Sri Wahyu Basuki, Anita Sari Nurdi Atmaji, Dedik Hartono, dan Sigit Widyatmoko

dokumen-dokumen yang mirip
SUMMARY GAMBARAN KAPASITAS PARU PADA REMAJA PEROKOK DI DESA TULADENGGI KECAMATAN TELAGA BIRU. Dwi Purnamasari Zees

PERBEDAAN KAPASITAS VITAL PAKSA (KVP) ANTARA LAKI-LAKI PEROKOK DAN BUKAN PEROKOK DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA

I. PENDAHULUAN. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibalut dengan kertas atau daun. nipah. Menurut Purnama (1998) dalam Alamsyah (2009), rokok

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1. Pendahuluan. Faktor perinatal menjadi faktor risiko gangguan respiratorik kronis masa

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP DAYA TAHAN JANTUNG PARU

PENGARUH SENAM ASMA TERHADAP FUNGSI PARU (KVP & FEV1) PADA WANITA ASMA DI BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BKPM) SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi perokok dewasa per hari. Menurut data Global Adult Tobacco Survey

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perokok pasif atau second hand smoke (SHS) istilah pada orang lain bukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Paru. Paru adalah satu-satunya organ tubuh yang berhubungan dengan

Perbandingan Nilai Arus Puncak Ekspirasi Antara Perokok dan Bukan Perokok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kadar Debu Kayu, Kebiasaan Merokok, Masa Kerja Dan Volume Ekspirasi Paksa Pada Tenaga Kerja Industri Mebel CV Bandengan Wood Desa Kalijambe Sragen

Pemakaian obat bronkodilator sehari- hari : -Antikolinergik,Beta2 Agonis, Xantin,Kombinasi SABA+Antikolinergik,Kombinasi LABA +Kortikosteroid,,dll

BAB I PENDAHULUAN. Batik merupakan kain tradisional dari Indonesia yang telah diakui oleh

Pengertian Rokok dan Bahaya Merokok bagi Kesehatan Manusia

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peningkatan jumlah perokok di negara berkembang termasuk Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMA PEMBELAJARAN PRAKTIK LABORATORIUM/BENGKEL DAN FUNGSI PARU MAHASISWA JURUSAN ORTOTIK PROSTETIK POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable

FAKTOR RISIKO GANGGUAN FUNGSI PARU PADA TENAGA KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI DAERAH CARGO PERMAI, KABUPATEN BADUNG, BALI

BAB I PENDAHULUAN. Tes fungsi paru dilakukan untuk menilai kondisi paru seseorang. Tes fungsi

PERBEDAAN KAPASITAS VITAL PARU DAN KAPASITAS VITAL PAKSA ANTARA QORI DAN NON QORI DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

I. PENDAHULUAN. Resiko terjadinya penyakit jantung koroner meningkat 2-4 kali pada perokok

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perubahan yang sangat cepat, baik dalam bidang ekonomi, dan motorisasi (Dharmawan, 2004).

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Fisiologi dan Ergonomi

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode analitik komparatif dengan

BAB I PENDAHULUAN. ATP (Adenosin Tri Phospat) dan karbon dioksida (CO 2 ) sebagai zat sisa hasil

III. METODE PENELITIAN. penelitian eksperimental dengan desain penelitian (Pre-Post Test

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang

Vol. 1 No. 1 ISSN Analisis Kapasitas Vital Paru Terhadap VO2Max Mahasiswa Baru FPOK IKIP Mataram Tahun Akademik 2015 / 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Uji Fungsi (lung function test) Peak flow meter

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia tahun mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur

I. PENDAHULUAN. membentuk suatu asam yang harus dibuang dari tubuh (Corwin, 2001). duktus alveolaris dan alveoli (Plopper, 2007).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penyakit paru kronik (Kurniawidjaja,2010).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma.

Jenis Rokok Kandungan Rokok

BAB I A. LATAR BELAKANG. morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang

ANALISIS FUNGSI FAKTOR KELUARGA DAN PERSEPSI FATWA HARAM MEROKOK PEGAWAI TERHADAP PERILAKU PELAKSANAAN SURAT KEPUTUSAN REKTOR UMY TENTANG MEROKOK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PARU PETERNAK AYAM. Putri Rahayu H. Umar. Nim ABSTRAK

DAFTAR ISI. SAMPUL DALAM... i. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI... iv. ABSTRAK...

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut WHO, jumlah perokok di dunia pada tahun 2009 mencapai 1,1

PENGARUH PAPARAN GAS NOx TERHADAP KAPASITAS VITAL PARU PADA PEDAGANG KULINER DI DEPAN PUSAT GROSIR SOLO DAN PASAR BUKU SRIWEDARI SURAKARTA

Universitas Lampung. Abstrak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS PADA WANITA DI RUMAH SAKIT HA. ROTINSULU BANDUNG PERIODE ARTIKEL

INSUFISIENSI PERNAFASAN. Ikbal Gentar Alam ( )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan dasar pembuatan batik adalah lilin batik. Lilin batik ini akan

SPIROMETRI PADA IBU-IBU PENDERITA BATUK DI KECAMATAN DARUSSALAM KABUPATEN ACEH BESAR

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Hubungan Merokok dan Kejadian Nasofaring

PERBANDINGAN PARAMETER FUNGSI PARU ATLET PUTRA CABANG OLAHRAGA BOLA VOLI DENGAN SEPAK TAKRAW DI PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN PELAJAR JAWA TENGAH

: CINDY AUDINA PRADIBTA

PERBEDAAN GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA YANG TERPAPAR PARTIKULAT PM10 DIBAWAH DAN DIATAS NILAI AMBANG BATAS DI PT WIJAYA KARYA BETON BOYOLALI

ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH. Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. dewasa normal bervariasi antara 4-10 jam sehari dan rata-rata berkisar antara

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas


BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Korelasi antara Kadar Partikel Udara dengan Kapasitas Vital Paru pada Petugas Parkir di Universitas Kristen Maranatha

Kata Kunci : Sampah,Umur,Masa Kerja,lama paparan, Kapasitas Paru, tenaga kerja pengangkut sampah.

Hubungan Lama Bekerja dengan Kapasitas Vital Paru pada Operator SPBU Sampangan Semarang

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KELEMBABAN UDARA YANG TINGGI DENGAN RASIO FEV 1 SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

HUBUNGAN ANTARA KAPASITAS VITAL PAKSA DENGAN KUALITAS HIDUP PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation

HUBUNGAN PAPARAN DEBU DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA PENYAPU PASAR JOHAR KOTA SEMARANG. Audia Candra Meita

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

4. Dampaknya dan cara penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Volume maksimum oksigen (VO 2

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menyebabkan penyakit paru (Suma mur, 2011). Penurunan fungsi paru

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum

SKRIPSI. Oleh: NUR MUNFATAHATIN NIM

HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DAN KAPASITAS VITAL PAKSA (KVP) PADA MAHASISWA APIKES CITRA MEDIKA SURAKARTA SKRIPSI

PERBEDAAN PROFIL SPIROMETRI PADA PETUGAS SPBU (Studi Observasional Analitik pada Petugas SPBU dan Non SPBU ) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB 1 PENDAHULUAN. sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya

Transkripsi:

PERBEDAAN VOLUME EKSPIRASI PAKSA DETIK PERTAMA (VEP1) DAN KAPASITAS VITAL PAKSA (KVP) ANTARA LAKI-LAKI PEROKOK DAN BUKAN PEROKOK DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA Sri Wahyu Basuki, Anita Sari Nurdi Atmaji, Dedik Hartono, dan Sigit Widyatmoko Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani, Tromol Pos I, Pabelan, Surakarta E-mail: Sri.Wahyu@ums.ac.id Abstract Volume and respiratory capacity is a description of the function of ventilation on the respiratory system. By knowing the volume and breathing capacity, it can be seen the amount of capacity of ventilation and abnormalities of ventilation function. The objective of the research was to investigate the difference of forced expiratory volume in one second (FEV1) and forced vital capacity (FVC) between male smokers and nonsmokers in Medicine Faculty, Muhammadiyah University of Surakarta. The analytical design was used in the study with cross sectional approach. The subjects of the research were the active students and the employees of the Medicine Faculty, Muhammadiyah University of Surakarta. The sampling method was the purposive random sampling. Data were tested using unpaired t test with SPSS 16.0. Sample of 40 people, consist of 20 samples (50%) of smokers and 20 samples (50%) nonsmokers. There was a difference in VEP1 between male smokers and nonsmokers, with p= 0.020. The VEP1 of smokers is 2.03 ml and 2.532 ml for nonsmokers. The number of FVC samples is 42 people, consists of 50% of smokers and 50% non smokers. There was different of FVC between smokers and nonsmokers, with p= 0.000. The FVC of smokers is 2,722.86 ml and 3,528.57 for nonsmokers. Based on the research, it can be concluded that there are differences in VEP1 and KVP between male smokers and nonsmokers in Faculty of Medicine, Muhammadiyah University of Surakarta. Keywords: VEP1, KVP, Smokers, Nonsmokers PENDAHULUAN Volume dan kapasitas pernapasan merupakan gambaran fungsi ventilasi sistem pernapasan. Dengan mengetahui besarnya volume dan kapasitas pernapasan dapat diketahui besarnya kapasitas ventilasi maupun ada tidaknya kelainan fungsi ventilasi pada seseorang (Alsagaff dan Mukty, 2008). Salah satu uji faal paru adalah uji spirometri (Djojodibroto, 2009). Melalui uji spirometri, diperoleh nilai KVP dan FEV1. Nilai KV (Kapasitas Vital Paksa) normal kira-kira kira-kira 4 liter. Nilai FEV1 normal kira-kira 3,2 liter (Sheerwood, 2001). Pemeriksaan dengan spirometer Perbedaan Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama... (Sri Wahyu Basuki, dkk.) 199

ini penting untuk pengkajian fungsi ventilasi paru secara lebih mendalam. Jenis gangguan fungsi paru dapat digolongkan menjadi dua yaitu gangguan fungsi paru obstruktif (hambatan aliran udara) dan restriktif (hambatan pengembangan paru). Seseorang dianggap mempunyai gangguan fungsi paru obstruktif bila nilai VEP1 kurang dari 75% dan menderita gangguan fungsi paru restriktif bila nilai KVP kurang dari 80% dibanding dengan nilai standar (Alsagaff dan Mukty, 2008). Sebagian penyebab rendahnya nilai volume paru adalah kelainan obstruksi dan restriksi paru (Sheerwood, 2001). Merokok adalah salah satu faktor yang menyebabkan penyakit paru obstruktif dan restriktif, dapat mempengaruhi nilai KVP maupun FEV1 pada tes spirometri. Pola obstruktif penyakit paru mencakup gangguan konduksi jalan napas atau asinus yang ditandai dengan menurunnya kemampuan menghembuskan udara. Penyebab utama obstruksi aliran udara kronik adalah bronkitis kronik, enfisema, asma kronik, bronkiektasis, dan fibrosis kistik (Price, 2006). Beberapa penelitian telah dilakukan tentang pengaruh merokok terhadap nilai nilai KVP dan FEV1. Hasil penelitian Wijayanti (2010) menunjukkan bahwa nilai korelasi r = - 0,422, p = 0,000 dengan p<0,01 menunjukkan korelasi negatif yang signifikan, berarti makin meningkat kebiasaan merokok atau jumlah rokok yang dihisap perhari semakin meningkat menyebabkan menurunnya fungsi paru yaitu %FEV1. Penelitian lain menunjukkan bahwa penurunan VEP1 per tahun untuk mereka yang tidak merokok berkisar antara 20-30 ml, pada bekas perokok 25-50 ml, dan pada perokok sebesar 25-80 ml per tahun. Secara umum penurunan VEP1 per tahun pada perokok sekitar 10-20 ml lebih banyak darpida bukan perokok (Aditama, 1996a). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui adanya perbedaan Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (VEP1) dan KPV (Kapasitas Vital Paksa) antara Laki-Laki Perokok dan Bukan Perokok di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. Perokok adalah orang yang telah merokok lebih dari satu batang rokok perhari selama setahun dan masih merokok sampai satu bulan terakhir (Aditama, 1996b; Djojodibroto, 2009). Sedangkan bukan perokok adalah orang yang tidak pernah merokok sedikitnya satu batang sehari selama satu tahun atau lebih (Aditama, 1996b; Djojodibroto, 2009). VEP1 adalah sejumlah volume udara yang dihembuskan dalam detik pertama dari ekspirasi paksa yang didahului inspirasi sedalam-dalamnya. Adapun maksud KVP (Forced Vital Capacity) adalah volume udara maksimum yang dapat dihembuskan secara paksa yang umumnya dicapai dalam 200 Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 6, No. 2, Desember 2013:

tiga detik, volume normal yang dihasilkan sekitar 4600 ml. Besar nilai KVP pada laki-laki berdasarkan umur dan tinggi badan dapat ditentukan dengan rumus, KVP (L)= 5,44018 + 0,04849 x TB + 1,62398 x C 0,07768 x (C x Umur) ± 0,4105. Umur e 21 tahun, C=1; d 21 tahun, C=0. Hipotesis yang akan dibuktikan pada penelitian ini adalah: ada perbedaan Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (VEP1) dan KPV (Kapasitas Vital Paksa) antara Laki-Laki Perokok dan Bukan Perokok di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif observasional (nonexperiment) analitik dengan pendekatan cross sectional yang menjelaskan hubungan dua variabel, yaitu variabel bebas (merokok) dan variabel terikat (Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (VEP1) dan KPV (Kapasitas Vital Paksa)). Penelitian ini akan dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. Penelitian ini dilaksanakan Bulan Juni Juli 2012. Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa aktif dan karyawan laki-laki yang ada di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. Sampel pada penelitian ini adalah laki-laki berusia 15-44 tahun yang diambil dari Fakultas Kedokteran di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Cara pengambilan sampel dengan teknik pengambilan sampel secara Purposive Sampling. Besar sampel masing-masing kelompok FEV1 adalah 20 sampel, sedangkan KVP adalah 22 sampel (Dahlan, 2009). Data dikumpulkan melalai pengukuran dengan alat spirometer. Data yang terkumpul dianalisis dengan uji t tidak berpasangan. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (VEP1) Tabel 1. Mean Nilai VEP1 Normal dengan Nilai VEP1 Diteliti pada Perokok Kelompok Perokok Mean (ml) Nilai VEP1 Normal 3002.0 Nilai VEP1 Diteliti 2099.50 Perbedaan Mean (ml) 902.550 Berdasarkan tabel 1, diketahui rata-rata nilai VEP1 perokok normal adalah 3002 ml, sedangkan nilai VEP1 perokok yang diteliti adalah 2099,5 ml. Perbedaan rata-rata dari kedua nilai sebesar 902,55 ml. Perbedaan Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama... (Sri Wahyu Basuki, dkk.) 201

Tabel 2. Mean Nilai VEP1 Normal dengan Nilai VEP1 Diteliti pada Bukan Perokok Kelompok Bukan Perokok Mean (ml) Nilai VEP1 Normal 3130,95 Nilai VEP1 Diteliti 2559 Perbedaan Mean (ml) 571,95 Berdasarkan tabel 2, diketahui rata-rata nilai VEP1 bukan perokok normal adalah 3130,95 ml, sedangkan nilai VEP1 bukan perokok yang diteliti adalah 2559 ml. Perbedaan mean dari kedua nilai sebesar 571,95 ml. Tabel 3. Nilai Mean, Median, dan Standar Deviasi dari Perokok dan Bukan Perokok Kelompok Responden Mean Median SD Perokok 2099.50 2340 734.714 Bukan Perokok 2559.00 2595 478.901 Total 4658.50 4935 1213.615 Berdasarkan tabel 3 diketahui mean, median, dan standar deviasi VEP1 pada masing-masing kelompok yaitu pada perokok adalah 2.099,50 ml, 2.340 ml, dan 734,714 ml sedangkan pada bukan perokok adalah 2.559 ml, 2.595 ml, dan 478,901 ml. Untuk mengetahui normalitas data maka digunakan uji Shapiro-Wilk karena sampel yang diambil kurang dari 50 sampel. Pada uji Shapiro-Wilk, nilai kelompok responden perokok mempunyai nilai p = 0,149 sedangkan bukan perokok p = 0,194. Karena nilai p > 0,05 maka distribusi nilai perokok dan bukan perokok adalah normal. Sedangkan untuk mengetahui homogenitas data dilakukan uji Levene s test for equality of variance s. Berdasarkan hasil uji didapatkan nilai p = 0,011, karena nilai p < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa varian kelompok perokok dan bukan perokok adalah tidak sama. Karena varian tidak sama, maka untuk melihat hasil uji t digunakan equal variances not assumed. hasil uji menunjukkan nilai p= 0,025, dengan perbedaan rerata (mean difference) sebesar -459,500. Nilai IK 95% antara - 858,631 sampai -60,369. Karena nilai p<0,05, maka terdapat perbedaan volume ekspirasi paksa detik pertama antara laki-laki perokok dan bukan perokok di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. 202 Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 6, No. 2, Desember 2013:

B. Hasil Penelitian Kapasitas Vital Paksa (KVP) Tabel 4. Distribusi Rerata Nilai KVP Kelompok Responden N Mean KVP perokok 21 2722,86 bukan perokok 21 3528,57 Total 42 3125,71 Tabel 4 menunjukkan rata-rata nilai KVP pada perokok dan bukan perokok. Dari tabel tersebut diperoleh data bahwa rata-rata nilai KVP perokok lebih rendah yaitu 2722,86 ml dibandingkan bukan perokok yaitu 3528,57 ml. Untuk mengetahui normalitas data digunakan uji Shapiro-Wilk. Berdasarkan hasil uji diperoleh nilai p = 0,178 untuk perokok dan p = 0,617 untuk bukan perokok, dengan frekuensi masing-masing kelompok 21 sampel. Selanjutnya dilakukan uji t test. Hasil uji t test untuk dua kelompok tidak berpasangan menunjukkan significancy 0,000 (p = 0,000) dengan perbedaan rerata -805,714. Nilai IK 95% adalah antara -1029,932 sampai -581,497. C. Pembahasan FEV1 Tabel 1, menunjukkan nilai ratarata pada perokok, nilai VEP1 normal adalah 3002 ml sedangkan nilai VEP1 perokok yang diteliti adalah 2099,5 ml dan perbedaan mean dari kedua nilai sebesar 902,55 ml sehingga nilai VEP1 perokok lebih rendah daripada nilai normalnya. Hasil mean (rata-rata) pada tabel 2 menunjukkan pada bukan perokok nilai VEP1 normal adalah 3130,95 ml sedangkan nilai VEP1 yang diteliti sebesar 2559 ml dan perbedaan mean dari kedua nilai sebesar 571,95 ml sehingga nilai VEP1 bukan perokok lebih rendah daripada nilai normalnya. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan adanya perbedaan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) antara laki-laki perokok dan bukan perokok di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hasil ini didapatkan dari nilai rata-rata VEP1 perokok sebesar 2099,50 ml dan bukan perokok sebesar 2559 ml dengan perbedaan rata-rata VEP1 adalah 459,5 ml. Hal ini juga dibuktikan melalui uji t tidak berpasangan. Hasil uji t menunjukkan nilai p= 0,025. Oleh karena itu nilai p < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan volume ekspirasi paksa detik pertama antara laki-laki perokok dan bukan perokok di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. Merokok merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit paru Perbedaan Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama... (Sri Wahyu Basuki, dkk.) 203

obstruksi kronis (PPOK). Rokok mengandung 4.000 jenis bahan kimia. Rokok memiliki dua komponen yaitu 1) komponen gas, bagian yang dapat melewati filter ataupun hasil dari pembakaran tidak sempurna rokok, antara lain CO, CO 2, oksida-oksida nitrogen, amonia, gas N-nitrosamine, hidrogen sianida, sianogen, peroksida, oksidan senyawa belerang, aldehid dan keton. 2) komponen padat, bagian hasil saringan yang tertinggal pada filter rokok, sebagian besar terdiri dari unsur nikotin dan tar (Triswanto, 2007). Banyaknya zat kimia yang terdapat dalam rokok yang paling berkaitan dengan berbagai penyakit akibat merokok adalah nikotin, tar, dan CO yang merupakan sumber oksidan. Nikotin merupakan jenis obat perangsang yang dapat merusak jantung dan sirkulasi darah (disfungsi endotelial), serta dapat menimbulkan ketagihan sedangkan pada paru-paru nikotin akan menghambat aktivitas silia. Tar mengandung bahan kimia beracun perusak sel paru dan penyebab kanker. Tar berupa cairan berwarna coklat tua dan hitam yang lengket dan menempel pada paru-paru yang menyebabkan paru-paru perokok berbintik coklat atau hitam. Tar yang ada di dalam asap rokok juga menyebabkan paralise di saluran pernapasan. CO (karbonmonoksida) merupakan gas beracun yang menyebabkan penurunan kemampuan butir darah merah yang mengangkut oksigen sehingga sel tubuh yang kekurangan oksigen akan melakukan spasme yaitu menciutkan pembuluh darah dan bila proses ini berlangsung terus menerus, maka pembuluh darah akan mudah rusak dengan terjadinya proses aterosklerosis. Pada akhirnya semua bahan-bahan berbahaya rokok akan menstimulus produksi berlebihan dari radikal bebas atau oksidan dalam tubuh manusia (Aula, 2010; Triswanto, 2007). Merokok mengakibatkan proses inflamasi kronik pada alveoli dan saluran napas bawah. Selain itu, merokok mengganggu proses perbaikan jaringan paru dengan menghambat sintesis elastin, pengerahan dan proliferasi fibroblas, produksi matriks serta remodeling matriks ekstraseluler. Untuk terjadinya obstruksi (hambatan) pada jalan nafas yang disebabkan oleh asap rokok terdapat beberapa faktor seperti lama merokok, jumlah batang rokok yang dikonsumsi perhari, dan olahraga (life style) (Patrianto dan Yunus, 2005). Beberapa penelitian sebelumnya mengatakan bahwa faal paru pada perokok akan mengalami penurunan oleh adanya zat oksidan yang akan masuk ke dalam saluran pernapasan dengan cara partikulat yang terkandung dalam asap rokok akan mengendap di lapisan mukus yang melapisi mukosa bronkus, sehingga menghambat aktivitas silia yang berakibat iritasi jalan napas yang akan menyebabkan paralisis silia, bronkospasme, hiperplasia, dan hipertropi kelenjar mukosa 204 Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 6, No. 2, Desember 2013:

dan goblet. Semua ini akan menimbulkan penebalan dinding jalan napas, sekresi lendir meningkat disertai bronkospasme menyebabkan terjadinya sumbatan mukus yang menyumbat jalan napas. Apabila lendir dalam saluran napas ini tidak dikeluarkan secara efektif oleh mukosiliar, maka lendir tersebut merupakan media tempat berkumpulnya kuman yang memudahkan infeksi bakterial, pada proses selanjutnya terjadi erosi epitel serta pembentukan jaringan parut. Selain itu terjadi juga metaplasi skuamosa dan penebalan lapisan skuamosa. Hal ini akan menimbulkan stenosis dan obstruksi saluran napas yang bersifat irreversibel (Setiawan, 1999). Herminto (1998) juga menyatakan bahwa, penurunan fungsi paru akan mulai terlihat pada lama pernapasan yang terjadi pada 2 tahun dan seterusnya akibat debu dan kebiasaan merokok. Tetapi menurut Hans tahun 2003 hanya sebagian kecil dari perokok akan bermanifestasi klinis menjadi penyakit paru obstruksi atau terjadinya obstruksi dan hanya sebagian kecil yang berkembang menjadi kerusakan fungsi paru yang berat. Hasil penelitian yang mendukung penelitian ini pernah dilakukan sebelumnya oleh Setiawan (1999) yang menyimpulkan bahwa didapatkan perbedaan yang bermakna pada nilai FEV1 antara perokok dan bukan perokok dengan p< 0,05. D. Pembahasan KVP Dari nilai Kapasitas Vital Paksa (KVP) yang telah diperoleh dari pengukuran selanjutnya akan di uji perbedaannya antara perokok dan bukan perokok. Analisis data tersebut menggunakan uji t dua kelompok tidak berpasangan. Adapun syarat menggunakan uji t dua kelompok tidak berpasangan distribusi data nya harus normal. Uji normalitas yang digunakan adalah uji Shapiro-Wilk dengan program SPSS 16.0 for windows, dikarenakan besar sampel yang digunakan dalam penelitian kurang dari 50 sampel atau dalam jumlah kecil. Berdasarkan hasil uji Shapiro-Wilk diperoleh nilai p = 0,178 untuk perokok dan p = 0,617 untuk bukan perokok. Karena nilai p > 0,05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa distribusi data Kapasitas Vital Paksa (KVP) pada perokok dan bukan perokok memiliki distribusi data yang normal. Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan Kapasitas Vital Paksa (KVP) antara perokok dan bukan perokok digunakan uji t dua kelompok tidak berpasangan menggunakan program SPSS 16.0 for windows. Berdasarkan hasil uji t dua kelompok tidak berpasangan menunjukkan significancy 0,000 (p = 0,000) dengan perbedaan rerata -805,714, karena nilai p < 0,05 maka dapat diambil kesimpulan terdapat perbedaan nilai Kapasitas Vital Paksa (KVP) yang bermakna antara laki-laki perokok dan bukan Perbedaan Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama... (Sri Wahyu Basuki, dkk.) 205

perokok dimana nilai KVP perokok lebih rendah dari pada nilai KVP bukan perokok. Nilai IK 95% adalah antara -1029,932 sampai -581,497. Dari nilai IK tersebut dapat diintepretasikan bahwa kita percaya 95% jika pengukuran dilakukan pada populasi, maka perbedaan KVP antara perokok dan bukan perokok adalah antara -1029,932 sampai -581,497. Setelah melihat hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa Hî ditolak dan H? diterima. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa ada perbedaan Kapasitas Vital Paksa (KVP) yang secara statistik bermakna antara laki-laki perokok dan bukan perokok di Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan nilai p = 0,000. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Mangoenprasodjo dan Hidayati (1993) yang menyatakan partikulat yang terkandung dalam asap rokok akan mengendap di lapisan mukus yang melapisi mukosa bronkus, sehingga menghambat aktifitas silia yang berakibat iritasi jalan napas dan menyebabkan paralisis silia, bronkospasme, hiperplasia serta hipertropi kelenjar mukosa dan goblet. Semua ini menimbulkan penebalan dinding jalan napas, sekresi lendir meningkat disertai bronkospasme menyebabkan terjadinya sumbatan mukus yang menyumbat jalan napas. Proses selanjutnya akan terjadi erosi epitel dan pembentukan jaringan parut. Keadaan ini dapat menimbulkan obstruksi saluran napas yang irreversibel. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (1999) diketahui ada perbedaan nilai faal paru antara perokok dan bukan perokok dengan perbedaan KVP (%) secara statistik bermakna (p < 0,05). Trisnawati (2007) menyimpulkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kapasitas vital paru tukang ojek di Alun-alun Ungaran Kabupaten Semarang dengan nilai p value sebesar 0,002. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian ini, dapat diambil kesimpulan yaitu : 1. Terdapat perbedaan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) antara laki-laki perokok dan bukan perokok di Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan nilai signifikasi p = 0,020. 2. Terdapat perbedaan Kapasitas Vital Paksa (KVP) pada laki-laki perokok dan bukan perokok secara statistik bermakna (p = 0,000). B. Saran Saran pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Hendaknya setiap orang (usia muda dan tua) menghindari konsumsi rokok sejak usia dini dan mengurangi konsumsi rokok perhari atau bahkan berhenti merokok supaya tidak terkena penyakit khususnya paru. 206 Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 6, No. 2, Desember 2013:

2. Hendaknya pemerintah ataupun instansi yang terkait mengadakan penyuluhan tentang rokok dari beberapa aspek yaitu agama, kesehatan, ekonomi, dan lain-lain. 3. Penelitian ini bisa dilanjutkan misalnya dengan mengendalikan faktor perancu,,dengan menggunakan responden yang lebih banyak dengan memperhatikan penyebab selain rokok seperti asap kendaraan bermotor, asap industri, dan lainnya. DAFTAR PUSTAKA Aditama, T. Y. 1996a. Rokok dan Kesehatan Paru. Jurnal Kedokteran dan Farmasi Medika, 16(1). Aditama, TY. 1996b. Rokok dan Permasalahannya di Indonesia. Jurnal Respirologi Indonesia, 16(3). Alsagaff, H dan Mukty. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Airlangga University Perss: 1-19. Aula, L. 2010. Stop Merokok (Sekarang atau Tidak Sama Sekali). Yogyakarta: Graha Ilmu. Dahlan, M. S. 2009. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. Jakarta : Salemba Medika. Djojodibroto, D, 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC : 1-51. Herminto, 1998. Hubungan Lama Pencemaran Debu Kayu terhadap Gangguan Fungsi Paru Tenaga Kerja di Perusahaan CV Nila s Wood Arts Surakarta. Surakarta. Mangoenprasodjo, S.A., dan Hidayati, N.S., 2005. Hidup Sehat Tanpa Rokok. Yogyakarta: Pradipta Publishing. Patrianto, A dan Yunus, F. 2005. Kuliti Hidup Penderita PPOK. Jurnal Respirologi Indonesia, 25 (2). Price, S. A. 2006. Patofisiologi. Volume 2. Edisi 6. Jakarta : EGCpp.736-37 Sheerwood, L. L. 2001. Fisiologi Manusia. Jakarta : EGC: pp.641 Setiawan, A M. 1999. Perbedaan Nilai Faal Paru antara Perokok dengan Bukan Perokok pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS. Skripsi Trisnawati, H. 2007. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru Tukang Ojek di Alun-Alun Ungaran Kabupaten Semarang Bulan Maret Tahun 2007. http:/ /www.scribd.com/doc/40494820/doc. Diakses: 14 Juni 2011 Perbedaan Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama... (Sri Wahyu Basuki, dkk.) 207

Triswanto, S, D. 2007. Stop Smoking. Yogyakarta: Progresif Books :15-119. Wijayanti R. 2010. Kadar Debu Kayu, Kebiasaan Merokok, Masa Kerja, dan Volume Ekspirasi Paksa pada Tenaga Kerja Industru Mebel CV. Bandengan Wood Desa Kalijambe Sragen. Thesis 208 Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 6, No. 2, Desember 2013: