BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa percakapan yang terjadi dalam ranah hukum, khususnya dalam penelitian ini persidangan pidana agenda keterangan saksi, memiliki struktur percakapan yang berbeda dengan percakapan pada umumnya. Terdapat beberapa hal yang membedakan percakapan dalam persidangan pidana dengan percakapan lain, yaitu: pertama, jumlah peserta tutur dalam persidangan pidana agenda mendengarkan keterangan saksi sekurangkurangnya terdiri dari tujuh peserta tutur yang meliputi hakim ketua, hakim anggota pertama, hakim anggota kedua, jaksa penuntut umum, penasihat hukum, terdakwa, dan saksi. Selain dari segi jumlah, masing-masing peserta tutur yang terlibat dalam percakapan di persidangan pidana memiliki kedudukan yang berbeda. Kedudukan hakim ketua lebih tinggi dibandingkan jaksa penuntut umum dikarenakan hakim ketua bertindak sebagai pemimpin sidang dan memegang peran aktif sebagai interogator sehingga porsi hakim ketua dalam percakapan lebih dominan dibandingkan dengan peserta persidangan lainnya. Kedua, terdapat pergantian peran sebagai penutur dan mitra tutur percakapan dalam persidangan pidana. Ketika hakim ketua bertanya kepada saksi pertama maka peran penutur adalah hakim ketua dan mitra tutur adalah saksi pertama, namun ketika jaksa penuntut umum bertanya kepada saksi pertama maka peran penutur adalah jaksa penuntut umum dan mitra tutur adalah saksi pertama. Ketiga, persidangan pidana termasuk dalam tahapan 89
90 perkara pidana dalam pengambilan putusan perkara sehingga persidangan pidana merupakan suatu proses yang penting dan wajib dilakukan oleh seluruh pihak yang terlibat di dalamnya. Ketika keterangan yang diberikan oleh saksi tidak menjawab pertanyaan yang diajukan oleh majelis hakim, maka majelis hakim akan melakukan tindakan yang bersifat memaksa melalui tuturan agar saksi memberikan keterangan yang sebenarnya. Seperti pada percakapan pada umumnya, percakapan dalam persidangan pidana memiliki struktur percakapan yang terdiri atas giliran wicara, pasangan berdampingan, dan tahapan percakapan. Giliran wicara percakapan dalam persidangan pidana agenda keterangan saksi di Pengadilan Negeri Yogyakarta meliputi interupsi, tumpang tindih, dan jeda. Interupsi yang terjadi dalam percakapan di Pengadilan Negeri Yogyakarta disebabkan karena beberapa hal: (a) baik penutur maupun mitra tutur tidak mau menunggu giliran bicara; (b) baik penutur maupun mitra tutur terpancing emosi dalam percakapan yang sedang berlangsung sehingga tidak mau menunggu partisipan selesai berbicara; (c) penutur secara tidak langsung memberikan kontrol terhadap jawaban yang dituturkan oleh mitra tutur agar tidak menyimpang dari percakapan. Terdapat pula tumpang tindih yang terjadi dalam persidangan pidana agenda keterangan saksi di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Berbeda dengan interupsi yang merupakan kesengajaan atau dilakukan secara sadar, maka tumpang tindih dilakukan secara tidak sadar karena penutur maupun mitra tutur mengira partisipan lain sudah menyelesaikan tuturannnya. Jeda yang terjadi dalam persidangan pidana agenda keterangan saksi di Pengadilan Negeri Yogyakarta mengandung empat kemungkinan yang akan
91 terjadi: (a) penutur atau mitra tutur ingin merespon tuturan yang diutarakan oleh mitra tuturnya dan begitu pula sebaliknya; (b) penutur atau mitra tutur mempertimbangkan akan melanjutkan tuturannya atau tidak; (c) penutur atau mitra tutur ingin mengoreksi tuturannya; (d) penutur atau mitra tutur ingin mengganti topik pembicaran atau tidak melanjutkan topik pembicaraan yang sedang terjadi. Terdapat pasangan berdampingan pada percakapan dalam persidangan pidana agenda keterangan saksi di Pengadilan Negeri Yogyakarta yang terdiri atas delapan pasangan, yaitu: (a) pertanyaan akan menimbulkan respon jawaban, (b) penawaran akan menimbulkan respon penerimaan, (c) persilaan akan menimbulkan respon penerimaan, (d) pengonfirmasian akan menimbulkan respon pengiyaan/pembenaran, (e) usulan akan menimbulkan respon persetujuan, (f) sambutan/sapaan akan menimbulkan respon sambutan/ sapaan, (g) keluhan akan menimbulkan respon permintaan maaf, dan (h) penyalahan akan menimbulkan respon sangkalan. Selain kedelapan pasangan berdampingan yang mendapatan respon yang sesuai, terdapat pula pasangan berdampingan yang mendapatkan respon yang tidak diharapkan dalam persidangan pidana agenda keterangan saksi di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Respon yang tidak diharapkan tersebut meliputi pengonfirmasian yang tidak menimbulkan respon pengiyaan/, usulan yang tidak menimbulkan respon persetujuan, dan penyalahan yang tidak menimbulkan respon sangkalan. Pra-urutan percakapan dalam persidangan pidana agenda keterangan saksi di Pengadilan Negeri Yogyakarta terdiri dari: (a) kalimat ajakan awal; (b) kalimat permintaan awal; dan (c) kalimat pemberitahuan awal. Pada bagian pra-urutan
92 percakapan hakim ketua lebih mendominasi karena hakim ketua sebagai pemimpin persidangan sehingga hakim ketua yang bertugas untuk menuturkan ajakan awal, permintaan awal, dan pemberitahuan awal. Pada persidangan pidana agenda keterangan saksi di Pengadilan Negeri Yogyakarta ditemukan pula sisipan yang terdapat disela-sela percakapan. Hakim anggota banyak memberikan sisipan pada tuturannya karena hakim ketua sebagai interogator utama dalam persidangan merasa perlu memberikan sisipan berupa penjelasan-penjelasan singkat mengenai tata cara persidangan dan istilah-istilah hukum agar ketiga saksi mampu memberikan keterangan yang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pembuka dan penutup percakapan juga terdapat dalam persidangan di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Pembuka dan penutup tahapan percakapan dalam persidangan pidana dituturkan oleh hakim ketua, hakim anggota pertama, hakim anggota kedua, jaksa penuntut umum, penasihat hukum pertama, serta penasihat hukum kedua dikarenakan pejabat persidangan tersebut dalam persidangan pidana agenda keterangan saksi bertugas dan berkesempatan melakukan interogasi kepada saksi. Pada persidangan pidana agenda keterangan saksi di Pengadilan Negeri Yogyakarta terdapat pematuhan dan pelanggaran prinsip kerja sama. Pematuhan terhadap prinsip kerja sama meliputi pematuhan maksim kuantitas, pematuhan maksim kualitas, pematuhan maksim relevansi, dan pematuhan maksim cara. Pelanggaran terhadap prinsip kerja sama meliputi pelanggaran terhadap maksim kuantitas, pelanggaran terhadap maksim kualitas, pelanggaran terhadap maksim relevansi, dan pelanggaran terhadap maksim cara. Pematuhan dan pelanggaran prinsip kerja sama yang terjadi di persidangan pidana agenda keterangan saksi
93 tersebut disebabkan karena kurangnya kesadaran penutur maupun mitra tutur akan pentingnya kerja sama yang terjalin di dalam sebuah percakapan. Apabila penutur dan mitra tutur dapat bekerja sama dalam sebuah percakapan maka akan terjalin percakapan yang baik dan kualitas keterangan yang diberikan oleh saksi akan baik pula dan berguna untuk pengambilan keputusan final persidangan. 5.2 Saran Berdasarkan kesimpulan di atas dan demi penelitian sejenis, peneliti dengan segala keterbatasannya memberikan saran sebagai berikut: 1. Peneliti yang berminat untuk melakukan penelitian sejenis dianjurkan mengambil sampel percakapan dengan data lisan. Telah banyak penelitian sejenis yang diterapkan dalam berbagai kajian, seperti talk show, chatting, twitter dan sebagainya, namun data yang baik dalam analisis percakapan adalah data lisan yang masih asli sehingga peneliti dapat mendapatkan data yang lebih rinci mengenai struktur percakapan yang terdapat di dalamnya. 2. Peneliti yang ingin melakukan analisis percakapan harus dapat mengkaji struktur percakapan lebih dalam lagi. Peneliti selanjutnya dapat mengamati ciri-ciri dan faktor penyebab terjadinya sebuah tuturan yang dikategorikan ke dalam analisis struktur percakapan. 3. Penelitian kebahasaan tidak hanya dibatasi diterapkan untuk ranah bahasa atau pendidikan saja, namun masih banyak bidang lain yang dapat di eksplorasi dan membutuhkan peneliti bahasa untuk menggali ragam bahasa di berbagai kajian ilmu lainnya. Ranah hukum merupakan salah satu lahan
94 yang berpotensi untuk dikaji lebih dalam untuk penelitian kebahasaan lainnya.