INOVASI METODE PENYULUHAN AGROFORESTRI UNTUK PERBAIKAN KEBUN DI SULAWESI SELATAN Ummu Saad, Endri Martini, James M. Roshetko World Agroforestry Centre (ICRAF), Jl. CIFOR Situgede, Sindang Barang, Bogor, Indonesia, 16680 E-mail Korespondesi :u.saad@cgiar.org ABSTRAK Penyuluhan yang terfokus pada isu agroforestri masih kurang banyak dilakukan.metode-metode penyuluhan yang dilakukan pun masih cenderung bersifat umum, sehingga produktivitas kebun agroforestri masih kurang dan belum optimum dalam meningkatkan pendapatan pemiliknya.oleh karena itu inovasi perlu dilakukan untuk menciptakan metode penyuluhan agroforestri yang efektif dan efisien. Studi ini dilakukan untuk menggali bentuk metode penyuluhan agroforestri untuk perbaikan kebun melalui wawancara dengan 150 petani yang mengikuti sekolah lapang agroforestri yang dilakukan selama 1 tahun di Kabupaten Bantaeng dan Bulukumba, Sulawesi Selatan. Informasi yang dikumpulkan di antaranya adalah preferensi bentuk kegiatan dalam sekolah lapang, manfaat yang diterima, dampaknya terhadap perubahan pengelolaan, hasil kebun dan pendapatan petani.hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi metode penyuluhan yang dilakukan pada sekolah lapang agroforestri cukup efektif untuk merubah pengelolaan kebun.interaksi peneliti-petani penting dalam meningkatkan motivasi petani untuk merubah pengelolaan kebunnya, sedangkan interaksi petanipetani penting untuk meningkatkan pengetahuan petani.metode penyuluhan yang dipilih oleh petani tergantung pada tipe pengetahuan yang dicari dan kemudahan memahami pengetahuan yang disampaikan.pelibatan petani yang sukses menjadi penyuluh dapat menjadi salah satu alternatif untuk menekan biaya pelaksanaan penyuluhan agroforestri.inovasi metode penyuluhan agroforestri dapat diciptakan dengan mengkombinasikan beberapa metode penyuluhan yang disesuaikan dengan tujuan program penyuluhan, preferensi petani, dan biaya yang teranggarkan. Kata kunci: sekolah lapang agroforestri, kunjungan lapang, peneliti-petani, petani-petani, diskusi-praktek I. LATAR BELAKANG Metode penyuluhan yang umum dilakukan di Indonesia dibagi berdasarkan besarnya kegiatan, yaitu jika ada proyek nasional, maka yang digunakan adalah sekolah lapang dan kunjungan lapang, sedangkan untuk kegiatan rutin biasanya metode yang digunakan berupa metode pendekatan perorangan dan metode pendekatan kelompok. Perbedaan metode tersebut disebabkan karena keterbatasan dana dan akses ke narasumber kegiatan penyuluhan. Hal ini yang menyebabkan metode penyuluhan sekolah lapang tidak banyak diterapkan oleh penyuluh karena biayanya yang cukup tinggi jika tidak didukung oleh proyek nasional. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penyuluhan yang tepat dan hemat dapat dilakukan dengan mengkombinasikan beberapa metode penyuluhan. Contoh kombinasi seperti yang disebutkan Sluijer (1995), penyuluhan budidaya perikanan dilakukan dengan beberapa kegiatan dimulai dari melakukan komunikasi pertama dengan pimpinan desa untuk membuat janji melakukan pertemuan dengan masyarakat di tingkat desa, lalu memberikan materi budidaya perikanan kepada petani dengan penayangan slide dan diskusi, dilanjutkan dengan kegiatan kunjungan lapang dan menggunakan motivator yang menyediakan layanan penyuluhan kepada petani yang lambat mengadopsi, dan terakhir menggunakan pamphlet untuk disebarkan petani sebagai sumber informasi spesifik dalam budidaya perikanan. Hosseini (2011) menyebutkan bahwa kunjungan lapang dan pelatihan praktis adalah metode yang paling efektif dalam meningkatkan pengelolaan hutan berkelanjutan.hasil penelitian Anandajasekeram et al. (2007) menyebutkan bahwa prinsip sekolah lapang bisa diterapkan dengan mengkombinasikan dengan metode penyuluhan yang sudah biasa dilakukan di sistem yang tersedia. 586 Prosiding Seminar Nasional Agroforestry 2015
Untuk bidang agroforestri belum banyak dilakukan penelitian untuk menganalisa kombinasi metode penyuluhan yang baik dalam menyampaikan hasil penelitian agroforestri sehingga bisa membantu petani dalam meningkatkan hasil pertaniannya dan pendapatannya.untuk itulah penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menggali alternatif kombinasi metode penyuluhan agroforestri yang tepat. II. METODE Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bantaeng dan Bulukumba, Sulawesi Selatan yang terdiri dari 10 desa: 5 desa dilaksanakan penyuluhan dari peneliti ke petani (n=56 responden) dan 5 desa dilaksanakan penyuluhan dari petani ke petani (n=94 responden). Pengambilan data dalam penelitian ini yaitu pada bulan Mei-Agustus 2014. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisa pelaksanaan dan hasil dari sekolah lapang agroforestri yang dilaksanakan oleh ICRAF di Kabupaten Bantaeng dan Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan selama 1 tahun (2013-2014).Pada sekolah lapang agroforestri ini dikombinasikan beberapa metode penyuluhan dari metode penyuluhan diskusi dan praktek antara peneliti ke petani, metode penyuluhan diskusi dan praktek antara petani ke petani, dan metode kunjungan lapangan ke kebun petani yang sukses.tujuan dari sekolah lapang ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan petani dalam pengelolaan kebun agroforestri yang produktif dan ramah lingkungan. Ketiga metode tersebut dievaluasi dengan mewawancarai 150 peserta sekolah lapang yang juga petani, dari preferensi peserta, manfaat yang diterima, dampaknya terhadap perubahan pengelolaan, hasil dan pendapatan petani. Responden tersebut tersebar di beberapa desa tempat dimana dilaksanakan sekolah lapang agroforestri dengan metode peneliti ke petani: Balang Pesoang, Campaga, Pattaneteang, Tugondeng, Karassing; dan metode petani ke petani: Bonto Bulaeng, Bonto ; dan semua desa untuk kunjungan lapang. Data yang dikumpulkan kemudian dianalisa dengan menggunakan analisa data statistik deskriptif dan kualitatif. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Manfaat dari kombinasi metode penyuluhan pada sekolah lapang agroforestri Manfaat yang diperoleh petani dari metode penyuluhan pada sekolah lapang agroforestri dengan metode diskusi dan praktek baik pada peneliti ke petani maupun petani ke petani ditunjukkan pada Grafik 1.Tipe manfaat yang diterima bervariasi pada 2 tipe metode penyuluhan tersebut. Persentase dari total responden per tipe kelas desa (%) 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Pengetahuan baru bertambah Hasil meningkat Motivasi meningkat Peneliti-petani (n=56) Petani-petani (n=94) Pendapatan meningkat Tidak ada Tipe manfaat yang diterima dari sekolah lapang agroforestri Grafik 1.Tipe-tipe manfaat yang diterima oleh peserta sekolah lapang agroforestri berdasarkan metode penyuluhan yang diterapkan (Peneliti-petani dan Petani-petani) di masing-masing desa. Prosiding Seminar Nasional Agroforestry 2015 587
Metode penyuluhan dengan interaksi antara petani dengan petani lain dinilai cukup efektif dalam menambah pengetahuan dan meningkatkan hasil kebun petani sasaran. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Khaila et al. (2015), dengan menggunakan petani sebagai penyuluh dalam suatu kegiatan penyuluhan dapat meningkatkan akses informasi petani sehingga membantu dalam diseminasi informasi dan meningkatkan produksi pertanian.ditambahkan pula oleh Kundhlandeet al.(2014), penyuluhan petani ke petani adalah salah satu bentuk pendekatan yang digunakan oleh banyak organisasi.telah diamati bahwa organisasi yang menggunakan pendekatan petani ke petani untuk beberapa alasan, termasuk peningkatan cakupan dalam biaya yang rendah dan meningkatkan keberlanjutan.pendekatan ini juga dikatakan mampu meningkatkan adopsi teknologi.sedangkan metode penyuluhan dengan interaksi antara peneliti ke petani selain efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan meningkatkan hasil kebun juga meningkatkan motivasi petani dalam menerapkan teknologi yang disampaikan oleh peneliti. Berdasarkan hasil wawancara, responden merasakan adanya perubahan pendapatan dari penerapan teknologi yang disampaikan dalam sekolah lapang agroforestri (Tabel 1.). Dari beberapa topik yang disampaikan terdapat 3 topik yang memberikan perubahan pendapatan petani, yaitu tentang pemupukan, pemangkasan dan produksi bibit berkualitas.akan tetapi petani yang mendapatkan perubahan pendapatan hanya 18% dari total responden.hal ini dikarenakan dalam penerapan teknologi agroforestri yang disampaikan dalam sekolah lapang membutuhkan waktu kurang lebih 3 tahun untuk dapat melihat perubahan yang banyak karena kondisi tanaman agroforestri merupakan tanaman tahunan. Tabel 1. Perubahan Pendapatan Petani per Tahun yang Menerapkan Teknologi Topik (jumlah responden) Peningkatan Pendapatan Pemupukan (n=4) Rp 2.420.000 Pemangkasan (n=20) Rp 878.400 Produksi bibit berkualitas (n=3) Rp 91.667 Sumber : Data Primer yang Telah Diolah, 2015. B. Preferensi bentuk metode penyuluhan yang disukai petani Metode petani ke petani termasuk yang diminati dengan persentase sekitar 49% dari total responden, kedua adalah metode peneliti ke petani dengan persentase sekitar 35%, ketiga adalah kunjungan lapang dengan persentase sekitar 6% (Tabel 2.).Alasan metode petani-petani diminati terutama karena mudah dipahami dan dingat, langsung praktek dan bahasanya mudah dipahami.metode peneliti ke petani diminati terutama karena informasi yang diberikan merupakan informasi baru yang terpercaya.sedangkan kunjungan lapang diminati karena dapat langsung melihat buktinya dan berdiskusi dengan petani sukses di lapangan. Tabel 2. Preferensi bentuk metode penyuluhan yang disukai beserta alasannya Tipe metode penyuluhan Kelompok Alasan alasan Metode penyampaian (n=42) Kunjungan lapang (n=9) Penelitipetani (n=52) Petanipetani (74) Lainnya (n=2) Tidak tahu (n=13) Ada prakteknya - 3 9 1 - Bahasa mudah dipahami - - 6 - - Belajar sesama petani - - 1 - - Dapat langsung melihat dan diskusi di lapangan 6 - - - - Mudah dipahami dan diingat - 5 9 - - Tidak menganggu - - 1 - - 588 Prosiding Seminar Nasional Agroforestry 2015
Kelompok alasan rutinitas Alasan Kunjungan lapang (n=9) Tipe metode penyuluhan Penelitipetanpetani Petani- Lainnya (n=2) (n=52) (74) Tidak tahu (n=13) Bertukar pengalaman - - 1 - - Banyak pengalaman baru 2 - - - - Tipe informasi Informasi baru dari (n=16) peneliti lebih dipercaya - 13 - - - Sudah ada buktinya - - 1 - - Tidak tahu (n=92) 1 31 46 1 13 Sumber : Data Primer yang Telah Diolah, 2015. Jika dilihat dari kelompok alasan petani dalam memilih metode penyuluhan, ada 2 kelompok yaitu kelompok metode penyampaian dan tipe informasi yang diterimanya.metode penyampaian sebaiknya yang mudah dipahami oleh petani, bisa dipraktekkan langsung dan tidak menganggu rutinitas petani.sedangkan tipe informasi baiknya adalah informasi yang baru yang sudah terbukti atau terpercaya.hasil penelitian Puspadi et al. (2005), petani lebih suka belajar dengan mengalami langsung.hal ini mengindikasikan bahwa metode pembelajaran yang relatif efektif untuk merubah perubahan prilaku para petani, kalau metode tersebut mampu menyentuh domain sikap dan emosinya. Domain tersebut akan tersentuh kalau yang bersangkutan langsung mengalami langsung. Oleh karena itu dalam memberikan penyuluhan pertanian perlu diperhatikan apakah metode yang diberikan kepada petani sesuai dengan preferensi mereka dalam belajar. C. Biaya pelaksanaan metode penyuluhan pada sekolah lapang agroforestri Total biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan sekolah lapang agroforestri pengelolaan kebun dengan kombinasi metode penyuluhan diskusi-praktek (petani ke petani dan peneliti ke petani) dan kunjungan lapang (petani ke petani) untuk 5 komoditas agroforestri (merica, cengkeh, kopi, coklat dan durian) selama 1 tahun sekolah lapang pada 10 desa binaan di Bantaeng- Bulukumba, adalah Rp 65.200.000. Jika dirinci, biaya terbesar dikeluarkan pada kegiatan kunjungan lapang, yaitu sebesar Rp 8.000.000 per kunjungan dengan sekitar 30 orang peserta.sedangkan jika dilakukan kegiatan diskusi-praktek, biayanya adalah sekitar Rp 6.300.000 jika digunakan pendekatan metode peneliti-petani, dan Rp 2.500.000 jika digunakan pendekatan metode petanipetani.perbedaan besaran biaya antara pendekatan peneliti ke petani dan petani ke petani karena biaya narasumber yang berbeda antara mendatangkan narasumber dari luar dengan menggunakan narasumber lokal yang terpercaya.oleh karena itu pelibatan petani yang sukses menjadi narasumber ataupun penyuluh dapat menjadi salah satu alternatif untuk menekan biaya pelaksanaan penyuluhan agroforestri. Shrestha (2013) menemukan bahwa pendekatan petani ke petani merupakan pendekatan dengan biaya yang efektif, meningkatkan akses ke layanan penyuluhan oleh petani miskin dan kelompok yang kurang beruntung dan meningkatkan partisipasi petani dalam perencanaan.tambahannya, pendekatan petani ke petani membantu dalam penganggaran dan implementasi program pembangunan pertanian.selain itu, pendekatan pemberdayaan kelompok yang kurang beruntung dengan menyediakan kesempatan kepada mereka untuk menjadi penyuluh dan meningkatkan adopsi teknologi baru. D. Potensi Kombinasi Metode Penyuluhan Agroforestri Dari hasil penelitian ditemukan bahwa kegiatan penyuluhan efektif manfaatnya dan efisien apabila dikombinasikan metode-metode penyuluhan yang dapat mendorong petani dalam memperbaiki pengelolaan kebun agroforestri dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan Prosiding Seminar Nasional Agroforestry 2015 589
petani. Langkah awal yang dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan petani dan memperbarui sumber informasi pada topik pengelolaan agroforestri dengan memberikan penyuluhan melalui metode diskusi dan praktek langsung menggunakan narasumber peneliti sebagai tahap awal dan dilanjutkan menggunakan petani sebagai narasumber, lalu dilakukan kunjungan lapang untuk meningkatkan daya analisa dan memperluas jaringan sumber informasi petani yang dapat membantu petani untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi di kebun mereka. Penyuluhan dengan kombinasi metode penyuluhan juga dilakukan oleh FAO dalam budidaya perikanan dengan mengkombinasikan pendekatan kelompok dan individu dimana pendekatan penyuluhan berkelompok merupakan metode yang penting untuk membangkitkan kesadaran dan memfasilitasi proses pengambilan keputusan untuk mengadopsi budidaya perikanan dan pendekatan individu melengkapi penyuluhan penyuluhan kelompok. Setelah diberikan banyak informasi tentang dasar budidaya perikanan, dan hanya petani yang menunjukkan minatnya yang akan ditindaklanjuti untuk mengikuti kegiatan kunjungan lapang (Sluijer, 1995). Dalam metode penyuluhan yang dilakukan oleh FAO juga menggunakan motivator yang merupakan petani yang memiliki pengetahuan yang lebih banyak dan bersedia berbagi dan memberikan layanan penyuluhan kepada petani lain yang lambat mengadopsi teknologi budidaya perikanan. Kombinasi ini efektif dan efisien dalam pelakasanaan penyuluhan untuk meningkatkan adopsi teknologi. Untuk itu, dalam penyuluhan agroforestri, pelibatan petani untuk membantu penyuluh dalam diseminasi informasi sangat penting untuk diperhatikan karena mampu meningkatkan pengetahuan petani dalam pengelolaan kebun dan juga menekan biaya penyuluhan. Menurut Kundhlande et al.(2014), petani dilibatkan dalam mengkomunikasikan informasi dan menyebarkan teknologi kepada sesama petani di dalam komunitas mereka. Pemerintah dan organisasi lainnya yang menyediakan layanan penyuluhan untuk petani memiliki anggaran yang terbatas, sehingga mereka tidak mampu menyewa penyuluh dalam jumlah yang banyak untuk mencapai semua petani yang membutuhkan layanan tersebut. Keterlibatan petani menjangkau banyak petani lain dengan biaya yang murah. IV. KESIMPULAN DAN SARAN Inovasi metode penyuluhan agroforestri yang perlu dibuat adalah kombinasi dari beberapa metode penyuluhan yang disesuaikan dengan tujuan program penyuluhan dan terutama kondisi sosial ekonomi masyarakatnya.metode peneliti ke petani, petani ke petani, kunjungan lapang, diskusi dan praktek adalah pilihan-pilihan metode penyuluhan agroforestri yang dapat dikombinasikan dalam pelaksanaannya. Preferensi petani di lokasi setempat dan juga biaya yang teranggarkan merupakan 2 aspek penting yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan kombinasi metode penyuluhan inovatif yang akan dilaksanakan, sehingga penyuluhan agroforestri lebih hemat dan tepat sasaran. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini dilakukan atas dukungan dari program Agroforestry and Forestry: Linking Knowledge to Action (AgFor) project (Contribution Arrangement No.7056890) yang didanai oleh Department of Foreign Affairs, Trade, and Development (DFATD) Canada. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para petani di Kabupaten Bantaeng dan Bulukumba, Sulawesi Selatan atas kerjasamanya dan kepada Jalaluddin yang ikut membantu dalam proses pengumpulan data dalam penelitian ini. 590 Prosiding Seminar Nasional Agroforestry 2015
DAFTAR PUSTAKA Anandajasekeram, Davis K, Workneh S. 2007. Farmer Field School : An Alternative to Existing Extension Systems? Experience from Eastern and Southern Africa. Journal of International Agricultural and Extension Education Volume 14, Number 1 : 81-93. Hosseini SJ. 2011. Effective Extension Methods in Improving Sustainable Forest Management in Iran. ARPN Journal of Agricultural and Biological Sciences Vol. 6 No. 12 : 8-11. Khaila S, Tchuwa F, Franzel S, Simpson B. 2015. The Farmer-to-Farmer Extension Approach in Malawi : A Survey of Lead Farmers. ICRAF Working Paper No.189. Nairoba, World Agroforestry Centre. DOI: http://dx.doi.org/10.5716/wp14200.pdf. Kundhlande G, Franzel S, Simpson B, Gausi E. 2014. Farmer-to-Farmer Extension Approach in Malawi : A Survey of Organizations Using The Approach ICRAF Working Paper N0. 183. Nairobi, World Agroforestry Center. DOI: http://dx.doi.org/10.5716/wp14384.pdf. Puspadi K, Hastuti S, Wijayanto K. 2005. Preferensi Petani Terhadap Inovasi Pertanian dan Metode Pembelajaran pada Agroekosistem Lahan Kering Kasus di Kabupaten Lombok Timur.Prosiding Seminar Nasional Lahan Marginal 2005, tanggal 30-31 Agustus 2005 di Mataram. Hlm: 410-421. PERHIMPI (Perhimpunan Meterologi Pertanian Indonesia). Shrestha S, Rana S. 2013. Decentralizing the Farmer-to-Farmer Extension Approach to The Local Policy Dialogue. Sluijer, J.V. 1995. Aquaculture Extension Guidelines for Small Scale Farmers. ALCOM Report No.16. Food and Agriculture Organization of The United Nations Zimbabwe. Prosiding Seminar Nasional Agroforestry 2015 591