Bab V Pembahasan. Hasil perhitungan cadangan dengan menggunakan masing-masing metode dapat di lihat pada tabel 5.1 (lampiran B)

dokumen-dokumen yang mirip
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN. Tabel V.1 Batasan Kadar Zona Endapan Nikel Laterit. % berat Ni % berat Fe % berat Mg. Max Min Max Min Max Min

STUDI PERBANDINGAN METODE NEAREST NEIGHBOURHOOD POINT (NNP), INVERSE DISTANCE WEIGHT (IDW) DAN KRIGING PADA PERHITUNGAN CADANGAN NIKEL LATERIT TESIS

BAB IV PENGOLAHAN KOMPOSIT ZONA, ANALISIS STATISTIK DAN PENYAJIAN DATA HASIL OLAHAN Konstruksi Zona Endapan dan Optimasi Zona

SARI ABSTRACT PENDAHULUAN

BAB III BASIS DAN EVALUASI DATA

BAB IV PENYUSUNAN DAN PENGOLAHAN DATA

INVERSE DISTANCE WEIGHTING

STUDI PERBANDINGAN ANTARA METODE POLIGON DAN INVERSE DISTANCE PADA PERHITUNGAN CADANGAN Ni PT. CIPTA MANDIRI PUTRA PERKASA KABUPATEN MOROWALI

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Penyusunan Basis Data Assay

BAB I PENDAHULUAN. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik

Pemodelan Tiga Dimensi (3D) Potensi Laterit Nikel Studi Kasus: Pulau Pakal, Halmahera Timur, Maluku Utara

MOHAMAD ISHLAHUL AZIZ

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II DASAR TEORI Pembentukan Zona Pada Endapan Nikel Laterit

Muhammad Amril Asy ari (1)

Bab IV Analisis Statistik dan Distribusi Lubang Bor

METODA-METODA DALAM PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA

Modul Responsi. TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan. Asisten: Agus Haris W, ST

PEMODELAN KADAR NIKEL LATERIT DAERAH PULAU OBI DENGAN PENDEKATAN METODA ESTIMASI ORDINARI KRIGING

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Analisis regresi (regressison analysis) merupakan suatu teknik untuk membangun persamaan

PEMODELAN DAN ESTIMASI SUMBERDAYA NIKEL LATERIT DAERAH X MENGGUNAKAN SOFTWARE DATAMINE STUDIO 3 PADA PT. VALE INDONESIA LUWU TIMUR SULAWESI SELATAN

Bab V Pembahasan V.1 Data Eksplorasi Batubara V.2 Pemetaan Topografi

BAB VI NIKEL LATERIT DI DAERAH PENELITIAN

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (b) Variabel independen yang biasanya dinyatakan dengan simbol

ANALISIS REGRESI LINIER SEDERHANA DENGAN METODE THEIL

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERMODELAN DAN ESTIMASI SUMBERDAYA NIKEL LATERIT BLOK GB PULAU GEE, HALMAHERA TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK STUDIO 3 DATAMINE

Institut Manajemen Telkom

BAB 2 LANDASAN TEORI

ANALISIS REGRESI DAN KORELASI

REGRESI LINIER. b. Variabel tak bebas atau variabel respon -> variabel yang terjadi karena variabel bebas. Dapat dinyatakan dengan Y.

BAB IV PENGOLAHAN DATA

FUNGSI DAN PERSAMAAN LINEAR. EvanRamdan

3.3 Pengumpulan Data Primer

PERILAKU BIAYA AKTIVITAS

Oleh. Narendra Saputra 2) Dr.Ir.Eddy Winarno, S.Si., MT, Ir. R. Hariyanto, MT 1) Mahasiswa Teknik Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta 2)

BAB III KAJIAN SIMULASI

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Statistik Univarian

PEMODELAN STATISTIK HUBUNGAN DEBIT DAN KANDUNGAN SEDIMEN SUNGAI Contoh Kasus di Das Citarum Nanjung

Akurasi Konturing Trianggulasi Dan Kriging Pada Surfer Untuk Batubara

PENENTUAN VOLUME LAPISAN SAPROLIT DAERAH PENELITIAN DENGAN. MENGGUNAKAN METODE ERT (Electrical Resistivity Tomography)

Asri P.H. dan Waterman Sulistyana B. Magister Teknik PertambanganUPN Veteran Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Analisis regresi merupakan suatu metode yang digunakan untuk

(2) Titik potong kurva dengan sumbu y, bila x = 0, diperoleh x = 0 y = mx + n y = m(0) + n y = n Jadi, titik potongnya dengan sumbu y, adalah (0, n) y

KONSEP PERHITUNGAN CADANGAN METODE KRIGGING

BAB 2 LANDASAN TEORI

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang

Oleh : Triono 1 dan Mitra Wardhana 2 SARI. Kata Kunci : Cadangan Batubara Metode Cross Section dan Blok Model

BAB 2 LANDASAN TEORI

Regresi Linier Sederhana dan Korelasi. Pertemuan ke 4

BAB 2 LANDASAN TEORI. Istilah regresi pertama kali digunakan oleh Francis Galton. Dalam papernya yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses pengumpulan data, peneliti sering menemukan nilai pengamatan

JENIS JENIS FUNGSI 2. Gambar. Jenis Fungsi. mengandung banyak suku (polinom) dalam variabel bebas y = a 0 + a 1 x + a 2 x a n x n

POTENSI ENDAPAN TIMAH SEKUNDER DI DAERAH KECAMATAN SIJUK, KABUPATEN BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PROSIDING TPT XXV PERHAPI 2016 MASALAH PENCOCOKAN MODEL VARIOGRAM PADA PENAKSIRAN KADAR MEMAKAI METODE GEOSTATISTIKA

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Analisis regresi linier sederhana 2. Analisis regresi linier berganda. Universitas Sumatera Utara

STATISTIKA TERAPAN (PS603)

BAB 2 LANDASAN TEORI. digunakan sebagai konsep statistik pada tahun 1877 oleh Sir Francis Galton. Dia

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah explanatory research. Menurut. Singarimbun&Efendi (1995) explanatory research adalah penelitian

BAB 2 LANDASAN TEORI. teknik yang umum digunakan untuk menganalisis. hubungan antara dua atau lebih variabel adalah analisis regresi.

Bab IV Pengolahan dan Analisis Data

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MENENTUKAN MODEL KOEFISIEN REGRESI MULTIPLE VARIABEL DENGAN MENGGUNAKAN MAKSIMUM LIKELIHOOD SKRIPSI BENNY SOFYAN SAMOSIR

PENGARUH KESTABILAN LERENG TERHADAP CADANGAN ENDAPAN BAUKSIT

EKSPLORASI ENDAPAN BIJIH NIKEL LATERIT

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

KONSEP DASAR FUNGSI DAN GRAFIK. Oleh : Agus Arwani, SE, M.Ag

BAB 2 LANDASAN TEORI. satu variabel yang disebut variabel tak bebas (dependent variable), pada satu atau

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III ISSN: X Yogyakarta, 3 November 2012

BAB 2 LANDASAN TEORI. Regresi pertama kali dipergunakan sebagai konsep statistik pada tahun 1877 oleh Sir francis

BAB 2 LANDASAN TEORI. disebut dengan bermacam-macam istilah: variabel penjelas, variabel

BAB 3 MODEL ESTIMASI REGRESI NONPARAMETRIK

BAB III. KONDISI UMUM PT. INCO SOROWAKO

POKOK BAHASAN. : Peramalan (Forecasting) Bab II : Manajemen Proyek. Bab III : Manajemen Persediaan. Bab IV : Supply-Chain Management

BAB II METODE ANALISIS DATA. memerlukan lebih dari satu variabel dalam membentuk suatu model regresi.

BAB 2 LANDASAN TEORI

STATISTIKA INDUSTRI 2 TIN 4004

IDENTIFIKASI SEBAAN NIKEL LATERIT DAN VOLUME BIJIH NIKEL DAERAH ANOA MENGGUNAKAN KORELASI DATA BOR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ABSTRAK. Kata Kunci : Cadangan, Perancangan dan Geometri Penambangan.

PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. regresi adalah sebuah teknik statistik untuk membuat model dan menyelediki

BAB 2 LANDASAN TEORI. disebut dengan bermacam-macam istilah: variabel penjelas, variabel

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

3. METODE PENELITIAN

Yogyakarta, September 2011 Penulis,

BAB III PEMBAHASAN. Metode kriging digunakan oleh G. Matheron pada tahun 1960-an, untuk

PENYUSUNAN PEDOMAN TEKNIS EKSPLORASI BIJIH BESI PRIMER. Badan Geologi Pusat Sumber Daya Geologi

Transkripsi:

Bab V Pembahasan 5.1 Perhitungan Cadangan Perhitungan cadangan nikel laterit ini dibatasi dengan Cut of Grade (Cog) untuk nikel limonit kadar Ni 1,2 % dan kadar Fe 25 %, densitas 1,6 kg/m 3 dan saprolit kadar Ni 1,8 % dan kadar Fe 25 %, densitas 1,5 kg/m 3, sehingga perhitungan cadangan nikel laterit berdasarkan hasil Log Bor dilakukan dengan menggunakan daerah pengaruh yang diambil berdasarkan jarak titik bor sebesar 25 meter. Jumlah tonase cadangan original sebesar untuk limonit 298750 ton dan saprolit sebesar 1706875 ton, total cadangan untuk limonit dan saprolit adalah 3.020.315 ton. Hasil perhitungan cadangan dengan menggunakan masing-masing metode dapat di lihat pada tabel 5.1 (lampiran B) Tabel 5.1 Hasil Perhitungan Cadangan Metode Tipe Nikel B.J Hasil Estimasi Volume (m 3 ) Tonase (ton) Total (ton) NNP Limonit 1.6 555470 888750 Saprolit 1.5 2030480 3045700 3934450 IDW Limonit 1.6 536140 857820 Saprolit 1.5 2058250 3087370 3945190 Kriging Limonit 1.6 577870 924590 Saprolit 1.5 1948360 2922540 3847130 5.2. Analisis Penampang Analisis dilakukan dengan membandingkan model endapan dari ketiga metode tersebut berdasarkan distribusi ketebalan, jarak antara titik pemboran 25 meter. Penampang dibuat dari titik bor 1/1 sampai 22/1, dan titik bor 8/1 sampai 8/20. 57

Gambar 5.1 Penampang nikel laterit lintasan Timur Barat titik bor 1/1 sampai 22/1 Penampang dengan metode IDW dan NNP, pada penampang tersebut terlihat model endapannya mendekati model endapan original. Hal ini bisa terlihat pada titik bor 9/1, 13/1, dan 15/1 dimana pada titik-titik ini pemboran yang dilakukan belum menembus bedrock. Sedangkan penampang dengan metode kriging pada ketiga titik tersebut, metode kriging sudah menganggap bahwa pemboran tersebut sudah menembus bedrock, dengan asumsi bahwa pada metode kriging ini perlapisan dibawah saprolit itu langsung bedrock. Lapisan limonit pada model penampang lintasan Timur Barat ini pada metode kriging berbeda dengan metode IDW dan NNP, dimana lapisan limonit pada metode ini terlihat 58

secara visual relatif lebih kecil dengan kedua metode tersebut. Metode IDW dan NNP untuk lapisan limonit secara visual relatif sama dengan model penampang original. Lapisan saprolit pada model penampang dengan metode kriging untuk lintasan Timur Barat secara visual berbeda model endapan dengan model endapan metode IDW dan NNP, dimana pada metode kriging lapisan saprolit terlihat menerus mulai pada titik bor 8/1 sampai titik bor 23/1. Lapisan saprolit dengan metode NNP dan IDW secara visual relatif sama dengan model endapan original. Gambar 5.2 Penampang nikel laterit lintasan Utara Selatan titik bor 8/1 sampai 8/20 59

Lapisan limonit pada penampang metode kriging terlihat lapisan limonit ini berbeda dengan lapisan penampang original. Hasil perhitungan pada tabel 5.1 untuk limonit dengan metode kriging, nilai yang dihasilkan lebih besar dari pada metode NNP dan metode IDW. Hal ini disebabkan pada metode kriging untuk lapisan limonit hasil interpolasi untuk lapisan ini pada titik bor 8/16 dan 8/17, terlihat adanya lapisan limonit. Sedangkan pada penampang dengan metode NNP dan IDW untuk kedua titik ini masih sama dengan data original, hal ini menunjukkan ada penambahan volume pada metode kriging. Lapisan saprolit pada penampang metode kriging terlihat lapisan saprolit ini berbeda dengan lapisan penampang original. Hasil perhitungan pada tabel 5.1 untuk saprolit dengan metode IDW dan NNP nilai yang diperoleh lebih besar dari metode kriging. Hal ini terlihat pada penampang bagian Utara Selatan tepatnya pada titik bor 8/3 sampai titik bor 8/9, dan titik bor 8/14 sampai 8/20 dimana pada titik bor ini terdapat lapisan saprolit. Secara visual hasil interpolasi metode kriging pada lapisan saprolit ini relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan penampang originalnya. Sementara metode NNP dan IDW secara visual terlihat relatif sama dengan penampang original, sehingga kedua metode ini perbedaan nilai yang dihasilkan sangat kecil. 5.3. Analisis Diagram Pencar (Scatterplot) Diagram pencar (scatterplot) antara data komposit dan data hasil taksiran dengan menggunakan ketiga metode yaitu NNP (Nearest Neighbourhood Point), IDW (Inverse Distance Weight) dan Kriging tersebut dapat memberikan indikasi bias lokal, serta korelasi antara parameter hasil taksiran dengan data komposit. Jumlah data yang digunakan untuk pembuatan diagram pencar adalah 50 titik bor. 60

Secara umum persamaan regresi linear : Y = ax + b...(15) Dimana : Y = hasil taksiran X = data komposit Diagram pencar yang ideal antara data komposit dan hasil taksiran menunjukkan garis bisector 45 (harga a sama dengan 45 dan b sama dengan nol), artinya setiap hasil taksiran sesuai dengan data komposit pada semua titik. Parameter statistik regresi linier antara lain yaitu perpotongan garis regresi dengan sumbu Y (Y-intercept). Kesalahan baku penaksiran disingkat dengan SEE (estándar error of estimation), kemiringan garis regresi (slope) dan koefisien korelasi di singkat R (correlation Coeff ecient). Kemiringan garis regresi dan perpotongan garis regresi dengan sumbu Y merupakan dua parameter regresi linier yang penting. R merupakan parameter hubungan antar dua peubah, sedangkan SEE merupakan parameter perbedaan (spread) antara pasangan data terhadap garis regresi. Keandalan (realibilitas) penaksiran secara statistik regresi linier yaitu perpotongan dengan sumbu Y garis dan SEE memiliki harga rendah sedangkan harga tangen (tangent) dari kemiringan garis regresi, dan R mendekati satu. Pembuatan diagram pencar setiap model penaksiran menggunakan program Excel. Garis regresi yang digambarkan pada diagram pencar adalah garis bisector yang mencerminkan korelasi ideal antar kadar komposit dengan kadar hasil penaksiran. 61

5.3.1. Limonit Tebal limonit metode NNP cukup berimpit pada garis bisector (lampiran C), untuk masing-masing parameter berdasarkan statistik regresi linier diperoleh harga perpotongan garis regresi dengan sumbu Y sebsar 0,0075 untuk tebal, sedangkan harga R dan kemiringan garis regresi relatif kecil yaitu 0,9961. sebsar 2,7646 untuk tebal, sedangkan harga R dan kemiringan garis regresi relatif kecil yaitu 0,718. Pada metode kriging dapat dikatakan bahwa sebaran data komposit dan hasl taksiran Y sebsar 0,9902 untuk tebal, sedangkan harga R dan kemiringan garis regresi relatif kecil yaitu 0,8485. Kadar Ni limonit metode NNP cukup berimpit pada garis bisector diperoleh harga perpotongan garis regresi dengan sumbu Y sebesar 0,0118 untuk kadar Ni, sedangkan harga R dan kemiringan garis regresi relatif kecil yaitu 0,9879. sebsar 0,9162 untuk kadar Ni, sedangkan harga R dan kemiringan garis regresi relatif kecil yaitu 0,7159. 62

Y sebesar 0,3588 untuk kadar Ni, sedangkan harga R dan kemiringan garis regresi relatif kecil yaitu 0,8926. Kadar Fe limonit metode NNP cukup berimpit pada garis bisector dan diperoleh harga perpotongan garis regresi dengan sumbu Y sebsar 0,1037 untuk kadar Fe, sedangkan harga R dan kemiringan garis regresi relatif kecil yaitu 0,9948. ketat pada garis bisector dan diperoleh harga perpotongan garis regresi dengan sumbu Y sebsar 21,192 untuk kadar Fe, sedangkan harga R dan kemiringan garis regresi relatif kecil yaitu 0,636. cukup ketat pada garis bisector dan diperoleh harga perpotongan garis regresi dengan sumbu Y sebsar 0,3588 untuk kadar Fe, sedangkan harga R dan kemiringan garis regresi relatif kecil yaitu 0,8926. 5.3.2. Saprolit Tebal saprolit metode NNP cukup berimpit pada garis bisector (lampiran D), untuk masing-masing parameter berdasarkan statistik regresi linier diperoleh harga perpotongan garis regresi dengan sumbu Y sebesar 0 untuk tebal, sedangkan harga R dan kemiringan garis regresi relatif kecil yaitu 1. 63

sebsar 8,8299 untuk tebal, sedangkan harga R dan kemiringan garis regresi relatif kecil yaitu 0,5863. Y sebsar 3,6046 untuk tebal, sedangkan harga R dan kemiringan garis regresi relatif kecil yaitu 0,8532. Kadar Ni saprolit metode NNP cukup berimpit pada garis bisector diperoleh harga perpotongan garis regresi dengan sumbu Y sebesar 0,00013 untuk kadar Ni, sedangkan harga R dan kemiringan garis regresi relatif kecil yaitu 1. sebsar 1,5573 untuk kadar Ni, sedangkan harga R dan kemiringan garis regresi relatif kecil yaitu 0,5546. Y sebsar 0,5748 untuk kadar Ni, sedangkan harga R dan kemiringan garis regresi relatif kecil yaitu 0,9014. Kadar Fe saprolit metode NNP cukup berimpit pada garis bisector diperoleh harga perpotongan garis regresi dengan sumbu Y sebesar 0,00014 untuk kadar Fe, sedangkan harga R dan kemiringan garis regresi relatif kecil yaitu 1 64

sebsar 9,7557 untuk kadar Fe, sedangkan harga R dan kemiringan garis regresi relatif kecil yaitu 0,5688. Y sebsar 4,3024 untuk kadar Fe, sedangkan harga R dan kemiringan garis regresi relatif kecil yaitu 0,8717. Dari hasil scatterplot pada limonit untuk metode NNP diperoleh harga R mendekati satu. Pada saprolit harga R sama dengan satu. Ini menunjukkan bahwa penyebaran endapan nikel laterit merata sehingga dalam radius pencarian 10 m dari titik bor, diperoleh nilai tebal dan kadar yang relatif sama. Sedangkan pada metode IDW diperoleh harga R yang jauh dari nilai 1 (sekitar 0.5 sampai 0.7) disebabkan metode ini menentukan bobot conto (w 1 ) sebagai fungsi dari conto terhadap titik yang ditaksir. Sehingga nilai tebal dan kadar yang diestimasi pasti tidak akan sama dengan nilai tebal dan kadar pada titik bor. Ini mendorong terjadinya variasi nilai pada scatterplot yang menghasilkan harga R jauh dari 1. Semakin tinggi pangkat yang digunakan (pangkat 2 dan pangkat 3) akan mendekati metode NNP. 65