BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia pendidikan Indonesia saat ini sangat membutuhkan sosok pendidik yang mempunyai dedikasi yang tinggi dalam menjalankan tugas profesionalnya. Namun pada kenyataannya sebagian guru masih enggan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, cenderung pada metode klasik (ceramah dan tanya jawab) dalam menyampaikan materi pembelajaran. Terbukti dengan pengkajian yang telah dilakukan oleh Tim PPPG Matematika Yogyakarta (2001: 12) menghasilkan temuan bahwa 84% guru matematika SLTP masih sering menggunakan metode tanya jawab. Selain itu, 76% guru matematika SLTP juga masih sering menggunakan metode ceramah. Bahkan, setelah ceramah dan tanya jawab, sang guru kelihatannya juga terbiasa dengan menggunakan metode pemberian tugas. Hal ini terlihat 65% guru matematika SLTP juga biasa menggunakan metode pemberian tugas tersebut. Hal ini tentunya berdampak dengan tingkat kesulitan belajar siswa dalam menangkap materi yang disampaikan. Pembelajaran matematika selama ini kurang memberikan perhatian terhadap pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah matematis. Padahal, kedua kemampuan ini sangat penting, karena dalam kehidupan sehari-hari setiap orang selalu dihadapkan pada berbagai masalah yang harus dipecahkan dan menuntut pemikiran kreatif untuk menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapi. Untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika, salah satunya siswa memerlukan pengalaman dalam menyelesaikan suatu permasalahan matematika. Agar siswa dapat mengalami sendiri bagaimana menyelesaikan suatu permasalahan,maka siswa memerlukan kegiatan menyelesaikan maslah itu sendiri. Setelah melakukan rangkaian kegiatan tersebut, diharapkan siswa secara mandiri dapat menyelesaikan masalah lain dengan langkah yang sistematis agar diperoleh pemecahan masalah matematika yang tepat. 1
Sementara itu, menurut Prastowo ( 2011 ) dalam realitas pendidikan di lapangan, kita lihat banyak pendidikan yang masih menggunakan bahan ajar yang konvensional, yaitu bahan ajar yang siap pakai, tinggal beli, instan, serta tanpa upaya merencanakan, menyiapkan, dan menyusunnya sendiri. Dengan demikian, resikonya sangat dimungkinkan bahan ajar yang mereka pakai itu tidak kreatif, tidak menarik, monoton, dan tidak sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Bentukbentuk bahan ajar konvensional biasanya seperti buku-buku teks pelajaran yang diperjualbelikan di toko-toko buku, buku sumbangan dari pemerintah, dan atau LKS yang dibeli melalui para penyalur yang sering datang ke sekolah-sekolah. Menurut penelitian M. Jamaludin ( 2012 ) pengamat perbukuan dan direktur Yayasan Buku Cerdas Jakarta, ada lima kelemahan buku teks. Lima kelemahan tersebut yaitu bahasa, desain grafis, metodologi penulisan, dan strategi indexing, penggunaan referensi lama. Akibatnya, siswa sulit memahami buku yang dibacanya, kurang motivasi belajar siswa. Dengan kondisi pembelajaran yang demikian maka sulit diharapkan pencapaian tujuan pembelajaran secara optimal. Penggunaan lembar kerja siswa ( LKS ) sebagai pendamping dalam pembelajaran matematika kurang dapat memenuhi kebutuhan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika yang optimal. Misalnya ketika siswa membutuhkan pengantar pemahaman materi yang memerlukan penalaran, LKS tidak menyediakan ilustrasi ataupun permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Penyajian materi LKS hanya berupa ringkasan materi yang tentunya tidak cukup sebagai referensi pembelajaran matematika, sedangkan siswa memerlukan pemaparan materi yang memungkinkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pengalaman belajar siswa dapat diperoleh tidak hanya dari kelas, siswa dapat belajar dari lingkungan sekitar kapanpun dan dimanapun ia berada. Tetapi belajar dengan fokus materi tertentu bisa didapatkan siswa dari buku pelajaran dengan fasilitas seorang pengajar/guru. Oleh karena itu perlu dibuat sumber belajar yang dapat menggabungkan materi dan pengajaran komunikatif untuk memberikan pengalaman belajar pada masing-masing siswa. Sumber belajar diharapkan dapat memenuhi kebutuhan belajar siswa dan dapat menyesuaikan dengan kecepatan pemahaman masing-masing siswa. Sumber belajar tersebut paling tidak memuat 2
materi matematika tertentu, memuat kegiatan pembelajaran, lembar kerja siswa, dan pedoman guru untuk memanfaatkan sumber belajar tersebut dalam pembelajaran. Solusi yang perlu dipertimbangkan adalah penggunaan bahan ajar modul dalam proses pembelajaran. Dengan sistem pembelajaran modul ini, siswa mendapat kesempatan lebih banyak untuk belajar sendiri, membaca uraian, dan petunjuk di dalam lembaran kegiatan, menjawab pertanyaanpertanyaan serta melaksanakan tugas-tugas yang harus diselesaiakan dalam setiap tugas. Modul merupakan suatu unit program pengajaran yang disusun dalam bentuk tertentu untuk keperluan belajar. Menurut makna istilah asalnya modul adalah alat ukur yang lengkap, merupakan unit yang dapat berfungsi secara mandiri, terpisah, tetapi dapat berfungsi sebagai kesatuan dari seluruh unit lainnya. Pada kenyataannya modul merupakan jenis kesatuan kegiatan belajar yang terencana, dirancang untuk membantu para siswa secara individual dalam mencapai tujuan belajarnya Sudjana ( 1989 ). Modul yang dikembangkan harus mampu meningkatkan motivasi peserta didik dan efektif dalam mencapai kopetensi yang diharapkan. Untuk menghasilkan modul yang baik, ada lima kriteria yang ditetapkan oleh Depdiknas ( 2008 ) dalam buku yang diacu ditulis oleh Asyhar (2012) yaitu Self Instructional, Self Contained, Stand Alone, Adaptive, User Friendly. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pembahasannya sebagai berikut: Self Instructional; yaitu mampu membelajarkan peserta didik secara mandiri. Self Contained; yaitu materi belajar dari satu unit kompetensi atau sub kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu modul secara utuh. Stand Alone ( berdiri sendiri ); yaitu modul yang dikembangkan tidak tergantung pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan media pembelajaran lain. Adaptive; modul hendaknya dapat menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel digunakan. User Friendly; modul hendaknya bersahabat dengan pemakainya artinya penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti serta penampilan gambar yang sesuai dengan selera peserta didik, itu merupakan salah satu bentuk User Friendly. 3
Setelah memahami permasalahan-permasalahan di atas, peneliti termotivasi untuk mengembangkan sumber belajar yang dapat meminimalkan suasana kurang kondusif dalam pembelajaran. Pengembangan modul matematika merupakan salah satu langkah untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa yang sangat penting untuk membangun fondasi bagi keilmuan matematika dan keimuan lain yang dipelajari siswa pada tahap lebih lanjut. Oleh karena itu peneliti mengambil judul Pengembangan Modul Matematika Dengan Pendekatan Saintifik Tentang Garis Dan Sudut di SMP Muhammadiyah 06 Dau. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah: Bagaimana pengembangan modul matematika dengan pendekatan saintifik matematika sebagai bahan ajar pada materi pokok garis dan sudut SMP Muhammadiah 06 Dau? 1.3 Pembatasan Masalah Mengingat keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki peneliti, maka penelitian ini difokuskan pada pengembangan modul pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik tentang garis dan sudut di Smp Muhammadiyah 06 Dau. Modul ini dikembangkan dari buku-buku teks kelas VII SMP. Pengujian validitas modul dan respon dari siswa dengan mengunakan uji coba terbatas. 1.4 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian pengembangan ini adalah: Mengembangkan modul matematika dengan pendekatan saintifik sebagai bahan ajar pada materi pokok garis dan sudut di SMP Muhammadiah 06 Dau. 4
1.5 Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Hasil pengembangan modul ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran dalam merangsang siswa untuk berfikir mandiri berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. Dan mampu membantu guru dalam mewujudkan pembelajaran matematika yang berpusat pada kegiatan siswa. b. Manfaat Praktisi Secara umum Hasil pengembangan modul ini diharapkan mampu memotivasi seluruh guru di indonesia untuk memaksimalkan media pembelajaran khususnya di kelas VII SMP. 1.6. Definisi Operasional Definisi operasional ini dimaksudkan agar tidak terjadi salah penafsiran serta membatasi ruang lingkup permasalahan terhadap judul penelitian dan memberikan gambaran jelas tentang arahan dan tujuan penelitian. Adapun istilah yang ditegaskan dalam penelitian a. Pendekatan merupakan titik awal dalam memandang sesuatu, suatu filsafat, atau keyakinan yang kadang kala sulit membuktikannya. b. Saintifik adalah pembelajaran yang mengadopsi langka-langka saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. c. Pendekatan saintifik adalah suatu proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar siswa dapat mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengasosiasi, dan mengomunikasikan hasil belajar. d. Modul adalah suatu bahan ajar cetak yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan atau tampa seorang guru 1.7. Krangka Konsep Setiap jenjang pendidikan mempunyai tujuan sendiri-sendiri dalam mempelajari pelajaran matematika, seperti halnya SMP. Tujuan pembelajaran matematika di SMP adalah lebih menekankan pada keterampilan, penalaran dan pembentukan sikap ( Hamalik : 1999 ). 5
Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan rencana pembelajaran yang di dalamnya terdapat standar isi, sumber belajar dan metode pembelajaran yang akan digunakan. Sumber belajar sangat penting artinya dalam menyusun suatu bahan ajar. Hal ini karena sumber belajar merupakan sumber dari bahan-bahan untuk pembuatan bahan ajar. Maka dari itu sebagai seorang pendidik kita dituntut untuk dapat secara kreatif mendesain suatu bahan ajar. Pengembanagan modul dengan pendekatan saintifik merupakan salah satu contoh bahan ajar yang dikembangkan. Modul itu sendiri harus dapat memandu siswa untuk melakukan kegiatan proses belajar dengan atau tampa guru. Dengan pengembangan modul ini siswa dapat mengukur sendiri tingkat penguasaan mereka terhadapa materi yang dibahas, sehingga apabila mereka telah menguasainya, maka mereka akan diminta untuk mempelajarinya kembali. Setelah rencana pembelajaran itu selesai dilaksanakan maka tahap berikutnya yaitu melakukan uji coba terbatas untuk mengukur atau menilai kelayakan bahan ajar yang dikembangkan, dan melihat respon siswa. kemudian tahap selanjutnya yaitu evaluasi terhadap bahan ajar yang dibuat. Tujuan Pembelajaran Rencana Pembelajaran Isi Cara Sumber Pendekatan saintifik Modul Implementasi Gambar 1.1 Kerangka Konsep Respon Siswa Evaluasi 6