BAB I PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. makro ekonomi. Tinggi rendah angka pembangunan dilihat dari trend

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

Kata Kunci: PAD, Belanja Modal, DAU, IPM

BAB I PENDAHULUAN. mengurus daerahnya sendiri, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Problema kemiskinan terus menjadi masalah besar sepanjang sejarah sebuah

BAB 1 PENDAHULUAN. karena sebagian orang tua lebih memilih untuk mempekerjakan anaknya dari pada

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai upaya dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah semata-sama

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

HALAMAN PENGESAHAN...

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Wilayah negara Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Nomor No.12 tahun 2008 (revisi UU no.32 Tahun

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

Abstrak. Kata kunci: Kinerja Keuangan, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Belanja Modal.

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

: Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Badung Bali. : Tyasani Taras NIM :

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi juga merupakan indikator pencapaian pembangunan nasional. akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia demi mencapai masyarakat yang sejahtera. Namun, mengingat Negara

BAB I PENDAHULUAN. Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan dan hasilnya. Di awal pelita, yaitu pelita I, titik berat

BAB I PENDAHULUAN. sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG TAMBAHAN BANTUAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di Indonesia telah membawa

I. PENDAHULUAN. dalam mengelola potensi sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 41 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDHULUAN. kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi memiliki

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (IPM), pembangunan manusia didefinisikan sebagai a process

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 44 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi pemerintahan pada daerah Indonesia di tahun 2001

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 03/PMK.07/2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan pada tingkat nasional, regional, maupun lokal.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang. Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. upaya yang berkesinambungan yang meliputi pembangunan masyarakat, bangsa,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan bagaimana sebuah negara berkembang. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu mistar pengukur yang digunakan untuk melihat sekaligus meramalkan perkembangan sebuah Negara. Pertumbuhan ekonomi menitikberatkan pada laju produksi barang dan jasa dalam periode tertentu, yang diukur melalui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Indonesia adalah salah satu Negara dengan potensi pertumbuhan ekonomi yang baik. Indonesia terdiri dari 34 Provinsi yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Provinsi Bali adalah salah satu bagian dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) yang memiliki angka pertumbuhan ekonomi tertinggi, khususnya Kabupaten Badung. Provinsi Bali dikenal sebagai salah satu kawasan wisata yang memiliki daya potensi di bidang seni, budaya dan keindahan alamnya, sehingga daya tarik wisata dijadikan sebagai tulang punggung utama Provinsi Bali. Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa terjadi ketimpangan pembangunan antar daerah di Bali, dimana laju pertumbuhan ekonomi lebih difokuskan pada wilayah Bali selatan, khususnya Badung (Kandia, 2013; Indrabayu, 2013; Edison, 2015). Berikut adalah data PDRB Kabupaten/Kota Provinsi Bali tahun 2009-2013 yang dipaparkan dalam Tabel 1.1. 1

Tabel 1.1 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Periode 2009-2013 (Dalam Jutaan Rupiah) Kabupaten/Kota 2009 2010 2011 2012 2013 Jembrana 1.663.345 1.739.284 1.836.900 1.945.292 2.049.927 Tabanan 2.342.711 2.475.716 2.619.688 2.774.394 2.941.821 Badung 5.528.320 5.886.369 6.280.211 6.738.308 7.170.966 Gianyar 3.187.823 3.380.513 3.609.056 3.854.011 4.101.807 Klungkung 1.240.543 1.307.889 1.383.890 1.467.352 1.551.109 Bangli 1.040.363 1.092.116 1.155.899 1.225.104 1.293.885 Karangasem 1.747.169 1.836.132 1.931.439 2.042.135 2.160.734 Buleleng 3.266.343 3.457.476 3.668.884 3.907.936 4.170.207 Denpasar 5.358.246 5.710.412 6.097.167 6.535.171 6.962.611 Sumber: BPS Provinsi Bali, 2014 Tabel 1.1 mendeskripsikan bahwa tingkat PDRB Provinsi Bali tahun 2013 didominasi oleh Bali selatan, yaitu Kabupaten Badung dan Denpasar dengan angka masing-masing sebesar Rp.7.170.966,00 dan Rp.6.962.611,00. Selanjutnya PDRB terendah diperoleh Kabupaten Bangli sebesar Rp.1.293.885,00. Interpretasi tersebut menyimpulkan bahwa angka pembangunan dan kegiatan investasi lebih difokuskan pada wilayah Bali selatan, sehingga terjadi kesenjangan pertumbuhan ekonomi antar Kabupaten/Kota se-provinsi Bali. Otonomi daerah adalah salah satu kebijakan yang bertujuan untuk memaksimalkan pembangunan setiap daerah dengan melimpahkan wewenang dari pusat ke daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya masingmasing, khususnya di bidang sosial dan ekonomi. Kebijakan ini searah dengan pernyataan yang tertuang dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Desentralisasi fiskal adalah salah satu perwujudan dari otonomi daerah yang berfokus pada bidang keuangan yang mengharuskan daerah memiliki 2

kualitas kinerja keuangan yang baik, sehingga memaksimalkan pembangunan di berbagai sektor, khususnya sektor publik. Tinggi rendah pertumbuhan ekonomi sejalan dengan tinggi rendahnya tingkat pembangunan daerah. Kemudian pembangunan daerah secara berkelanjutan membutuhkan sumber penerimaan yang besar. Sumber-sumber penerimaan daerah yang berperan aktif dalam menunjang angka pembangunan berasal dari pendapatan asli daerah dan dana perimbangan. Dana bagi hasil (DBH) adalah bagian dari dana perimbangan selain dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (UU No.33 Tahun 2004). Variabel dana bagi hasil digunakan dalam penelitian ini karena menggambarkan persentase pembagian hasil antara pusat dan daerah yang bersumber dari pajak dan bukan pajak (sumber daya alam), sehingga pembagian hasil ini tidak mencerminkan ketergantungan daerah atas transfer dari pusat melainkan memotivasi daerah untuk memaksimalkan penerimaan daerahnya yang bersumber dari pajak seperti pajak penghasilan (PPh), pajak bumi dan bangunan (PBB), dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) serta penerimaan non pajak seperti sektor kehutanan, pertambangan, perikanan dan pertanian, sektor pariwisata. DBH merupakan sumber pendapatan daerah yang cukup potensial setelah pendapatan asli daerah (PAD) dan dana alokasi umum (DAU) serta merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah. Kemudian untuk elemen lain yang terkandung dalam 3

dana perimbangan seperti DAU dan DAK tidak digunakan dalam penelitian ini, karena tinggi rendah DAU hanya menggambarkan ketergantungan daerah atas transfer pusat, yang artinya semakin tinggi perolehan DAU mencerminkan ketergantungan daerah akan transfer dari pusat yang semakin tinggi, sekaligus menunjukkan bahwa daerah tersebut belum mandiri secara keuangan dan begitu sebaliknya, sedangkan DAK hanya diberikan kepada daerah tertentu dengan tujuan mendanai kegiatan khusus dari pemerintah daerah yang sesuai dengan prioritas nasional. Salah satu contoh DBH antara pusat dan daerah Provinsi Bali adalah dana perimbangan PT. Angkasa Pura I Bandara Ngurah Rai, dimana jumlah dana perimbangan yang diperoleh Bali sangat kecil. Mekanisme sesungguhnya yang berlaku dalam kondisi Negara berkembang, pemerintah mesti mendorong pertumbuhan daerah, dengan mengalokasikan anggaran 20 50 persen dari produk domestik bruto (PDB) untuk dana perimbangan daerah atau Bali, jika dikalikan PDB dari sektor pariwisata saja, yaitu USD 2 miliar atau 22 triliun. Apabila secara riil 20 25 persen dengan PDB sektor pariwisata, Bali mestinya memperoleh berlipat-lipat dari yang diterima sekarang yakni 557 miliar. PDB Bali yang dikumpulkan dari semua sektor untuk tahun 2008 mencapai Rp. 47,8 triliun. Keseluruhan tersebut berasal dari pariwisata, pertanian, perkebunan, perikanan, industri dan lain-lain. Berdasarkan rumus yang diberikan di atas yaitu hak Bali adalah 20-25 persen, dengan angka paling rendah sekitar Rp. 10 triliun yang mesti didapatkan Bali (DPD RI dan Universitas Udayana, 2009). 4

Hasil penelitian terdahulu membuktikan bahwa DBH berpengaruh positif terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi (Arifintar, 2013; Santosa, 2013; Riska dkk. 2014; Hendriwiyanto, 2015; Dewi dan Budhi, 2015). Selanjutnya dari perspektif berbeda Ronauli (2006), membuktikan bahwa DBH tidak mampu memengaruhi pertumbuhan ekonomi secara positif, pernyataan ini juga didukung oleh penelitian Husna dan Sofia (2013). Belanja langsung adalah salah satu bagian terpenting dari belanja daerah selain belanja tidak langsung. Belanja langsung memiliki aspek lebih luas, yang terbagi atas beberapa elemen diantaranya belanja modal, belanja barang dan jasa, serta belanja pegawai. Belanja modal adalah bagian terpenting dari belanja langsung yang realisasinya difokuskan untuk pembangunan infrastruktur daerah seperti fasilitas publik guna menunjang pergerakan roda perekonomian daerah, yang nantinya berkontribusi pada angka pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan. Belanja modal diasumsikan sebagai salah satu bagian terpenting dalam belanja daerah (Kartika dan Dwirandra, 2014). Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang membuktikan bahwa belanja langsung berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi (Babatunde dan Christopher, 2013; Chinweoke et al. 2014; Sumarthini dan Murjana Yasa, 2015). Selanjutnya Nworji et al. (2012), menyatakan bahwa alokasi dari anggaran belanja modal mampu memengaruhi pertumbuhan ekonomi secara positif. Hasil penelitian tersebut berbanding terbalik dengan penelitian Paseki, dkk. (2014) dimana belanja langsung dinyatakan tidak berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. 5

Selain sumber pendanaan dan realisasi belanja, pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga dapat dipengaruhi oleh kinerja keuangan daerah. Kinerja keuangan pada pemerintah daerah digunakan untuk menilai akuntabilitas dan kemampuan keuangan daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Kinerja keuangan yang baik menggambarkan bahwa suatu daerah telah berhasil menjalankan kewajiban dari pemerintah pusat melalui pelaksanaan otonomi daerah. Kinerja keuangan diukur melalui persentase hasil pembagian antara dana realisasi dengan jumlah dana yang dianggarkan. Kualitas kinerja keuangan juga menunjukkan bagaimana daerah merealisasikan dana yang dianggarkan secara efektif dan efisien. Inkonsistensi hasil penelitian terdahulu menarik perhatian peneliti untuk kembali menguji pengaruh dana bagi hasil dan belanja langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dengan kinerja keuangan daerah sebagai pemoderasi guna mengkonfirmasi hasil riset terdahulu. Penelitian ini mereplikasi penelitian dari Putra (2015), perbedaannya terletak pada penggunaan dana bagi hasil dan belanja langsung sebagai variabel independen. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah. 1) Apakah Dana Bagi Hasil berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali? 2) Apakah Belanja Langsung berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali? 6

3) Apakah Kinerja Keuangan Daerah memoderasi (meningkatkan) pengaruh Dana Bagi Hasil pada pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali? 4) Apakah Kinerja Keuangan Daerah memoderasi (meningkatkan) pengaruh Belanja Langsung pada pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah. 1) Untuk mengetahui pengaruh Dana Bagi Hasil (DBH) pada pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Bali. 2) Untuk mengetahui pengaruh Belanja Langsung pada Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Bali. 3) Untuk mengetahui kinerja keuangan daerah memoderasi (meningkatkan) pengaruh Dana Bagi Hasil (DBH) pada pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Bali. 4) Untuk mengetahui kinerja keuangan daerah memoderasi (meningkatkan) pengaruh Belanja Langsung pada pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Bali. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis untuk berbagai pihak yang berhubungan dengan penelitian ini. Adapun kegunaan penelitian ini yaitu. 7

1) Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai kemampuan kinerja keuangan daerah memoderasi (meningkatkan) pengaruh DBH dan Belanja Langsung terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Selanjutnya penelitian ini juga bertujuan untuk membuktikan apakah teori keagenan dan desentralisasi fiskal mampu mewadahi hubungan antara variabel penelitian, khususnya Kinerja Keuangan Daerah dalam memoderasi pengaruh DBH dan Belanja Langsung terhadap Pertumbuhan Ekonomi 2) Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sekaligus referensi kepada pemerintah daerah dalam mempertimbangkan strategi yang tepat guna menggali sumber-sumber penerimaan daerah dan langkah-langkah efektif dalam merealisasikan anggaran belanja daerah. 1.5 Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari lima bab yang saling berhubungan antara bab yang satu dengan bab yang lainnya dan disusun secara sistematis serta terperinci untuk memberikan gambaran dan mempermudah pembahasan. Sistematika dari masingmasing bab dapat diperinci sebagai berikut. Bab I Pendahuluan Dalam bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah dari penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penulisan. 8

Bab II Kajian Pustaka Dan Hipotesis Penelitian Pada bab ini akan diuraikan mengenai landasan teori yang mendukung dan berhubungan dengan masalah yang akan dibahas digunakan sebagai pedoman dalam pemecahan masalah dalam laporan ini penelitian, hasil penelitian sebelumnya yang terkait yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini serta disajikan hipotesis atau dugaan sementara atas pokok permasalahan yang diangkat sesuai dengan landasan teori yang ada. Bab III Metode Penelitian Dalam bab ini membahas mengenai metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi desain penelitian, lokasi penelitian, objek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, populasi, sampel, metode penentuan sampel, metode pengumpulan data, serta teknik analisis data. Bab IV Data Dan Pembahasan Hasil Penelitian Bab ini akan menyajikan gambaran umum wilayah, perkembangan, dan data serta menguraikan pembahasan yang berkaitan dengan pengujian pengaruh memperkuat maupun memperlemah variabel dana bagi hasil, belanja langsung, kinerja keuangan daerah dan pertumbuhan ekonomi. Bab V Simpulan Dan Saran Bab ini akan mengemukakan simpulan berdasarkan hasil uraian pembahasan pada bab sebelumnya, keterbatasan dalam penelitian yang 9

telah dilakukan dan saran atas penelitian yang dilakukan agar nantinya diharapkan dapat berguna bagi penelitian selanjutnya. 10