II. TINJAUAN PUSTAKA. Chaer (2008:25) mengemukakan bahwa proses morfologi pada dasarnya adalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang

BAB II LANDASAN TEORI. Proses morfologis ialah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan

Jurnal Kata (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya) Januari 2014 KATA BERIMBUHAN DALAM LAPORAN PRAKERIN SISWA SMK NEGERI 2 BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM). Oleh karena itu, perkembangan sumber daya. pengetahuan maupun penguasaan tinggi sangat diperlukan.

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588).

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PROSES MORFOLOGIS DALAM BAHASA INDONESIA. (Analisis Bahasa Karya Samsuri) Oleh: Tatang Suparman

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

ANALISIS MAKNA AFIKS PADA TAJUK RENCANA KOMPAS DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia dan pada undang-undang

ANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS. MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Pustaka. Beberapa studi terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Analisis Kebutuhan dan Masalah Analisis Kebutuhan Analisis Masalah

ANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

AFIKSASI BAHASA MELAYU DIALEK NGABANG

BAB I PENDAHULUAN. menengah. Di antara keempat kegiatan berbahasa tersebut, menulis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGGUNAAN AFIKS PADA KARANGAN NARASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 TULANG BAWANG UDIK TAHUN AJARAN 2016/2017. (Skripsi) OLEH ISTI NURHASANAH

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. menanggapi sesuatu yang terjadi di sekitarnya juga berkembang. Dalam hal ini,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk

PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi kata morfologi berasal dari kata morf yang berarti bentuk dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah sistem, bahasa selain bersifat

VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODHANG EDISI JULI SAMPAI SEPTEMBER TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah

MASALAH-MASALAH MORFOLOGIS DALAM PENYUSUNAN KALIMAT SISWA KELAS XSMA WAHIDIYAH KEDIRI

Analisa dan Evaluasi Afiks Stemming untuk Bahasa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya

AFIKS DALAM BERITA UTAMA SURAT KABAR LAMPUNG POST. Oleh

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BUKU AJAR. Bahasa Indonesia. Azwardi, S.Pd., M.Hum

BAB 4 PENUTUP. saran-saran. Berikut ini diuraikan secara berturut-turut (1) simpulan dan (2) saran.

Proses Pembentukan Kata dalam Kumpulan Cerpen 1 Perempuan 14 Laki-Laki Karya Djenar Maesa Ayu

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BIDANG MORFOLOGI PADA MADING DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA JURNAL ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks

ANALISIS NOSI AFIKS DAN PREPOSISI PADA KARANGAN NARASI PENGALAMAN PRIBADI SISWA X-7 SMA MUHAMMADIYAH 1 SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

3. Menambah referensi dalam penelitian lainnya yang sejenis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENELURUSAN BENTUK BAKU KATA BAHASA INDONESIA

KESALAHAN AFIKS DALAM CERPEN DI TABLOID GAUL

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

PEMAKAIAN PREFIKS DALAM CERITA PENDEK DI MAJALAH ANEKA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Siti Zumrotul Maulida: Merubah, Mengobah atau...,

BAB I PENDAHULUAN. gambar. Dengan kata lain, komik adalah sebuah cerita bergambar.

Menurut Abdul Chaer setiap bahasa mempunyai sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal (Abd

KATA JAHAT DENGAN SINONIMNYA DALAM BAHASA INDONESIA: ANALISIS STRUKTURAL

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa-bahasa daerah di Indonesia mempunyai pengaruh dalam. Bahasa Karo, merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang masih

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN AFIKS PADA KARANGAN SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 SAMBI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Pemakaian Afiks pada Kumpulan Puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Karya Taufiq Ismail

PEMBENTUKAN KATA PADA LIRIK LAGU EBIET G. ADE

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang Relevan Sebelumnya

BENTUK DAN MAKNA VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA DALAM SARIWARTA PADA PANJEBAR SEMANGAT EDISI TAHUN 2011

ANALISIS AFIKSASI DALAM ALBUM RAYA LAGU IWAN FALS ARTIKEL E-JOURNAL. Muhammad Riza Saputra NIM

BAB I PENDAHULUAN. penuturnya. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai

ANALISIS MORFOLOGI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII D SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA. Naskah Publikasi Ilmiah

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia

BAB I PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam

URUTAN PEMEROLEHAN MORFEM TERIKAT BAHASA INDONESIA SISWA SEKOLAH DASAR NURHAYATI FKIP UNIVERSITAS SRIWIJAYA

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat

ARTIKEL JURNAL LINA NOVITA SARI NPM Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (Strata 1)

PROSES MORFOLOGIS PADA TERJEMAHAN AL QUR AN SURAT AR-RUM. NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi,

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BERBAHASA TATARAN MORFOLOGI DALAM SKRIPSI MAHASISWA PBSI IKIP PGRI MADIUN TAHUN AKADEMIK 2013/2014.

BAB II LANDASAN TEORI. tertulis (Marwoto, 1987: 151). Wacana merupakan wujud komunikasi verbal. Dari

Jurnal Sasindo Unpam, Volume 2, Nomor 2, Juli Afiksasi Dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda (Studi Kontrastif)

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam bab ini akan dipaparkan landasan-landasan teori yang telah ada dan menjadi pijakan dalam pelaksanaan penelitian ini.

BENTUKAN KATA DALAM KARANGAN BAHASA INDONESIA YANG DITULIS PELAJAR THAILAND PROGRAM DARMASISWA CIS-BIPA UM TAHUN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

ANALISIS FUNGSI DAN MAKNA PADA JUDUL BERITA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS EDISI OKTOBER 2014

BAB II LANDASAN TEORI. 2. Penelitian dengan judul Analisis Kesalahan Berbahasa pada Surat Pembaca

TINJAUAN MATA KULIAH MORFOLOGI BAHASA INDONESIA

Iin Pratiwi Ningsih Manurung Drs. Azhar Umar, M.Pd. ABSTRAK

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Morfologis Chaer (2008:25) mengemukakan bahwa proses morfologi pada dasarnya adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar melalui pembubuhan afiks (dalam proses afiksasi), pengulangan (dalam proses reduplikasi), penggabungan (dalam proses komposisi), pemendekan (dalam proses akronimisasi), dan pengubahan status (dalam proses konversi). Sejalan dengan pendapat tersebut, Alam Sutawijaya dkk (1996:35) mengemukakan bahwa proses morfologis adalah proses pembentukan morfem menjadi kata. Proses morfologis merupakan bagian dari linguistik yang dibahas dalam bidang morfologi. Morfologi dalam bidang linguistik membicarakan masalah bentukbentuk dan pembentukan kata (Chaer, 2008:3). Sejalan dengan pendapat tersebut, Ramlan (1985:19) mengemukakan bahwa morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap arti kata. Selanjutnya, menurut Samsuri (1987:190) morfologi membicarakan bentuk kata dengan menggabungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, penulis mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Ramlan karena penelitian ini membahas perubahanperubahan bentuk kata dan pengaruhnya terhadap arti kata.

11 Proses morfologis dalam bahasa Indonesia meliputi: (1) proses pembubuhan afiks; (2) proses pengulangan; dan (3) proses pemajemukan. Proses morfofonemik dalam bahasa indonesia hanya terjadi dalam afiks (morfem), baik prefiks, sufiks, infiks, maupun konfiks (Kridalaksana, 1996:183). Oleh karena itu, penulis membatasi penelitian ini pada proses pembubuhan afiks. 2.2 Proses Pembubuhan Afiks Proses pembubuhan afiks adalah pembubuhan afiks pada satuan-satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks, untuk membentuk kata (Ramlan, 1983:47). Pembubuhan afiks, artinya sebuah kata dasar apabila diberi imbuhan akan menjadi sebuah kata baru yang maknanya juga baru. Melalui proses pembubuhan ini akan menghasilkan kata berimbuhan. Dalam KBBI (2008: 692), kata berimbuhan adalah kata yang sudah mendapatkan imbuhan/afiks (prefiks, infiks, sufiks, atau konfiks). Sejalan dengan hal itu, Chaer (1998:45) mengemukakan bahwa kata berimbuhan adalah kata yang dibentuk dari kata dasar/bentuk dasar dengan imbuhan/afiks. Kata berimbuhan yang dibahas dalam penelitian ini adalah kata berimbuhan yang mengalami proses morfofonemik.

12 2.3 Kaidah Morfofonemik Morfofonemik atau morfofonemis adalah subsistem yang menghubungkan morfologi dan fonologi. Di dalamnya dipelajari bagaimana morfem direalisasikan dalam tingkat fonologi. Chaer (2008:43) mengemukakan bahwa morfofonemik adalah kajian mengenai terjadinya perubahan bunyi atau perubahan fonem sebagai akibat dari adanya proses morfologi, baik proses afiksasi, proses reduplikasi, maupun proses komposisi. Selanjutnya menurut Ramlan (1983:83) morfofonemik ialah mempelajari perubahan-perubahan fonem yang timbul sebagai akibat pertemuan morfem dengaan morfem lain. Proses morfofonemik dalam bahasa indonesia hanya terjadi dalam afiks (morfem), baik prefiks, sufiks, infiks, maupun konfiks (Kridalaksana, 1996:183). Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, penulis berpedoman pada pendapat yang dikemukakan oleh Ramlan karena penelitian ini membahas perubahanperubahan kata yang terjadi dari proses bertemunya morfem yang satu dengan morfem yang lain. Dalam uraian ini akan diikuti suatu urutan kata berimbuhan yang mengandung prefiks, konfiks, simulfiks, dan sufiks. 2.3.1 Prefiks atau awalan Menurut Chaer (2008 : 23) prefiks adalah afiks yang dibubuhkan di kiri bentuk dasar. Bentuk prefiks yaitu prefiks ber-, prefiks me-, prefiks di-, prefiks ter-, prefiks se-, dan prefiks ke-. Prefiks atau awalan adalah suatu unsur yang secara struktural diikatkan di depan sebuah kata dasar atau bentuk dasar (Keraf, 1984:94). Berikut ini uraian kaidah morfofonemik kata prefiks.

13 2.3.1.1 Morfofonemik Prefiks {men-} Prefiks {men-} dapat berubah bentuknya sesuai dengan fonem awal bentuk dasar diletakkannya. Adapun proses morfofonemiknya seperti berikut. 1. Prefiks{meN-} jika diikuti bentuk dasar yang berawalan dengan fonem /p/, /b/, /f/ bentuknya akan berubah menjadi {mem-}. Fonem /p/, /b/, /f/ akan luluh, kecuali pada beberapa bentuk dasar yang berasal dari kata asing yang masih mempertahankan keasingannya. Contoh : men- + paksa men- + fitnah men- + bawa memaksa memfitnah membawa Pada umumnya dasar yang bermula dengan fonem /f/ berasal dari bahasa asing dan perlu diperhatikan bahwa fonem /p/ dari paksa menjadi luluh ke dalam fonem /m/. Akan tetapi, peluluhan itu tidak terjadi jika fonem /p/ merupakan bentuk yang mengawali prefiks {per-} atau dasarnya berawal dengan {per-} dan {pe-} tertentu (Alwi, dkk., 2003:111). Contoh: men- + permainkan men- + pererat mempermainkan mempererat 2. Prefiks {men-} jika diikuti bentuk dasar yang berawalan dengan fonem /t/ atau /d/ bentuknya akan berubah menjadi {men-}. Contoh: men- + tari menari men- + tulis men- + tarik menulis menarik

14 Perlu diperhatikan bahwa fonem /t/, sperti yang terdapat pada kata tarik menjadi luluh ke dalam fonem /n/. Pada dasar yang dimulai dengan {ter-} seperti pada kata terinjak, fonem /t/ kadang-kadang luluh, kadang-kadang tidak. Dengan demikian, kata yang sering dipakai umumnya cenderung luluh, sedangkan yang jarang dipakai sering muncul tanpa peluluhan (Alwi, dkk., 2003:111). 3. Prefiks {men-} jika diikuti bentuk dasar yang berawal dengan fonem /c/, /s/, /j/ bentuknya berubah menjadi {meny-}. Contoh: men- + cuci mencuci men- + serang men- + jerat menyerang menjerat 4. Prefiks {men-} jika diikuti bentuk dasar yang berawalan dengan fonem /u/, /e/, /a/, /i/, /o/, /ə/, /k/, /g/, /h/, dan /x/ bentuknya berubah menjadi {meng-}. Contoh: men- + uap men- + keras men- + goyang menguap mengeras menggoyang 5. Prefiks {men-} jika diikuti bentuk dasar yang berawalan dengan fonem /y/, /r/, /l/, /w/, /m/, /n/, /ny/, /ng/ bentuknya berubah menjadi {me-}. Contoh: men- + yakin men- + lupakan men- + wariskan meyakinkan melupakan mewariskan 6. Prefiks {men-} jika diikuti bentuk dasar yang terdiri dari satu suku kata, bentuknya kan berubah menjadi {menge-}.

15 Contoh: men- + tik men- + cat mengetik mengecat 7. Prefiks {men-} jika diikuti bentuk dasar yang berawalan dengan fonem /k/, /g/, /x/, /h/ dan fonem vokal bentuknya berubah menjadi {meng-}. Contoh: men- + kejar men- + goreng men- + hilang men- + ajar men- + ikat men- + urut men- + ekor men- + obral mengejar menggoreng menghilang mengajar mengikat mengurut mengekor mengobral Makna prefiks {men-} Menurut Kridalaksana (1996: 40-67) prefiks {men-} berfungsi sebagai pembentuk verba, dan adjektiva. Makna yang terkandung dalam kata berimbuhan {men-} ialah makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas (Alwi, dkk., 2003:87). Makna prefiks {men-} pembentuk verba: 1. melakukan, contoh: melukis, menggoreng; 2. memakai, contoh: mencangkul, menjala; 3. hidup sebagai, hidup di, contoh: menjanda, menduda; 4. membuat, contoh: menumis, menjebak; 5. mengeluarkan, contoh: mengaum, mengonggong;

16 6. menuju ke..., contoh: mengudara, mendarat; 7. mencari atau mengumpulkan contoh: merotan, merumput; 8. menjadi, contoh: membantu, membentuk; 9. berlaku seperti atau menyerupai, contoh: membeo, menyemut. Makna prefiks {men-} pembentuk adjektiva: 1. menjadi, contoh: merakyat; dan 2. mengarah ke, contoh: mengurang, melebih. 2.3.1.2 Morfofonemik prefiks {pen-} 1. Prefiks {pen-} jika diikuti bentuk dasar yang berawal dengan fonem /p/, /b/, /f/ bentuknya berubah menjadi {pem-}. Contoh: pen- + pikir pen- + buat pen- + fitnah pemikir pembuat pemfitnah 2. Prefiks {pen-} jika diikuti bentuk dasar yang berawal dengan fonem /t/, /d/, /s/ maka bentuknya akan berubah menjadi {pen-}. Contoh: pen- + tari pen- + dosa pen- + survei penari pendosa pensurvei 3. Prefiks {pen-} jika diikuti bentuk dasar yang tidak berawal dengan fonem /s/, /c/, /j/ maka bentuknya berubah menjadi {peny-}. Contoh: pen- + sakit penyakit

17 4. Prefiks {pen-} apabila diikuti bentuk dasar yang terdiri dari satu suku kata maka bentuntuknya berubah menjadi {penge-}. Contoh: pen- + tik pen- + bom pengetik pengebom 5. Prefiks {pen-} apabila diikutti bentuk dasar yang berawal dengan fonem /y/, /r/, /l/, /w/ maka bentuknya akan berubah menjadi {pe-}. Contoh: pen- + yoga pen- + rasa pen- + lompat pen- + waris peyoga perasa pelompat pewaris 6. Prefiks {pen-} jika diikuti bentuk dasar yang berawalan dengan fonem /k/, /g/, /x/, /h/ dan fonem vokal bentuknya berubah menjadi {peng-}. Contoh: pen- + kejar pen- + garap pen- + hancur pen- + angkut pen- + ikat pen- + urut pen- + ekor pen- + obral pengejar penggarap penghancur pengangkut mengikat pengurut pengekor pengobral Makna prefiks {pen-} Prefiks {pen-} menimbulkan makna sebagai berikut:

18 (1) pelaku dengan kata lain dapat dikatakan menyatakan makna agentif. Makna ini terdapat dalam kata-kata: pelari, pemain, penembak, pengarang. (2) alat makna ini terdapat dalam kata-kata: pemotong, pemukul, pemancar. (3) menyatakan memiliki sifat yang tersebut pada kata dasar. Makna ini terdapat dalam kata-kata: penakut, periang, pemalas, pemalu. (4) yang menyebabkan adanya sifat yang tersebut pada bentuk dasar. Makna ini terdapat dalam kata-kata: pengeras, penguat, pendingin, pemanas, penghancur. 2.3.1.3 Morfofonemik Prefiks {ber-} (1) Prefiks {ber-} jika diikuti bentukndasar yang berawal dengan fonem /r/ atau /ər/ (suku pertama), bentuknya akan berubah menjadi {be-}. Contoh: ber- + rantai ber- + kerja berantai bekerja (2) Prefiks {ber-} jika diikuti bentuk dasar {ajar} maka bentuknya menjadi {bel-} Contoh: ber- + ajar belajar (3) Prefiks {ber-} jika diikuti bentuk dasar selain yang tersebut di atas, ialah bentuk dasar yang tidak berawal dengan fonem /r/ atau berakhir dengan suku pertama /ər/ dan bentuk dasarnya bukan morfem {ajar}, maka bentuknya tidak berubah.

19 Contoh: ber- + main ber- + malam bermain bermalam Makna prefiks {ber-} Prefiks {ber-}menurut Kridalaksana (1996: 44-84) berfungsi sebagai pembentuk verba, adjektifa, dan numeralia. Makna prefiks {ber-} pembentuk verba: 1. sedang mengerjakan, contoh: berjoget, berjudi, berlari; 2. mengusahakan sebagai mata pencaharian, contoh: berladang, berternak; 3. memanggil, contoh: berayah, beradik, bertuan; 4. memperoleh, menghasilkan contoh: beranak, berbunyi, berhasil; 5. menjadi atau berlaku seperti contoh: berhamba, bersitegang; 6. refleksi, contoh: berhias, bercukur; 7. memakai, comtoh: bersepatu, bercelana; 8. memunyai, contoh: bernama, beristri; 9. mengendarai contoh: bermobil, bersepeda; 10. dalam keadaan, contoh: bersedih, bersuka, berduka; 11. kumpulan/kolektif, contoh: berdua, berlima; 12. melakukan perbuatan, contoh: bermain, bekerja, belajar, dll.

20 2.3.1.4 Morfofonemik Prefiks {ter-} (1) Prefiks {ter-} berubah menjadi {te-}, jika bertemu dengan dasar fonem yang berawal /r/ atau suku pertama berakhir dengan /ər/. Contoh : teramah, terasa, terobek, dan lain-lain. (2) Prefiks {ter-} jika diikuti bentuk dasar selain yang tersebut di atas ialah bentuk dasar yang tidak berawal dengan fonem /r/ atau berakhir /ər/ pada suku pertama, maka bentuknya tidak berubah. Contoh: teringat, terpejam, terbuai, dan lain-lain. Makna Prefiks {ter-} Prefiks {ter-} menurut Kridalaksana (1996: 48) berfungsi sebagai pembentuk verba. Makna prefiks {ter-} pembentuk verba: 1. sudah di, perfektif, contoh: terikat, ternama, tersurat, tertulis 2. spontan/ tiba-tiba, contoh: terduduk, teringat,terkejut 3. ketidaksengajaan, contoh: terjatuh, terkilir, tertabrak, dan lain-lain. 2.3.1.5 Morfofonemik Prefiks {per-} 1. Prefiks {per-} jika diikuti bentuk dasar yang berawalan dengan fonem /r/ bentuknya akan berubah menjadi {pe-}. Contoh: per- + rampok perampok 2. Prefiks {per-} jika diikuti bentuk dasar yang berupa morfem dasar {ajar} maka bentuknya akan berubah menjadi {pel-}. Contoh: per- + ajar pelajar 3. Prefiks {per-} jika diikuti bentuk dasar yang tidak berawal dengan fonem /r/ bentuknya tidak berubah tetap menjadi {per-}. Contoh: per- + daya perdaya

21 Makna Prefiks {per-} Prefiks {per-} menurut Kridalaksana (1996: 47) berfungsi sebagai pembentuk verba. Makna prefiks {per-} pembentuk verba: 1. menjadikan atau membuat sesuatu jadi, contoh: perbudak, perkuda; 2. memanggil atau menganggap sebagai, contoh: pertuan, peristrilah; 3. membagi atau membuat jadi, contoh: pertiga, perlima; 4. membuat lebih, contoh: perendah, perbesar, perbagus, dan lain-lain. 2.3.2 Konfiks Konfiks adalah gabungan dari dua macam imbuhan atau lebih yang bersamasama membentuk satu arti (Keraf, 1984:114). Berikut uraian kaidah morfofonemik untuk kata berkonfiks. 2.3.2.1 Morfofonemik Konfiks {pen-an} Konfiks {pen-an} mengalami perubahan bentuk menjadi {pem-an}, {penan}, {peny-an}, {pe-an}, {penge-an}, {peng-an}. Contoh: pen- + pinjam + -an pen- + jual + -an pen- + rasa + -an peminjaman penjualan perasaan Makna konfiks {pen-an} Konfiks {pen-an} dapat menyatakan makna sebagai berikut: 1. cara melakukan yang tersebut pada kata sejalan, contoh: penampilan cara menampilkan. 2. hal melakukan yang tersebut pada kata sejalan, contoh: pembelian hal membeli, penulisan.

22 3. hasil perbuatan yang tersebut pada kata sejalan, contoh: pengucapan hasil dari usaha mengucap. 4. alat yang digunakan untuk melakukan perbuatan pada kata yang sejalan, contoh: pendengaran alat untuk mendengar, pernapasan alat untuk bernapas. 5. tempat melakukan perbuatan yang tersebut pada kata yang sejalan, contoh: perkuburan tempat untuk mengubur. 6. proses, contoh: pengelolaan, pengolahan, dan lain-lain. 2.3.2.2 Morfofonemik Konfiks {ber-an} Konfiks {ber-an} dengan variasi bentuknya {be-an}, dan bentuk tetap {beran}. Contoh : ber- + pergi + -an ber- + datang + -an bepergian berdatangan Makna konfiks {ber-an} Konfiks {ber-an} dapat menyatakan makna sebagai berikut: 1. melakukan kegiatan (dasar), contoh: berdatangan, bepergian; 2. resiprokal, contoh: berciuman, berpelukan, berduaan; 3. berelasi (dasar), contoh: berdekatan, bermusuhan, berjauhan; 4. posesif, contoh: beralasan, berhalangan, berlawanan, dan sebagainya; 5. saling, contoh: bersentuhan, bersalaman, berpapasan, dan sebagainya. 2.3.2.3 Morfofonemik Konfiks {per-an} Konfiks {per-an} mengalami variasi bentuk menjadi {pe-an}, dan ada yang tetap menjadi {per-an}.

23 Contoh: per- + main + -an Per- + gerak + -an permainan pergerakan Makna Konfiks {per-an} Konfiks {per-an} mempunyai makna sebagai berikut: 1. menyatakan tempat, contoh: pelabuhan, pekuburan, peternakan, dan sebagainya; 2. menyatakan hasil perbuatan, contoh: permainan, pemalsuan, pengaduan, dan sebagainya; 3. menyatakan peristiwa itu sendiri atau hal perbuatan, contoh: pengajaran, pencaharian, peraturan, dan sebagainya. 2.3.3 Simulfiks Simulfiks adalah gabungan dari dua macam imbuhan atau lebih yang tiap-tiap unsur tetap mempertahankan arti dan fungsinya masing-masing (Keraf, 1984:115). 2.3.3.1 Morfofonemik Simulfiks {men-kan} Simulfiks {men-kan} mengalami perubahan bentuk yang hampir sama dengan prefiks {men-} menjadi {mem-kan}, {men-kan}, {meny-kan}, {mengkan}, dan {me-kan}. Contoh: men- + baca + -kan men- + tamat + -kan men- + terang + -kan membacakan menamatkan menerangkan

24 Makna simulfiks {men-kan} Simulfiks {men-kan} menyatakan makna sebagai berikut: 1. melakukan perbuatan untuk orang lain, contoh: menuliskan, membacakan, menyanyikan; 2. menyebabkan menyanggap, menjatuhkan, mengurbankan, mendewakan; 3. menyebabkan...menjadi, contoh: merobekkan, merusakkan; 4. menyebabkan melakukan perbuatan yang tersebut pada kata yang dilekati, contoh: menerbangkan, mendirikan; 5. membawa atau memasukan...ke suatu tempat, contoh: memojokkan, memenjarakan; 6. melakukan perbuatan dengan sungguh-sungguh, contoh: mendengarkan, merasakan, menyanyikan, dan sebagainya. 2.3.3.2 Morfofonemik Simulfiks {men-i} Simulfiks {men-i} mengalami perubahan bentuk sesuai dengan proses morfofonemiknya, sama halnya dengan prefiks {men-} yang mengalami perubahan bentuk menjadi {mem-i}, {men-i}, {meny-i}, {meng-i}, dan {mei}. Makna simulfiks {men-i} 1. melakukan perbuatan berulang-ulang atau intensitas, contoh: menaburi, menulisi, memukuli; 2. memberikan sesuatu, contoh: membubuhi, menggarami, menyabuni; 3. menyebabkan jadi, contoh: membasahi, mengotori, menyakiti;

25 4. objeknya menyatakan makna tempat, contoh: menduduki, menghadiri; 5. objeknya menyatakan makna penerimaan, contoh: menugasi, membebani. Persamaan simulfiks {men-i} dan {men-kan}. Kedua simulfiks tersebut berfungsi sebagai pembentuk kata kerja aktif transitif. Contoh: Pelaut menyeberangi lautan. Pelaut menyeberangkan kapalnya. Perbedaan simulfiks {me-i} dan {me-kan}. 1. Objek yang mengikuti kata kerja berafiks {me-i} merupakan objek yang tidak bergerak dan sebagai objek penyerta. 2. Objek yang mengikuti kata kerja berafiks {me-kan} merupakan objek yang bergerak dan sebagai penderita. 2.3.4 Sufiks Sufiks atau akhiran merupakan proses membubuhkan afiks pada akhir bentuk dasar. Dalam bahasa Indonesia setidak-tidaknya dapat dijumpai tiga macam sufiks, yaitu {-an} {-i}, dan {-kan} (Widodo, 1996:27). Proses morfofonemik yang terjadi pada sufiks hanya pada sufiks {-an}, berikut penjelasan mengenai proses morfofonemik pada sufiks {-an}. 2.3.4.1 Sufiks {-an} Morfofonemik dalam pengimbuhan sufiks {-an} dapat berupa a) pemunculan fonem dan b) pergeseran fonem.

26 a. Pemunculan Fonem Pemunculan fonem yang terdapat dalam morfofonemik sufiks {-an} terdiri dari fonem /w/, /y/, dan fonem glotal /?/. Pemunculan fonem /w/ dapat terjadi apabila sufiks {-an} diimbuhkan pada bentuk dasar yang berakhir dengan fonem vokal /u/. Pemunculan fonem /y/ dapat terjadi apabila sufiks {-an} diimbuhkan pada bentuk dasar yang berakhir dengan vokal /i/. Perlu untuk dicatat bahwa dalam sistem ejaan yang berlaku saat ini fonem /w/, dan /y/ pada morfofonemik sufiks{-an} tidak dituliskan. Pemunculan fonem glotal /?/ dapat terjadi apabila sufiks {-an} diimbuhkan pada bentuk dasar yang berakhir dengan fonem vokal /a/. Contoh : himbau + an hari + an (per) usaha + an himbauwan hariyan (per) usaha?an b. Pergeseran Fonem Pergeseran fonem terjadi apabila sufiks {-an} diimbuhkan pada bentuk dasar yang berakhir dengan sebuah konsonan. Dalam pergeseran ini konsonan tersebut bergeser membentuk suku kata baru dengan sufiks {-an}. Contoh : jawab + an pikir + an lompat + an ja.wa.ban pi.ki.ran lom.pa.tan 2.4 Metode Agih Metode agih merupakan suatu metode yang memiliki alat penentu yang berasal dari bahasa yang diteliti. Metode ini memiliki teknik dasar yang disebut teknik bagi unsur langsung (BUL). Teknik ini mengawali kerja analisisnya dengan

27 menguraikan satuan bahasa atas unsur-unsurnya (Sudaryanto, 1993:4). Teknik bagi unsur langsung adalah teknik analisis data dengan cara membagi suatu kontruksi menjadi beberapa bagian dan bagian bagian atau unsur- unsur itu dipandang sebagai bagian atau unsur yang langsung membentuk kontruksi yang dimaksud. Manfatnya adalah menentukan bagian- bagian fungsional suatu kontruksi. Alat penentu teknik unsur langsung adalah institusi kebahasaan peneliti terhadap bahasa yang diteliti. Institusi kebahasaan artinya, kesadaran penuh yang tak dirumuskan, tetapi terpercaya, terhadap apa dan bagiamana kenyataan yang bersifat kenyataan. Berikut ini contoh menguraikan kata berhalangan. berhalangan berhalangan halangan ber-an halang ber- halang -an Dari proses penurunan kata berhalangan terdapat dua proses yang berbeda. Proses pertama adalah proses pembentukan kata berhalangan yang diturunkan dari konfiks{ber-an}digabungkan dengan dasar {halang} sedangkan pada proses kedua kata berhalangan berasal dari prefiks {ber-} digabungkan dengan {halangan}. Dari uraian di atas, kata berhalangan tidak terbentuk dari dasar {halang} dan konfiks {ber-an}, tetapi dari prefiks {ber-} dengan bentuk yang sudah bersufiks {-an}, yakni {halangan}. Kata halangan tidak mengandung konfiks karena dipisahkannya {ber-} dari halangan justru meninggalkan bentuk berupa kata, yakni, halangan, yang maknanya juga dapat ditelusuri bila kemudian

28 digabungkan dengan prefiks {ber-}. Makna dari gabungan {ber-} dan {halangan} tidak hanya ditelusuri dari penggabungan itu sendiri, tetapi juga dari kaidah umum bahasa Indonesia mengenai prefiks {ber-}, yakni prefiks {ber-} bermakna memunyai. Dengan demikian, berhalangan berarti memunyai halangan. Sebaliknya jika {ber-an} pada kata berhalangan dianggap sebagai konfiks, dasarnya {halang} makna dari gabungan tersebut tidak sesuai dengan kaidah yang ada di dalam konfiks {ber-an} karena makna memunyai tidak ada dalam kaidah konfiks {ber-an}. Dari uraian di atas jelaslah bahwa berhalangan tidak mengandung konfiks {ber-an} dan dasar {halangan}, tetapi dari prefiks {ber-} dengan dasar yang sudah bersufiks {-an}, yakni halangan (Alwi, dkk, 2003: 103-104). 2.5 Praktik Kerja Industri Tuntutan persaingan dalam era global akan diwarnai: Persaingan tenaga kerja yang semakin ketat; Keterbukaan bursa kerja di tingkat Internasional; Multyskill yang komperatif dan kompetitif; Kompetensi individu dan teamwork yang solid; Profesionalisme yang tinggi. Berdasar pada kenyataan tersebut perlu diadakan langkah yang proaktif, salah satu langkah tersebut adalah peningkatan sumber daya manusia (SDM). Peningkatan tersebut dilakukan secara terprogram, bertahap dan berkelanjutan serta kontekstual dengan memadukan, menyinergikan seluruh sumber daya internal dan eksternal serta masyarakat.

29 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai subsistem pendidikan nasional bertanggung jawab dalam menyiapkan SDM tingkat menengah yang handal, dituntut untuk menerapkan prinsip demand, job oriented, dan dual based program, yang berorienasi kepada kebutuhan pasar bahkan mampu mengembangkan inovasi untuk memengaruhi perubahan kebutuhan pasar sehingga dapat mewujudkan kepuasan pelanggan. Praktik Kerja Industri (Prakerin) merupakan bagian dari Pendidikan Sistem Ganda (PSG) yang merupakan inovasi pada program SMK, dimana peserta didik melakukan praktik kerja (magang) di perusahaan atau industri yang merupakan bagian integral dari proses pendidikan dan pelatihan di SMK. Pendidikan Sistem Ganda (PSG) diilhami oleh dua sistem yang dilakukan di Jerman. Sistem ini mulai diberlakukan di Indonesia berdasarkan kurikulum tahun 1994 dan dipertajam dengan kurikulum SMK tahun 1999 serta dipertajam dengan kurikulum SMK tahun 2004. Pendidikan Sistem Ganda (PSG) di Indonesia diselenggarakan selama beberapa bulan selama siswa mengenyam pendidikan selama tiga tahun di SMK. Pendidikan Sistem Ganda melalui program prakerin merupakan satu langkah nyata untuk membuat sistem pendidikan dan pelatihan kejuruan lebih relevan dengan dunia kerja dalam rangka menghasilkan tamatan yang bermutu. Program yang dilaksanakan di industri atau dunia usaha meliputi: 1. Praktik dasar kejuruan yang sebagian dilaksanakan di sekolah dan sebagian lainnya dilaksanakan di industri. Praktik dasar kejuruan dapat dilaksanakan di industri apabila industri pasangan memiliki fasilitas

30 pelatihan yang memadai. Namun, apabila industri pasangan industri tidak memiliki fasilitas pelatihan maka kegiatan praktik dasar kejuran sepenuhnya diadakan di sekolah. 2. Praktik keahlian produktif dilaksanakan di industri dalam bentuk praktik kerja industri berbentuk kegiatan mengerjakan pekerjaan produksi atau jasa di industri atau perusahaan. 2.6 Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMK Pembelajaran di sekolah disusun untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik dengan guru, peserta didik dengan lingkungan, dan peserta didik dengan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Kompetensi dasar harus memiliki indikator-indikator sebagai acuan untuk mencapai tujuan pembelajaran, serta sebagai dasar kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan di dalam kelas. Pembelajaran bahasa Indonesia yang baik dan benar bertujuan agar peserta didik memahami dan menggunakan bahasa Indonesia dengan sebaik-baiknya dalam pembelajaran maupun dalam keseharian peserta didik. Pembelajaran bahasa Indonesia di SMK yang berkaitan dengan penggunaan kata berimbuhan terdapat pada kurikulum tingkat satuan pendidikan tahun 2006. berikut ini adalah kompetensi dasar yang berkaitan dengan penggunaan kata berimbuhan. Kompetensi dasar 1.6. Memilih kata, bentuk kata dan ungkapan yang tepat. Indokator pada kompetensi dasar ini antara lain, menggunakan kata dan ungkapan yang sesuai dengan tuntut situasi komunikasi secara tepat, menarik dan kreatif. Penggunaan kata dan bentuk kata yang tepat tidak dapat

31 dilepaskan dari penggunaan kata berimbuhan. Pembelajaran mengenai kata berimbuhan dilaksanakan menggunakan teks bacaan yang diberikan kepada peserta didik sebagai bahan pembelajaran. Teks bacaan tersebut digunakan peserta didik untuk mencari penggunaan kata berimbuhan yang tepat mauun penggunaan kata berimbuhan yang tidak tepat. Kompetensi dasar 1.15. Menulis dengan memanfaatkan kategori/kelas kata. Indikator pembelajaran dalam kompetensi dasar ini adalah menggunakan kata atau bentuk kata yang sama dalam perincian dengan memperhatikan keefektifan dan keefesiensian rincian. Pembelajaran mengenai kata berimbuhan pada kompetensi dasar ini menjadi lebih kompleks karena peserta didik tidak hanya menemukan dan menentukan penggunaan kata berimbuhan dalam teks secara tepat, peserta didik juga dituntut untuk dapat menggunakan kata berimbuhan secara tepat, efektif dan efisien dalam menulis rincian dari teks yang telah diberikan. Pada uraian di atas telah dipaparkan beberapa materi pembelajaran siswa SMK tentang penggunaan kata berimbuhan yang baik dan benar dalam setiap pembelajaran. Penerapan pembelajaran bahasa Indonesia mengenai kata bertujuan agar siswa mampu memahami dan menggunakan kata maupun bentuk kata secara tepat dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, penggunaan kata dan bentuk kata yang tepat akan lebih memudahkan siswa dalam berkomunikasi karena penggunaan kata dan bentuk kata yang tepat akan membuat orang lain mudah untuk menerima maksud yang disampaikan. Dengan demikian, penggunaan kata berimbuhan merupakan hal penting yang

32 harus dipahami karena penggunaan kata berimbuhan tidak pernah terlepas dalam kehidupan sehari-hari untuk berkomunikasi, berinteraksi dan bersosialisasi. Penggunaan kata berimbuhan harus diajarkan dengan baik supaya dalam berkomunikasi maupun berinteraksi tidak terdapat kesalahpahaman.