. Gambar 4.2. Peranan Sektoral PDRB Kabupaten Kulon Progo Tahun 2010 Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku Kabupaten Kulon Progo tahun 2009 sebesar 3,286 triliun rupiah. Dengan jumlah penduduk sebesar 374.921 jiwa, PDRB per kapitanya mencapai Rp. 8.765.255. PDRB per kapita diperoleh dengan cara membagi nilai tambah (PDRB) atas dasar harga berlaku dengan jumlah penduduknya. PDRB per kapita merupakan salah satu indikator untuk menilai kemakmuran penduduk. Dilihat dari komposisi nilai PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun 2010, sektor dengan kontribusi 79

terbesar dalam pembentukan PDRB Kabupaten Kulon Progo adalah sektor pertanian sebesar 24,11 persen; diikuti sektor jasa-jasa sebesar 19,92 persen dan di posisi ketiga yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran dengan kontribusi sebesar 16,40 persen. Sedangkan sektor dengan kontribusi terkecil adalah sektor listrik, gas dan air bersih dengan sumbangan kontribusinya sebesar 0,86 persen. Tabel 4.8. Data Perekonomian Umum Daerah Tahun 2007-2010 4.6. Sosial dan Budaya Kondisi dan perkembangan sosial dan budaya di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2011 dapat dipantau melalui indikator ketersediaan fasilitas pendidikan masyarakat. 4.6.1. Fasilitas Pendidikan a. Ketersediaan Sekolah Bagi Penduduk Usia Sekolah Rasio ketersediaan sekolah adalah jumlah sekolah tingkat pendidikan dasar per 10.000 jumlah penduduk usia pendidikan dasar. Rasio ini mengindikasikan kemampuan untuk menampung semua penduduk usia pendidikan dasar. Selama tahun 2006 hingga tahun 2010, rasio ketersediaan sekolah/penduduk usia sekolah pada tingkat pendidikan dasar mengalami peningkatan. Hal ini berarti, beban sebuah sekolah untuk menampung penduduk usia sekolah menjadi lebih ringan dan dapat mengindikasikan adanya perbaikan layanan pendidikan. Sedangkan rasio ketersediaan sekolah/penduduk usia sekolah SMA/MA/SMK mengalami peningkatan, yang menunjukkan adanya perbaikan layanan pendidikan, di mana terdapat peningkatan jumlah sekolah yang ada untuk menampung penduduk usia sekolah. 80

Tabel 4.9. Rasio Ketersediaan Sekolah/Penduduk Usia SD dan SMP/MTs Tahun 2006-2010 b. Persentase Sekolah Pendidikan Dasar (SD/MI dan SMP/MTs) Kondisi Bangunan Baik Data menunjukkan adanya kerusakan baik ringan maupun berat pada bangunan sekolah SD/MI dan SMP/MTs di Kabupaten Kulon Progo pada Tahun 2010. Kecamatan Wates merupakan kecamatan dengan jumlah kerusakan bangunan SD/MI terbanyak, yaitu 23 rusak ringan dan 23 rusak berat, dan Nanggulan merupakan kecamatan dengan jumlah kerusakan ringan terbanyak pada bangunan SMP/MTs. 81

Tabel 4.10 Kondisi Bangunan Sekolah Dirinci Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010 c. Persentase Pendidikan Menengah (SMA/MA/SMK) Kondisi Bangunan Baik Data menunjukkan adanya kerusakan baik ringan maupun berat pada bangunan sekolah SMA/MA/SMK di Kabupaten Kulon Progo pada Tahun 2010. Kecamatan Wates merupakan kecamatan dengan jumlah kerusakan ringan dan berat terbanyak pada bangunan SMA/SMK/MA. Namun begitu secara keseluruhan, Bangunan SMA/MA/SMK di Kabupaten Kulon Progo tidak begitu banyak mengalami kerusakan berat. Tabel 4.11. Kondisi Bangunan SMA/MA/SMK Tahun 2010 82