KECUKUPAN ENERGI METABOLIS PAKAN DOMBA GARUT JANTAN PADA FASE PERTUMBUHAN DI PETERNAKAN LESAN PUTRA KECAMATAN CIOMAS KABUPATEN BOGOR

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2016.Lokasi penelitian di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Jantan

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu (Bligon) merupakan kambing hasil persilangan antara

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

MATERI DAN METODE. Materi

TINJAUAN PUSTAKA. dengan lingkungan maupun kultur masyarakat Indonesia. Beberapa kelebihan. banyak mengkonsumsi jenis pakan hijauan.

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

MATERI DAN METODE. Metode

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

TINJAUAN PUSTAKA. Domba

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi

BAB III MATERI DAN METODE. dilaksanakan pada bulan Maret Juni Lokasi penelitian di kandang

MATERI DAN METODE P1U4 P1U1 P1U2 P1U3 P2U1 P2U2 P2U3 P2U4. Gambar 1. Kambing Peranaka n Etawah yang Diguna ka n dalam Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

MATERI DAN METODE. Materi

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. : Artiodactyla, famili : Bovidae, genus : Ovis, spesies : Ovis aries (Blackely dan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

MATERI DAN METODE. Materi

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b)

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011)

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

MATERI DAN METODE. Materi

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba UP3 Jonggol Domba Garut

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Bligon. Kambing Bligon (Jawa Randu) merupakan kambing hasil

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kecernaan dan Deposisi Protein Pakan pada Sapi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan

BAB III MATERI DAN METODE. dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

Transkripsi:

KECUKUPAN ENERGI METABOLIS PAKAN DOMBA GARUT JANTAN PADA FASE PERTUMBUHAN DI PETERNAKAN LESAN PUTRA KECAMATAN CIOMAS KABUPATEN BOGOR SKRIPSI ARFAH ALAM GUNAWAN DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

RINGKASAN ARFAH ALAM GUNAWAN. D24101077. 2005. Kecukupan Energi Metabolis Pakan Domba Garut Jantan Pada Fase Pertumbuhan di Peternakan Lesan Putra Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Rachjan G. Pratas, MSc., Ph.D. Defisiensi atau ketidakcukupan energi merupakan defisiensi nutrisi yang sering terjadi dalam peternakan domba, begitu pula suplai energi yang berlebihan yang merupakan suatu pemborosan. Energi metabolis dibutuhkan ternak untuk hidup pokok dan pertumbuhan, sehingga kebutuhan energi metabolis perlu diperhatikan dalam pakan yang diberikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati kecukupan energi metabolis pakan domba Garut jantan pada fase pertumbuhan di peternakan Lesan Putra, kecamatan Ciomas, kabupaten Bogor. Penelitian ini mengamati domba Garut jantan fase pertumbuhan sebanyak 6 ekor milik peternakan Lesan Putra. Ransum yang diberikan selama penelitian adalah ransum yang diberikan di peternakan tersebut, yaitu rumput lapang dan ampas tahu. Kolekting data dilakukan setiap hari selama 21 hari. Data yang diperoleh dihitung dan data energi tersimpan untuk pertumbuhan (Eg) akan dilihat hubungannya dengan pertambahan bobot badan (PBB) dengan menggunakan metode analisis regresi. Pertambahan bobot badan (PBB) hasil penelitian akan dibandingkan dengan PBB berdasarkan Eg yang direkomendasikan oleh UKASTA, ADAS dan COSAC (1985) dan dengan standar PBB domba Garut fase pertumbuhan dengan menggunakan uji-t. Peubah yang diamati meliputi konsumsi pakan, kecernaan pakan, pertambahan bobot badan (PBB), energi metabolis total dan PBB berdasarkan nilai energi tersimpan untuk pertumbuhan (Eg). Konsumsi bahan kering rata-rata adalah sebesar 920,51±140,01 g/e/h dengan koefisien cerna dari bahan kering (KCBK) adalah rata-rata 65,98±3,15 % dan bahan organik (KCBO) adalah rata-rata sebesar 68,70±3,63 %. Energi metabolis yang dihasilkan selama penelitian adalah rata-rata 8,45±1,58 MJ/h. PBB hasil penelitian adalah rata-rata 73,73±17,40 g/e/h dan PBB menurut rekomendasi UKASTA, ADAS, COSAC (1985) dengan nilai Eg rata-rata 2,22±0,21 MJ adalah sebesar 146,06±12,24 g/e/h. PBB standar untuk domba Garut jantan fase pertumbuhan berdasarkan Oktaviani (1999) adalah 75,72 g/e/h; hasil uji-t menunjukkan bahwa PBB domba 2, 3, 4 dan 6 tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan PBB standar, namun berbeda nyata dengan PBB domba 1 (P<0,05) dan domba 5 (P<0,01). Hasil penelitian menunjukkan bahwa energi metabolis dalam pakan domba Garut jantan fase pertumbuhan di peternakan Lesan Putra telah mencukupi kebutuhannya namun pemanfaatan energi metabolis tersebut tidak efisien, hal ini dapat dilihat dari PBB ternak domba selama penelitian dengan energi tersimpan yang ada belum memenuhi standar PBB yang direkomendasikan oleh UKASTA, ADAS, COSAC (1985). Namun PBB ternak domba selama penelitian telah sesuai dengan PBB standar untuk domba Garut jantan fase pertumbuhan. Kata-kata kunci: domba Garut, energi metabolis, kecernaan, pertambahan bobot badan ii

ABSTRACT The Metabolizable Energy Sufficiency for Growth of Garut Finisher Ram Lambs at Lesan Putra Farm, Ciomas, Bogor A. A. Gunawan and R. G. Pratas The content of metabolizable energy (ME) of feed that fed to Garut finisher ram lambs at Lesan Putra Farm, Ciomas, Bogor were measured to study the energy sufficiency of the lambs. Six growth lambs were used in this experiment. The feed are natural grass and soybean meal curd. The trial on feed was 21 days. The faeces were collected everyday using the faeces collection bags that placed under the metabolism cages. The live weight gain (LWG) of the lamb were compared with the LWG that recommendated by UKASTA, ADAS, COSAC (1985) and also with the LWG standard of the Garut finisher ram lamb using t-test. The parameters measured were feed intake, digestibility, metabolizable energy (ME), LWG and energy for gain (Eg). The result showed that the LWG standard for growth Garut lambs was 75.72 gram/day and was not significantly different (P>0.05) with the LWG of Garut lamb 2, 3, 4 and 6; but was significantly different with Garut lamb 1 (P<0.05) and 5 (P<0.01). The LWG rate of the experiment were 73.73±17.40 gram/day, while the LWG based on Eg 2.22±0.21 MJ were 146.06±12.24 gram/day. This result indicated that the lambs ME needs was sufficient, but the use of ME was not efficient. The lamb LWG of the experiment has appropriate with the LWG standard of the Garut finisher ram lamb. Key words: Garut lambs, metabolizable energy, digestibility, live weight gain iii

KECUKUPAN ENERGI METABOLIS PAKAN DOMBA GARUT JANTAN PADA FASE PERTUMBUHAN DI PETERNAKAN LESAN PUTRA KECAMATAN CIOMAS KABUPATEN BOGOR ARFAH ALAM GUNAWAN D24101077 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 iv

KECUKUPAN ENERGI METABOLIS PAKAN DOMBA GARUT JANTAN PADA FASE PERTUMBUHAN DI PETERNAKAN LESAN PUTRA KECAMATAN CIOMAS KABUPATEN BOGOR Oleh ARFAH ALAM GUNAWAN D24101077 Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 21 September 2005 Pembimbing Utama Ir. Rachjan G. Pratas, MSc., Ph.D. Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Ronny R. Noor, MRur.Sc Ir. Rachjan G. Pratas, MSc., Ph.D. v

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 28 Desember 1983 sebagai anak kedua dari dua bersaudara dalam keluarga Bapak Yusak E. Gunawan dan Ibu Ine. Pendidikaan Sekolah Dasar telah diselesaikan di SDN Sukamaju 1 Garut pada tahun 1995. Penulis lulus dari SLTP Swasta Markus Tangerang pada tahun 1998, kemudian mulai menempuh pendidikan SMU di SMUN 2 Tangerang dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama, Penulis terdaftar sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). vi

KATA PENGANTAR Domba merupakan salah satu ternak ruminansia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan di Indonesia. Masalah yang dapat timbul dalam peternakan domba adalah ketidakefisienan penggunaan energi oleh ternak dalam pakan yang diberikan baik untuk hidup pokok maupun untuk produksi sehingga apabila berlebihan akan menyebabkan peningkatan biaya pemeliharaan sedangkan sebaliknya, jika kekurangan akan menyebabkan ternak tidak berproduksi optimal. Skripsi yang berjudul Kecukupan Energi Metabolis Pakan Domba Garut Jantan Pada Fase Pertumbuhan di Peternakan Lesan Putra Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis mulai bulan Mei 2005 sampai Juni 2005 di peternakan Lesan Putra, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu solusi masalah di atas. Pemberian pakan dalam jumlah yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan domba fase pertumbuhan untuk hidup pokok dan produksinya diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan sehingga pertambahan berat badannya optimum. Proses pembuatan skripsi ini berlangsung melalui berbagai tahapan yang diuraikan pada bagian isi. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat baik untuk kalangan akademisi sebagai sumber referensi dan juga untuk kalangan peternak domba yang ingin memperoleh informasi tentang pemberian pakan yang cukup dan efisien dalam pemanfaatan kandungan nutrisinya, khususnya energi dalam pakan yang diberikan, oleh ternak domba khususnya domba Garut yang di pelihara di daerah Bogor. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih atas saran dan masukan dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, September 2005 Penulis vii

DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 2 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Domba Garut... 3 Kebutuhan Pakan Ternak Domba... 3 Kebutuhan Energi Ternak Domba... 5 Kebutuhan Protein Ternak Domba... 7 Kecernaan Zat Makanan... 8 Pertumbuhan... 9 MATERI DAN METODE... 10 Waktu dan Tempat... 10 Materi... 10 Ternak... 10 Kandang dan Peralatan... 10 Ransum... 10 Metode... 11 Prosedur... 11 Parameter yang Diukur... 11 Parameter yang Dihitung... 12 Analisis Data... 13 HASIL DAN PEMBAHASAN... 14 Keadaan Umum Peternakan Lesan Putra... 14 Konsumsi Zat Makanan... 15 Koefisien Cerna Semu Zat Makanan... 18 Kecukupan Energi Metabolis... 19 ii iii vi vii viii x xi xii viii

KESIMPULAN DAN SARAN... 24 Kesimpulan... 24 Saran... 24 UCAPAN TERIMAKASIH... 25 DAFTAR PUSTAKA... 26 LAMPIRAN... 28 ix

Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Komposisi Rata-rata Bahan Makanan Penyusun Ransum... 14 2. Komposisi Kimia Bahan Makanan... 15 3. Konsumsi Rata-rata Zat Makanan... 16 4. Koefisien Cerna Semu Zat Makanan... 18 5. Hasil Perhitungan Energi Metabolis (ME), Konsentrasi Energi dalam Ransum (M/D), Energi Metabolis untuk Hidup Pokok (MEHP), Energi Metabolis Tersedia untuk Produksi (MEP), Energi Tersimpan untuk Pertumbuhan (Eg) dan Pertambahan Bobot Badan (PBB)... 20 x

Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Garis Besar Penggunaan Energi Bahan Makanan oleh Ternak Secara Umum... 6 2. Kurva Energi Tersimpan untuk Pertumbuhan (Eg) dengan Pertambahan Bobot Badan (PBB) Berdasarkan Hasil Penelitian... 21 3. Kurva Protein Dapat Dicerna (Digestible amount of Crude Protein/ DCP) dengan Pertambahan Bobot Badan (PBB) Berdasarkan Hasil Penelitian... 22 xi

Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Analisis Sidik Ragam Hubungan Energi Tersimpan untuk Pertumbuhan (Eg) dengan Pertambahan Bobot Badan (PBB) Berdasarkan Hasil Penelitian... 29 2. Uji-t Pertambahan Bobot Badan (PBB) Hasil Penelitian dengan Pertambahan Bobot Badan (PBB) Standar Domba Garut... 29 3. Jumlah Zat Makanan dalam Feses... 30 4. Jumlah Zat Makanan yang Dapat Dicerna... 30 5. Sebaran Normal Pertambahan Bobot Badan (PBB) Hasil Penelitian dengan Pertambahan Bobot Badan (PBB) yang Direkomendasikan UKASTA, ADAS, COSAC (1985)... 31 6. Sebaran Normal Pertambahan Bobot Badan (PBB) Hasil Penelitian dengan Pertambahan Bobot Badan (PBB) Standar Domba Garut... 31 xii

PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan kebutuhan akan hasil-hasil ternak seiring dengan peningkatan populasi penduduk, menuntut peternakan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksinya. Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang cukup banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Populasi domba di Jawa Barat pada tahun 2003 adalah sebesar 3,438 juta ekor dengan peningkatan 0,63% per tahun selama lima tahun terakhir (Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, 2003). Domba Garut merupakan salah satu jenis domba lokal yang terdapat di Indonesia. Domba Garut memiliki keunggulan dibandingkan dengan domba lokal lainnya, yaitu ukuran rangka yang cukup besar sehingga bobot badan yang dimiliki oleh domba Garut tersebut lebih besar. Selain itu jumlah anak yang dilahirkan dalam satu kali kelahiran berkisar antara 2-3 ekor. Peternakan Lesan Putra di kecamatan Ciomas, kabupaten Bogor, merupakan salah satu peternakan yang memelihara domba Garut. Populasi domba Garut di peternakan tersebut sekitar 220 ekor. Tujuan utama pemeliharaan domba Garut di peternakan Lesan Putra selain sebagai domba aduan, yaitu adalah sebagai penghasil daging. Keberadaan domba Garut di kabupaten Bogor, khususnya di peternakan Lesan Putra, perlu dikembangkan agar dapat dihasilkan suatu produksi yang berkualitas tinggi, baik sebagai penghasil daging maupun sebagai domba aduan. Dalam upaya melestarikan keberadaan domba Garut tersebut, maka perlu diketahui informasi mengenai faktor-faktor terkait dalam usaha pemeliharaan domba Garut tersebut. Pakan merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan domba. Peningkatan kuantitas dan kualitas ternak membutuhkan kecukupan jumlah pakan dengan kualitas yang baik. Level energi dalam pakan yang diberikan pada ternak haruslah mencukupi kebutuhan ternak tersebut. Mengetahui kebutuhan energi ternak tanpa pemberian pakan berlebihan ataupun kekurangan merupakan sesuatu hal yang tidak mudah. Defisiensi energi merupakan defisiensi nutrisi yang sering terjadi dalam peternakan domba, begitu pula suplai energi yang berlebihan yang merupakan suatu pemborosan. Pakan yang tidak cukup merupakan penghambat utama dalam peningkatan produksi ternak yang efisien di negara sedang 1

berkembang. Energi metabolis dalam pakan dibutuhkan ternak untuk hidup pokok dan pertumbuhan, sehingga kebutuhan energi metabolis perlu diperhatikan dalam pakan yang diberikan. Perumusan Masalah Pencapaian produksi ternak yang optimum akan tercapai apabila ternak diberi pakan dalam jumlah yang cukup kandungan nutrisinya untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksinya. Kekurangan energi dalam pakan dapat memperlambat pertumbuhan dan membatasi produksi, dibandingkan bila kekurangan nutrisi selain energi seperti protein, mineral dan vitamin. Pemberian pakan dengan jumlah energi yang berlebihan dari yang dibutuhkan oleh ternak tidaklah efisien. Energi yang terdapat dalam pakan haruslah sesuai dengan kebutuhan domba khususnya di peternakan Lesan Putra, kecamatan Ciomas, kabupaten Bogor. Energi metabolis dalam pakan yang diberikan di peternakan Lesan Putra, kecamatan Ciomas, kabupaten Bogor pada domba Garut jantan fase pertumbuhan harus dapat mencukupi kebutuhannya, baik untuk hidup pokok maupun produksi. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengamati kecukupan energi metabolis pakan domba Garut jantan pada fase pertumbuhan di peternakan Lesan Putra, kecamatan Ciomas, kabupaten Bogor. 2

TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Menurut Devendra dan McLerory (1982), domba termasuk subfamili Caprinae dan famili Bovidae. Genus Ovis mencakup semua jenis domba, sedangkan domba domestikasi termasuk ke dalam spesies Ovis aries. Menurut Mason (1980), ada tiga bangsa domba asli yang terdapat di pulau Jawa yaitu domba lokal Ekor tipis, domba Priangan dan domba Ekor Gemuk. Domba Priangan berasal dari Jawa Barat, yaitu kabupaten Garut dan sekitarnya, sehingga disebut juga domba Garut (Mulyono, 1999). Domba Garut berasal dari Garut, Jawa Barat, dan merupakan persilangan dari domba Cape (Afrika) dengan domba lokal (Hardjosubroto dan Astuti, 1980). Namun Mason (1980) menyatakan bahwa domba Garut merupakan peranakan domba ekor gemuk. Menurut Mulyono (1999), berat domba Garut jantan dapat mencapai 60-80 kg dan berat domba Garut betina sekitar 30-40 kg. Selain itu domba Garut memiliki ciri-ciri daun telinga relatif kecil dan kokoh, bulunya cukup banyak, domba betina tidak bertanduk sedangkan domba jantan mempunyai tanduk yang besar, kokoh, kuat dan melingkar. Tujuan khusus pemeliharaan domba Garut yang sudah dikenal selain sebagai domba pedaging yaitu untuk memperoleh domba aduan. Kebutuhan Pakan Ternak Domba Pakan merupakan faktor esensial yang menentukan apakah kondisi maksimum didalam pertumbuhan dapat dicapai atau tidak, dan pakan yang optimal merupakan bagian yang memungkinkan dalam mencapai hasil yang sesuai dengan kemampuan genetik ternak (Maynard et al.,1969). Ransum merupakan salah satu faktor terpenting dalam usaha pemeliharaan ternak. Keberhasilan dan kegagalan pemeliharaan ternak banyak ditentukan oleh ransum yang diberikan. Kenyataan di lapangan menunjukkan masih banyak peternak yang memberikan ransum pada ternak-ternaknya tanpa memperhatikan persyaratan kualitas, kuantitas dan teknik pemberian pakan, akibatnya pertumbuhan ataupun produktivitas ternak yang dipelihara tidak tercapai sebagaimana mestinya (Siregar, 1994). Domba lebih tergantung pada pastura (padang rumput) bila dibandingkan dengan ternak lain karena secara alamiah habitat domba adalah pastura, meskipun demikian domba perlu mendapatkan pakan tambahan berupa konsentrat untuk 3

mendukung pertumbuhan mereka di segala musim, karena kandungan nilai nutrisi pada pastura cenderung tidak tetap pada setiap musim (Ensminger, 1991). Bakrie (1996) mengemukakan bahwa hampir semua pakan yang dikonsumsi ternak ruminansia di Indonesia berbentuk hijauan, terdiri dari rumput-rumputan, sisa-sisa hasil pertanian dan daun-daunan dari pohon. Selain itu jenis makanan ternak lain yang juga dikonsumsi termasuk semak belukar, rumput liar dan rempah-rempahan, juga batang dan daun pisang, dan daun bambu. Hijauan pakan adalah bahan makanan yang dapat berupa rumput lapang, limbah hasil pertanian, rumput jenis unggul yang telah diintroduksikan dan beberapa jenis leguminosa (kacang-kacangan), sedangkan konsentrat merupakan makanan penguat yang terdiri dari bahan baku yang kaya karbohidrat dan protein, seperti jagung kuning, bekatul, dedak, gandum dan bungkil-bungkilan. Konsentrat untuk ternak umumnya disebut makanan penguat atau bahan baku makanan yang memiliki kandungan serat kasar (SK) kurang dari 18% dan mudah dicerna (Murtidjo, 1993). Djadjuli (1982), menyatakan apabila kebutuhan ternak akan zat-zat makanan diperoleh dari hijauan, maka sebaiknya hijauan yang diberikan merupakan hijauan yang berkualitas tinggi, karena hijauan berkualitas tinggi umumnya palatabel, tidak bersifat bulky bila dikonsumsi dalam jumlah banyak dan mempunyai daya cerna tinggi serta memberikan energi yang lebih tinggi untuk setiap konsumsinya. Menurut Ensminger (1991), kualitas hijauan berpengaruh besar terhadap konsumsinya. Hijauan berkualitas tinggi lebih mudah dicerna dan melewati saluran pencernaan lebih cepat daripada hijauan berkualitas rendah; oleh karena itu, domba akan mengkonsumsinya lebih banyak. Konsumsi makanan merupakan faktor esensial untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan berproduksi, karena dengan mengetahui tingkat konsumsi dapat ditentukan kadar suatu zat makanan dalam ransum untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok dan berproduksi (Parakkasi, 1999). Sutardi (1980) menyatakan bahwa ternak akan mencapai tingkat penampilan tertinggi sesuai dengan potensi genetiknya bila memperoleh zat-zat makanan yang dibutuhkan. Menurut Parakkasi (1999), tingkat konsumsi sukarela (voluntary feed intake) adalah jumlah makanan terkonsumsi oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan secara ad libitum. Makanan yang berkualitas baik tingkat konsumsinya relatif tinggi dibandingkan 4

dengan makanan yang berkualitas rendah. Menurut McDonald et al. (2002) faktor yang mempengaruhi konsumsi adalah karakteristik pakan, faktor hewan dan lingkungan. Kebutuhan Energi Ternak Domba Energi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan kerja dan berbagai bentuk kegiatan (kimia, elektrik, radiasi dan termal) dan dapat diubah-ubah. Hewan yang sedang tumbuh membutuhkan energi untuk pemeliharaan tubuh (hidup pokok), memenuhi kebutuhan akan energi mekanik untuk gerak otot dan sintesa jaringan- jaringan baru (Tillman et al., 1991). Menurut McDonald (2002), hewan memperoleh energi dari pakannya. Kebutuhan energi ini tergantung dari proses fisiologis ternak (Anggorodi, 1990). Ensminger (1991) menyatakan bahwa kekurangan energi merupakan masalah defisiensi nutrisi yang umum terjadi pada domba, yang dapat disebabkan oleh kekurangan pakan atau karena pengkonsumsian pakan dengan kualitas rendah. Menurut Pond et al. (1995), secara umum nutrisi yang paling membatasi dalam nutrisi ternak domba adalah energi. Sumber utama energi adalah dari pastura (hijauan makanan ternak, hutan dan rumput atau tunas-tunas), hay, silase, pakan dari produk sampingan (byproduct) dan biji-bijian. Pastura, hay, silase atau pakan dari produk sampingan (byproduct) yang berkualitas bagus dapat digunakan sebagai makanan yang dapat memenuhi kebutuhan energi ternak secara ekonomis. Ensminger (1991) juga menyatakan bahwa kebutuhan energi domba sebagian besar dipenuhi oleh konsumsi dan pencernaan dari hijauan pastura, hay dan silase. Sumber energi menurut Parakkasi (1999) adalah karbohidrat, protein dan lemak. Menurut Anggorodi (1990), penentuan kriteria energi yang umum adalah dalam bentuk energi bruto (Gross Energy/ GE), energi dapat dicerna (Digestible Energy/ DE), energi metabolis (Metabolizable Energy/ ME), energi netto (Net Energy/ NE) dan jumlah zat-zat makanan yang dapat dicerna (Total Digestible Nutrients/ TDN). Gambar 1. memperlihatkan hubungan antara berbagai nilai energi tersebut dan dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa energi yang dikonsumsi seekor ternak tidak semuanya dapat diserap dan dimanfaatkan oleh tubuh ternak tersebut. Pada dasarnya kebutuhan energi pada ternak ialah kebutuhan energi untuk hidup pokok dan untuk produksi. Menurut NRC (1985), kebutuhan energi ternak 5

untuk hidup pokok adalah jumlah energi dalam pakan yang harus dikonsumsi setiap hari bukan untuk mendapat ataupun kehilangan energi tubuh, energi tersebut digunakan untuk memelihara kelestarian hidup dan mempertahankan keutuhan alat-alat tubuh. Kebutuhan untuk produksi adalah energi diatas kebutuhan hidup pokok yang dimanfaatkan untuk proses-proses produksi yang antara lain meliputi pertumbuhan. Energi Total (Gross Energy/ GE) Energi Feses (Faeces Energy/ FE) Energi Tercerna (Digestible Energy/ DE) Energi Metabolisme Energi Urin, dan CH 4 (Metabolizable Energy/ ME) Energi Panas (Heat Increament) Energi Netto (Net Energy/ NE) Energi Netto untuk Hidup Pokok Energi Netto untuk Produksi Gambar 1. Garis Besar Penggunaan Energi Bahan Makanan oleh Ternak Secara Umum Sumber: Tillman et al., 1991 Defisiensi energi pada ternak yang sedang dalam fase petumbuhan akan menyebabkan penurunan laju peningkatan bobot badan, yang akhirnya akan menghentikan pertumbuhan, bobot badan semakin menurun dan yang paling buruk adalah dapat menyebabkan kematian (NRC, 1985). Ternak menggunakan energi metabolis untuk hidup pokok, pertumbuhan jaringan, kehamilan, laktasi dan aktivitas otot (Pond et al., 1995). Konsumsi energi metabolis meningkat dengan semakin meningkatnya konsumsi bahan kering total (Chikagwa et al., 1999). Finegan et al. (2001) menyatakan bahwa konsumsi bahan 6

kering dan energi metabolis pada domba jantan yang diberi pakan hijauan lebih tinggi daripada domba jantan yang diberi pakan konsentrat. Kebutuhan Protein Ternak Domba Menurut Winarno (1992), protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga befungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Pada masa pertumbuhan proses pembentukan jaringan terjadi secara besar-besaran. Protein dapat juga digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein yang dibutuhkan oleh ternak ruminansia yaitu dalam bentuk protein kasar dan protein dapat dicerna. Protein dalam bahan makanan termasuk dalam zat-zat yang mengandung nitrogen. Untuk mengetahui kadar protein dari bahan makanan tersebut perlu ditentukan kadar nitrogennya secara kimiawi (Anggorodi, 1990). Siregar (1994) menyatakan bahwa kebutuhan protein ruminansia sebagian dipenuhi dari protein mikroba dan sebagian lagi dari protein pakan atau ransum yang lolos dari fermentasi didalam rumen (protein bypass). Fungsi rumen telah berkembang pada umur 6-8 minggu menjadi suatu sistem kultur dari bakteri anaerob, protozoa dan fungi. Mikroorganisme rumen dapat menggunakan baik protein maupun nonprotein nitrogen untuk mensintesa protein mikrobial. Protein mikroba, bersama dengan protein pakan yang tidak tercerna, lewat dari rumen-retikulum melalui omasum ke abomasum dan usus halus dimana protein tersebut masuk kedalam proses pencernaan (NRC, 1985). Kuantitas protein dalam pakan lebih penting daripada kualitasnya bagi ruminansia, karena ruminansia bergantung pada populasi mikroba dalam rumen untuk menghasilkan asam amino dan vitamin yang dibutuhkan untuk produksi yang diinginkan. Mikroba rumen menggunakan nitrogen dari protein pakan dan nitrogen dari sumber nonprotein nitrogen untuk menyusun asam amino (Pond et al., 1995). Bila hewan diberi makan protein, dan energi yang dihasilkan melebihi kebutuhan hidup pokoknya, maka hewan tersebut akan menggunakan kelebihan zat makanan tersebut untuk pertumbuhan dan produksi (Tillman et al., 1991). Kuantitas protein yang dibutuhkan lebih besar untuk pertumbuhan dibandingkan untuk hidup 7

pokok, dan dipengaruhi oleh jenis kelamin, spesies dan genetik ternak. Persentase protein yang dibutuhkan dalam pakan merupakan yang tertinggi untuk ternak muda yang sedang tumbuh dan akan menurun secara berangsur-angsur sampai dewasa. Ketidakcukupan protein (Nitrogen atau asam amino) kemungkinan merupakan defisiensi zat makanan yang umum terjadi karena kebanyakan sumber energi yang digunakan dalam ransum rendah dalam kandungan proteinnya dan suplemen protein biasanya mahal (Pond et al., 1995), namun begitu menurut NRC (1985) kelebihan protein merupakan suatu sumber energi yang mahal dan tidak efisien. Pada saat pertumbuhan, seekor ternak membutuhkan kadar protein yang tinggi pada ransumnya yang akan digunakan untuk proses pembentukan jaringan tubuh. Kecernaan Zat Makanan Kecernaan makanan didefinisikan sebagai proporsi atau jumlah makanan yang tidak diekskresikan kedalam feses dengan asumsi bahwa makanan tersebut diserap oleh hewan (McDonald, 2002). Selisih antara banyaknya zat makanan yang terkandung dalam feses dengan makanan yang dikonsumsi, menunjukkan jumlah zat makanan yang tinggal dalam saluran pencernaan dan diserap oleh saluran pencernaan ternak yang bersangkutan. Pada ternak ruminansia, proses pencernaan tidak saja dilakukan oleh aktivitas enzim yang diekskresikan saluran pencernaan, tetapi juga oleh aktivitas mikroorganisme rumen yang mampu merombak substansi pokok zat makanan yang tidak dapat dirombak oleh enzim yang dihasilkan oleh dinding saluran pencernaan (Anggorodi, 1990). Tinggi rendahnya daya cerna bahan makanan dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah jumlah konsumsi pakan, gangguan pencernaan, frekuensi pemberian pakan, cara penyajian makanan tersebut, macam bahan makanan yang digunakan dan kadar zat-zat makanan yang terkandung dalam ransum (Pond et al., 1995); sedangkan menurut Tillman et al. (1991) faktor yang mempengaruhi daya cerna makanan adalah komposisi bahan makanan, daya cerna semu protein kasar, lemak, komposisi ransum, penyiapan makanan, faktor hewan dan jumlah makanan. Kecernaan semu zat makanan menunjukkan perbedaan antara jumlah yang diserap dan jumlah yang terdapat dalam feses. Jumlah total yang terkandung dalam feses bukan hanya terdiri dari residu pakan yang tidak tercerna tapi juga sumber endogenous dari zat makanan yang sama. Kecernaan sebenarnya dari zat makanan 8

merupakan proporsi konsumsi pakan yang diserap dari saluran pencernaan selain yang berasal dari sumber endogenous (Pond et al., 1995). Tillman et al. (1991) mendefinisikan daya cerna sebagai bagian zat makanan yang tidak diekskresikan dalam feses dan dinyatakan dalam dasar bahan kering dan apabila dinyatakan dalam persentase disebut dengan koefisien cerna. Menurut Maynard et al. (1969), ada dua metoda untuk menentukan koefisien cerna, yaitu metode koleksi total dan metode indikator, sedangkan pengukurannya dapat dilakukan secara in vitro, in vivo dan perhitungan berdasarkan analisa. Pertumbuhan Menurut Anggorodi (1990), pertumbuhan merupakan pertambahan dalam bentuk dan berat jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, jantung otak, dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak), dan alat-alat tubuh. Dari sudut kimiawi, pertumbuhan murni adalah suatu penambahan jumlah protein dan zat-zat mineral yang tertimbun dalam tubuh. Pertambahan berat akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukanlah pertumbuhan murni. Wiradarya (1989) melaporkan bahwa tingkat kenaikan bobot badan domba yang diberi rumput lapang dan konsentrat selama 16 minggu adalah sebesar 8,1 kg atau sekitar 72,32 g/e/h. Hewan jantan tumbuh lebih cepat daripada hewan betina dengan konsumsi pakan yang lebih banyak dan penggunaan pakan untuk pertambahan bobot badan yang lebih efisien. Agar ternak dapat tumbuh dengan baik dan dapat berproduksi yang optimal, maka ia harus dapat makanan dengan kandungan nutrisi dalam jumlah yang cukup (NRC, 1985). Pertumbuhan biasanya diukur dengan pertambahan berat badan (Maynard et al.,1969). 9

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2005 sampai Juni 2005 di peternakan Lesan Putra, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Bahan pakan yang digunakan dan feses dianalisis di Laboratorium Analisis Kimia, Pusat Studi Ilmu Hayati, Institut Pertanian Bogor. Materi Ternak Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah domba Garut jantan fase pertumbuhan sebanyak 6 ekor milik peternakan Lesan Putra, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Domba yang digunakan berumur 4-7 bulan dan mempunyai rataan bobot badan 15,17±1,99 kg. Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang individu berbentuk panggung dan terbuat dari kayu dengan ukuran panjang kandang 120 cm, lebar 60 cm dan tinggi 140 cm. Setiap kandang dilengkapi dengan tempat makan dan penampung feses yang terbuat dari kain kassa yang diletakkan di bawah alas kandang. Peralatan lain yang digunakan adalah alat timbang domba dan rumput merek Presica, alat timbang feses merek Tanita, kertas label, kantong plastik dan lain- lain. Ransum Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum yang biasa diberikan oleh peternakan Lesan Putra yaitu rumput lapang dan ampas tahu. Pada saat penelitian tidak dilakukan pra penelitian dimana ternak dibiasakan dengan ransum penelitian karena dalam penelitian ini ransum yang digunakan adalah dari jenis ransum yang sama dengan ransum sebelum penelitian dilakukan. Jadwal pemberian pakan adalah tiga kali sehari yaitu ampas tahu pada pagi hari antara jam 07.00-08.00 dan rumput pada siang hari antara jam 13.00-13.30 dan sore hari antara jam 16.30-17.00. 10

Metode Prosedur Penimbangan pakan dilakukan setiap hari pada pagi hari dan konsumsi ransum dapat diketahui dengan menimbang pakan sisa yang dilaksanakan pada pagi hari berikutnya selama 21 hari. Penimbangan bobot badan dilakukan setiap hari pada pagi hari sebelum pemberian pakan selama 21 hari. Pengukuran kecernaan zat makanan dilakukan secara in vivo dengan metode koleksi total selama 21 hari. Penimbangan feses dilakukan setiap hari, feses yang telah ditampung kemudian ditimbang, setelah itu dikeringkan dibawah sinar matahari dan ditimbang kembali. Setelah ditimbang feses diambil sebanyak 10% dari berat kering matahari lalu dimasukkan ke dalam plastik, kemudian diikat. Plastik berisi feses dimasukkan ke dalam kaleng yang ditutup rapat dan disimpan didalam kulkas. Hal ini dilakukan setiap hari selama 21 hari. Setelah 21 hari, contoh feses tersebut dikomposit, kemudian diambil sampel untuk dianalisa proximat. Parameter yang Diukur 1. Pertambahan Bobot Badan (g/h) Pertambahan bobot badan ternak domba dapat diketahui dengan cara menimbang ternak tersebut setiap hari selama 21 hari pada masa penelitian. 2. Kandungan Zat Makanan Bahan Pakan (%BK) Kandungan zat makanan bahan pakan dapat diketahui melalui Uji Proksimat tiap jenis bahan pakan. 3. Jumlah Zat Makanan yang Dikonsumsi per Hari (g/h) Jumlah bahan makanan yang dikonsumsi per hari dikalikan dengan kadar zat makanan yang terkandung dalam makanan tersebut. 4. Koefisien Cerna Semu Zat Makanan Koefisien cerna dapat dihitung berdasarkan rumus, D = I F x 100 I Keterangan: D = Koefisien Cerna 11

I = Jumlah Konsumsi Zat Makanan F = Jumlah Zat Makanan Dalam Feses Parameter yang Dihitung 1. Energi Metabolis (ME) ME dapat dilihat dari zat makanan yang dapat dicerna. ME (MJ) = 0,015 DCP + 0,034 DEE + 0,013 DCF + 0,016 DNFE (UKASTA, ADAS dan COSAC, 1985) Keterangan: DCP : Digestible amount of crude protein (Protein Kasar) (gram) DEE : Digestible amount of ether- ekstrak (Lemak Kasar) (gram) DCF : Digestible amount of crude fiber (Serat Kasar) (gram) DNFE : Digestible nitrogen free- ekstrak (Beta- N) (gram) 2. Konsentrasi Energi dalam Ransum (M/D) Besarnya konsentrasi energi dalam ransum dapat diketahui dengan cara: M/D (MJ) = ME/BK Keterangan: ME : Energi metabolis (MJ) BK : Bahan kering ransum (kg) 3. Kebutuhan Energi Metabolis untuk Hidup Pokok Kebutuhan energi metabolis untuk hidup pokok dapat diketahui dengan rumus: MEHP (MJ/hari) = 1,2 + 0,13W (UKASTA, ADAS dan COSAC, 1985) Keterangan: MEHP : Kebutuhan energi untuk hidup pokok (MJ/hari) W : Bobot badan (kg) 4. Energi Metabolis Tersedia untuk Produksi (MEP) Energi metabolis tersedia untuk produksi adalah energi yang digunakan untuk produksi, dapat diketahui dengan cara: MEP = M/D - MEHP Keterangan: M/D : Konsentrasi energi dalam ransum (MJ) MEHP : Energi yang digunakan untuk hidup pokok (MJ) 12

5. Energi Tersimpan untuk Pertumbuhan Energi tersimpan untuk pertumbuhan dapat diketahui dengan menggunakan rumus: Eg = MEP x 0,0414 x M/D (UKASTA, ADAS dan COSAC, 1985) Keterangan: Eg : Energi yang disimpan untuk pertambahan bobot badan (MJ/hari) MEP : Energi Metabolis Tersedia untuk Produksi (MJ) M/D : Konsentrasi energi dalam ransum (MJ) 6. Pertambahan Bobot Badan Berdasarkan Nilai Energi Tersimpan untuk Pertumbuhan Pertambahan bobot badan berdasarkan nilai energi tersimpan untuk pertumbuhan, dapat diketahui dengan menggunakan rumus: Log 10 LWG = 0,9 x Log 10 Eg - 0,0036W + 1,91 Keterangan: LWG : Pertambahan bobot badan (gram/hari) Eg : Energi tersimpan untuk pertumbuhan (MJ) W : Bobot badan (kg) Analisis Data Data yang diperoleh dihitung dan data Energi Tersimpan untuk Pertumbuhan (Eg) akan dilihat hubungannya dengan pertambahan bobot badan (PBB) dengan menggunakan metode analisis regresi. Pertambahan Bobot Badan (PBB) hasil penelitian akan dibandingkan dengan PBB berdasarkan Eg yang direkomendasikan oleh UKASTA, ADAS dan COSAC (1985) dan dengan standar PBB domba Garut fase pertumbuhan dengan menggunakan uji-t. 13

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Lesan Putra Peternakan Lesan Putra berlokasi di belakang perumahan Taman Pagelaran Ciomas, Desa Padasuka, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor. Peternakan ini mempunyai luas lahan sekitar lima hektar, dimana sekitar 1,5 hektar luas lahannya digunakan untuk peternakan dan rumah karyawan, sedangkan selebihnya digunakan sebagai lahan pertanian (bibit tanaman). Peternakan Lesan Putra terletak 250 km diatas permukaan laut dan keadaan topografi tergolong dataran rendah dengan suhu lingkungan berkisar antara 25-30 o C dan kelembaban (RH) 80-85 % serta curah hujan rata-rata 2200 mm per tahun. Ransum yang biasa diberikan di peternakan ini adalah berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan yang diberikan berupa campuran dari rumput lapang, rumput gajah, semak belukar dan lain-lain dengan rasio berturut-turut adalah 75%; 5%; 9,5% dan 10,5%; sedangkan konsentrat yang diberikan hanya satu jenis yaitu ampas tahu. Peternakan Lesan Putra memiliki kebun rumput yang sempit sehingga tidak dapat mencukupi suplai rumput untuk kebutuhan domba tiap harinya, maka untuk mengatasi hal tersebut, peternakan ini mengambil rumput dari lingkungan di sekitar peternakan. Hijauan dan konsentrat diberikan begitu saja tanpa perlakuan khusus. Pemberian pakan dilakukan tiga kali sehari yaitu pada pagi, siang dan sore hari. Pemberian ampas tahu dilakukan pada pagi hari, sedangkan hijauan baru diberikan pada siang hari dan sore hari. Komposisi rata-rata hijauan dan konsentrat penyusun ransum yang diberikan di peternakan Lesan Putra dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Rata-rata Bahan Makanan Penyusun Ransum Bahan Makanan Domba 1 2 3 4 5 6 Ratarata -------------------------- g BK per ekor per hari ------------------------- Hijauan 641,35 967,26 785,53 803,83 567,49 796,68 760,36 ±140,01 Ampas Tahu 160,16 160,16 160,16 160,16 160,16 160,16 160,16 ±0,00 Total 801,50 1127,42 945,69 963,98 727,65 956,84 920,51 ±140,01 14

Konsumsi Zat Makanan Ransum yang diberikan di peternakan Lesan Putra didominasi oleh hijauan seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1, dengan hijauan sebagian besar berupa rumput lapang (75%). Wiradarya (1989) mengemukakan bahwa bahan makanan pokok yang paling banyak diberikan pada ternak domba dan kambing di Bogor adalah rumput lapang. Hal ini sangat tepat karena menurut Sumoprastowo (1980), rumput memegang peranan penting dalam pakan ternak dan dapat diberikan dalam jumlah besar. Namun Sumoprastowo (1980) juga mengemukakan bahwa kualitas rumput lapang di Indonesia pada umumnya rendah, karena rumput tersebut tumbuh tanpa perawatan dan pemupukan. Pemberian pakan konsentrat dilakukan untuk mendapatkan komposisi ransum yang baik sehingga domba yang dipelihara mengalami pertumbuhan yang baik. Menurut Ensminger (1991), konsentrat mempunyai nilai nutrisi yang tinggi. Pemberian konsentrat berupa ampas tahu diharapkan dapat meningkatkan nilai nutrisi pakan yang diberikan. Kualitas pakan yang diberikan pada ternak dapat dilihat dari komposisi kimia pakan tersebut. Komposisi kimia ransum yang diberikan pada domba di peternakan Lesan Putra diperlihatkan pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi Kimia Bahan Makanan Bahan Makanan Bahan Kering (BK) Bahan Organik (BO) Zat Makanan Protein Kasar (PK) Lemak Kasar (LK) Serat Kasar (SK) Bet-N % --------------------------- % BK ---------------------------- Hijauan 20,01 89,51 10,53 1,47 45,81 31,70 Ampas Tahu 10,68 93,94 33,68 12,45 36,02 11,80 Sumber: Hasil Analisa di Laboratorium Analisis Kimia, Pusat Studi Ilmu Hayati, Institut Pertanian Bogor, 2005 Lubis (1963) mengemukakan bahwa semakin rendah serat kasar hijauan maka semakin tinggi angka manfaatnya, sedangkan semakin rendah kadar protein maka semakin rendah pula angka manfaatnya. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa serat kasar hijauan tinggi yaitu 45,81% BK, sedangkan kandungan protein 15

kasar rendah yaitu 10,53% dari BK. Hal ini menyebabkan angka manfaat protein dari hijauan tersebut rendah. Konsentrat berupa ampas tahu yang diberikan memiliki kandungan protein kasar cukup tinggi yaitu 33,68% BK (Tabel 2). Berdasarkan Tabel 1, konsumsi ampas tahu rata-rata adalah 160,16 g BK/e/h dengan jumlah pemberian segar setiap harinya adalah sebesar 1,5 kg/e/h. Ampas tahu yang diberikan setiap harinya selalu dihabiskan oleh ternak domba. Morrison (1948) mengemukakan bahwa apabila suatu ransum memiliki komposisi kimia yang baik, maka semakin banyak pula ternak mengkonsumsi ransum tersebut. Domba Tabel 3. Konsumsi Rata- Rata Zat Makanan Bahan Kering (BK) Bahan Organik (BO) Zat Makanan Protein Kasar (PK) Lemak Kasar (LK) Serat Kasar (SK) Bet-N ------------------------------ gram per ekor per hari ----------------------------- 1 801,50 724,51 121,45 29,37 351,50 222,19 2 1127,42 1016,22 155,76 34,16 500,80 325,50 3 945,69 853,56 136,63 31,49 417,55 267,89 4 963,98 869,94 138,56 31,76 425,93 273,69 5 727,65 658,40 113,68 28,28 317,66 198,78 6 956,84 863,54 137,80 31,66 422,66 271,43 Rata- rata 920,51 ±140,01 831,03 ±125,32 133,98 ±14,74 31,12 ±2,06 406,02 ±64,14 259,91 ±44,38 NRC (1985) menyatakan bahwa kebutuhan konsumsi bahan kering ransum untuk domba adalah 5 % dari bobot badan. Tabel 3 menunjukkan tingkat konsumsi BK yang tinggi untuk domba dengan bobot badan rata-rata 15,17±1,99 kg, yaitu ratarata 920,51±140,01 g/e/h atau sekitar 6% dari bobot badan. Rataan konsumsi bahan kering penelitian ini lebih tinggi dari kisaran yang direkomendasikan oleh standar yang berlaku. Menurut Pond et al. (1995), konsumsi BK untuk semua ternak muda biasanya lebih besar per unit bobot badan selama masa awal kehidupannya dibandingkan dengan periode-periode selanjutnya. Menurut Church (1991), faktor yang mempengaruhi konsumsi adalah palatabilitas. Pond et al. (1995) menambahkan bahwa faktor yang mempengaruhi 16

konsumsi pakan adalah rasa, bau, tekstur fisik dan komposisi kimia pakan yang diberikan. Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa konsumsi bahan kering (BK) ransum cukup tinggi yaitu sekitar 920,51±140,01 g/e/h. Hal ini menunjukkan bahwa ransum yang diberikan palatabel bagi ternak domba. Tingginya serat kasar (SK) hijauan yang diberikan (Tabel 2) bukanlah suatu permasalahan karena domba mampu mencerna serat kasar. Arora (1989) mengemukakan bahwa ternak ruminansia mampu mengkonsumsi bahan makanan yang kaya serat kasar dan mampu memecahnya menjadi produk yang dapat diasimilasi didalam rumen. Selain itu pemberian konsentrat berupa ampas tahu juga dapat meningkatkan konsumsi. Ampas tahu mempunyai bau yang harum, tekstur fisik yang lembut karena kadar airnya yang tinggi dan komposisi kimia yang baik (Tabel 2). Ampas tahu yang diberikan di peternakan Lesan Putra adalah dalam bentuk segar, hal ini sangat baik karena semakin lama ampas tahu disimpan maka kandungan asamnya akan semakin tinggi sehingga tidak baik bagi ternak. Duljaman (2004) melaporkan bahwa pemberian ampas tahu kepada domba sapihan yang pakan utamanya rumput dapat meningkatkan konsumsi bahan kering, protein, TDN, keefisienan penggunaan pakan dan pertambahan bobot hidup. Pada saat pertumbuhan, seekor ternak membutuhkan kadar protein yang tinggi pada ransumnya yang akan digunakan untuk proses pembentukan jaringan tubuh. Berdasarkan Tabel 3, konsumsi protein kasar (PK) rata-rata adalah 133,98±14,74 g/e/h, jumlah konsumsi PK ini sesuai dengan standar yang ditentukan oleh NRC (1985) yang menyatakan bahwa kebutuhan protein kasar untuk domba pertumbuhan dengan bobot badan 10-20 kg berkisar antara 127-167 g/e/h. Jumlah PK pada pakan ternak yang sedang mengalami pertumbuhan harus cukup, karena ternak yang sedang dalam fase pertumbuhan membutuhkan lebih banyak kandungan protein untuk hidup pokok dan produksi. Tingginya koefisien cerna SK (Tabel 4) menyebabkan konsumsi protein kasar (PK), lemak kasar (LK) dan Bet-N kurang optimum. Namun dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa konsumsi bahan organik (BO) cukup tinggi, yaitu rata-rata 831,03±125,32 g/e/h. Hal ini menunjukkan bahwa makanan yang dikonsumsi oleh ternak memiliki kandungan energi yang relatif tinggi. Cole dan Ronning (1970) menyatakan bahwa tingkat konsumsi sangat dipengaruhi oleh koefisien cerna, kualitas atau komposisi kimia makanan, fermentasi 17

dalam rumen dan pergerakan makanan dalam saluran pencernaan serta status fisiologi hewan. Koefisien Cerna Semu Zat Makanan Pond et al. (1995) mengemukakan bahwa kecernaan semu zat makanan menunjukkan perbedaan antara jumlah yang diserap dan jumlah yang terdapat dalam feses. Tabel 4 menunjukkan nilai koefisien cerna yang berbeda-beda untuk setiap domba walaupun berasal dari jenis yang sama, menurut Ensminger (1991) hal ini disebabkan karena variasi antar individu ternak, cara pengolahan pakan dan frekuensi pemberian pakan. Domba Tabel 4. Koefisien Cerna Semu Zat Makanan Bahan Kering (BK) Bahan Organik (BO) Zat Makanan Protein Kasar (PK) Lemak Kasar (LK) Serat Kasar (SK) Bet-N ------------------------------------------ % ----------------------------------------- 1 65,20 69,58 60,22 57,64 79,13 61,17 2 69,25 72,89 77,54 53,17 82,72 57,59 3 68,56 71,10 57,08 50,94 82,21 63,31 4 66,52 68,47 58,11 46,26 74,93 66,22 5 60,37 62,29 59,63 51,17 71,38 50,86 6 65,99 67,86 65,86 66,41 77,45 54,10 Rata- rata 65,98 ±3,15 68,70 ±3,63 63,07 ±7,72 54,27 ±7,00 77,97 ±4,36 58,88 ±5,79 Nilai rata- rata koefisien cerna bahan kering (KCBK) adalah 65,98±3,15 %, nilai koefisien cerna ini relatif tinggi yang menunjukkan bahwa bahan makanan yang dikonsumsi banyak yang dicerna oleh tubuh ternak. Nilai koefisien cerna zat makanan lainnya seperti koefisien cerna protein kasar (KCPK), koefisien cerna lemak kasar (KCLK), koefisien cerna serat kasar (KCSK) dan koefisien cerna Bet-N (KCBet-N) masing- masing adalah 63,07±7,72 %; 54,27±7,00 %; 77,97±4,36 % dan 58,88±5,79 %. Nilai KCPK, KCLK dan KCBet-N tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai KCSK. Hal ini disebabkan tingginya kandungan serat kasar dari ransum, terutama yang berasal dari hijauan. Lubis (1963) mengemukakan 18

bahwa bahan makanan yang mengandung serat kasar tinggi akan menurunkan nilai koefisien cerna zat-zat makanan lainnya karena untuk mencerna serat kasar diperlukan banyak energi. Nilai-nilai koefisien cerna seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 4, memperlihatkan nilai-nilai koefisien cerna yang relatif tinggi walaupun kandungan serat kasar hijauan dalam ransum cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena selain hijauan, peternakan Lesan Putra juga memberikan konsentrat pada ternaknya yang berupa ampas tahu. Pakan konsentrat mempunyai nilai kecernaan yang tinggi sehingga akan mengakibatkan gerakan laju makanan dalam saluran pencernaan menjadi cepat sehingga dapat meningkatkan konsumsi. Menurut Anggorodi (1990), jika dalam suatu bahan makanan terkandung protein kasar dan lemak kasar yang tinggi sedangkan serat kasar rendah maka koefisien cerna dari bahan makanan tersebut akan semakin tinggi. Chandramoni et al. (2001) dalam penelitiannya menunjukkan KCBK dan KCBO yang tinggi pada domba yang diberi pakan 70% konsentrat dan 30% hijauan, yaitu sekitar 58,6-68,3 untuk KCBK dan 61,8-72,2% untuk KCBO. Kecukupan Energi Metabolis Energi metabolis (Metabolizable Energy/ ME) adalah bagian energi makanan yang digunakan untuk berbagai proses metabolis didalam tubuh, yaitu pembentukan jaringan tubuh atau produk ternak dan produksi panas. Energi metabolis yang dihasilkan memiliki nilai yang bervariasi karena nilai energi metabolis tergantung pada ternak itu sendiri. Tabel 5 menunjukkan nilai rata-rata energi metabolis yang dihasilkan, yaitu sebesar 8,45±1,58 MJ/h dengan rata-rata bobot badan (BB) ternak domba sebesar 15,92±2,03 kg., sedangkan menurut NRC (1985) kebutuhan energi termetabolisasi seekor domba dengan bobot badan antara 10-20 kg adalah 1,4-2,9 Mkal/h atau 5,86-12,14 MJ/h. Hal ini berarti energi metabolis yang dihasilkan dari pakan yang dikonsumsi oleh ternak tersebut telah memenuhi kebutuhan energi metabolis menurut standar NRC (1985). Menurut Gough (1975), kebutuhan energi termetabolisasi untuk hidup pokok seekor domba dengan bobot badan antara 10-20 kg adalah 2,5-3,8 MJ/h. Berdasarkan Tabel 5, energi metabolis yang digunakan untuk hidup pokok (MEHP) adalah 19

sebesar 3,27±0,26 MJ/h, jadi nilai tersebut masih berada pada kisaran nilai kebutuhan energi metabolis untuk hidup pokok menurut Gough (1975). Nilai ratarata konsentrasi energi dalam bahan kering ransum (M/D) dalam ransum penelitian adalah 9,13±0,43 MJ, sehingga energi metabolis yang masih tersedia untuk produksi (MEP) adalah 5,87±0,33 MJ. Energi yang tersisa untuk produksi tersebut sebagian digunakan untuk pertumbuhan. Nilai energi tersimpan untuk pertumbuhan (Eg) adalah sebesar 2,22±0,21 MJ. Domba 1 2 3 4 5 6 Rata- rata Tabel 5. Hasil Perhitungan Energi Metabolis (ME), Konsentrasi Energi dalam Ransum (M/D), Energi Metabolis untuk Hidup Pokok (MEHP), Energi Metabolis Tersedia untuk Pertumbuhan (MEP), Energi Tersimpan untuk Pertumbuhan (Eg) dan Pertambahan Bobot Badan (PBB) ME (MJ/h) M/D (MJ/kg BK) MEHP (MJ/h) MEP (MJ) Eg (MJ) BB 1 (kg) 7,46 9,31 3,03 6,28 2,42 14,06 ±0,64 10,81 9,59 3,66 5,93 2,35 18,95 ±0,50 8,89 9,40 3,23 6,17 2,40 15,59 ±0,55 8,76 9,08 3,41 5,67 2,13 17,02 ±0,43 6,07 8,35 2,94 5,41 1,87 13,39 ±0,20 8,68 9,07 3,34 5,73 2,15 16,49 8,45 ±1,58 9,13 ±0,43 3,27 ±0,26 5,87 ±0,33 2,22 ±0,21 ±0,47 15,92 ±2,03 Keterangan : 1. Berdasarkan Hasil Penelitian 2. Berdasarkan Rekomendasi dari UKASTA, ADAS, COSAC (1985) PBB 1 (g/e/h) PBB 2 (g/e/h) 94,76 ±3,19 160,38 77,14 ±2,53 150,14 85,71 ±2,82 157,26 66,67 ±2,37 139,57 44,29 ±2,05 127,70 73,81 ±2,44 141,32 73,73 146,06 ±17,40 ±12,24 Berdasarkan hasil penelitian, pertambahan bobot badan (PBB) yang diperoleh mempunyai rata-rata nilai sebesar 73,73±17,40 g/e/h dengan nilai energi tersimpan untuk pertumbuhan (Eg) adalah sebesar 2,22±0,21 MJ. Menurut rekomendasi yang diberikan oleh UKASTA, ADAS, COSAC (1985), pertambahan bobot badan dengan nilai energi tersimpan untuk pertumbuhan (Eg) sebesar 2,22±0,21 MJ adalah 146,06±12,24 g/e/h, jadi pertambahan bobot badan hasil penelitian masih berada dibawah standar yang direkomendasikan oleh UKASTA, ADAS, COSAC (1985). 20

Pbb (g/e/h) 100 90 80 70 60 50 y = 78,276x - 100,22 R 2 = 0,9233 40 1,8 1.8 1,9 1.9 2,0 2 2.1 2,1 2,2 2.2 2.3 2,3 2.4 2,4 2.5 2,5 Hasil Penelitian Eg (MJ) Linear (Hasil Penelitian) Gambar 2. Kurva Energi Tersimpan untuk Pertumbuhan (Eg) dengan Pertambahan Bobot Badan (PBB) Berdasarkan Hasil Penelitian Hubungan antara energi tersimpan untuk pertumbuhan (Eg) dengan pertambahan bobot badan (PBB) mengikuti persamaan regresi y = 78,276x 100,22 (Gambar 2). Persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa PBB hasil penelitian cenderung meningkat dengan adanya pertambahan nilai Eg. Hubungan antara Eg dan PBB bernilai positif dengan Eg minimum sebesar 1,3 MJ (x 1,3). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa Eg berpengaruh sangat nyata (r = 96,09%; P<0,01) terhadap PBB. Perbedaan nilai pertambahan bobot badan hasil penelitian dengan rekomendasi UKASTA, ADAS, COSAC (1985) diduga disebabkan karena faktor genetik. Tillman et al. (1991) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain makanan, breeding dan jenis kelamin. Mcleod dan Baldwin (2000) melaporkan bahwa domba yang diberi makan 75% konsentrat tumbuh lebih cepat dan lebih efisien daripada domba yang diberi makan 75% hijauan. Selain itu lingkungan juga berpengaruh terhadap kebutuhan energi domba, yang nantinya berpengaruh terhadap laju pertumbuhan domba tersebut (NRC, 1985). Pertambahan bobot badan (PBB) ternak domba penelitian rata-rata adalah 73,73±17,40 g/e/h. Dengan menggunakan uji-t dapat diketahui bahwa pertambahan bobot badan domba 2, 3, 4 dan 6 tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan pertambahan 21

bobot badan domba Garut fase pertumbuhan yang dilaporkan oleh Oktaviani (1999), yaitu 75,72 g/e/h, kecuali untuk domba 1 (P<0,05) dan domba 5 (P<0,01). Pertambahan bobot badan domba 1 adalah 94,76 g/e/h, lebih tinggi dibandingkan PBB standar, sedangkan PBB domba 5 lebih rendah dibandingkan PBB standar, yaitu 44,29 g/e/h. Perbedaan pertambahan bobot badan domba 1 dan 5 dengan pertambahan bobot badan standar dapat disebabkan oleh faktor individu ternak tersebut. Menurut Morrison (1948), protein yang dapat dicerna adalah protein yang dikandung dalam bahan makanan dikurangi protein yang terdapat dalam feses. Protein dapat dicerna selanjutnya akan menentukan besarnya energi metabolis yang akan digunakan untuk pertumbuhan (Lampiran 4). Pbb (g/e/h) 100 90 80 70 60 50 y = 0,0564x 3-13,548x 2 + 1078x - 28353 R 2 = 0,9944 40 65 70 75 80 85 90 95 Hasil Penelitian DCP (gram) Polinomial (Hasil Penelitian) Gambar 3. Kurva Protein Dapat Dicerna (Digestible amount of Crude Protein/ DCP) dengan Pertambahan Bobot Badan (PBB) Berdasarkan Hasil Penelitian Persamaan regresi yang menunjukkan hubungan antara jumlah protein dapat dicerna dengan pertambahan bobot badan adalah y = 0,0564x 3 13,548x 2 + 1078x 28353 (r = 99,72%). Pertambahan bobot badan ternak bervariasi dengan jumlah protein dapat dicerna (Digestible amount of Crude Protein/ DCP) rata-rata 85,16±19,08 g (Lampiran 4). Domba 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 dengan pertambahan bobot badan berturut-turut adalah 94,76±3,19 g/h; 77,14±2,53 g/h; 85,71±2,82 g/h; 22