BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang diproduksi oleh proses tubuh dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. Meskipun dalam kondisi tubuh yang ekstrem dan aktivitas fisik, mekanisme kontrol suhu manusia tetap menjaga suhu inti atau suhu jaringan dalam relatif konstan. Suhu permukaan berfluktuasi bergantung pada aliran darah ke kulit dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar (Perry, 2005) Pengukuran suhu tubuh merupakan komponen penting dari tanda vital yang diukur sebagai bagian dari pemeriksaan lengkap. Tetapi mungkin dapat diukur secara terpisah sebagai suatu cara cepat untuk melihat kondisi pasien atau mengenai suatu masalah. Tanda vital dan pengukuran fisiologis yang lain dapat menjadi dasar untuk pemecahan masalah klinis. Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan mengenai suhu tubuh yang normal dan dengan pandangan ini berarti bahwa seseorang apakah bagian tubuhnya panas atau dingin. Untuk orang dewasa tentunya akan menginformasikan melalui verbal, bila mengalami perubahan sebagai informasi subyektif dalam penilaian awal dan selanjutnya (Rosa, 1999). Reseptor suhu yang paling penting untuk mengatur suhu tubuh adalah banyak neuron peka panas khususnya yang terletak pada area preoptika hipotalamus. Neuron ini meningkatkan pengeluaran inpuls bila suhu 1
2 meningkat dan mengurangi inpuls yang keluar bila suhu turun. Selain neuron ini reseptor lain yang peka terhadap suhu adalah reseptor suhu kulit termasuk reseptor dalam lainnya yang juga menghantarkan isyarat terutama isyarat dingin ke susunan syaraf pusat panas untuk membantu mengontrol suhu tubuh Demam adalah peninggian suhu tubuh di atas 38,5 derajat celcius, yang dimaksud suhu tubuh ialah suhu bagian dalam tubuh seperti visera, hati, otak, dan lain-lain yang diukur sebagai suhu rektal, suhu aksila, dan suhu oral. Demam, khususnya pada anak disebabakan oleh berbagai hal, yaitu 50 persen disebabkan infeksi virus, 30 persen oleh ototis media, dan cuma dua persen karena infeksi serius. jika terjadi demam pada anak berumur kurang dari dua tahun, sebaiknya dilakukan pengukuran suhu rektal, karena anak pada usia ini belum dapat menahan termometer dalam mulutnya (Anonim, 2000). Alat utama yang dapat memberikan informasi obyektif dalam penilaian awal dan selanjutnya adalah termometer klinis, informasi dari semua ini dianalisa sehingga adanya permasalahan yang dapat ditentukan selagi pasien mengalaminya. Identifikasi permasalahan akan mempengaruhi tujuan yang ditentukan dan pilihan intervensi yang direncanakan oleh perawat. Menurut sumber bahwa terdapat variasi suhu pada berbagai bagian tubuh, suhu kulit tidak seragam dan hal ini disebabkan oleh variasi aktivitas dari jaringan yang berbeda-beda, karena itu akan ditemukan bahwa variasi suhu akan tergantung pada area yang diukur (Puji, 2001). Faktor-faktor lingkungan dan infeksi minor dapat menghasilkan suhu lebih tinggi pada bayi dan anak kecil dari pada anak-anak yang lebih besar dan
3 orang dewasa. Pada bayi yang sangat muda, demam merupakan salah satu tanda suatu gangguan. Pada anak usia bermain, kejang karena panas dapat sama dengan demam dan merupakan masalah yang penting. Ada dan tidaknya demam dan penyabab demam adalah penting dalam merencanakan asuhan keperawatan. Suhu tubuh harus diukur saat masuk kefasilitas perawatan kesehatan, sabelum dan sesudah pembedahan atau prosedur diagnostik invasif, selama dalam masa infeksi yang tidak teridentifikasi, setelah tindakan menurunkan demam, dan kadang-kadang pada bayi atau anak yang tampak merah mukanya, merasa hangat, atau letargi (Engel, Joyce, 1998). Pada bayi tidak dapat mengatur suhu tubuh mereka seperti yang dilakukan oleh orang dewasa. Sehubungan dengan belum matangnya mekanisme pengaturan panas dan juga perkembangan yang belum matang. Bayi mempunyai laju metabolik yang tinggi dan karena suhu mereka mungkin lebih tinggi dari keadaan normal. Ada ketidakmampuan perkembangan untuk mengatur suhu tubuh pada bayi. Bayi muda atau kecil karena belum matangnya hipotalamus dan sistem saraf otonom. Ketidakmampuan mengatur suhu tubuh dapat ditetapkan sepanjang masa anak usia bermain (Toddler) sampai dengan usia 3 tahun. Bayi dan anak kecil ini berisiko terjadinya kejang demam sampai usia ini (Helen, 1999). Pengukuran suhu tubuh pada anak usia 1-3 tahun dapat mengunakan berbagai cara yaitu pengukuran suhu pada ketiak (axilla) dan rektal (anus). umumnya pada bayi umur 2 tahun suhu dapat diukur di rektal (Latif, 2000). Pada dasarnya hasil pengukuran di rektal dan axsila mempunyai hasil yang
4 berbeda, hal ini disebabkan karena selain di tempat pengukuran yang berbeda juga dipengaruhi oleh tingkat kepekaan, dimana hasil pengukuran di rektal lebih peka karena berada pada dinding pembuluh darah. Pada pengukuran ketiak dianjurkan karena lebih aman, bersih dan mudah dilakukan. Hal ini tidak menimbulkan resiko pada neonatus, meskipun memerlukan waktu sedikit lebih lama dan dari pada pengukuran suhu di rektal. Sedangkan pengukuran di rektal karena daerah tersebut banyak pembuluh darah walaupun sekarang sudah dianjurkan untuk menghindari oleh karena dapat menyebabkan trauma pada pembuluh-pembuluh darah apabila dilakukan secara berulang (Latif, 2000). Berdasarkan data yang didapatkan dari Rumah Sakit Roemani Semarang pada bulan Januari 2008 didapatkan hasil terdapat 57 pasien yang berumur 1-3 tahun, dimana setiap pasien dilakukan pengukuran suhunya dengan mengunakan pengukuran di rektal ataupun di axilla, dimana dari hasil pengukuran yang telah dilakukan dengan hasil spesifik pada di rektal. Berdasarkan fenomena tersebut maka penulis mencoba untuk melakukan perbandingan pengukuran suhu tubuh di rektal dan axila pada pasien di ruang Lukman umur 1-3 tahun di Rumah Sakit. Roemani Semarang. B. Perumusan Masalah Dari uraian di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan adalah: adakah perbedaan hasil pengukuran suhu tubuh di rektal dan axila pada pasien ruang Lukman umur 1-3 tahun di Rumah Sakit. Roemani Semarang.
5 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui perbedaan hasil pengukuran suhu tubuh di rektal dan axila pada pada pasien ruang Lukman umur 1-3 tahun di Rumah Sakit. Roemani Semarang. 2. Tujuan khusus a. Mengambarkan hasil pengukuran suhu tubuh di rektal pada pasien ruang Lukman umur 1-3 tahun di Rumah Sakit. Roemani Semarang. b. Mengambarkan hasil pengukuran suhu tubuh axila pada pasien ruang Lukman umur 1-3 tahun di Rumah Sakit. Roemani Semarang. c. Mengetahui perbedaan hasil pengukuran suhu tubuh di rektal dan axila pada pada pasien ruang Lukman umur 1-3 tahun di Rumah Sakit. Roemani Semarang D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Rumah Sakit Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan petunjuk yang tepat tentang pemilihan pengukuran suhu tubuh pada anak usia 1-3 tahun yang mengalami kesulitan pengambilan suhu tubuh di ketiak. 2. Bagi institusi pendidikan Dapat dijadikan wahana baru tentang tempat pengukuran suhu tubuh selain di axila dan oral.
6 3. Bagi pasien anak usia 1-3 tahun Diharapkan dapat menjadi dasar dalam pengukuran suhu tubuh dalam beberapa macam. 4. Bagi penulis Sebagai langkah awal dalam proses untuk dapat dikembangkan dan dijadikan acuan penelitian selanjutnya dan merupakan metode dan konsep untuk metode penelitian. E. Bidang Keilmuan Bidang keilmuan yang terkait dengan penelitian adalah Ilmu Keperawatan kesehatan anak dan ketrampilan pediatrik.