BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan.

BAB I PENDAHULUAN. secara eksklusif selama 6 bulan kehidupan pertama bayi. Hal ini dikarenakan ASI

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. KEP disebabkan karena defisiensi zat gizi makro. Meskipun

BAB I PENDAHULUAN. yang rentan mengalami masalah gizi yaitu kekurangan protein dan energi.

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

BAB 1 PENDAHULUAN. berlanjut hingga dewasa bila tidak diatasi sedari dini.

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama,

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU TENTANG MP-ASI DENGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMBERIAN MP-ASI DI KELURAHAN JEMAWAN, KECAMATAN JATINOM, KABUPATEN KLATEN

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

SUBSTITUSI TEPUNG PISANG AWAK MASAK(Musa paradisiaca var. awak) DAN KECAMBAH KEDELAI (Glycine max ) PADA PEMBUATAN BISKUIT SERTA DAYA TERIMA.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur

I. PENDAHULUAN. seluruh penduduk Indonesia. Pemenuhan kebutuhan pangan harus dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan vitamin A (KVA). KVA yaitu kondisi kurang zat gizi mikro

BAB I PENDAHULUAN. penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), tahun terjadi peningkatan konsumsi tepung terigu di

BAB I PENDAHULUAN. setelah padi dan jagung bagi masyarakat Indonesia. Tanaman ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Menurut Kemenkes RI (2016) terdapat 34,2% balita di Indonesia memiliki asupan protein rendah pada

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. Berbasis Sumber Daya Lokal yang tertulis dalam Peraturan Presiden RI

4. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Analisa Proksimat Kadar Air

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini masalah pangan dan gizi menjadi permasalahan serius di

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan pangan menurut Indrasti (2004) adalah dengan

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... i SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS... ABSTRAK... HALAMAN PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP PENULIS... vi KATA PENGANTAR...

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

BAB I PENDAHULUAN. penurunan tingkat kecerdasan. Pada bayi dan anak, kekurangan gizi akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN. Proses penggilingan padi menjadi beras tersebut menghasilkan beras sebanyak

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

4. PEMBAHASAN. (Depkes RI, 2014).

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan nutrisinya baik dalam segi mutu ataupun jumlahnya. Untuk bayi 0-

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

PEMANFAATAN TEPUNG UMBI GARUT (Maranta arundinaceae L.) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN DENGAN PENCAMPURAN TEPUNG TEMPE SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai masalah yang berkaitan dengan pangan dialami banyak

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada anak-anak membuat anak buta setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Status gizi menjadi indikator dalam menentukan derajat kesehatan anak.

I. PENDAHULUAN. Tingginya prevalensi gizi buruk dan gizi kurang, masih merupakan

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG WORTEL PADA PEMBUATAN BISKUIT DITINJAU DARI KADAR β-karoten, SIFAT ORGANOLEPTIK DAN DAYA TERIMA

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH:

BAB I PENDAHULUAN. menjadi terhambat dan menyebabkan rickets, sedangkan kekurangan. kalsium pada kelompok dewasa akan menyebabkan Osteoporosis yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Sekitar anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

Bab 1 PENDAHULUAN. bahan mentah seperti beras, jagung, umbi-umbian, tepung-tepungan, sayursayuran,

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pembangunan kesehatan dan gizi masyarakat adalah terwujudnya

BAB 1 PENDAHULUAN. sempurna bagi bayi selama bulan-bulan pertama kehidupannya (Margaret

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan

BAB 1 : PENDAHULUAN. diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. (1) anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya serta dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dan jagung, dan ubi kayu. Namun, perkembangan produksinya dari tahun ke tahun

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian balita dalam kurun waktu 1990 hingga 2015 (WHO, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kesumba mempunyai biji yang biasa digunakan anak-anak untuk

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan sebagian kecil masyarakat (Chasanah dkk., 2013).

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

HUBUNGAN ANTARA UMUR PERTAMA PEMBERIAN MP ASI DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 6 12 BULAN DI DESA JATIMULYO KECAMATAN PEDAN KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. masalah gizi utama yang perlu mendapat perhatian. Masalah gizi secara

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sebagai lauk pauk, hal ini karena rasanya yang enak dan memiliki nilai. pangan juga tidak jauh berbeda (Hadiwiyoto, 1993).

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pembangunan. Komponen ini memberikan kontribusi. dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan salah satu. permasalahan gizi di Indonesia (Herman, 2007). Balita yang menderita KEP

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobin merupakan salah satu komponen sel darah merah yang berfungsi. pembentukan Hb yang mengakibatkan kondisi anemia.

BAB I PENDAHULUAN. sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki

I PENDAHULUAN. berlebihan dapat disinyalir menyebabkan penyakit jantung dan kanker. Menurut

I. PENDAHULUAN. suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan. terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang

BAB I PENDAHULUAN. oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan mulai

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI

BAB 1 PENDAHULUAN. penyediaan dan penggunaan gizi untuk pertumbuhan, perkembangan, pemeliharaan

BAB I PENDAHULUAN. Pola konsumsi pangan di Indonesia saat ini belum sesuai dengan. Harapan (PPH) merupakan rumusan komposisi pangan yang ideal yan g

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Penyediaan bahan pangan sesuai potensi daerah masingmasing

BAB I PENDAHULUAN. asupan zat gizi makro yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi vitamin A

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada 2013 menunjukan bahwa prevalensi balita stunting di Indonesia mencapai 37% (terdiri dari 18% sangat pendek dan 19,2% pendek) yang berarti terjadi peningkatan tahun 2010 (35,6%) dan taun 2007 (36,8%). Berdasarkan pemetaan wilayah, prevalensi angka status gizi kurang didaerah pedesaan lebih tinggi (14,8%) dibandingkan diperkotaan (11,3%). Sedangkan menurut tingkat pengeluaran Rumah Tangga per Kapita diketahui bahwa sebanyak 14,2% status gizi kurang berada pada tingkat kuintil 2, yaitu tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah. Hubungan antara prevalensi status gizi kurang dalam laporan RISKESDAS tersebut terlihat jelas bahwa makin baik keadaan ekonomi rumah tangga makin rendah prevalensi berat kurang (Riskesdas, 2013). Berdasarkan prevalensi tersebut, kejadian stunting dan status gizi kurang di Indonesia termasuk masalah karena prevalensi nasional masih diatas toleransi yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia yang hanya 20% (WHO, 2010). Pernyataan ini diperkuat dengan hasil penelitian Mulyani et al., (2015), yang menyatakan bahwa berdasarkan tipe wilayah dan mata pencaharian kepala rumah tangga terdapat perbedaan asupan energi, karbohidrat, protein, lemak, dan zat besi (Fe) pada anak usia 4 sampai 37 bulan di wilayah Desa Pondok Kelor, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang. Usia 0-3 tahun merupakan masa golden period perkembangan manusia. Jika masalah stunting dan status gizi kurang terjadi pada masa golden period maka berakibat pada perkembangan otak yang tidak baik. Selain itu di masa yang akan datang dapat juga berakibat terjadinya penurunan kemampuan intelektual dan produktivitas, peningkatan risiko penyakit degeneratif dan kelahiran bayi dengan berat lahir rendah atau prematur (Todaro dan Smith, 2009; Sari et al., 2010; Caulfield et al, 2006). Sehingga untuk mencapai tumbuh kembang optimal, di dalam Global Strategy for Infant and Young Child Feeding, WHO/UNICEF merekomendasikan 1

2 empat hal penting yang harus dilakukan. Salah satunya adalah memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan. MP-ASI dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan gizi selama masa pertumbuhan dan perkembangan. Namun menurut Depkes (2000) terdapat beberapa kebiasaan yang salah dalam pemberian MP-ASI pada anak umur 0-24 bulan. Antara lain pemberian MP-ASI terlalu terlambat, menyebabkan hambatan pertumbuhan anak; frekuensi pemberian MP ASI kurang dalam sehari akan berakibat kebutuhan gizi anak tidak terpenuhi; dan kebersihan yang kurang baik dalam proses penyiapan dan pembuatan MP-ASI. Masalah gizi secara garis besar disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor langsung dan tidak langsung. Contoh faktor langsung, adalah asupan makanan dan penyakit penyerta (infeksi). Sedangkan faktor tidak langsung meliputi tingkat pengetahuan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, pola asuh, sosial budaya, ketersediaan pangan, pelayanan kesehatan dan faktor lingkungan. Untuk mengurangi atau mencegah kasus gizi buruk dan gizi kurang, pemerintah telah merencanakan program yang melibatkan aspek sosial budaya dan dasar dalam menyusun program pemberian MP-ASI yang berbasis lokal sesuai dengan wilayah setempat yang biasa disebut dengan MP-ASI lokal (Depkes, 2006) MP-ASI merupakan makanan dan minuman yang diberikan secara beragam kepada bayi selain ASI. Terdapat dua jenis MP-ASI yaitu MP-ASI yang dapat dibuat sendiri dengan bahan pangan lokal (MP-ASI lokal) dan MP-ASI komersial. MP-ASI lokal diolah di rumah tangga atau di Posyandu, terbuat dari bahan-bahan yang tersedia didaerah setempat, mudah diperoleh dengan harga terjangkau dan memerlukan pengolahan sebelum dikonsumsi bayi (Depkes RI, 2006) Dibanding MP-ASI komersial, MP-ASI Lokal memiliki beberapa manfaat. Antara lain, ibu dapat memahami dan terampil dalam membuat MP-ASI sendiri dari pangan lokal, meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat untuk memperkuat kelembagaan seperti posyandu, memiliki potensi meningkatkan pendapatan masyarakat melalui penjualan hasil pertanian, dan sebagai sarana dalam pendidikan atau penyuluhan gizi (Depkes RI, 2006). Berdasarkan hasil observasi penelitian Mulyani (2015) mengatakan bahwa bahan pangan yang banyak dikonsumsi anak diwilayah Desa Pondok Kelor

3 Kecamatan Sepatan Timur Kabupaten Tangerang adalah ikan kembung jenis como, ikan tongkol, ikan bandeng, singkong, umbi-umbian, wortel, kangkung, tauge, jagung muda dan yang lainnya. Bahan-bahan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan MP-ASI lokal. Bentuk MP-ASI lokal yang akan dibuat nanti adalah produk biskuit, berbahan dasar pati singkong dan tepung ikan kembung como. Biskuit merupakan produk kering yang mempunyai daya awet yang relatif tinggi, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama dan mudah dibawa dalam perjalanan. Selain itu sebagai sarana latihan untuk merangsang mulut bayi teradap tekstur makanan yang lebih keras. Pati singkong adalah satu jenis pati lokal yang sudah lama kita kenal yang berasal dari singkong. Singkong mempunyai nilai gizi, terutama sumber karbohidrat. Nilai protein singkong ini lebih rendah dibandingkan beras, tetapi dengan mengolahnya menjadi makanan pelengkap atau selingan yang dikombinasikan dengan pangan lainnya, nilai gizi makanan dari singkong dapat ditingkatkan. Selain itu kandungan serat pada pati lebih rendah (2%) dibanding dengan tepung singkong (3,4%) (Lingga, et.al., 2010 ). Ikan kembung como merupakan spesies dengan populasi yang terbanyak hidup hampir di seluruh wilayah perairan Indonesia salah satunya dilaut Jawa dekat dengan Provinsi Banten kabupaten Tangerang. Oleh karenanya ikan kembung sangat mudah didapat di pasaran dengan harga relatif terjangkau dan banyak dikonsumsi oleh sebagian masyarakat (Ditjen Perikanan, 1990). Ikan kembung memiliki dua jenis yaitu kembung jantan (Rastrelliger kanaguarta) dan betina (Rastrelliger bracysoma). Dibanding dengan ikan kembung jantan, ikan kembung betina lebih banyak memiliki keunggulan seperti rasa nya lebih enak, daging lebih tebal dan banyak. Ikan kembung betina juga mengandung beberapa jenis senyawa kimia yang bernilai gizi yaitu protein, lemak, mineral dan vitamin. Ikan kembung ini termasuk jenis ikan mackerel, yaitu ikan yang digolongkan sebagai ikan kategori B karena mengandung minyak sedang (medium oil) 5-15% dan berprotein tinggi (high protein) 15-20% (Stansby, 1982).

4 Berbagai macam makanan dari produk tepung ikan yang telah dihasilkan. Hal ini dikarenakan adanya pemanfaatan tepung ikan yang dapat digunakan sebagai salah satu sumber protein dalam makanan. Seperti misalnya dalam pembuatan makanan potensial untuk anak balita gizi kurang yang berasal dari substitusi tepung ikan lele dumbo (Clarias geriepinus) dan isolat protein kedelai (Glycine max) (Mervina dkk., 2012). Oleh karena itu, melalui penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan biskuit MP-ASI lokal yang dapat membantu pemerintah dalam pengembangan program MP-ASI berbahan dasar pangan setempat (indigenous food) dengan citarasa biskuit yang menarik, nilai gizi yang tinggi dan nilai angka lempeng total sesuai dengan standar produk biskuit MP-ASI. 1.2 Perumusan Masalah Bagaimana pemanfaatan pati singkong dan tepung ikan kembung como sebagai biskuit MP-ASI lokal? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengasilkan biskuit MP-ASI lokal dengan berbhan pati singkong dan tepung ikan kembung como. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Membuat formula yang tepat dalam pembuatan biskuit berbahan pati singkong dan tepung ikan kembung como. 2. Mengetahui daya terima biskuit yang terdiri dari hedonik dan mutu hedonik dengan parameter rasa, tesktur, aroma, warna dan overall (penerimaan secara keseluruhan). 3. Mengetahui nilai gizi (karbohidrat, protein, lemak, serat, kadar air, kadar abu) serta angka lempeng total biskuit.

5 1.4 Manfaat Penelitian Diharapkan dapat memberi informasi mengenai pengembangan MP-ASI lokal dan menjadi alternatif MP-ASI yang dapat diberikan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak. 1.5 Hipotesis H 0 : Tidak ada perbedaan biskuit penambahan pati singkong dan tepung ikan kembung como terhadap nilai daya terima, nilai gizi, dan angka lempeng total biskuit yang dihasilkan. H a : Ada perbedaan penambahan pati singkong dan tepung ikan kembung como terhadap nilai daya terima, nilai gizi, dan angka lempeng total biskuit yang dihasilkan. 1.6 Keterbaharuan Penelitian Dalam penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian yang sudah ada terkait dengan tema yang diteliti. Penelitian yang dilakukan ialah pembuatan biskuit dengan penambahan pati singkong dan ikan kembung como. Pati singkong dan ikan kembung como merupakan bahan pangan yang banyak dikonsumsi masyarakat di wilayah Desa Pondok Kelor Kecamatan Sepatan Timur Kabupaten Tangerang untuk dikembangkan sebagai bahan dasar produk MP-ASI lokal. MP-ASI lokal ini diharapkan dapat membantu pemerintah dalam pengembangan program MP-ASI berbahan dasar pangan setempat (indigenous food). Rekapitulasi beberapa hasil penelitian mengenai biskuit MP-ASI lokal dapat dilihat pada tabel 1 berikut Tabel 1. Rekapitulasi beberapa hasil penelitian mengenai biskuit MP-ASI Peneliti Publikasi Judul Keterangan Mervina, Clara M. Kusharto dan Sri Anna (2012) Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol XXII No. 1 Formulasi Biskuit dengan Substitusi Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias geriepinus) dan Isolat Protein Kedelai (Glycine Formula biskuit yang terbaik dan secara organoleptik dapat diterima adalah formula F4

6 Th 2012 max) sebagai Makanan dengan Potensial untuk Anak perbandingan Balita Gizi Kurang tepung badan ikan lele : tepung kepala ikan lele: isolat protein kedelai sebesar 3,5:1,5:10. Biskuit formula terpilih mengandung 480 kkal energi per 100 gram Purwanto dan Jurnal Studi pembuatan Pencampuran Wikanastri Pangan dan makanan pendamping tepung kecambah Hersoelistyorini Gizi Vol. 02 ASI (MP-ASI) kacang (2011) No. 03 menggunakan campuran kedelai, kacang Tahun 2011 tepung kecambah kacang hijau, dan beras kedelai, pada produk kacang hijau, dan beras. MP-ASI berpengaruh terhadap kadar protein dan vitamin C, sedangkan pada uji organoleptik hanya warna yang dipengaruhi oleh pencampuran tepung kecambah kacang kedelai, kacang hijau, dan beras ini. Hasil penelitian ini

7 diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk penganekaragaman produk MP-ASI ditinjau dari kadar protein, vitamin C, dan sifat organoleptik N. Rustanti, E. R. Jurnal Aplik Daya terima dan kandung Perbandingan Noer dan Nurhida asi Teknolog an zat gizi biskuit bayi se tepung labu yati (2012) i Pangan bagai makanan kuning dan tepung Vol. 1 No. 3, Pendamping ASI dengan ikan patin yang 2012 substitusi tepung labu kun disubstitusikan pada ing (Curcubita biskuit bayi moshchata) dan tepung ik berpengaruh nyata an patin (Pangasius spp) terhadap kadar lemak, protein, air, karbohidrat, dan betakaroten, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap daya terima meliputi warna, rasa, tekstur, aroma serta kadar abu dan serat total. Konsumsi satu takaran saji (60 g) biskuit bayi yang disubstitusi dengan

8 perbandingan tepung labu kuning dan tepung ikan patin 1: 3 dapat memenuhi 2 41,6% AKG protein dan 67,9% A KG vitamin A. 1.7 Tempat Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian dalam bidang Ilmu Teknologi Pangan. Dilaksanakan mulai bulan Februari hingga Juni 2016. Terdiri dari, tahap pembuatan produk dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Gizi Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Jakarta, tahap Uji Organoleptik untuk panelis tidak terlatih yang dilakukan di Fakultas Ilmuilmu Kesehatan jurusan Ilmu Gizi, dan tahap analisis Uji Proksimat serta Uji Angka Lempeng Total dilakukan di Laboratorium Ilmu Teknologi Pangan Universitas Pasundan Bandung