KEDUDUKAN ANAK DI BAWAH UMUR ATAS HARTA PENINGGALAN ORANGTUANYA PADA MASYARAKAT MINANGKABAU (Kajian Di Nagari Panampuang Kecamatan IV Angkat Candung Kabupaten Agam) TESIS Oleh : RAHMI YULIAD 002111037 MAGISTER KENOTARIATAN PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2002
KEDUDUKAN ANAK DI BAWAH UMUR ATAS HARTA PENINGGALAN ORANGTUANYA PADA MASYARAKAT MINANGKABAU ( Kajian Di Nagari Panampuang Kecamatan IV Angkat Candung Kabupaten Agam) Rahmi Yuliad*) Rehngena Purba**) Warsani') Syahril Sofyan**) Intisari Masyarakat adat Minangkabau mempunyai kaidah-kaidah hukum diluar hukum tertulis tentang kedudukan anak di bawah umur atas harta peninggalan orang tuanya, terutama sekali dengan adanya perkembangan hukum dan pengaruh hukum Islam terutama yang berhubungan dengan azas, pengertian dan kedudukan anak di bawah umur, siapa yang menjadi wali dan bagaimana pengawasan terhadap wali serta hak anak di bawah umur terhadap harta peninggalan orang tuanya jika terjadi putus perkawinan karena kematian. Untuk itu dilakukan penelitian yang tujuannya ingin mengetahui hukum yang hidup di tengah masyarakat (living law). Untuk menjawab permasalahan di atas dilakukan penelitian di nagari Panampuang Kecamatan IV Angkat Candung Kabupaten Agam yang terdiri atas 5 suku. Sampel ditentukan secara purposive dengan mengambil 30 kepala keluarga, yaitu 6 kepala keluarga untuk masing-masing suku yang ada di nagari tersebut dengan menggunakan pendekatan normatif empirik dan bersifat deskriptif, kemudian dianalisis secara yuridis kualitatif dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa azas anak di bawah umur di Minangkabau adalah azas keadilan, kepatutan dan azas perlindungan. Pengertian anak di bawah umur di nagari Panampuang adalah orang yang belum baligh, belum kawin dan belum mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan tidak berdasarkan pada umur tertentu. Dalam adat kedudukan anak di bawah umur belum bisa dituntut tanggung jawabnya dan belum bisa menuntut haknya sepanjang adat. Tanggung jawab pemeliharaan anak dilakukan oleh kedua orang tua, bukan lagi dilakukan oleh Ibu. Untuk anak yatim pemeliharaan dilakukan oleh ibu, sedangkan untuk anak piatu pemeliharaan dilakukan oleh keluarga ibu sesuai dengan sistem kekerabatan yang dianut, namun telah ditemui pemeliharaan yang dilakukan oleh ayah. Pengawasan dari pemeliharaan anak di bawah umur dilakukan oleh masyarakat lingkungan adat tersebut tanpa adanya aturan khusus yang *) Mahasiswa Magister Kenotariatan **) Staf Pengajar Magister Kenotariatan Program Pascasarjana USU
mengatur tentang lembaga yang mengawasi pekerjaan wali yang mengakibatkan pengawasan itu tidak efektif sehingga banyak terjadi kesalahan dalam pemeliharaan anak di bawah umur yang menimbulkan kerugian pada anak di bawah umur tersebut dan tidak terdapat lembaga yang bertugas mengawasi perwalian tersebut. Anak di bawah umur sama-sama berhak untuk mewarisi harta orang tuanya yang berupa harta suarang, namun jika terdapat anak di bawah umur harta tersebut tidak di bagi-bagi kepemilikannya. Untuk harta pusaka anak hanya berhak mewarisi dari ibunya dan anak di bawah umur belum bisa menguasainya jika masih ada saudara yang telah dewasa. Di sarankan di buat peraturan tentang lembaga wali pengawas yang bersifat nasional, begitupun dalam hal pewarisan sudah saatnya diadakan hukum positif yang bersifat nasional. Kata kunci : Anak Di bawah umur Harta peninggalan orang tua Masyarakat Minangkabau
POSITION OF UNDERAGE-CHILD FOR PARENTAL LEGACY IN MINANGKABAU COMMUNITY (A Review at Nagari Penampuang, IV Angkat Candung Subregeny of Agam Regency Rahmi Yuliad *) Rehngena Purba **) Warsani **) Syahril Sofyan **) ABSTRACT Traditional custom community of Minangkabau has legal principles out of written legal context regarding position of underage-child for parental legacy especially associated with development and effect of Islamic Law particularly related of principles, definition and position of underage-child, who the surrogate is and how the control on surrogate and underage-child for his/her parental legacy when they divorced for death. For that reason, a research was carried out for finding a living law in the community. For solution of the problems as mentioned above, a research was carried out at Nagari Panampuang IV Angkat Candung Sub regency of Agam Regency consisting of 5 suku. The samples were obtained by purposive sampling by taking 30 headships, namely 6 headships as representative for each suku at the Nagari using a description normative empirical approach and then analyzed by qualitative juridical procedure using deductive and inductive methods. The result of research showed that the principles of any underage-child in Minangkabau included justice, properness and patronage. The definition of an underage-child at Nagari Panampuang included any in maturated, unmarried and being incapable of fulfilling his/her needs and based no on age. In custom, the position of an underage-child cannot be charged on his/her responsibility and even he/she is ineligible for claiming his/her customary rights. Responsibility for nurturance is assumed by his/her parents, but not by mamak. For fatherless child, nurturance is assumed by mother's family according to the adhered kinship system, however there was also nurturance by foster parent found nowadays. Control for nurturance of any underage-child was carried out by customary community without any rule *) A Student of Notary Magister **) Teaching Staff of Notary Magister Study Program of North Sumatra University
governing the institution related for the surrogate that caused an ineffective control so that there were many violations in the nurturance of underage-child inducing a lost of such a child. In addition, there was nothing an institution controlling the surrogation. Any underage-child has the same rights to inherit his/her individual parent's legacy such as property; however, the possession of such a property was not shared for any underage-child. For the legacy, any child only has a right to inherit it from his/her mother legacy and the underage-childs is ineligible for inheritance of when he/she matured brothers/ sisters. It is suggested that a national supervisory or controlling board should be established. In addition in the case of legacy, it is a proper time to prepare a national positive law. Key words: Underage-child Parental legacy Minangkabau community