DINAMIKA WERENG COKLAT TANAMAN PADI DI WILAYAH INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

CAPAIAN PRODUKSI PADI TAHUN 2014

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juli Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Dr. Ir. Maman Suherman, MM NIP

INDONESIA Percentage below / above median

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN UPSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2015

PENETAPAN KINERJA TAHUN 2011 DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA

respon Petani terhadap Perkembangan teknologi dan Perubahan Iklim: studi Kasus Subak di Desa Gadungan, tabanan, Bali

Lampiran 1 WEBSITE BPD

b) Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis ) c) Kumbang Stacfilinea (Paederus fuscipes)/tomcat d) Kumbang Carabid (Ophionea nigrofasciata)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)

DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012

HASIL Ujian Nasional SMP - Sederajat. Tahun Ajaran 2013/2014

Propinsi Kelas 1 Kelas 2 Jumlah Sumut Sumbar Jambi Bengkulu Lampung

PEMBIAYAAN KESEHATAN. Website:

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN FEBRUARI 2014

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015

Perkembangan Nilai Tukar Petani Dan Harga Produsen Gabah Bulan Oktober 2017

Memahami Arti Penting Mempelajari Studi Implementasi Kebijakan Publik

BERITA RESMI STATISTIK

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro)

Sistem Perbenihan Jagung

Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Tsanawiyah Tahun 2008

AKSES PELAYANAN KESEHATAN. Website:

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BERITA RESMI STATISTIK

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

PEMETAAN DAN KAJIAN CEPAT

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2011

PUSAT DISTRIBUSI DAN CADANGAN PANGAN BADAN KETAHANAN PANGAN RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM DISTRIBUSI DAN STABILITAS HARGA PANGAN TAHUN 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN AGUSTUS 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN SEPTEMBER 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN NOVEMBER 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2017

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULTENG

KESEHATAN ANAK. Website:

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2017

Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Aliyah Negeri Tahun 2008

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN

Disabilitas. Website:

PROGRAM PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2012

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2016

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN NOPEMBER 2012

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2016

Mengenal Hama Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stal. Oleh : Budi Budiman

Perkembangan Nilai Tukar Petani dan Harga Produsen Gabah Jawa Tengah Bulan September 2017

EVIDENCE KAMPANYE GIZI SEIMBANG MEMASUKI 1000 HPK ( SDT- SKMI 2014)

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2012

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2014

Keragaan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI ACEH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DKI JAKARTA

KEMENTERIAN PERTANIAN

INDEKS TENDENSI KONSUMEN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014)

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JULI 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN OKTOBER 2015

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI GORONTALO

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN AGUSTUS 2013

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JULI 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN APRIL 2016

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN AGUSTUS 2017

TUAN RUMAH KEJURNAS ANTAR PPLP TAHUN 2016

CEDERA. Website:

C UN MURNI Tahun

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN NOVEMBER 2016 SEBESAR 104,23

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI JAWA TIMUR

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DIY

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak

4.01. Jumlah Lembaga Pada PTAIN dan PTAIS Tahun Akademik 2011/2012

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2016 SEBESAR 105,26

EVALUASI KEGIATAN FASILITASI PUPUK DAN PESTISIDA TAHUN 2013

Transkripsi:

DINAMIKA WERENG COKLAT TANAMAN PADI DI WILAYAH INDONESIA Sri Hartati Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Selatan Jl. A. Yani Km. 34 Banjarbaru, Kalimantan Selatan e-mail : tatiekmanis@yahoo.com ABSTRAK Keberadaan wereng coklat di pertanaman padi merupakan ancaman bagi petani karena akibat yang ditimbulkan sangat merugikan secara ekonomi. Wereng coklat mengisap cairan yang ada di tanaman padi pada semua stadia dan yang lebih berbahaya lagi selain sebagai hama dia juga sebagai vektor dari penyakit kerdil rumput dan kerdil hampa yang berakibat gagal panen. Keberadaan wereng coklat di pertanaman padi perlu dipantau terus agar akibat yang ditimbulkan tidak sampai merugikan. Makalah ini dibuat bertujuan untuk menggambarkan dinamika (populasi dan intensitas serangan) wereng coklat pada MT I 2010/11 dan MT II 2011 di wilayah Indonesia. Data/Informasi diperoleh dari laporan rutin POPT-PHP yang ada di wilayah Indonesia. Hasil yang diperoleh menggambarkan bahwa 70 % dari wilayah Indonesia ditemukan wereng coklat dengan populasi dan intensitas serangan yang beragam. Kata kunci : wereng coklat, hama/vektor, gagal panen padi Pendahuluan Wereng Coklat (Nilaparvata lugens Stal) adalah serangga yang memiliki ukuran tubuh saat dewasa hanya sekitar 3 milimeter, namun, kemampuan berkembang biak, daya sebar, daya serang, dan tingkat kerusakan yang ditimbulkannya luar biasa. Karakteristik ini yang menempatkannya sebagai hama utama tanaman padi. Hiroichi Sawada, Gaib Subroto, Wahyudin, dan Toto Hendarto,1992 menyatakan bahwa, jumlah telur yang dihasilkan seekor wereng coklat betina selama hidupnya ada 1.474 butir. Semua stadia wereng coklat dari nimfa sampai imago menghisap cairan jaringan tanaman padi. Namun yang sangat berbahaya adalah nimfa instar 1-3. Gagal panen (puso) dapat terjadi bila jumlah serangga lebih dari 20 ekor/rumpun. Oleh karena itu, upaya pengendalian perlu segera dilakukan jika wereng coklat telah mencapai ampang ekonomi (4 ekor/rumpun pada fase vegetatif dan 7 ekor/rumpun pada fase generatif). Peningkatan populasi wereng coklat didorong oleh : (1) penanaman varietas padi rentan, (2) penanaman padi tidak serempak, (3) penggunaan insektisida tidak tepat (jenis, dosis, waktu, dan cara), dan (4) pemupukan tidak sesuai kebutuhan tanaman. Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 203

Akibat yang lebih berbahaya ditimbulkan dari keberadaan wereng coklat adalah karena dia juga berperan sebagai vektor (pembawa pathogen/virus) yang menyebabkan penyakit kerdil rumput dan kerdil hampa yang sampai saat ini jika terjadi serangan belum ditemukan cara pengendaliannya selain eradikasi, Hal ini selaras dengan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2010, yang berpendapat bahwa eradikasi dilakukan pada tanaman padi atau ratun yang tertular virus, dan tidak menanam padi untuk beberapa saat (1-2 bulan) adalah cara-cara paling penting untuk mengendalikan penyakit kerdil hampa dan kerdil rumput, selain itu sampai saat ini belum ada varietas padi tahan kedua penyakit ini. Luas serangan wereng coklat periode Januari-April 2010 adalah 23.402 hektar (Puso 69 hektar). Sementara luas serangan wereng coklat periode Januari-April 2009 adalah 12.852 hektar (Puso 542 hektar). Adapun rerata lima tahun pada periode yang sama adalah 11.822 hektare (Puso 179 hektare), kondisi ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan dari serangan wereng coklat 2. BBPOPT memperkirakan wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal) menyerang 47.005 hektar hingga 81.686 hektar padi di Indonesia MT 2010/2011. Mengingat besarnya kerugian yang ditimbulkan akibat dari keberadaan serangga yang berperan ganda (hama/vektor) dalam menurunkan bahkan menggagalkan produksi padi di indonesia maka perlu ditingkatkan Early warning system dan pemantapan penerapan konsep PHT secara benar. Wilayah Indonesia terdiri dari beberapa pulau dan empat pulau tergolong sentra produksi padi nasional yang tentunya berperan penting dalam mendukung peningkatan produksi beras nasional 10 juta ton pada tahun 2014, yakni Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi. Selama delapan tahun terakhir (2004-2011) persentase pangsa masing-masing pulau tersebut terhadap produksi padi nasional, produktivitas padi nasional dan luas panen padi nasional terlihat pada gambar 1,2 dan 3 berikut (data diolah dari BPS Indonesia Tahun 2011) Gambar 1. Rata-rata pangsa pulau terhadap produksi padi sawah di indonesia Sri Hartati : Dinamika wereng coklat tanaman padi di Indonesia 204

Gambar 2. Rata-rata pangsa pulau terhadap produktivitas padi sawah di indonesia Gambar 3. Rata-rata pangsa pulau terhadap luas panen padi sawah di indonesia Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menggambarkan dinamika (populasi dan intensitas serangan) wereng coklat tanaman padi pada MT I 2010/11 dan MT II 2011 di wilayah Indonesia. Metodologi Data diperoleh dengan cara mengambil dan merekapitulasi semua laporan rutin mingguan petugas POPT-PHP kecamatan yang mewakili setiap kabupaten pada 30 Propinsi Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 205

di wilayah Indonesia (468 wilayah pengamatan) selama dua musim tanam yakni MT I 2010 (April 2010 sampai September 2010) dan MT II (Oktober 2010 sampai Maret 2011) serta studi pustaka. Cara pengambilan data oleh masing-masing petugas POPT-PHP melalui pengamat an rutin di masing-masing petak contoh pengamatan tetap di satu wilayah pengamatan POPT- PHP setiap kecamatan. Dalam tiap petak contoh pengamatan tetap diambil 3 unit contoh, masing-masing terletak di perpotongan garis diagonal (A) dan di pertengahan potonganpotongan garis diagonal terpanjang (B dan C) (Gambar 4). Tiap unit contoh diambil 10 rumpun contoh secara sistematik. Pengamatan rumpun contoh dimulai pada rumpun ke-5 dengan interval 5 langkah. Gambar 4. Penyebaran unit contoh dalam petak contoh Hasil dan Pembahasan Dinamika Wereng Coklat Populasi dan intensitas serangan hama Wereng Coklat (WC) berbeda pada empat pulau sentra produksi padi nasional. Hal ini menunjukkankan bahwa terjadinya dinamika keberadaan wereng coklat di wilayah Indonesia tepatnya pulau sumatera, pulau jawa, pulau kalimantan dan pulau sulawesi. Gambaran ini terlihat dari populasi dan Intensitas Serangan (IS) wereng coklat pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa keberadaan WC berpotensi menjadi sumber serangan pada musim tanam berikutnya jika tidak diperhatikan. Keadaan ini menuntut kita untuk melakukan pemantauan secara rutin agar tidak terjadi peningkatan populasi yang tidak dikehendaki dikarenakan sifat dan peran gandanya yang berakibat sangat merugikan petani. Menurut Kepala Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BB POPT) Gaib Subroto, di Karawang, Jawa Barat, Rabu (19/1/2011) bahwa, sekecil apapun populasi wereng coklat yang ditemukan pada MT 2010/2011 berpotensi menjadi sumber serangan Sri Hartati : Dinamika wereng coklat tanaman padi di Indonesia 206

pada musim tanam mendatang karena wereng coklat terus berpindah mencari sumber pakan baru dan berkembang biak dengan pesat di lingkungan yang mendukung. Tabel 1. Rata-rata populasi dan IS Wereng Coklat padi sawah di wilayah Indonesia Pulau Provinsi Jlh Kab. X ± St.Dev (Populasi WC) X ± St.Dev (IS WC) Sumatera 1. NAD 16 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 2. Sumut 22 0,25 ± 0,94 0,00 ± 0,00 3. Sumbar 7 0,97 ± 1,01 0,01 ± 0,04 4. Riau 7 1,31 ± 3,48 1.30 ± 3,43 5. Jambi 6 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 6. Sumsel 12 0,70 ± 1,98 0,49 ± 1,68 7. Bengkulu 9 0,28 ± 0,83 0,00 ± 0,00 8. Lampung 12 2,75 ± 5,66 0,00 ± 0,00 9. Babel 4 4,28 ± 3,07 0,96 ± 1,38 Jawa 10. Jabar 17 1,53 ± 3,57 0,20 ± 0,57 11. Jateng 21 12,31± 21,65 3,56 ± 6,78 12. DIY 5 1,60 ± 1,51 0,00 ± 0,00 13. Jatim 29 9,62 ± 24,10 0,98 ± 2,60 14. Banten 5 32,39 ± 57,63 7,47 ± 10,23 Bali, NTT, 15. Bali 9 17,62 ± 36,18 0,32 ± 0,96 NTB 16. NTB 9 3,79 ± 6,09 0,20 ± 0,46 17. NTT 14 0,65 ± 2,42 0,14 ± 0,53 Kalimantan 18. Kalbar 7 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 19. Kalteng 10 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 20. Kalsel 11 1,50 ± 3,14 0,79 ± 1,88 21. Kaltim 13 0,00 ± 0,00 0,10 ± 0,37 Sulawesi 22. Sulut 7 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 23. Sulteng 16 0,68 ± 1,86 0,00 ± 0,00 24. Sulsel 15 0,30 ± 0,81 0,09 ± 0,34 25. Sultra 10 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 26. orontalo 6 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 27. Sulbar 5 0,13 ± 0,28 0,00 ± 0,00 Maluku 28. Maluku Utara 4 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 Papua 29. Papua Barat 4 2,56 ± 4,19 2,15 ± 2,79 30. Papua 6 4,63 ± 4,55 2,35 ± 2,18 Data yang diperoleh menunjukkan bahwa, populasi wereng coklat di pulau jawa terlihat cendrung lebih tinggi dibanding tiga pulau lainnya, oleh karena itu kondisi ini perlu mendapat perhatian serius karena mengingat pengalaman yang sudah terjadi dan telah dilaporkan Ditlintan tahun 2010 bahwa selama periode Januari-Desember 2010, serangan WC diduga mencapai 132.322 ha dan puso 4.586 ha. Serangan terluas terjadi di Jawa Barat (60.745 ha), Jawa Tengah (30.872 ha), Jawa Timur (27.066 ha), dan Banten (9.265 ha). Selama delapan tahun terakhir (2004-2011) Pulau Jawa rata-rata memberikan pangsa terhadap produksi padi nasional tertinggi yakni sebesar 51,9% dibanding Pulau Sumatera (22,9%), Pulau Sulawesi (10,3%) dan Pulau Kalimantan (6,9 %). Begitu juga dengan Luas panen yang mencapai 47,5% dibanding Pulau Sumatera (25,9%), Pulau Sulawesi (10,6%) dan Pulau Kalimantan (10%) (Diolah dari data BPS Indonesia, 2011). Padi di Pulau Jawa sangat menentukan produksi padi nasional, sehingga keberadaan wereng coklat merupakan /ancaman terhadap produksi padi di Indonesia. Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 207

Dinamika Musuh Alami Penting Hama WC Lycosa (laba-laba) dan Paederus (tomcat atau cocopet atau kumbang kalajengking), tergolong Musuh Alami (MA) penting tanaman padi yang berfungsi untuk menekan populasi hama WC agar kehadirannya tidak merugikan secara ekonomi. Keberadaan dua musuh alami ini berbeda antar di Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi menunjukkan perbedaan. Keadaan ini tergambar pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Rata-rata populasi MA padi sawah di wilayah Indonesia Pulau Provinsi Jlh Kab. X ± St.Dev (Populasi Lycosa) X ± St.Dev (Populasi Paederus) Sumatera 1. NAD 16 3,09 ± 7,14 2,13 ± 8,37 2. Sumut 22 2,14 ± 2,77 0,58 ± 1,55 3. Sumbar 7 2,13 ± 2,42 0,83 ± 0,73 4. Riau 7 1,68 ± 1,71 1,24 ± 1,36 5. Jambi 6 1,40 ± 1,97 1,00 ± 1,34 6. Sumsel 12 3,34 ± 2,59 1,41 ± 1,69 7. Bengkulu 9 4,0 ± 4,39 2,90 ± 4,00 8. Lampung 12 5,70 ± 5,56 4,71 ± 6,28 9. Babel 4 4,07 ± 4,80 0,00 ± 0,00 Jawa 10. Jabar 17 1,72 ± 2,11 0,92 ± 1,14 11. Jateng 21 3,33 ± 2,77 2,27 ± 2,33 12. DIY 5 2,64 ± 1,25 1,16 ± 1,07 13. Jatim 29 3,54 ± 5,60 1,37 ± 1,76 14. Banten 5 7,15 ±14,23 4,70 ± 8,93 Bali, NTT, 15. Bali 9 4,78 ± 3,62 1,37 ± 1,35 NTB 16. NTB 9 6,69 ± 8,88 2,61 ± 5,59 17. NTT 14 0,91 ± 0,99 0,16 ± 0,53 Kalimantan 18. Kalbar 7 0,97 ± 0,61 0,15 ± 0,27 19. Kalteng 10 2,04 ± 1,88 0,53 ± 0,88 20. Kalsel 11 10,81 ± 29,11 3,07 ± 3,52 21. Kaltim 13 1,55 ± 4,21 0,00 ± 0,00 Sulawesi 22. Sulut 7 2,15 ± 2,99 0,25 ± 0,61 23. Sulteng 16 1,86 ± 1,81 0,51 ± 0,79 24. Sulsel 15 2,05 ± 1,62 0,45 ± 1,54 25. Sultra 10 1,94 ± 4,53 0,11 ± 0,32 26. Gorontalo 6 3,00 ± 3,76 1,33 ± 1,95 27. Sulbar 5 0,61 ± 0,90 0,10 ± 0,22 Maluku 28. Maluku Utara 4 1,12 ± 1,74 0,99 ± 1,49 Papua 29. Papua Barat 4 0,91 ± 1,05 0,00 ± 0,00 30. Papua 6 1,30 ± 0,96 0,00 ± 0,00 Dari Tabel 2 tersebut menujukkan bahwa populasi dua musuh alami penting tanaman padi ini cendrung lebih banyak di pulau sumatera kemudian pulau jawa, pulau kalimantan, pulau sulawesi dan yang terendah di pulau maluku. Grafik yang terlihat pada gambar 5 berikut ini menggambarkan keberadaan Lycosa dan Paederus serta wereng coklat di lahan pertanaman padi. Ternyata kecendrungan populasi musuh alami di pulau jawa, bali/ntt/ntb dan pulau papua lebih rendah dari populasi hama wereng coklat dibanding pulau lainnya, menurut penulis kondisi ini berpotensi untuk terjadinya peningkatan intensitas serangan hama WC jika tidak dilakukan tindakan pengendalian dan EWS sangat perlu dilakukan.. Sri Hartati : Dinamika wereng coklat tanaman padi di Indonesia 208

Gambar 5. Grafik rata-rata populasi WC dan MA tanaman padi di Indonesia Grafik. menunjukkan bahwa populasi musuh alami (Lycosa dan Paederus) di pulau jawa lebih rendah dibanding populasi hama wc, kondisi ini berpotensi terhadap serangan hama wc. Diketahui pulau jawa mampu memberikan kontribusi teringgi terhadap padi nasional dalam hal produksi, produktivitas maupun luas panen, sehingga perlu mendapat perhatian serius karena dapat mengancam peningkatan produksi beras nasional. Hasil analisis regresi berganda antara hama wereng coklat dengan musuh alami (Lycosa dan Paederus) dengan menggunakan program SPSS20 terlihat dalam Tabel 3 berikut. Tabel 3. Hasil analisis regresi Model R R Square Model Summary Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1,987 a,975,972,28312 Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta (Constant),026,078,338,738 1 Pop. WC,206,007 1,029 28,531,000 Pop. Lycosa,019,030,031,636,531 Pop. Paederus -,160,064 -,123-2,488,020 a. Dependent Variable: Intensitas Serangan 1 Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 209

Populasi hama wereng coklat dengan populasi musuh alami (Lycosa dan Paederus) memiliki hubungan dan berpengaruh (97,2%) terhadap besarnya intensitas serangan hama wereng coklat padi lahan sawah di wilayah indonesia pada bulan april sampai dengan september 2010. Keberadaan Paederus sebagai musuh alami (98%) dapat menurunkan intensitas serangan hama wereng coklat. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan 1. Dinamika hama wereng coklat di Indonesia terlihat dari beragamnya populasi dan intensitas serangan. 2. Wereng coklat ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia sehingga berpontesi mengancam produksi padi nasional 3. Paederus mampu mengendalikan serangan wereng coklat. Saran Disarankan agar petani menerapkan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT), terutama pelestarian musuh alami dan penggunaan pestisida sebagai alternative terakhir dan dilakukan secara tepat dan benar. Daftar Pustaka Arifin, M, I.B.G. Suryawan, B.H. Priyanto & A. Alwi. 1997. Diversitas artropoda pada berbagai teknik budidaya padi di Pemalang, Jawa Tengah. Penelitian Pertanian Puslitbangtan. 15 (2): 5-12. Badan Pusat Statistik Indonesia. 2011. Statistik Indonesia 2011. Jakarta Ditlintan. 2010 dalam Workshop Monitoring dan Evaluasi OPT Padi 5-7 Nopember 2011. Cipayung-Bogor Hiroichi Sawada, Gaib Subroto, Wahyudin, Toto Hendarto. 1992 dalam http://saungurip.blogspot.com/search/label/kliping%20seputar%20hama% Laba, I W., Djatnika K., dan M. Arifin. 2001. Analisis keanekaragaman hayati musuh alami pada ekosistem padi sawah, p. 207-217. Dalam E. Soenarjo et al. (Eds.) Prosiding Simposium Keanekaragaman Hayati Arthropoda pada Sistem Produksi Pertanian. Cipayung, 16-18 Oktober 2000. PEI KEHATI. Supriyadi, S. Mangundihardjo & E. Mahrub. 1992. Kajian ekologi laba-laba srigala, Lycosa pseudoannulata Boes. et Str. pada lahan padi. Kumpulan Abstrak Kongres Entomologi IV. Yogyakarta, 28-30 Januari. hlm 91. Sri Hartati : Dinamika wereng coklat tanaman padi di Indonesia 210

Soenarjo, E. 2000. Analisis ledakan dan pengendalian hama wereng coklat di wilayah endemik. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. 60 hal. Untung, K. 1992. Konsep dan strategi pengendalian hama terpadu. Makalah Simposium Penerapan PHT. PEI Cabang Bandung. Sukamandi, 3-4 September 1992. 17 hlm. Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 211