BAB II DASAR TEORI 2. 1 Fotogrametri

dokumen-dokumen yang mirip
PENGAMBILAN DATA 2,5D UNTUK VISUALISASI KOTA 3D

BAB III PROSES PENGAMBILAN DATA 3D DARI FOTO UDARA DAN PENENTUAN NILAI BEDA TINGGI BANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA?

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Metode Titik Kontrol Horisontal 3.1. Metode Survei Klasik Gambar. Jaring Triangulasi

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN

LAPORAN PRAKTIKUM FOTOGRAMETRI DASAR PENGAMATAN PARALAKS FOTO UDARA

' Membaca Citra Dim Buffer(5228, 1269) As Single Open "K:\Visual_Basic\Data\darisurfer6" For Binary Access Read As #1

3/17/2011. Sistem Informasi Geografis

Tujuan. Model Data pada SIG. Arna fariza. Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 4/7/2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengertian Sistem Informasi Geografis

Model Data GIS. Arif Basofi PENS 2014

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

9. PEMOTRETAN UDARA. Universitas Gadjah Mada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

1.1 Latar Belakang Volume penggalian dan penimbunan suatu material merupakan hal yang penting dalam banyak pekerjaan teknik dan pertambangan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Jenis Peta menurut Skala. Secara umum, dasar pembuatan peta dapat dinyatakan seperti Gambar 2.1

BAB II DASAR TEORI. 2.1 DEM (Digital elevation Model) Definisi DEM

Model Data Spasial. by: Ahmad Syauqi Ahsan

PEMANFAATAN DATA SPACIAL UNTUK REFRENSI KERUANGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud 1.2 Tujuan

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA LAHAN (Kuliah ke 12)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA

MODEL DATA SPASIAL DALAM SIG

3.3.2 Perencanaan Jalur Terbang Perencanaan Pemotretan Condong Perencanaan Penerbangan Tahap Akuisisi Data...

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

LAPORAN PRAKTIKUM FOTOGRAMETRI I (Individu)

BAB 2 STUDI REFERENSI. Gambar 2-1 Kamera non-metrik (Butler, Westlake, & Britton, 2011)

BAB V TINJAUAN MENGENAI DATA AIRBORNE LIDAR

3. KAMERA UDARA. 12 inchi=304,8mm 8,25 inchi = 209,5 mm 6 inchi = 152,4 mm 3,5 inch = 88,9 mm Universitas Gadjah Mada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. Prakata Bab 1 Pendahuluan 1

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) FOTOGRAMETRI OLEH: DRS. ZUHARNEN, M.S.

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang

LAPORAN PRAKTIKUM III Model Terrain Digital (MTD)

BAB III IMPLEMENTASI METODE CRP UNTUK PEMETAAN

BAB IV ANALISIS. Ditorsi radial jarak radial (r)

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO

Materi : Bab II. KARTOGRAFI Pengajar : Ir. Yuwono, MS

KONSEP MANAJEMEN BASIS DATA Sistem Informasi Geografis

Computer Graphic. Output Primitif dan Algoritma Garis. Erwin Yudi Hidayat. Computer Graphics C Version 2 Ed by Donald Hearn

Informasi Geografis untuk Kepadatan Lalu Lintas

Apa itu DATA? Apa bedanya DATA & INFORMASI?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Grafik Komputer : Konsep 3 Dimensi

TAHAPAN STUDI. Gambar 3-1 Kamera Nikon D5000

BAB III PENGOLAHAN DATA

Teknik Informatika UNIVERSITAS DEHASEN BENGKULU. Hari Aspriyono, S.Kom

PEMBUATAN MODEL TIGA DIMENSI (3D) SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK VISUALISASI WILAYAH KOTA

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

LAYERING INFORMASI PETA DAN TABULASI UNTUK INFORMASI KEPADATAN LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Aplikasi Pembesaran Citra Menggunakan Metode Nearest Neighbour Interpolation

Session_02 February. - Komponen SIG - Unsur-unsur Essensial SIG. Matakuliah Sistem Informasi Geografis (SIG)

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

Jurusan Teknik Geodesi dan Geomatika FT UGM TGGM KARTOGRAFI DIGITAL. Oleh Gondang Riyadi. 21 March 2014 Kartografi - MGR

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI

UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2013/2014

Pemetaan. sumber.hayati.laut

STEREOSKOPIS PARALAKS

Perbandingan Penentuan Volume Suatu Obyek Menggunakan Metode Close Range Photogrammetry Dengan Kamera Non Metrik Terkalibrasi Dan Pemetaan Teristris

Computer Graphic. Output Primitif dan Algoritma Garis. Erwin Yudi Hidayat.

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB IV. Ringkasan Modul:

Pengenalan Peta & Data Spasial Bagi Perencana Wilayah dan Kota. Adipandang Yudono 13

BAB III PENGOLAHAN DATA

BAB VI. Ringkasan Modul. Mengedit Data Vektor Membuat Setting Snap Menambah Feature Linier Menambahkan Feature Titik Menggunakan Koordinat Absolut

Pengumpulan dan Integrasi Data. Politeknik elektronika negeri surabaya. Tujuan

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Sistem Informasi Geografis (AK ) MODEL DATA SPASIAL

17.2 Pengertian Informasi Geografis

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Citra Satelit yang digunakan 4.2 Analisis Terhadap Peta Rupabumi yang digunakan

9. K omunikasi Bukti Bukti Secara Visual

Studi Perhitungan Jumlah Pohon Kelapa Sawit Menggunakan Metode Klasifikasi Berbasis Obyek

Operasi Geometri (1) Kartika Firdausy UAD blog.uad.ac.id/kartikaf. Teknik Pengolahan Citra

Isfandiar M. Baihaqi

Analisa Data Foto Udara untuk DEM dengan Metode TIN, IDW, dan Kriging

Sistem Informasi Geografis. Widiastuti Universitas Gunadarma 2015

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan mampu:

BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR

Sistem Informasi Geografis. Model Data Spasial

C I N I A. Survei dan Pemetaan Untuk Perencanaan Jaringan Gas Bumi Bagi Rumah Tangga Menggunakan Metode Terrestrial dan Fotogrametri Jarak Dekat

REGISTRASI PETA TUTORIAL I. Subjek Matter: 1.1 GEOFERENSING 1.2 COORDINAT GEOMETRIK (COGO)

III. METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

BAB II DASAR TEORI 2. Fotogrametri Salah satu teknik pengumpulan data objek 3D dapat dilakukan dengan menggunakan teknik fotogrametri. Teknik ini menggunakan foto udara sebagai sumber data utamanya. Foto udara hasil pemotretan menyediakan suatu alternatif dalam penyediaan informasi 3D yang akan digunakan dalam penentuan nilai tinggi suatu objek topografi misalnya bangunan. Kualitas informasi yang dihasilkan sangat tergantung dari kualitas citra sumber data tersebut. Gambar 2-. Konsep Dasar Fotogrametri [Bobby Santoso,2004] 5

2.. Pengamatan Stereoskopik Pengamatan stereoskopik merupakan pengamatan daerah pertampalan sepasang foto udara yang akan membentuk suatu model stereo tiga dimensional. Pertampalan foto udara terjadi karena adanya hubungan antar foto di sepanjang garis sejajar yang disebut jalur terbang. Foto- foto tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga daerah yang digambarkan oleh foto udara yang berurutan di dalam satu jalur terbang menggambarkan sebagian daerah yang tergambar pada foto sebelumnya. Pengamatan foto stereoskopik dapat dilakukan dengan bantuan alat optik, dengan menggunakan prinsip mata kiri melihat objek pada foto kiri dan mata kanan melihat objek yang sama pada foto kanan. Hal tersebut biasanya digunakan pada daerah yang bertampalan sehingga dihasilkan daerah stereo (model). Ada beberapa persyaratan untuk dapat melihat pasangan foto secara stereoskopik, yaitu [Wolf, 995]:. daerah yang akan diamati secara stereoskopik difoto dari eksposur yang berbeda yaitu pada daerah pertampalannya. 2. skala dari kedua foto kurang lebih sama. 3. pasangan objek pada foto kiri dan kanan dan kedua mata kurang lebih harus dalam satu bidang yang sama atau sumbu optik kedua mata harus satu bidang. 2..2 Restitusi Foto Udara Restitusi (restitution) dapat diartikan sebagai rekonstruksi foto udara dari hasil rekaman pasangan foto dalam 2D menjadi model 3D yang benar seperti pada saat pemotretan dilakukan. Model visualisasi ini kemudian dapat digunakan sebagai sumber pengadaan data spasial yang terkait dengan pembuatan peta. Pembentukan model 3D dari pasangan foto dilakukan melalui tahapan sebagai berikut : Orientasi dalam (inner orientation), Orientasi relatif (relative orientation), dan Orientasi absolut (absolute orientation). 6

a. Orientasi Dalam Orentasi dalam pada hakekatnya adalah merekonstruksi berkas sinar dari foto udara seperti pada saat foto tersebut diambil oleh kamera. Berkas sinar yang berpasangan tersebut disimulasikan dengan memproyeksikan pasangan foto positifnya menggunakan proyektor. b. Orientasi Relatif Orientasi relatif merupakan penentuan kemiringan dan posisi relatif dua buah foto pasangan stereo. Dimana sasaran orientasi relatif ini adalah mengorientasikan dua buah foto sehingga setiap pasangan sinar yang sekawan dari dua foto tersebut berpotongan pada ruang. Orientasi ini dapat dilakukan jika lima pasang sinar sekawan dari sepasang foto berpotongan, sehingga setiap pasang berkas sinar pada kedua foto akan berpotongan. Sedangkan pasangan sinar ke-enam digunakan sebagai pengecekan/ukuran lebih. Bila minimal 5 pasang sinar dapat dipertemukan, maka seluruh pasangan sinar dari kedua berkas akan saling berpotongan membentuk model 3D fiktif. Pada instrumen restitusi analog yang dilakukan adalah menghilangkan paralaks y di 6 titik standard (minimal 5 titik + titik untuk checking). Hasil model 3D yang terbentuk masih mempunyai kedudukan relatif dengan sistem koordinat sembarang. Oleh sebab itu proses ini disebut sebagai orientasi relatif. 7

Inner Orientation REKONSTRUKSI BERKAS SINAR FOTO KIRI DAN KANAN SECARA ANALOG MELIPUTI : PENEMPATAN DIAPOSITIF FOTO PADA PENYANGGA FOTO DI PROYEKTOR SEPERTI SAATDI KAMERA PENGESETAN PANJANG FOKUS PROYEKTOR = KAMERA PENYERTAAN DATA KALIBRASI 5 3 3 2 6 5 6 2 4 4 BERKAS SINAR KIRI DAN KANAN BELUM SALING BERPOTONGAN SATU DENGAN LAINNYA z y 3 5 4 2 6 model relatif x Relative Orientation PADA TAHAP INI ENAM PASANG SINAR (MINIMAL LIMA) DIPERTEMUKAN SECARA ANALOG DENGAN MENGELIMINASI PARALAKS Y PADA ENAM TITIK STANDARD ELIMINASI DILAKUKAN DENGAN MENGATUR KOMBINASI SETTING LIMA ELEMEN ORIENTASI, YAKNI ( Bx,by,bz) DENGAN CARA DIGITAL, ORIENTASI RELATIF DAPATMENGGUNAKAN SYARATKESEGARISAN (COLLINEARITY CONDITION) HASIL DARI ORIENTASI RELATIF BERUPA MODEL RELATIF YANG MASIH DALAM SISTEM KOORDINAT INSTRUMEN (LOKAL) Titik,2,3,4,5 & 6 adalah titik Standard atau titik Otto Von Gruber Absolute Orientation PADA TAHAP INI MODEL RELATIF DITRANSFORMASIKAN KE DALAM SISTEM DEFINITIF/ ABSOLUT. Z SECARA ANALOG DILAKUKAN DENGAN SCALLING DAN LEVELING SEDANG DENGAN CARA DIGITAL ADALAH DENGAN TRANSFORMASI SEBANGUN 3D UNTUK ORIENTASI ABSOLUT DIPERLUKAN TIGA ATAU EMPAT TITIK KONTROL DALAM SISTEM KOORDINATDEFINITIF/ TANAH HASIL DARI ORIENTASI ABSOLUT ADALAH MODEL ABSOLUTYANG SIAP UNTUK DIDIGITATAU PLOT A,B,C,D adalah titik KONTROL TANAH Y A B D X C model absolut Gambar 2.2. Visualisasi proses restitusi foto udara [Bobby Santoso,2004] 8

c. Orientasi absolut Dalam orientasi absolut, model 3D relatif yang masih dalam sistem koordinat instrumen (sebarang) di transformasikan ke dalam sistem definitif. Pada tahap ini diperlukan minimal 3 titik kontrol model yang ditentukan sebelumnya (lihat triangulasi udara). Proses orientasi absolut sebenarnya merupakan penyamaan antara koordinat model dengan koordinat tanah. Sehingga dalam orientasi ini akan terdapat proses leveling (penegakan) dan scaling (penyekalaan). Bila dilakukan secara numerik, maka yang rumus yang digunakan adalah transformasi sebangun 3D. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar 2-2. 2.2 Ekstraksi Data 3D Secara Fotogrametri Pada proses ekstraksi dilakukan pendigitasian yaitu suatu pekerjaan yang dilakukan untuk merubah bentuk data dari bentuk raster menjadi bentuk vektor. Pendigitasian dalam ekstraksi data 3D merupakan digitasi 3D dimana perubahan nilai ketinggian diperhatikan dan diperhitungkan dengan melakukan pengamatan 3D pada waktu pendigitan. Pengamatan secara 3D dilakukan pada suatu model stereo 3D sehingga semua objek yang terdapat pada model tersebut memiliki koordinat 3D. Lihat gambar 2-3 untuk contoh proses ekstraksi data foto udara. 9

Gambar 2-3. Contoh ekstraksi data dan pengambilan data tinggi pada fotogrametri. 0

2.3 Digital Terrain Model (DTM) Digital Terrain Model (DTM) adalah model digital dari tinggi relief bumi atau merupakan penggambaran model tinggi relief bumi dengan sebuah model di dalam computer. DTM bisa dipandang sebagai salah satu unsur dari peta digital. Namun realita menunjukkan bahwa masih banyak peta digital yang hanya berunsur planimetrik (2D) atau elevasi hanya merupakan satu atribut objek [Fahmi Amhar, 999]. Beberapa cara menyajikan objek topografi berdasarkan dimensi geometrinya [Indri Purnamawati, 2005]:. 2.5D : Objek topografi didefinisikan berdasarkan koordinat planimetrik. Setiap titik dalam koordinat 2 dimensi tersebut memiliki informasi ketinggian yang disimpan dalam data attribute sebagai informasi tambahan. 2. 3D : Semua informasi objek topografi berada dalam dimensi geometric 3 dimensi, terutama koordinat titik. Dengan menggunakan teknik pemodelan 3 dimensi yaitu solid modeling, objek-objek infrastruktur buatan manusia dapat disajikan secara 3 dimensi. Teknik pemodelan ini dapat dilakukan secara nonautomatic, semi-automatic maupun automatic. 2.3. Tinggi Titik (Spot Heights) Tinggi titik memberikan informasi ketinggian dengan tepat di suatu tempat. Tinggi titik dipakai sebagai pelengkap dari garis kontur untuk menyatakan unsurunsur permukaan bumi seperti tinggi rata- rata suatu dataran, tinggi terendah dari suatu jurang (cekungan) dan lain- lain. 2.4 Overlay Ada dua bentuk analisis ruang yang banyak digunakan untuk memperoleh informasi atau menarik kesimpulan dari beberapa data bereferensi ruang. Pertama adalah analisis numeris, yang dilakukan dengan menyerap data- data tersebut dalam bentuk numeris (yang merupakan nilai dari tiap klasifikasi data). Kedua adalah metode overlay, yang dilakukan dengan menggabungkan setiap data yang ada,

dengan kerangka/ referensi yang sama. Overlay antara lain juga dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu overlay poligon dan overlay grid. Grid sebenarnya merupakan salah satu bentuk satuan geografis, sehingga overlay grid dapat dilakukan secara numeris dengan menggunakan nomor sel grid sebagai referensi ruang. Overlay merupakan bagian dari proses pengelolaan data yang dapat memanfaatkannya untuk mencapai ketepatan dan kecepatan yang lebih tinggi. Dan sebagaimana secara manual overlay dapat bersifat polygon dan grid, teknik digital juga mengenal dua bentuk tersebut. Dalam teknik digital, secara umum dikenal dua jenis data grafis, yaitu data raster yang berupa sel- sel grid, dan data vektor yang dinyatakan dalam bentuk pasangan koordinat geografis. Data vektor sendiri mempunyai beberapa macam struktur data, yaitu data arc dan data point/ line/ polygon [Opisar Sujatmiko, 988].. Data arc : merupakan segmen garis tanpa label yang didefinisikan oleh simpul (node) pada kedua ujungnya. 2 3 4 5 22 2 Gambar 2-4. Contoh data arc 2. Data point, line, dan polygon : masing- masing merupakan titik, garis, dan area yang mempunyai label, dan tanpa node. 2

2 3 8 2 3 4 (8) 4 (9) 5 7 6 5 Gambar 2-5. Contoh data point, line, dan polygon Keterangan:,2,3, = point 2, 22 = node (8), (9) = nomor label Pelaksanaan overlay secara digital tidak lepas dari proses pemasukkan data dan manipulasi- manipulasi data dalam rangka mempersiapkan data- data yang siap untuk dioverlaykan. Prinsip overlay dapat dicontohkan seperti gambar 2-6. DTM polygon 3

Hasil overlay antara DTM dengan polygon Gambar 2-6. Contoh proses overlay data DTM dan data vektor. 2.5 Interpolasi Salah satu definisi mengenai pengertian interpolasi yaitu metode penentuan nilai yang didasarkan pada sejumlah nilai acuan (reference points) dengan pendekatan fungsi matematik. Dalam bidang Geodesi dan Geomatika, interpolasi selalu digunakan dalam setiap pemodelan yang berhubungan dengan relief bumi. Secara harfiah, istilah interpolasi diambil dari dua kata latin, yaitu inter yang berarti di antara (between) dan polire yang berarti perbaikan (polish atau refine) [Agus Hikmat, et. al, 999]. 4

H A H? A A? A H DTM DTM Titik A di permukaan bumi Titik A di atas DTM yang berbentuk piksel Gambar 2-7. Interpolasi Tujuan dilakukannya interpolasi yaitu misalnya jika ada sebuah titik A yang didapat dari ekstraksi data foto udara yang akan di tumpangsusunkan (overlaying) dengan data DTM, tidak tahu akan berada pada posisi piksel yang mana. Untuk itulah perlu adanya interpolasi agar titik A tersebut lebih tepat berada pada posisi piksel yang mana sehingga nilai H yang akan dicari bisa diketahui dengan menggunakan persamaan 3.: H = H DTM H A...persamaan (3.) Keterangan : H = Beda tinggi yang dicari H DTM = Tinggi DTM H A = Tinggi titik A Perhatikan gambar 2-7 di atas. Ada dua metode untuk melakukan proses interpolasi yaitu metode interpolasi tetangga terdekat (Nearest Neighbor Interpolation), interpolasi cubic menggunakan 5

empat piksel terdekat (Cubic Interpolation), dan interpolasi bicubic menggunakan 6 piksle terdekat (BiCubic Interpolation). 2.5. Metode Interpolasi Tetangga Terdekat (Nearest Neighbor Interpolation) Metode ini merupakan metode resampling paling sederhana. Prinsip dari metode ini yaitu bahwa nilai intensitas pixel pada koordinat baru ditentukan berdasarkan nilai intensitas pixel pada koordinat asal yang terdekat. (x, y ) 2 (x 2, y 2 ) 3(x 3, y 3 ) 4(x 4, y 4 ) Gambar 2-8. Nearest Neighbor Interpolation Keterangan:,2,3,4 = titik tengah piksel r = titik yang akan dicari nilai tingginya x r, y r = koordinat titik r Formulasi yang digunakan dalam penentuan metode interpolasi nearest neighbor ini yaitu [ERDAS, 999]: Vr = Vm...persamaan (3.2) Dimana : Vr = Nilai tinggi DTM titik r yang dicari Vm = Nilai tinggi DTM titik tengah piksel yang terdekat 6

Jadi sesuai dengan gambar di 2-8 maka nilai tinggi DTM titik (x r, y r ) = nilai tinggi DTM titik tengah piksel. 2.5.2 Metode Interpolasi Cubic (Cubic Interpolation) Metode ini menginterpolasikan nilai DTM pada dua jarak orthogonal pada citra DTM yang terdiri dari empat pixel. Nilai DTM dihitung setelah dilakukan pembobotan jarak pixel pada citra DTM dengan keempat pixel yang mengelilinginya. (x, y ) 2 (x 2, y 2 ) 3 (x 3, y 3 ) 4 (x 4, y 4 ) Gambar 2-9. Cubic Interpolation Dimana:,2,3,4 = titik tengah piksel r = titik yang akan dicari nilai tingginya x r, y r = koordinat titik r dx = jarak antara x dengan x r dy = jarak antara y dengan y r D = jarak antar piksel Persamaan yang digunakan dalam penentuan metode interpolasi bilinear ini yaitu [ERDAS, 999] 7

4 ( D dx)( D dy) Vr = Vi D D i=...persamaan (3.3) Dimana: Vr = Nilai tinggi titik r yang dicari Vi = Nilai tinggi DTM titik tengah piksel ke-i Untuk menghitung nilai beda tinggi yang ingin dicari gunakan persamaan 3.. 2.5.3 Metode Interpolasi BiCubic (BiCubic Interpolation) Gambar 2-0. BiCubic Interpolation Metode ini pada prinsipnya sama dengan metode interpolasi cubic. Perbedaannya terletak pada jumlah pixel yang digunakan. Metode bicubic menggunakan enam belas pixel di sekitar titik interpolasi. Perhatikan gambar 2-0 di atas. Untuk menghitung nilai tinggi/ DTM yang dicari dari titik ujung- ujung gedung gunakan persamaan 3.4 [Yuliana Herman,2005]. 8

6 Zi / Li^2 i= Vr = 6 persamaan (3.4) / Li^2 i= Dimana: Vr = Nilai tinggi DTM titik r yang dicari Li = Jarak antara piksel yang dicari dengan piksel baris ke-n, kolom ke-n yang mengelilinginya Zi = Nilai DTM piksel baris ke-n, kolom ke-n Disini diperlukan pembobotan jarak dari 6 piksel yang mengelilinginya dengan persamaan 3.5: W n = Li / L...persamaan (3.5) i= Dimana: W = Nilai bobot L = Jumlah jarak antara piksel yang dicari dengan keenam belas piksel yang mengelilinginya Untuk menghitung beda tinggi yang ingin dicari gunakan persamaan 3.. 9