BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Pengembangan suatu wilayah akan berhadapan dengan berbagai potensi dan permasalahan karena berkembangnya suatu wilayah akan memberi konsekuensi positif dan negatif secara bersamaan. Pilihan pengembangan baik berdimensi pro terhadap pusat-pusat pertumbuhan (growth centre) maupu pengembangan berbasis penyebaran pusat aktivitas (balance growth) akan memberi dampak manfaat dan biaya sosial yang bisa diperhitungkan karena pembangunan wilayah secara mendasar tidak dapat berdiri pada suatu madzhab tertentu secara kaku. Perkembangan wilayah dapat terjadi secara alamiah (natural karena kekuatan mekanistik berbasis kekuatan demand dan supply atau bertumpu pada kekuatan pasar), dan dapat pula bergerak berdasarkan ketentuan yang sudah ditetapkan (by design) melalui intervensi yakni mengandalkan kebijakan publik untuk mengatur, menentukan arah pengembangan kawasan. Tarik menarik kepentingan publik dan kepentingan pasar tentu memiliki proporsi masing-masing tergantung pada arah pengembangan yang diinginkan. Pada suatu mekanisme pengembangan wilayah yang bertumpu pada pertumbuhan tinggi, namun tidak terlalu pro terhadap distribusi pendapatan akan cenderung mengandalkan kerja mekanisme pasar sementara arah pengembangan wilayah yang pro pada distribusi pendapatan akan dihadapkan pada pentingnya proses dan dampak dari setiap aktivitas pembangunan. Meskipun kedua pendekatan ini dapat berjalan beriringan, akan muncul kecenderungan-kecenderungan penyimpangan yang menjauhkan wilayah dari posisi pareto optimum (posisi keseimbangan terbaik dalam suatu pengembangan wilayah). Mekanisme yang tidak dapat berjalan secara sempurna ini kemudian dapat memunculkan eksternaiitas (suatu manfaat atau biaya yang timbul tanpa adanya pihak yang menanggung) dan membutuhkan intervensi pemerintah. Intervensi ini merupkan poin kunci sehingga para pelaku dalam pembangunan (rumah tangga konsumen, rumah tangga produsen, rumah tangga pemerintah, serta pelaku yang terlibat pada perdagangan internasional) dapat menikmati hasil akhir berupa kesejaheteraan. Dalam hal itu fungsi pengendalian dan pengaturan menjadi suatu faktor penting terhadap tercapainya tujuan pembangunan. Potensi masalah pembangunan yang dapat muncul sebagai akibat tidak tercapainya pembangunan akan memberi konsekuensi terjadinya bias pembangunan yang salah satunya tercermin dari menurunnya kualitas hidup secara umum. Penyebabnya antara lain bersumber dari; disparitas pendapatan yang tinggi, kemiskinan, kepadatan yang memberi konsekuensi pada menurunnya daya dukung pelayanan publik seperti, infrastruktur, I-1
kekumuhan, permukiman, dan lainnya. Wilayah yang tumbuh lebih cepat dari wilayah sekitarnya akan menjadi daya tarik terhadap imigrasi karena wilayah kaya akan cenderung memiliki amenities (daya tarik yang lebih tinggi). Penumpukan sumber daya (terutama sumber daya uang atau kapital) pada wilayah tertentu akan memberi konsekuensi terhadap; kesempatan kerja yang lebih tinggi, tingkat upah yang lebih tinggi, infrastruktur publik yang lebih baik, serta berbagai kesempatan (opportunity) yang lebih banyak. Ketertarikan ini akan membawa petaka lain dalam pembangunan seperti, kebutuhan infrastruktur yang mengalami kepadatan dan berakhir pada kekumuhan, bias pembangunan lainnya berupa terciptanya distorsi tingkat upah karena kelebihan pekerja, kebutuhan tempat tinggal yang berimplikasi pada harga lahan, dan masalah-masalah kompleks lainnya seperti meningkatnya kerawanan sosial. Bagi daerah sebesar Jawa Barat, dimensi permasalahan pembangunan wilayah menjadi sangat kompleks. Daya tarik pertumbuhan ekonomi menjadi satu indikator yang dapat mengundang dampak positif dan negatif bagi pembangunan Jawa Barat. Laju pertumbuhan ekonomi (LPE) PDRB triwulan I/2011 dibandingkan dengan PDRB triwulan I/2010 (y on y) mengalami pertumbuhan sebesar 6,87 persen. Pertumbuhan ini dapat diartikan sebagai daya tarik wilayah yang akan mengundang mobilitas masuknya tenaga kerja (dari luar Jawa Barat atau intra Jawa Barat menuju kantong-kantong pertumbuhan ekonomi). Yang menarik, meskipun memiliki pertumbuhan ekonomi yang baik, jumlah penduduk miskin di Jawa barat pada bulan maret 2011 masih relatif tinggi yakni 4.648.630 orang (10,65%). Mengalami penurunan sebesar 125.090 orang dibandingkan kondisi pada bulan Maret 2010 yang berjumlah 4.773.720 orang (11,27%). Dalam kurun waktu setahun terakhir persentase penduduk miskin yang tinggal di daerah pedesaan turun sebesar 0,56% sedangkan didaerah perkotaan turun 0,17%. Secara absolut selama periode Maret 2010 Maret 2011, penduduk miskin di pedesaan berkurang 429.260 orang sementara di perkotaan naik sebanyak 304.160 orang. Persentase penduduk miskin yang tinggal di daerah pedesaan pada bulan Maret 2011 terhadap penduduk miskin Jawa Barat adalah sebesar 42,89%. Presentase penduduk miskin yang tinggal di daerah perkotaan pada bulan Maret 2011 terhadap penduduk miskin Jawa Barat adalah sebesar 57,11%. Saat ini pembangunan ekonomi Jawa Barat terkonsentrasi di Jawa Barat bagian Utara yang ditunjukkan oleh kontribusi PDRB Jawa Barat bagian Utara yang mencapai 55,60% terhadap Jawa Barat. Sektor sektor yang tumbuh cepat antara lain industri manufaktur, migas, terkonsentrasi di Jawa Barat bagian Utara. Selain itu dari aspek kependudukan, jumlah penduduk di Jawa Barat Bagian Utara berjumlah 24.183.180 jiwa yakni 56% dari jumlah penduduk Jawa Barat. Pengembangan wilayah Jabar Utara tidak hanya memberikan konsekuensi terhadap Jawa Barat saja, juga terhadap nasional. Terkait dengan perkembangan pesat Jawa Barat Bagian Utara, maka wilayah I-2
wilayah tersebut dapat non metropolitan. dikatagorisasi menjadi wilayah metropolitan dan Wilayah Pantura tersebut memiliki beberapa keunikan dibanding dengan Jawa Barat bagian tengah dan Jawa Barat bagian Selatan. Ditinjau dari keunggulan absolut (dari faktor sumber daya natural), kawasan yang beradaa di pesisir pantai utara memiliki potensi ekonomi pesisir yang tinggi seperti budi daya perikanan, namun tetap memiliki kawasan pertanian yang subur. Dua wilayah di Pantura yakni Karawang dan Indramayu merupakan lumbung padi nasional. Padaa saat yang sama, perkembangan wilayah Pantura juga diiringi dengan kontribusi terhadap aspek kependudukan yang relatif tinggi. Hasil sensus penduduk 2010 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa penduduk Jawa Barat Bagian Utara mencapai 24.194..563 jiwa atau setara dengan 36 % penduduk Jawa Barat. Jumlah penduduk bisa ditempatkan sebagai sumber keunggulan absolut karena penduduk adalah potensi sumber daya manusia. Gambar Penduduk Jawaa Barat bagian Utara dan Jawa Barat Bagian Selatan dan Tengah Penduduk Jawa Barat Bagian Utara Penduduk Jawa Barat 36% 64% Dari aspek keunggulan komparatif, wilayah Pantura memiliki keunggulan lokasi, tidak saja menjadi kawasan pengembangann berskala nasional juga kawasan pengebangan ekonomi skala internasional. Wilayah Pantura khususnya Karawang, Bekasi, dan Subang sudah menjadi koridor pengembangan ekonomi nasional sejak lama. Keunggulan lokasi yang mampu menekan total biaya menjadi dayaa tarik industri untuk melakukan investasi besar-besaran di kawasan tersebut. Berkembangnya konsep spesialisasi ekonomi menciptakan keunggulan aglomerasi yang besar bagi sejumlah kawasan industri. Penghematan skalaa yang dihasilkan dari keunggulan lokasi menjadi sasaran menarik bagi investor baik domestik dan internasional. Dari aspek keunggulan bersaing (competitive advantage), wilayah-wilayah Pantura memiliki kegiatan ekonomi yang unik dan terdiferensiasi berdasarkan wilayah. Di beberapa tempat, perkembangan sektor primer, sekunder, dan tersier berkembang bersamaan. Migas di Cirebon dan Indramayu misalnya mampu berkontribusi terhadap bergeraknya
sekaligus. Sementara kawasan-kawasan pusat industri seperti Karawang, Bekasi, dan Subang mampu menciptakan peningkatan skala ekonomi dengan ragam kegiatan inovasi industri yang cepat. Dengan kondisi yang sarat dengan berbagai potensi dan permasalahan yang ada sedikit tidaknya terdapat enam isu utama yang muncul pada pembangunan Jawa Barat bagian utara. Pertama, aspek kependudukan yang ditandai dengan daya tarik wilayah yang akan mengarahkan arus masuk ke kawasan yang memiliki implikasi multidimensi. Kedua, perumahan yang merupakan turunan isu dari permasalahan kependudukan. Dengan kapasitas ruang yang terbatas sementara jumlah penduduk baik yang muncul baik secara alamiah maupun imigrasi (baik tetap maupun temporer) akan meningkatkan kebutuhan perumahan. Ketiga, pertanian terkait dengan kondisi lahan yang ada, diperuntukkan untuk berbagai kepentingan ekonomi (pertanian, industri, dan jasa). Dengan sumber daya lahan yang terbatas, masalah distribusi lahan untuk kegiatan pertanian berkelanjutan menjadi isu krusial karena kebutuhan pangan juga mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan jumlah penduduk. Keempat, pengembangan industri yang sarat dengan kepentingan integrasi pusat kegiatan nasional (PKN) dan wilayah (PKW). Kelima, pengembangan pesisir dan kelautan yang merupakan identitas wilayah Jabar Utara. Keenam, pengembangan sektor migas yang merupakan potensi kekayaan alam yang dikembangkan untuk kesejahteraan masyarakat Jabar Utara. Tentu saja, bingkai pengembangan isu utama ini didasarkan sosial budaya lokal yang kuat. Modal sosial bisa ditempatkan sebagai pengikat agar pengembangan isu-isu utama tersebut menjadi bagian yang melekat dengan pengembangan masyarakat Jawa Barat seutuhnya. Kondisi-kondisi yang ada membuat diperlukannya suatu aturan yang memperkuat dan menjaga pembangunan agar tetap pada kaedah-kaedah yang ditentukan. Keharmonisan berbagai kepentingan pada akhirnya diarahkan pada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat Jawa Barat bagian utara seutuhnya dengan meminimalkan dampak marjinalisasi pembangunan secara lebih luas. Beberapa landasan berfikir yang dibangun dalam konsep pengembangan Jabar Utara mempertimbangkan; pertama, Pengembangan Jawa Barat bagian Utara dilakukan secara terintegrasi dan lintas sektor yang berkeseimbangan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jawa Barat bagian Utara secara optimal. Kedua, pengembangan Jawa Barat bagian Utara difokuskan pada sektor prioritas berbasiskan potensi ketersediaan infrastruktur, sumberdaya lahan pertanian pangan berkelanjutan, pesisir dan kelautan. Ketiga, Pengintegrasian pembangunan jaringan infrastruktur bersifat regional dan lokal dalam satu kesatuan sistem wilayah untuk meningkatkan daya saing potensi wilayah Jawa Barat bagian Utara secara keseluruhan. Keempat, pengembangan pusat-pusat permukiman di wilayah Jawa Barat bagian Utara diarahkan ke Pusat Kegiatan Nasional, Pusat Kegiatan Wilayah dan Pusat Kegiatan Lokal sebagaimana diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa I-4
Barat. Kelima, Pemerintah Daerah bersama-sama Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Barat bagian Utara memfasilitasi pengembangan wilayah Jawa Barat bagian Utara yang diselenggarakan secara terintegrasi dengan kepentingan Nasional, regional dan lokal dengan melibatkan peran masyarakat dan dunia usaha. TUJUAN DAN SASARAN Tujuan penetapan pengembangan wilayah Jawa Barat bagian Utara Tahun 2011-2029 adalah: mengoptimalkan wilayah Jawa Barat bagian Utara sebagai kawasan industri, minyak dan gas, kawasan pertanian pangan berkelanjutan, pesisir dan kelautan, serta memenuhi ketersediaan permukiman dengan memperhatikan jumlah, distribusi dan karakteristik penduduk yang selaras dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan di Daerah. Sasaran penyelenggaraan pengembangan wilayah Jawa Barat bagian Utara adalah sebagai berikut: a. terwujudnya pengembangan aktivitas industri, minyak dan gas secara terpadu; b. terwujudnya kawasan pertanian pangan berkelanjutan; c. terwujudnya kawasan pesisir dan kelautan berkelanjutan; d. terwujudnya kawasan permukiman secara terencana; e. terwujudnya arahan pengembangan infrastruktur pendukung regional secara terpadu dan diintegrasikan dengan pengembangan infrastruktur lokal; f. terwujudnya pembangunan sesuai dengan jumlah, distribusi dan karakteristik penduduk; dan g. terwujudnya pengelolaan wilayah Jawa Barat bagian Utara secara terpadu dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan dalam mengembangkan aktivitas ekonomi serta menjaga kelestarian lingkungan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jawa Barat bagian Utara. LINGKUP PENGEMBANGAN WILAYAH Ruang lingkup wilayah pengembangan Jawa Barat bagian Utara Tahun 2011-2029 terdiri atas 242 (dua ratus empat puluh dua) kecamatan yang mencakup 10 (sepuluh) Kabupaten dan 4 (empat) Kota, meliputi: a. Kabupaten Bogor, terdiri atas Kecamatan Bojong Gede, Kecamatan Tagurhalang, Kecamatan Parung, Kecamatan Gunung Sindur, Kecamatan Cibinong, Kecamatan Gunung Putri, Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Babakan Madang, Kecamatan Citeureup, Kecamatan Cileungsi, Kecamatan Kelapanunggal, Kecamatan Kemang, Kecamatan Ciseeng, Kecamatan Rancabungur, Kecamatan Dramaga, Kecamatan Ciomas, Kecamatan Rumpin, Kecamatan Ciampea, Kecamatan I-5
Cibungbulang, Kecamatan Tamansari, Kecamatan Tenjojaya, Kecamatan Cijeruk, Kecamatan Pamijahan, Kecamatan Cariu, Kecamatan Jonggol, Kecamatan Sukamakmur, Kecamatan Tanjungsari, Kecamatan Parungpanjang, dan Kecamatan Tenjo; b. Kota Bogor, terdiri atas Kecamatan Tanah Sareal, Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Bogor Selatan, dan Kecamatan Bogor Timur; c. Kota Depok, terdiri atas Kecamatan Sawangan, Kecamatan Limo, Kecamatan Pancoran Mas, Kecamatan Beji, Kecamatan Sukmajaya, Kecamatan Tapos, Kecamatan Bojongsari, Kecamatan Cinere, Kecamatan Cipayung, Kecamatan Cilodong, dan Kecamatan Cimanggis; d. Kota Bekasi, terdiri atas Kecamatan Bekasi Utara, Kecamatan Medan Satria, Kecamatan Bekasi Selatan, Kecamatan Bekasi Timur, Kecamatan Jatisampurna, Kecamatan Jatiasih, Kecamatan Pondok Melati, Kecamatan Rawalumbu, Kecamatan Bantargebang, Kecamatan Bekasi Barat, Kecamatan Pondok Gede, dan Kecamatan Mustika Jaya; e. Kabupaten Bekasi, terdiri atas Kecamatan Setu, Kecamatan Serang Baru, Kecamatan Cikarang Pusat, Kecamatan Cikarang Selatan, Kecamatan Cibarusah, Kecamatan Bojongmangu, Kecamatan Cikarang Timur, Kecamatan Kedungwaringin, Kecamatan Cikarang Utara, Kecamatan Karangbahagia, Kecamatan Cibitung, Kecamatan Cikarang Barat, Kecamatan Tambun Selatan, Kecamatan Tambun Utara, Kecamatan Babelan, Kecamatan Tarumajaya, Kecamatan Tambelang, Kecamatan Sukawangi, Kecamatan Sukatani, Kecamatan Sukakarya, Kecamatan Pebayuran, Kecamatan Cabangbungin, dan Kecamatan Muaragembong; f. Kabupaten Karawang, terdiri atas Kecamatan Pangkalan, Kecamatan Tegalwaru, Kecamatan Ciampel, Kecamatan Telukjambe Timur, Kecamatan Telukjambe Barat, Kecamatan Klari, Kecamatan Cikampek, Kecamatan Purwasari, Kecamatan Tirtamulya, Kecamatan Jatisari, Kecamatan Banyusari, Kecamatan Kotabaru, Kecamatan Cilamaya Wetan, Kecamatan Cilamaya Kulon, Kecamatan Lemahabang, Kecamatan Talagasari, Kecamatan Majalaya, Kecamatan Karawang Timur, Kecamatan Karawang Barat, Kecamatan Rawamerta, Kecamatan Tempuran, Kecamatan Kutawaluya, Kecamatan Rengasdengklok, Kecamatan Jayakerta, Kecamatan Pedes, Kecamatan Cilebar, Kecamatan Cibuaya, Kecamatan Tirtajaya, Kecamatan Batujaya, dan Kecamatan Pakisjaya; g. Kabupaten Purwakarta, terdiri atas Kecamatan Campaka, Kecamatan Cibatu, Kecamatan Bungursari, Kecamatan Purwakarta, Kecamatan Jatiluhur, Kecamatan Babakan Cikao, Kecamatan Pasawahan, Kecamatan Sukatani, Kecamatan Darangdan, Kecamatan Sukasari, Kecamatan Tegalwaru, Kecamatan Plered, dan Kecamatan Maniis; h. Kabupaten Subang, terdiri atas Kecamatan Kalijati, Kecamatan Cipeundeuy, Kecamatan Pabuaran, Kecamatan Patokbeusi, Kecamatan Purwadadi, Kecamatan Cikaum, Kecamatan Pagaden, Kecamatan I-6
Pagaden Barat, Kecamatan Cipunagara, Kecamatan Compreng, Kecamatan Binong, Kecamatan Tambakdahan, Kecamatan Ciasem, Kecamatan Pamanukan, Kecamatan Sukasari, Kecamatan Pusakanagara, Kecamatan Pusakajaya, Kecamatan Legonkulon, Kecamatan Blanakan, Kecamatan Dawuan, Kecamatan Cijambe, Kecamatan Subang dan Kecamatan Cibogo; i. Kabupaten Sumedang, terdiri atas Kecamatan Surian, Kecamatan Buahdua, Kecamatan Conggeang, dan Kecamatan Ujungjaya; j. Kabupaten Indramayu, terdiri atas Kecamatan Haurgeulis, Kecamatan Gantar, Kecamatan Kroya, Kecamatan Gabuswetan, Kecamatan Cikedung, Kecamatan Terisi, Kecamatan Lelea, Kecamatan Bangodua, Kecamatan Tukdana, Kecamatan Widasari, Kecamatan Kertasemaya, Kecamatan Sukagumiwang, Kecamatan Krangkeng, Kecamatan Karangampel, Kecamatan Kedokan Bunder, Kecamatan Juntinyuat, Kecamatan Sliyeg, Kecamatan Jatibarang, Kecamatan Balongan, Kecamatan Indramayu, Kecamatan Sindang, Kecamatan Cantigi, Kecamatan Pasekan, Kecamatan Lohbener, Kecamatan Arahan, Kecamatan Losarang, Kecamatan Kadanghaur, Kecamatan Bongas, Kecamatan Anjatan, Kecamatan Sukra, dan Kecamatan Patrol; k. Kabupaten Majalengka, terdiri atas Kecamatan Kertajati, Kecamatan Jatitujuh, Kecamatan Ligung, Kecamatan Sumberjaya, Kecamatan Palasah, Kecamatan Leuwimunding, Kecamatan Jatiwangi, Kecamatan Dawuan, Kecamatan Kadipaten, dan Kecamatan Kasokandel; l. Kabupaten Cirebon, terdiri atas Kecamatan Waled, Kecamatan Pasaleman, Kecamatan Ciledug, Kecamatan Pabuaran, Kecamatan Losari, Kecamatan Pabedilan, Kecamatan Babakan, Kecamatan Gebang, Kecamatan Karangsembung, Kecamatan Karang Wareng, Kecamatan Lemahabang, Kecamatan Susukanlebak, Kecamatan Sedong, Kecamatan Astanajapura, Kecamatan Pangenan, Kecamatan Mundu, Kecamatan Beber, Kecamatan Greged, Kecamatan Talun, Kecamatan Sumber, Kecamatan Dukupuntang, Kecamatan Palimanan, Kecamatan Plumbon, Kecamatan Depok, Kecamatan Weru, Kecamatan Plered, Kecamatan Tengah Tani, Kecamatan Kedawung, Kecamatan Gunungjati, Kecamatan Kapetakan, Kecamatan Suranenggala, Kecamatan Klangenan, Kecamatan Jamblang, Kecamatan Arjawinangun, Kecamatan Panguragan, Kecamatan Ciwaringin, Kecamatan Gempol, Kecamatan Susukan, Kecamatan Gegesik, dan Kecamatan Kaliwedi; m. Kota Cirebon, terdiri atas Kecamatan Harjamukti, Kecamatan Lemahwungkuk, Kecamatan Pekalipan, Kecamatan Kesambi, dan Kecamatan Kejaksan; dan n. Kabupaten Kuningan, terdiri atas Kecamatan Pancalang, Kecamatan Cilimus, Kecamatan Cigandamekar, Kecamatan Pasawahan, dan Kecamatan Mandiracan. I-7
Gambar Peta Delineasi Wilayah Jawa Barat bagian Utara I-8