BAB III SOLUSI BISNIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

4 BAB IV ANALISIS DAN INTEPRETASI DATA

DAFTAR PUSTAKA. Churchill, Gilbert A. & Dawn Iacobucci (2005) Marketing Research: Methodological Foundations, 9e, South Western, Ohio, USA.

BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA

Gambar 4.1. Kerangka Pemecahan Masalah

5 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA. 1. Hisrich, Robert D Petters, Michael P, 2004, Entrepreneurship, McGraw Hills, New York

DAFTAR PUSTAKA. Hisrich, Robert D & Petters, Michael P, 2004, Entrepreneurship, McGraw Hills, New York.

BAB III SOLUSI BISNIS. Pada prinsipnya penelitian dilakukan untuk menjawab masalah. Seperti yang telah

Budaya instansi yang dimiliki oleh suatu instansi harus dapat mendukung visi

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III SOLUSI BISNIS. Untuk mendapatkan langkah pemecahan yang tepat dan tidak terlalu melebar

BAB III PERUMUSAN MASALAH

LAMPIRAN A. Entrepreneurial Orientation Survey (EOS) ENTREPRENEURIAL ORIENTATION SURVEY

BAB III SOLUSI BISNIS

BAB III SOLUSI BISNIS

BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

3 BAB III PERUMUSAN MASALAH

BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI

DAFTAR PUSTAKA. Hisrich, Robert D & Petters, Michael P, 2004, Entrepreneurship, McGraw Hills, New York.

BAB III SOLUSI BISNIS

REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI

BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI. Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya bahwa hasil akhir yang didapat

ANALISIS BUDAYA PERUSAHAAN BERBASIS KEWIRAUSAHAAN STUDI KASUS PT PAYA PINANG PENELITIAN PROYEK AKHIR. Oleh: MUFTI ARDIAN NIM :

Oleh: Wartiyah 1), Daryono 1) ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan memiliki tujuan yang hendak dicapai. Tujuan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia memberi pelajaran berharga tentang

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan bisnis dewasa ini tumbuh dan berkembang dengan sangat dinamis,

BAB I. Era globalisasi telah melanda berbagai aspek kehidupan manusia, dimana

BAB I PENDAHULUAN. yang bersangkutan. Kondisi organisasi yang sedang dipimpin akan

DAFTAR PUSTAKA. Fry, F.L. (1993) Entrepreneurship: A Planning Approach. Minneapolis: West Publishing Company.

BAB III METODE PENELITIAN. menentukan metode penelitian yang akan dipakai pada penelitiannya, karena

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan timbulnya suatu ketidakpastian lingkungan bisnis. Hal ini akan

Bab 3 Kerangka Pemecahan Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat.

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS. Dalam proyek akhir ini, dasar pemikiran awal mengacu kepada tantangan bisnis

Kuesioner. Dalam rangka penelitian ilmiah, saya memerlukan informasi untuk mendukung penelitian yang saya

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dapat saling berhubungan satu sama lain baik dalam kehidupan sehari-hari di rumah

BAB I PENDAHULUAN. Visi dan Misi bagi sebuah perusahaan sangat penting. Dalam persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini sangat banyak merek mobil yang digunakan di Indonesia.

BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian adalah sesuatu yang akan kita ukur. Dalam penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI PT. BANK MANDIRI, Tbk. CABANG SURAPATI BANDUNG. Penelitian Proyek Akhir. Oleh: AULIA NURUL HUDA NIM:

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. tujuan dan kegunaan tertentu. Melalui penelitian, manusia dapat menggunakan

DAFTAR PUSTAKA. Hisrich, Robert D & Petters, Michael P, 2004, Entrepreneurship, McGraw Hills, New York.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi masyarakat dan tumbuhnya lembaga-lembaga

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Utara No. 9A, Tol Tomang, Kebon Jeruk, Jakarta 11510

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Satu hal yang penting yaitu

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

TUGAS KELOMPOK TECHNOLOGY MANAGEMENT AND VALUATION REVIEW: PERFORMANCE MEASUREMENT OF HIGHER EDUCATION INFORMATION SYSTEM USING IT BALANCED SCORECARD

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kondisi perekonomian seperti saat ini, kenyataannya bahwa banyak

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB 1 PENDAHULUAN. apapun. Perusahaan jasa yang berorientasi pada profit atau non profit, memiliki

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI AXA FINANCIAL INDONESIA KANTOR BANDUNG PENELITIAN PROYEK AKHIR. Oleh: ADE TRIANGGA NIM :

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini yang akan menjadi objek penelitian adalah Total

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB III METODA PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan sebuah tinjauan teori motivasi Maslow terhadap kinerja

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS

III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. karyawan, adanya pengembangan karir sampai faktor kepemimpinan.

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi dalam penelitian ini adalah Tebing View Resort yang berada di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pulau Umang Resort & Spa berada pada kategori kuat, artinya bahwa budaya

BAB I. kualitas maupun kuantitas. Menurut Rivai (2006) kinerja adalah perilaku nyata yang

LAMPIRAN 1 Instrumen Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Agar dapat memperoleh sumber daya manusia yang berkualitas maka sumber daya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Agar penelitian dapat dijalankan sesuai dengan yang diharapkan, maka

BAB I PENDAHULUAN. bagi perusahaan. Hal ini disebabkan karena kualitas jasa dapat digunakan

METODELOGI PENELITIAN. Data penelitian ini diperoleh dari jawaban responden terhadap pertanyaan yang diajukan,

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang dapat menghasilkan barang atau jasa berkualitas yang mampu

Analisa Kompetensi Sumber Daya Manusia Dengan Metode Quality Function Deployment (QFD) (Studi Kasus di Biro Personalia PT. XYZ)

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan suatu usaha yang dikelola ataupun dijalankan

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu perusahaan atau industri jasa yang saat ini telah mengalami

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Ismail et.

III. METODE PENELITIAN

KATA PENGANTAR. data yang saya perlukan sehubungan dengan masalah yang diteliti.

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan laba. Semua itu tidak lepas dari kemampuan perusahaan dalam

BAB III METODE PENELITIAN. bertujuan memberikan gambaran tentang detail-detail sebuah situasi, lingkungan

BAB IV METODE PENELITIAN. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang

Perancangan dan Evaluasi Framework Arsitektur Pengelolaan Kompetensi Dosen

BAB 1 PENDAHULUAN. industri semakin meningkat. Banyak perusahaan perusahaan baru yang

V. KARAKTERISTIK, MOTIVASI KERJA, DAN PRESTASI KERJA RESPONDEN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Analisis Balanced Scorecard sebagai Alat Ukur Kinerja Perusahaan pada PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk di Bogor. Aulia Miftah Rahmat 4EB

Transkripsi:

BAB III SOLUSI BISNIS 3.1 Metodologi Penelitian Metodologi penelitian yang terstruktur berguna sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan penelitian secara sistematis. Dengan metodologi penelitian yang sistematis, diharapkan tahapan penelitian dapat dilakukan dengan benar dan diperoleh hasil penelitian yang baik. Penelitian ini dilakukan dengan metodologi sebagai berikut: Studi Pendahuluan Perumusan Masalah & Tujuan Penelitian Studi Literatur Penentuan Metode Penelitian Pengumpulan Data Data Primer Data Sekunder Pengolahan Data Analisa & Pembahasan Kesimpulan dan Saran Implementasi Gambar 3.1 Metodologi Penelitian 39

Tahapan studi pendahuluan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran awal mengenai permasalahan yang ada di AXA Financial Indonesia untuk selanjutnya dikembangkan menjadi suatu proyek penelitian. Studi pendahuluan ini dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan wawancara dengan orang-orang yang berada pada level manajerial di AXA Financial Indonesia kantor pemasaran Bandung. Pada tahap ini, juga diajukan permohonan kepada Sales Office Manager AXA Financial Indonesia kantor pemasaran Bandung untuk mengadakan suatu proyek penelitian disini. Setelah tahapan studi pendahuluan dilakukan, fenomena-fenomena yang ada dirumuskan menjadi suatu masalah utama. Pokok permasalahan adalah keberadaan budaya entrepreneurial di AXA Financial Indonesia kantor pemasaran Bandung. AXA Financial Indonesia sebagai bagian dari grup AXA merupakan perusahaan yang besar di industri asuransi jiwa. Sebagai perusahaan yang besar, adanya corporate entreprenership di AXA Financial Indonesia akan sangat membantu perusahaan untuk tidak terjebak dalam struktur yang birokratis, adaptif menghadapi perubahan dan bergerak cepat dan lincah untuk menangkap peluang yang ada. Tujuan penelitian disusun berdasarkan permasalahan yang ada, adapun tujuan penelitian adalah mengidentifikasi budaya entrepreneurial dan karakteristik kepemimpinan entrepreneurial di AXA Financial Indonesia. Studi literatur dilakukan untuk memperoleh landasan teori yang berhubungan dengan pokok permasalahan penelitian ini. Pada tahap ini, dikembangkan dasar-dasar teori yang mendukung penelitian, yang juga dapat digunakan sebagai landasan berpikir dalam melakukan analisis, pembahasan, dan penarikan kesimpulan pada tahap akhir penelitian. Studi literatur yang dilakukan difokuskan pada konsep-konsep mengenai corporate entrepreneurship dan industri asuransi jiwa. Pada tahapan berikutnya, ditentukan metode penelitian yang akan digunakan. Penentuan metode dilakukan dengan mempertimbangkan karakteristik dan lingkungan kerja perusahaan. Dalam penelitian ini, digunakan metode penelitian dengan analisis reabilitas menggunakan cronbach s alpha dan 40

perhitungan rata-rata terhadap elemen penyusun masing-masing dimensi entrepreneurial. Selanjutnya dilakukan pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari dua sumber yaitu wawancara yang dilakukan kepada jajaran manajerial dan kuesioner yang disebarkan kepada semua orang yang bekerja di AXA Financial Indonesia kantor pemasaran Bandung. Kuesioner yang disebarkan adalah kuesioner Entrepreneurial Orientation Survey (EOS) dan kuesioner Entrepreneurial Leadership Questionnaire (ELQ) yang terlampir pada lampiran A dan lampiran B. Kuesioner EOS ditujukan untuk mengukur tingkat entrepreneurial dalam perusahaan secara keseluruhan dalam hubungannya dengan dimensi-dimensi kunci entrepreneurial, sedangkan kuesioner ELQ ditujukan untuk mengukur perilaku entrepreneurial dari jajaran manajerial perusahaan sekaligus mengidentifikasi jenis kepemimpinan entrepreneurial yang ada. Total responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah 42 orang, yang terdiri dari 9 orang yang berada di level manajerial dan 33 orang agen pemasaran. Sedangkan data sekunder merupakan data penunjang yang diperoleh dari data-data nonconfidential perusahaan dan studi literatur yang dilakukan. Batasan data yang digunakan telah disesuaikan dengan kebutuhan penelitian. Data yang telah terkumpul, selanjutnya diolah setelah sebelumnya dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas untuk memastikan kelayakan data. Setelah data dinyatakan layak, maka dilakukan identifikasi dimensi-dimensi kunci entrepreneurial dan karakteristik kepemimpinan entrepreneurial melalui pengukuran rata-rata setiap elemen yang ada. Pada tahap penelitian berikutnya, dilakukan analisis terhadap hasil pengukuran yang telah dilakukan. Pada tahap ini, budaya entrepreneurial yang diwakili oleh dimensi-dimensi kunci entrepreneurial yang ada dalam perusahaan diidentifikasi secara lebih mendalam. Pada tahap ini juga dilakukan identifikasi perilaku orang-orang yang berada pada level manajerial dalam melakukan aktivitas dan kegiatan entrepreneurial. 41

Tahap kesimpulan dan saran implementasi merupakan tahap terakhir dari penelitian. Pada tahap ini, dilakukan penarikan kesimpulan dari seluruh analisis dan pembahasan penelitian yang telah dilakukan. Pada tahap ini juga diberikan saran-saran yang dapat diimplementasikan untuk meningkatkan sifat-sifat entrepreneurial dalam perusahaan sehingga menjadi perusahaan dengan budaya entrepreneurship yang kuat. Dalam tingkatan strategis, AXA Financial Indonesia kantor pemasaran Bandung mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai karakteristik kepemimpinan yang ada pada level manajerial, yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan kompetensi-kompetensi setiap orang didalam organisasi supaya berkembang menjadi pemimpin yang sesuai dengan karakteristik kepemimpinan yang diharapkan. 3.2 Pengolahan Data 3.2.1 Tehnik Pengukuran Variabel Dalam penelitian ini, kuesioner yang disebarkan memiliki jawaban yang bersifat kuantitatif dan diukur dengan menggunakan skala Likert. Penggunaaan skala Likert memberikan kebabasan kepada responden dalam memberikan jawaban dan memberikan hasil pengukuran yang cukup objektif. Menurut Kinner dalam Husein Umar (1999), skala Likert tepat untuk digunakan dalam mengukur pernyataan sikap seseorang terhadap sesuatu. Dalam penelitian ini, digunakan skala Likert lima poin, dimana poin 1 memiliki arti sangat tidak setuju dan poin 5 memiliki arti sangat setuju. Setelah data kuesioner EOS terkumpul dan diolah, hasil pengukuran dipresentasikan dalam suatu radar chart diagram. Sedangkan data kuesioner ELQ akan dikelompokkan sehingga diketahui karakteristik kepemimpinan dominan yang ada di AXA Financial Indonesia kantor pemasaran Bandung. 42

3.2.2 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Menurut Hastono (2001), untuk memastikan bahwa data yang diperoleh dalam penelitian memiliki sifat akurat dan objektif, maka diperlukan uji validitas dan uji reliabilitas. Apabila alat pengukur yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian tidak mempunyai validitas dan reliabilitas yang tinggi, maka data yang telah dikumpulkan tidak berguna. Validitas penelitian merupakan derajad ketepatan alat ukur penelitian dalam mengukur apa yang ingin dicari secara tepat. Dalam penelitian ini, alat ukur yang digunakan adalah kuesioner, sehingga kuesioner yang digunakan harus mampu mengukur secara tepat apa yang ingin diukurnya. Validitas kuesioner diketahui dengan melakukan korelasi antar skor setiap variabel dengan skor total. Apabila tidak ditemukan adanya korelasi signifikan antara skor variabel dengan skor total, maka variabel tersebut dinyatakan tidak valid. Hanya variabel yang memiliki skor variabel dengan korelasi signifikan dengan skor total yang dianggap variabel yang valid. Variabel valid ini ditandai dengan r hitung yang lebih besar dari r tabel. Menurut Singarimbun (1995), reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dalam penelitian ini, uji reliabilitas berguna untuk menentukan apakah pertanyaan-pertanyaan yang ada pada kuesioner memiliki sifat reliabel, yang artinya jika pertanyaan diuji secara berulang-ulang akan memberikan jawaban yang stabil dan konsisten. Koefisien reliabilitas yang paling sering digunakan adalah koefisien Cronbach s Alpha. Koefisien ini menggambarkan keragaman setiap elemen sehingga dapat mengevaluasi konsistensi internal. Koefisien reliabilitas Cronbach s Alpha dirumuskan sebagai berikut : α = k. r 1 ( k 1) r 43

dimana: α = koefisien reliabilitas Cronbach s Alpha k = jumlah variabel manifes yang membentuk variabel lain r = rata-rata korelasi antar variabel manifes Menurut Guilford di dalam pemelitian Asisthariani (2007), hasil yang diperoleh dari uji reliabilitas dapat dikelompokkan sebagai berikut : Tabel 3.1 Klasifikasi Nilai Koefisien Keandalan Rentang Koefisien Tingkat Korelasi < 0,2 Tidak ada 0,2 - < 0,4 Rendah 0,4 - < 0,7 Sedang 0,7 - < 0,9 Tinggi 0,9 - < 1 Tinggi Sekali 1 Sempurna Menurut pencipta EOS dan ELQ yaitu Neal Thornberry, kedua alat ukur tersebut merupakan alat ukur yang telah diuji realibilitas dan validitasnya, seperti yang dikemukakan oleh Thornberry (2006) sebagai berikut, The first instrument, the Entrepreneurial Orientation Survey (EOS) has already been validated within a number of companies. Beberapa perusahaan besar yang telah menggunakan alat ukur ini antara lain Mott s, Siemens dan Sodexho. Penerjemahan format asli EOS kedalam bahasa Indonesia menciptakan peluang terjadinya kesalahan penerjemahan, sehingga dilakukan pengujian alat ukur EOS dengan data-data yang diperoleh dari hasil survey berbagai perusahaan di Indonesia. Dalam penelitian ini, digunakan nilai Cronbach s Alpha yang telah digunakan pada penelitian Asisthariani (2007). Nilai Cronbach s Alpha ini diperoleh dari uji validitas terhadap EOS dengan jumlah responden 656 dan menggunakan faktor error 5%. nilai r table yang diperoleh sebesar 0,077. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan koefisien korelasi (r) hasil perhitungan. 44

Tabel 3.2 Nilai Cronbach s Alpha Dimensi Kunci EOS Dimensi Kunci Cronbach s Alpha Umum 0.667 Rencana Strategi 0.674 Cross Functionality 0.722 Dukungan 0.745 Intelijen Pasar 0,717 Risiko 0.754 Kecepatan 0.703 Fleksibilitas 0.594 Fokus 0.736 Masa Depan 0.812 Orientasi Individu 0.816 Jika nilai Cronbach s Alpha yang didapat dari hasil perhitungan dibandingkan dengan pengelompokkan nilai koefisien keandalan menurut Guilford, maka semua data reliabel dengan tingkat korelasi sedang tinggi. 3.3 Analisis dan Pembahasan 3.3.1 Analisis dan Pembahasan Entrepreneurial Orientation Survey Entrepreneurial Orientation Survey (EOS) merupakan survey yang secara khusus mengukur dimensi-dimensi kunci entrepreneurial dalam suatu perusahaan. Adapun dimensi-dimensi kunci yang dimaksud adalah dimensi umum, dimensi rencana strategi, dimensi cross functionality, dimensi dukungan, dimensi intelijen pasar, dimensi risiko, dimensi kecepatan, dimensi fleksibilitas, dimensi fokus, dimensi masa depan, dan dimensi orientasi individu. Kuesioner EOS ini menggunakan skala Likert lima poin dengan poin 1 yang memiliki arti sangat tidak setuju hingga poin 5 yang memiliki arti sangat setuju. 45

Penyebaran kuesioner EOS yang dilakukan di AXA Financial Indonesia kantor pemasaran Bandung memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 3.3 Hasil EOS di AXA Financial Indonesia Dimensi Kunci Umum Rencana Strategi Cross Functionality Dukungan Intelijen Pasar Risiko Kecepatan Fleksibilitas Fokus Masa Depan Orientasi Individu Nilai rata-rata 3,21 3,30 3,46 3,95 3,36 2,58 4,01 3,21 3,68 3,99 2,54 Orientasi Individu Masa Depan Fokus Umum 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 Rencana Strategi Cross Functionality Dukungan Fleksibilitas Intelijen Pasar Kecepatan Risiko Gambar 3.2 Karakteristik Intrapreneurship AXA Financial Indonesia 46

Berdasarkan survey yang dilakukan, tampak bahwa budaya entrepreneurial yang ada di kantor pemasaran Bandung sudah cukup tinggi, ditunjukkan dengan adanya lima dimensi kunci entrepreneurial yang memberikan nilai diatas 3,40. Kelima dimensi tersebut adalah dimensi kecepatan, dimensi masa depan, dimensi dukungan, dimensi fokus, dan dimensi cross functionality. Selain itu terdapat empat dimensi yang memberikan nilai sedang diantara 2,60 3,40 yaitu dimensi intelijen pasar, dimensi rencana strategi, dimensi fleksibilitas, dan dimensi umum. Adapun dimensi yang masih memberikan nilai rendah yaitu dimensi risiko dan orientasi individu dengan nilai dibawah 2,60. Dimensi dengan nilai tertinggi di AXA Financial Indonesia adalah dimensi kecepatan (dengan nilai 4,01) sedangkan dimensi dengan nilai terendah di AXA Financial Indonesia adalah dimensi orientasi individu (dengan nilai 2,54). Analisis lebih mendalam untuk masing-masing dimensi kunci entrepreneurial pada AXA Financial Indonesia akan dibahas lebih lanjut berikut: 3.3.1.1 Analisis dan Pembahasan Dimensi Umum Dimensi umum menggambarkan budaya perusahaan secara umum dalam kaitannya dengan sifat-sifat entrepreneurial yang dimiliki. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai dimensi umum pada AXA Financial Indonesia adalah 3,21. Terdapat lima pertanyaan penyusun dimensi umum yaitu: Tabel 3.4 Dimensi Umum No. 1 Menekankan pengendalian anggaran secara ketat (-) 2 Memberikan reward bagi seorang manajer yang melakukan cost cutting (+) 3 Menyediakan dana untuk peluang bisnis baru (+) 4 Menyediakan dana untuk ide-ide yang benar-benar bagus (+) 5 Membutuhkan banyak tahapan persetujuan untuk mendapatkan dana investasi di luar anggaran (-) Keterangan: (+) = menambah nilai-nilai entrepreneurial (-) = mengurangi nilai-nilai entrepreneurial (reverse-scored) 47

Nilai rata-rata untuk masing-masing pertanyaan sebagai berikut: 5.00 Dimensi Umum Nilai 4.20 3.40 2.60 2.17 3.98 4.10 3.48 2.36 1.80 1.00 1 2 3 4 5 Gambar 3.3 Nilai Rata-rata Dimensi Umum Pada gambar di atas, tampak bahwa faktor yang menyebabkan rendahnya nilai pada dimensi umum adalah adanya penekanan terhadap pengendalian anggaran secara ketat (2,17) dan banyaknya tahapan yang dibutuhkan untuk mendapatkan persetujuan atas dana investasi diluar anggaran (2,36). Pengendalian anggaran secara ketat dilakukan di kantor pemasaran Bandung sebagai bagian dari kebijakan kantor pusat AXA Financial Indonesia di Jakarta untuk meningkatkan efisiensi dalam penggunaan sumber daya perusahaan. Selain itu disadari pula bahwa ujung tombak perusahaan adalah para agen pemasarannya yang jauh lebih diharapkan untuk berada di lapangan dan berinteraksi dengan klien daripada berada di kantor. Oleh karena itu, kantor pemasaran sangat diharapkan untuk menggunakan anggaran seefektif mungkin sebatas mendukung kegiatan pemasaran, operasional, dan penjualan. Tahapan yang diperlukan untuk mendapatkan dana investasi di luar anggaran juga cukup birokratis dimana Sales Office Manager harus membuat surat permohonan kepada kantor pusat di Jakarta berkenaan dengan tujuan permintaan anggaran. Meskipun demikian, sebenarnya fasilitas, sarana, dan prasarana yang ada di kantor pemasaran Bandung dirasakan sudah memuaskan 48

dan mampu mendukung kegiatan operasional dan penjualan sehingga permohonan dana investasi tambahan sangat jarang dilakukan. Selain kedua hal tersebut, ternyata AXA Financial Indonesia kantor Bandung telah mengalokasikan anggaran untuk mendukung implementasi ide-ide bagus yang disampaikan (3,48) termasuk tentu saja yang bisa dikembangkan menjadi peluang bisnis baru (4,10), dan memberikan penghargaan kepada manajer yang melakukan cost cutting (3,98). 3.3.1.2 Analisis dan Pembahasan Dimensi Rencana Strategi Dimensi rencana strategi menggambarkan keberadaan nilai-nilai entrepreneurial dalam pengembangan rencana strategi perusahaan. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai dimensi rencana strategi pada AXA Financial Indonesia adalah 3,30. Terdapat lima pertanyaan penyusun dimensi rencana strategi yaitu: Tabel 3.5 Dimensi Rencana Strategi No. 1 Menggunakan proses perencanaan strategi yang formal (-) 2 Membiarkan strategi tumbuh dan mungkin berubah mengikuti tren pasar (+) 3 Mengharapkan para manajer untuk selalu berpedoman pada rencana dan anggaran tahunan (-) 4 Tidak mempunyai rencana yang jelas (-) 5 Sangat bergantung pada konsultan di luar perusahaan untuk membuat strategi (-) Keterangan: (+) = menambah nilai-nilai entrepreneurial (-) = mengurangi nilai-nilai entrepreneurial (reverse-scored) 49

Nilai rata-rata untuk masing-masing pertanyaan sebagai berikut: Dimensi Rencana Strategi 5.00 4.20 3.95 4.07 4.07 Nilai 3.40 2.60 2.36 2.07 1.80 1.00 1 2 3 4 5 Gambar 3.4 Nilai Rata-rata Dimensi Rencana Strategi Pada gambar di atas, tampak bahwa dimensi rencana strategi merupakan dimensi yang masih memiliki ruang untuk perbaikan. Faktor yang menyebabkan rendahnya nilai pada dimensi ini adalah besarnya harapan kepada para manajer untuk selalu berpedoman pada rencana strategi dan anggaran tahunan (2,07) serta penggunaan rencana strategi yang sangat formal (2,36). Besarnya harapan kepada para manajer untuk selalu berpedoman pada rencana strategi dan anggaran tahunan di satu sisi memang berfungsi sebagai arahan bagi para manajer dalam melakukan tugasnya, namun di sisi lain juga memberikan sinyal kekurangmampuan kantor pusat untuk dapat secara cepat mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi di daerah dan mengharuskan adanya perubahan alokasi anggaran. Sangat berkaitan adalah penggunaan rencana strategi yang formal yang cenderung tidak memberikan ruang untuk berinovasi sehingga berpotensi menghambat pelaksanaan strategi tersebut di lapangan. Meskipun demikian, AXA Financial Indonesia diakui telah menggunakan strategi pertumbuhan perusahaan yang mengikuti tren pasar (3,95), memiliki rencana strategi yang jelas sifatnya (4,07) dan tidak terlalu bergantung dari konsultan diluar perusahaan untuk membuat strategi (4,07). Hal ini sangat dimaklumi 50

dengan adanya sumber daya manusia berkualitas yang dimiliki AXA Financial Indonesia baik di kantor pusat maupun di daerah. 3.3.1.3 Analisis dan Pembahasan Dimensi Cross Functionality Dimensi cross functionality menggambarkan hubungan kerjasama dan knowledge sharing yang terjalin antar fungsi atau antar departemen dalam perusahaan. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai dimensi cross functionality pada AXA Financial Indonesia adalah 3,46. Terdapat lima pertanyaan penyusun dimensi cross functionality yaitu: Tabel 3.6 Dimensi Cross Functionality No. 1 Memiliki sedikit hambatan untuk kerjasama antar departemen /fungsi (+) 2 Mempunyai departemen-departemen yang mau membagi ide dan informasi satu dengan yang lain (+) 3 Mendorong kegiatan diskusi antar departemen/antar fungsi dan pemecahan masalah (+) 4 Secara formal memberikan penghargaan terhadap kerjasama antar departemen/antar fungsi (+) 5 Merotasi karyawan pada fungsi-fungsi yang berbeda sebagai bagian dari proses formal pengembangan SDM (+) Keterangan: (+) = menambah nilai-nilai entrepreneurial (-) = mengurangi nilai-nilai entrepreneurial (reverse-scored) 51

Nilai rata-rata untuk masing-masing pertanyaan sebagai berikut: Dim ens i Cross Functionality 5.00 Nilai 4.20 3.40 2.60 2.14 3.90 4.02 3.71 3.52 1.80 1.00 1 2 3 4 5 Gambar 3.5 Nilai Rata-rata Dimensi Cross Functionality Pada gambar di atas, secara keseluruhan tampak bahwa dimensi cross functionality di AXA Financial Indonesia sudah memiliki nilai yang baik. Hal yang menuntut perhatian lebih adalah adanya hambatan-hambatan yang ada pada kerjasama antar departemen (2,14). Hambatan yang ada dalam proses kerjasama antar departemen atau antar fungsi tentu saja membawa akibat buruk bagi perusahaan karena harus disadari bahwa kerjasama, berbagi pengetahuan dan berbagi informasi akan meningkatkan kemampuan kedua pihak baik yang memberi maupun menerima. Selain itu tidak jarang ide-ide yang berpotensi menjadi peluang bisnis baru, berhasil dimunculkan dari kerjasama antar departemen. Selain adanya hambatan untuk bekerjasama antar departemen, sebenarnya dimensi kerjasama di AXA Financial Indonesia kantor pemasaran Bandung telah menunjukkan performansi yang bagus. Dari gambar dapat dilihat bahwa perusahaan secara aktif mendorong kegiatan diskusi antar departemen atau antar fungsi dalam rangka pemecahan masalah (4,02). Hal ini bisa diwujudkan karena perusahaan telah memiliki departemen-departemen yang mau berbagi ide dan informasi satu sama lain (3,90). 52

Satu hal yang masih memiliki ruang cukup besar untuk peningkatan adalah pengembangan sumber daya manusia dengan merotasi karyawan pada fungsi yang berbeda-beda (3,52). Dengan rotasi ini, kemampuan dan kompetensi individu di AXA Financial Indonesia akan meningkat dan memberikan added value bagi perusahaan. 3.3.1.4 Analisis dan Pembahasan Dimensi Dukungan Dimensi dukungan menggambarkan dukungan yang diberikan manajemen perusahaan terhadap ide-ide baru yang dimunculkan. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai dimensi dukungan pada AXA Financial Indonesia adalah 3,95. Dimensi ini merupakan dimensi dengan nilai tertinggi nomor tiga diantara dimensi-dimensi yang lain. Terdapat lima pertanyaan penyusun dimensi dukungan yaitu: Tabel 3.7 Dimensi Dukungan No. 1 Secara umum, manajemen mendukung kita untuk memikirkan cara-cara baru dan berbeda dalam mengerjakan sesuatu (+) 2 Ada satu fungsi penting di dalam organisasi, yang tanggung jawab utamanya adalah untuk inovasi dan pengembangan bisnis baru (+) 3 Kami memiliki sarana sumbang saran yang berhasil dalam menampung ide-ide karyawan. (+) 4 Organisasi segan mempertanyakan/mengubah cara-cara lama yang sudah ada didalam organisasi dalam menghadapi sesuatu.(-) 5 Kami sering bertemu secara informal untuk mendiskusikan ide bisnis baru.(+) Keterangan: (+) = menambah nilai-nilai entrepreneurial (-) = mengurangi nilai-nilai entrepreneurial (reverse-scored) 53

Nilai rata-rata untuk masing-masing pertanyaan sebagai berikut: Dimensi Dukungan 5.00 4.20 4.19 3.98 3.81 3.76 4.00 Nilai 3.40 2.60 1.80 1.00 1 2 3 4 5 Gambar 3.6 Nilai Rata-rata Dimensi Dukungan Pada gambar di atas, secara keseluruhan tampak bahwa dimensi dukungan di AXA Financial Indonesia sudah memiliki nilai yang baik. Secara implisit, dimensi ini berkaitan dengan kepemimpinan entrepreneurial di AXA Financial Indonesia. Dukungan dari managerial level tidak saja memperbesar realisasi atas ide-ide atau peluang bisnis, namun juga secara langsung menciptakan iklim entrepreneurial dalam perusahaan. Di dalam dimensi ini, terdapat dua hal yang masih bisa diperbaiki atau ditingkatkan yaitu keenganan perusahaan untuk mempertanyakan / mengubah cara-cara lama yang sudah ada dalam perusahaan dalam menghadapi sesuatu (3,76) dan adanya sarana sumbang saran yang terbukti berhasil dalam menampung ide-ide karyawan (3,81). Keenganan perusahaan untuk mempertanyakan cara-cara lama yang sudah ada mutlak merupakan hal yang perlu diperbaiki jika perusahaan ingin tetap kompetitif karena situasi pasar juga berubah dengan cepat dan memerlukan penyesuaian-penyesuaian baru. Dalam level strategik, sebagaimana terukur dalam dimensi rencana strategi, perusahaan telah mengikuti perkembangan pasar dalam menyusun strateginya. Oleh karena itu dalam level operasional, cara-cara lama perlu dikaji kembali dan disempurnakan untuk mendukung kemajuan perusahaan. 54

Adapun hal-hal lain dalam dimensi ini telah mendapatkan nilai yang baik, yang harus dipertahankan. Dari gambar tampak bahwa telah ada dukungan manajemen bagi para karyawan untuk memikirkan cara-cara berbeda dalam mengerjakan sesuatu dan adanya diskusi-diskusi informal untuk membahas ideide bisnis yang baru. 3.3.1.5 Analisis dan Pembahasan Dimensi Intelijen Pasar Dimensi intelijen pasar menggambarkan kemampuan perusahaan dalam usahanya memahami konsumen dan melakukan riset untuk mengetahui situasi pasar. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai dimensi intelijen pasar pada AXA Financial Indonesia adalah 3,36. Terdapat lima pertanyaan penyusun dimensi intelijen pasar yaitu: Tabel 3.8 Dimensi Intelijen Pasar No. 1 Konsumen adalah raja bagi perusahaan kami. (+) 2 Kecuali kamu berada di divisi pemasaran atau penjualan, dorongan untuk bertemu konsumen sangat kurang. (-) 3 Perusahaan secara rutin melakukan survey kepuasan konsumen dan menyebarkan hasilnya secara internal untuk semua pihak dalam perusahaan. (+) 4 Manajemen puncak jarang sekali mengunjungi konsumen secara langsung. (-) 5 Sebagian besar karyawan mengetahui siapa pesaing utama dan bagaimana cara kami bersama-sama mengahadapinya. (+) Keterangan: (+) = menambah nilai-nilai entrepreneurial (-) = mengurangi nilai-nilai entrepreneurial (reverse-scored) 55

Nilai rata-rata untuk masing-masing pertanyaan sebagai berikut: Dimensi Intelijen Pasar 5.00 4.38 Nilai 4.20 3.40 2.60 3.19 3.62 2.67 2.95 1.80 1.00 1 2 3 4 5 Gambar 3.7 Nilai Rata-rata Dimensi Intelijen Pasar Pada gambar di atas, tampak bahwa dimensi intelijen pasar merupakan dimensi yang masih memiliki ruang untuk perbaikan. Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya nilai pada dimensi intelijen pasar adalah kurangnya survey kepuasan konsumen yang dilakukan perusahaan (2,67) dan jarangnya manajemen puncak melakukan kunjungan langsung kepada konsumen (2,95). Industri asuransi jiwa bersifat unik dimana kepuasan terbesar yang diterima klien adalah ketika agen pemasaran membantu mereka dalam proses klaim. Hal ini sangat wajar karena klaim dilakukan dalam suasana berduka. Oleh karena itu, proporsi terbesar kepuasan konsumen berada pada pelayanan purna jual yang diberikan agen. Kurangnya survey kepuasan konsumen yang dilakukan perusahaan disebabkan karena perusahaan telah sangat menekankan faktor after sales service ini kepada para agen pemasarannya. Di sisi lain, agen pemasaran sangat menyadari bahwa pelayanan purna jual merupakan tanggungjawab mereka yang sangat penting karena empat alasan yaitu memperkuat penjualan yang telah dilakukan, memperkuat hubungan agen dengan klien, mendapatkan referensi dari klien mengenai rekan-rekannya yang berpotensi menjadi klien, dan memperbesar peluang terjadinya repeat buying untuk tahun-tahun berikutnya. Keempat alasan 56

ini sangat berhubungan dengan besarnya pendapatan yang diterima agen pemasaran. Sangat berhubungan dengan hal diatas adalah frekuensi kunjungan manajemen puncak kepada konsumen secara langsung. Hal ini juga terjadi karena proporsi terbesar pelayanan terhadap konsumen dimiliki oleh agen pemasaran. Meskipun demikian, secara berkala manajemen puncak AXA Financial Indonesia melakukan komunikasi dengan para klien melalui media newsletter yang berisi berita perkembangan perusahaan. Nilai tertinggi yang diperoleh dalam dimensi ini adalah pengetahuan setiap individu dalam AXA Financial Indonesia mengenai pesaing utama dan bagaimana cara menghadapinya. Pengetahuan ini diperoleh melalui pelatihan yang secara berkala dilakukan dan wajib diikuti. Melalui pelatihan ini pula, seluruh individu yang menjadi bagian dari AXA Financial Indonesia mendapatkan gambaran yang lebih jelas dan informasi terbaru mengenai situasi pasar. 3.3.1.6 Analisis dan Pembahasan Dimensi Risiko Dimensi risiko menggambarkan kesediaan perusahaan untuk mengambil risiko dalam usahanya untuk merealisasikan peluang yang ada di pasar. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai dimensi risiko pada AXA Financial Indonesia adalah 2,58. Dimensi ini merupakan dimensi dengan nilai terendah kedua diantara seluruh dimensi-dimensi yang lain. Terdapat enam pertanyaan penyusun dimensi risiko yaitu: 57

Tabel 3.9 Dimensi Pengambilan Risiko No. 1 Perusahaan kami bangga akan orientasi dan budaya konservatif (anti perubahan). (-) 2 Kami berhati-hati untuk tidak membuat kesalahan. (-) 3 Kami berani melakukan investasi bisnis baru hanya berdasarkan intuisi tanpa menggunakan analisis mendalam. (+) 4 Orang-orang yang didalam organisasi secara umum memiliki kebebasan dan keberanian yang cukup besar untuk mencoba hal baru dan gagal. (+) 5 Kita berbicara banyak tentang perlunya pengambilan risiko dalam perusahaan, namun kenyataannya orang-orang yang berani mencoba dan gagal tidak bertahan lama di perusahaan tersebut (bisa karena di hukum, di pecat, dll). (-) 6 Kami lebih memilih untuk tumbuh berkembang secara terencana dan terkontrol. (-) Keterangan: (+) = menambah nilai-nilai entrepreneurial (-) = mengurangi nilai-nilai entrepreneurial (reverse-scored) Nilai rata-rata untuk masing-masing pertanyaan sebagai berikut: Dimensi Resiko 5.00 4.20 Nilai 3.40 2.60 3.17 2.02 2.24 3.14 2.93 1.95 1.80 1.00 1 2 3 4 5 6 Gambar 3.8 Nilai Rata-rata Dimensi Risiko Pada gambar di atas, secara keseluruhan tampak bahwa dimensi ini memang memberikan nilai yang rendah. Tiga faktor utama yang menyebabkan rendahnya nilai pada dimensi risiko adalah kebijakan perusahaan untuk tumbuh berkembang secara terencana dan terkontrol (1,95), kehati-hatian untuk tidak 58

membuat kesalahan (2,02), dan ketidakberanian perusahaan melakukan investasi bisnis baru tanpa melakukan analisis mendalam (2,24). Kebijakan perusahaan untuk tumbuh berkembang secara terencana dan terkontrol sebenarnya merupakan cerminan dari strategi besar yang dimiliki grup AXA. Dengan melihat kembali sejarah perkembangan grup AXA, nampak jelas bahwa perusahaan memiliki kebijakan yang cenderung konservatif dalam menjalankan proses bisnisnya. Meskipun demikian, perusahaan juga secara aktif melakukan tindakan-tindakan yang dirasa perlu seperti melakukan merger, akuisisi, dan kerjasama dengan perbankan. Sedangkan kehati-hatian untuk tidak melakukan kesalahan merupakan faktor yang berhubungan sangat erat dengan kode etik di AXA Financial Indonesia dimana setiap individu yang merupakan bagian dari perusahaan sangat ditekankan untuk tidak melakukan kesalahan dalam menjalankan tugasnya. Penekanan ini secara lebih khusus diberikan kepada agen pemasaran yang berinteraksi langsung dengan klien. Adapun kesalahan-kesalahan yang harus dihindari antara lain: misrepresentasi (memberikan informasi yang salah atau menggiring klien kepada interpretasi yang salah terhadap ketentuan dan syarat polis yang berlaku), rebating (menawarkan untuk memberikan sebagian komisi penjualan kepada klien), twisting (mempengaruhi klien untuk memutuskan kontraknya pada suatu perusahaan asuransi jiwa lain dan memakai nilai tunai yang didapat untuk membeli asuransi di perusahaan asuransi jiwa agen tempat agen tersebut bekerja), money laundering (pencucian uang dimana dilakukan proses dan prosedur tertentu agar dana yang diperoleh dari praktek ilegal tidak dapat dilacak asalnya). Investasi bisnis baru bagi AXA Financial Indonesia hanya akan dilakukan setelah melalui analisis kelayakan bisnis. Hal ini sangat terkait dengan adanya seleksi risiko yang menjadi bagian dari prosedur kantor pusat dimana setiap investasi baru hanya akan dijalankan setelah risiko-risiko yang mungkin terjadi, diperhitungkan dapat ditanggung oleh perusahaan dan tidak menyebabkan kerugian bagi perusahaan. 59

3.3.1.7 Analisis dan Pembahasan Dimensi Kecepatan Dimensi kecepatan menggambarkan kecepatan perusahaan dalam merespon perubahan dan menangkap peluang yang menguntungkan bagi pengembangan perusahaan. Perusahaan yang mampu bergerak dengan cepat dalam industri yang bersifat dinamis, akan menjadi perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif yang besar. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai dimensi kecepatan pada AXA Financial Indonesia adalah 4,01 dan merupakan nilai tertinggi yang diukur. Terdapat empat pertanyaan penyusun dimensi kecepatan yaitu: Tabel 3.10 Dimensi Kecepatan No. 1 Keluhan-keluhan konsumen ditangani secara cepat dan efisien. (+) 2 Masalah-masalah yang ada tidak bisa diselesaikan secara cepat. (-) 3 Para manajer memiliki otonomi yang besar dalam membuat keputusan. (+) 4 Konsumen menggambarkan kita sebagai perusahaan yang bergerak cepat.(+) Keterangan: (+) = menambah nilai-nilai entrepreneurial (-) = mengurangi nilai-nilai entrepreneurial (reverse-scored) Nilai rata-rata untuk masing-masing pertanyaan sebagai berikut: Dimensi Kecepatan 5,00 4,20 4,29 4,05 3,62 4,10 Nilai 3,40 2,60 1,80 1,00 1 2 3 4 Gambar 3.9 Nilai Rata-rata Dimensi Kecepatan 60

Pada gambar di atas, secara keseluruhan tampak bahwa dimensi kecepatan di AXA Financial Indonesia sudah memiliki nilai yang baik. Hal yang masih bisa diperbaiki adalah tingkat otonomi para manajer dalam membuat keputusan (3,62). Meskipun para manajer memiliki otonomi yang cukup besar dalam membuat keputusan, namun keputusan yang diambil tentu saja tidak boleh bertentangan dengan strategi besar perusahaan dan kode etik yang ada. Untuk halhal lain yang berkaitan dengan kecepatan, AXA Financial Indonesia telah memiliki nilai yang baik. Nilai terbesar diperoleh dari elemen pertama dimensi kecepatan yang menyatakan bahwa keluhan-keluhan konsumen telah ditangani secara cepat dan efisien (4,29). Hal ini dimungkinkan terutama karena dukungan dari back office yang profesional dan terintegrasi dengan baik dengan kantor pusat di Jakarta. Hal ini tercermin secara langsung dari pendapat konsumen yang menggambarkan bahwa AXA Financial Indonesia merupakan perusahaan yang dinamis dan bergerak cepat (4,10). 3.3.1.8 Analisis dan Pembahasan Dimensi Fleksibilitas Dimensi fleksibilitas menggambarkan kemampuan perusahaan dalam berlaku fleksibel dalam mengambil keputusan dan bertindak. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai dimensi fleksibilitas pada AXA Financial Indonesia adalah 3,2. Terdapat lima pertanyaan penyusun dimensi fleksibilitas yaitu: 61

Tabel 3.11 Dimensi Fleksibilitas No. 1 Kami sangat bergantung pada team ad hoc / jangka pendek dalam menyelesaikan masalah-masalah. (+) 2 Ketika kami melihat peluang bisnis, kami lambat dalam mengalokasikan sumber daya untuk menangkap peluang tersebut. (-) 3 Kami sering memindahkan orang-orang ke beberapa fungsi dan departemen yang berbeda untuk meningkatkan perspektif (cara padang) yang lebih luas. (+) 4 Orang-orang diharapkan untuk melalui tahap-tahap yang telah ditentukan dalam menyelesaikan pekerjaan. (-) 5 Kami tidak mementingkan penggunaan status jabatan dan gelar di dalam perusahaan. (+) Keterangan: (+) = menambah nilai-nilai entrepreneurial (-) = mengurangi nilai-nilai entrepreneurial (reverse-scored) Nilai rata-rata untuk masing-masing pertanyaan sebagai berikut: Dimensi Fleksibilitas 5,00 Nilai 4,20 3,40 2,60 3,07 3,71 3,45 2,10 3,74 1,80 1,00 1 2 3 4 5 Gambar 3.10 Nilai Rata-rata Dimensi Fleksibilitas Pada gambar di atas, tampak bahwa faktor yang menyebabkan rendahnya nilai pada dimensi fleksibilitas adalah besarnya harapan kepada setiap orang untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan tahapan yang telah ditentukan (2,10) serta ketergantungan pada tim ad hoc untuk menyelesaikan masalah (3,07). 62

Di level operasional, harapan yang diberikan kepada setiap orang untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan tahapan yang telah ditentukan ini sebenarnya merupakan cerminan dari strategi perusahaan yang formal dan cenderung kaku. Hal ini mutlak diperbaiki dan setiap orang sebaiknya mulai didorong untuk mencoba berinovasi dan secara kreatif mencari cara-cara lain dalam melakukan pekerjaan. Hal lain yang bisa ditingkatkan adalah pemanfaatan tim ad hoc untuk menyelesaikan masalah-masalah secara cepat. Adapun masalah-masalah yang menjadi tanggungjawab tim ad hoc tentunya adalah masalah-masalah di level operasional atau taktikal yang menuntut penyelesaian secara cepat. Fleksibilitas AXA Financial Indonesia terutama ditunjukkan dari kemampuannya dalam mengalokasikan sumber daya yang ada untuk segera merealisasikan peluang bisnis tersebut. Hal ini tentu saja sangat berkaitan dengan dukungan managerial level di kantor pemasaran Bandung. 3.3.1.9 Analisis dan Pembahasan Dimensi Fokus Dimensi fokus menggambarkan tingkat fokus perusahaan dalam merencanakan tujuan yang akan dicapai dan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang mendukung tujuan tersebut. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai dimensi fokus pada AXA Financial Indonesia adalah 3,68. Terdapat enam pertanyaan penyusun dimensi fokus yaitu: 63

Tabel 3.12 Dimensi Fokus No. 1 Kami hanya melakukan beberapa hal, tetapi kami mengerjakanya dengan baik. (+) 2 Kita adalah organisasi yang terkotak-kotak, sangat jarang bagian yang satu tidak mengetahui apa yang dilakukan bagian yang lain.(-) 3 Manajemen puncak memiliki visi yang sangat jelas mengenai kemana arah kita dan bagaimana mencapainya. (+) 4 Jika kamu bertanya pada dua orang yang berbeda tentang strategi perusahaan, kamu mungkin akan mendapat dua jawaban yang berbeda.(-) 5 Kami cukup mau mengeluarkan uang, selama itu untuk hal-hal yang benar. (+) 6 Bahkan orang-orang yang bekerja pada level terbawah tahu mengenai visi perusahaan. (+) Keterangan: (+) = menambah nilai-nilai entrepreneurial (-) = mengurangi nilai-nilai entrepreneurial (reverse-scored) Nilai rata-rata untuk masing-masing pertanyaan sebagai berikut: Dimensi Fokus 5,00 4,20 4,19 4,07 4,05 4,26 Nilai 3,40 2,60 2,45 3,05 1,80 1,00 1 2 3 4 5 6 Gambar 3.11 Nilai Rata-rata Dimensi Fokus Pada gambar di atas, secara keseluruhan tampak bahwa dimensi fokus di AXA Financial Indonesia sudah memiliki nilai yang baik. Dua hal dalam dimensi ini yang masih memiliki ruang untuk perbaikan adalah sosialisasi strategi 64

perusahaan kepada setiap orang yang berada dalam perusahaan (2,45) dan sosialisasi visi perusahaan kepada setiap orang (3,05). Sosialisasi strategi dan visi perusahaan kepada setiap orang dalam perusahaan merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan karena pada dasarnya, visi merupakan tujuan jangka panjang yang ingin dicapai perusahaan dan strategi adalah cara yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuannya tersebut. Kedua hal ini sangat penting untuk dikomunikasikan dengan baik kepada semua orang yang menjadi bagian dari AXA Financial Indonesia. Sosialisasi atas visi dan strategi perusahaan sangat berguna untuk menyamakan persepsi dan irama kerja setiap orang sehingga semua orang memberikan kontribusi yang positif bagi perusahaan. Dalam dimensi fokus ini, perusahaan dinilai telah bersedia mengeluarkan dana untuk mendukung hal-hal yang benar. Hal ini juga tercermin pada dimensi umum dimana perusahaan memang bersedia mengeluarkan dana untuk realisasi ide dan peluang bisnis yang bagus. 3.3.1.10 Analisis dan Pembahasan Dimensi Masa Depan Dimensi masa depan menggambarkan perilaku perusahaan dalam hubungannya dengan pencapaian masa depan perusahaan tersebut. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai dimensi masa depan pada AXA Financial Indonesia adalah 3,99. Nilai dimensi ini merupakan nilai terbesar kedua yang terukur jika dibandingkan dengan nilai dimensi-dimensi yang lain. Terdapat lima pertanyaan penyusun dimensi masa depan yaitu: 65

No. Tabel 3.13 Dimensi Masa Depan 1 Kami sadar bahwa perusahaan kami adalah perusahaan yang terdepan/terbaik dibidangnya. (+) 2 Kami tidak banyak berinvestasi di R&D. (-) 3 Perusahaan kami senang menciptakan pasar yang benar-benar baru berdasarkan produkproduk yang sangat inovatif, dimana konsumen sendiri belum tahu kalau mereka membutuhkannya. (+) 4 Kami cenderung lebih sebagai pengikut/ follower daripada pemimpin dalam pengembangan produk baru. (-) 5 Secara umum, para karyawan tidak diberikan penghargaan dalam bereksperimen mencoba hal-hal baru. (-) Keterangan: (+) = menambah nilai-nilai entrepreneurial (-) = mengurangi nilai-nilai entrepreneurial (reverse-scored) Nilai rata-rata untuk masing-masing pertanyaan sebagai berikut: Dimensi Masa Depan Nilai 5,00 4,20 3,40 2,60 1,80 1,00 4,40 3,74 3,98 3,90 3,90 1 2 3 4 5 Gambar 3.12 Nilai Rata-rata Dimensi Masa Depan Pada gambar di atas, secara keseluruhan tampak bahwa dimensi masa depan di AXA Financial Indonesia sudah memiliki nilai yang baik. Hal yang masih bisa diperbaiki adalah investasi di R&D (3,74). 66

Dari gambar di atas tampak bahwa setiap orang di AXA Financial Indonesia menyadari bahwa AXA Financial Indonesia sebagai bagian dari grup AXA, adalah perusahaan yang terbaik di bidang industri asuransi jiwa. Keyakinan ini tentu saja diperkuat dengan tingginya rating yang diberikan lembaga-lembaga rating dunia mengenai kinerja grup AXA. Dalam dimensi ini, juga nampak bahwa perusahaan senang menciptakan pasar yang benar-benar baru berdasarkan produk yang benar-benar inovatif. Sebagai contoh produk inovatif ini adalah peluncuran produk baru bernama Maestro Peace Platinum yang akan dilakukan pada bulan Juli 2007 sebagai penyempurnaan dari produk lama Maaestro Link Plus. Produk baru ini diramalkan akan menjadi satu-satunya produk unit link berbasis dollar yang terbaik di Indonesia. Hal yang menuntut perhatian lebih banyak adalah investasi di R&D. Namun dengan menyadari bahwa AXA Financial Indonesia merupakan perusahaan penyedia jasa keuangan dan layanan finansial, investasi R&D lebih disesuaikan dalam kapasitas perusahaan sebagai perusahaan yang menawarkan jasa, sehingga investasi yang dilakukan lebih bersifat riset pasar yang berguna untuk mengetahui produk keuangan apa yang diinginkan masyarakat. 3.3.1.11 Analisis dan Pembahasan Dimensi Orientasi Individu Dimensi Orientasi Individu menggambarkan bagaimana para karyawan menerapkan nilai-nilai entrepreneurial dalam perusahaan. Penerapan nilai-nilai entrepreneurial oleh karyawan akan ditandai dengan banyaknya ide-ide kreatif dan inovasi yang dimunculkan oleh setiap orang. Secara keseluruhan, nilai pada dimensi ini adalah yang terendah (2,54) dibandingkan nilai pada dimensi-dimensi yang lain. Terdapat sembilan pertanyaan yang membentuk dimensi orientasi individu yaitu: 67

Tabel 3.14 Dimensi Orientasi Individu No. 1 Saya sering berangan-angan menciptakan dan menjalankan bisnis sendiri. (+) 2 Saya tidak menilai diri saya sebagai pemberontak (suka mempertanyakan hal-hal yang tidak benar). (-) 3 Jalan tercepat untuk mencapai puncak adalah dengan melakukan pekerjaan anda sebaikbaiknya sesuai deskripsi pekerjaan yang telah ditentukan. (-) 4 Saya sering berkhayal/melamun ditempat kerja. (+) 5 Saya suka mempertanyakan dan berusaha merubah status quo. (+) 6 Saya tidak menyukai orang yang suka melanggar aturan. (-) 7 Sangat penting bagi saya untuk mendapatkan gaji yang adil dan pasti. (-) 8 Saya rela menukar gaji saya sekarang dengan gaji yang lebih rendah dan kepemilikan saham pada suatu perusahaan baru, yang berisiko sekalipun. (+) 9 Saya lebih nyaman dalam suatu lingkungan yang relatif lebih terstruktur/teratur. (-) Keterangan: (+) = menambah nilai-nilai entrepreneurial (-) = mengurangi nilai-nilai entrepreneurial (reverse-scored) Nilai rata-rata untuk masing-masing pertanyaan sebagai berikut: Dimensi Orientasi Individu 5,00 4,43 Nilai 4,20 3,40 2,60 1,80 2,12 1,93 1,95 2,95 2,14 1,79 3,38 2,19 1,00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Gambar 3.13 Nilai Rata-rata Dimensi Orientasi Individu Pada gambar di atas, secara keseluruhan tampak bahwa dimensi orientasi individu merupakan dimensi dengan nilai yang rendah. Terdapat banyak faktor 68

yang menyebabkan rendahnya nilai pada dimensi orientasi individu antara lain tingkat gaji yang adil dan pasti (1,93), pemahaman melakukan suatu pekerjaan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan deskripsi (1,93), sedikitnya karyawan yang melamun di tempat kerja (1,95), tidak adanya karyawan yang berjiwa pemberontak (2,12), atau suka melanggar aturan (2,14), serta banyaknya karyawan yang lebih nyaman berada dalam lingkungan yang relatif lebih terstruktur atau teratur. Tingkat gaji yang adil dan pasti mendapatkan nilai yang rendah karena sebagian besar responden adalahh agen pemasaran yang memiliki profil pendapatan yang sangat berfluktuasi mengikuti performansi kerja bulanannya. Pemahaman melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan deskripsi terkait sangat erat dengan harapan yang dibebankan kepada karyawan untuk melakukan pekerjaan dengan mengikuti tahap-tahap formal yang telah ditetapkan (bagian dari dimensi fleksibilitas). Tidak adanya karyawan yang berjiwa pemberontak atau suka melanggar aturan berkaitan erat dengan keinginan para karyawan untuk bekerja di suatu lingkungan yang teratur. Karakter pemberontak atau melanggar aturan tentu saja akan menyebabkan situasi kerja mengalami gangguan, dan hal ini tidak diinginkan oleh para karyawan itu sendiri. Nilai tertinggi yang terdapat pada dimensi orientasi individu ini adalah adanya keinginan untuk menciptakan dan menjalankan bisnis sendiri (4,43) yang didukung dengan kerelaan karyawan untuk menukar gaji yang sekarang dengan gaji yang lebih rendah namun disertai kepemilikan saham di suatu perusahaan yang baru (3,38). Kedua hal ini sebenarnya merupakan sinyal bahwa individuindividu yang berada di AXA Financial Indonesia kantor pemasaran Bandung telah memiliki benih-benih jiwa entrepreneurial di dalam dirinya. Meskipun demikian, realisasi angan-angan ini tentu saja harus disertai dengan keberanian untuk keluar dari zona aman dan mengambil risiko yang lebih besar. 69

3.3.1.12 Analisis dan Pembahasan Kondisi Perusahaan Dimensi Kondisi Perusahaan merupakan dimensi yang mampu memberikan gambaran lebih luas mengenai kondisi perusahaan AXA Financial Indonesia. Dalam dimensi ini terdapat empat buah pertanyaan yang berkaitan dengan kinerja perusahaan, pemberdayaan sumber daya manusia, inovasi, dan penggajian. Secara lebih mendalam, analisis mengenai keempat kondisi tersebut dapat dilihat pada pembahasan berikut ini: Mengenai kinerja perusahaan Kinerja Perusahaan 10% 36% 54% Sangat Baik Diatas Rata-rata Rata-rata Gambar 3.14 Kinerja Perusahaan Dari gambar di atas, tampak bahwa 36% responden menilai kinerja perusahaan sangat baik jika dibandingkan dengan kompetitor sedangkan 54% responden menilai kinerja perusahaan diatas rata-rata. Dengan menggunakan skala Likert lima poin, diperoleh nilai rata-rata kinerja perusahaan sebesar 4,26 yang berada dalam rentang persepsi sangat baik. Tentu saja kinerja perusahaan yang sangat baik ini harus dipertahankan dan jika memungkinkan ditingkatkan. 70

Mengenai pemberdayaan sumber daya manusia Pemberdayaan SDM 5% 12% 45% 38% Sangat Baik Rata-rata Diatas Rata-rata Dibawah Rata-rata Gambar 3.15 Pemberdayaan SDM Dari gambar di atas, tampak bahwa 12% responden menilai pemberdayaan SDM telah dilakukan sangat baik, 38% responden menilai pemberdayaan SDM dilakukan diatas rata-rata dan 45% responden menilai pemberdayaan SDM hanya rata-rata. Dengan menggunakan skala Likert lima poin, diperoleh nilai rata-rata pemberdayaan sumber daya manusia sebesar 3,57 yang berada dalam rentang persepsi diatas rata-rata. Pemberdayaan sumber daya manusia merupakan hal yang harus diperbaiki di AXA Financial Indonesia. Perbaikan terhadap sumber daya manusia yang telah ada dapat dilakukan melalui pelatihan-pelatihan yang telah secara terjadwal diadakan. Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia ini, perusahaan dapat pula melakukannya melalui open recruitment yang diselenggarakan di universitas-universitas mengingat berlimpahnya sumber daya manusia dengan kualitas tinggi yang dihasilkan oleh universitas. 71

Mengenai inovasi Inovasi 24% 21% 55% Sangat Baik Diatas Rata-rata Rata-rata Gambar 3.16 Inovasi Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa 21% responden menyatakan bahwa perusahaan sangat suka bereksperimen, 55% responden menyatakan bahwa perusahaan suka bereksperimen dan 24% responden menilai eksperimen yang dilakukan perusahaan berada pada tingkat rata-rata. Menggunakan skala Likert lima poin, diperoleh nilai untuk kategori Inovasi sebesar 3,98 yang berada dalam rentang persepsi suka bereksperimen. Inovasi sangat berkaitan dengan dukungan mannagerial level. Kurangnya dukungan dari manajemen akan dengan cepat mematikan pengembangan ide-ide kreatif dan inovasi-inovasi yang dilakukan. Para karyawan tidak akan merasa tertantang melakukan inovasi jika pada akhirnya, ide-ide mereka tidak dapat direalisasikan karena tidak adanya dukungan manajemen terutama dalam mengalokasikan sumber daya yang mutlak diperlukan. Kegiatan inovasi di AXA Financial Indonesia berada pada tingkat yang tinggi antara lain karena adanya dukungan yang kuat dari manajemen terhadap karyawan untuk melakukan inovasi. Menurut Morris (2002), hubungan antara inovasi dan keberanian mengambil risiko akan membentuk matriks berikut: 72

Gambar 3.17 Matriks Inovasi Pengambilan Risiko Berdasarkan gambar di atas, AXA Financial Indonesia dapat digolongkan kedalam kategori Dreamer karena memiliki tingkat inovasi yang tinggi tanpa didukung keberanian mengambil risiko yang tinggi. Mengenai penggajian Penggajian 10% 21% 40% 29% Sangat Baik Rata-rata Diatas Rata-rata Dibawah Rata-rata Gambar 3.18 Penggajian Dari gambar di atas, tampak bahwa 21% responden menyatakan bahwa struktur penggajian di AXA Financial Indonesia sudah sangat baik, 29% 73

responden menyatakan struktur penggajian baik, dan 40% responden menyatakan struktur penggajian berada pada tingkat rata-rata. Menggunakan skala Likert lima poin, diperoleh nilai untuk kategori Penggajian sebesar 3,62 yang berada dalam rentang persepsi pemberian gaji sesuai kinerja. Besarnya gaji dan insentif yang diterima tentu saja akan sangat mempengaruhi performansi karyawan dan agen pemasaran. AXA Financial Indonesia memiliki sistem penggajian staf dan sistem kompensasi agen yang terstruktur dengan tujuan menghargai prestasi staf dan agen pemasaran, memotivasi peningkatan prestasi, mengakui kontribusi staf dan agen pemasaran kepada perusahaan, dan mengembangkan loyalitas pada perusahaan. Skema kompensasi terdiri atas gaji tetap, komisi, bonus kuartalan, bonus tahunan, dan perjalanan wisata gratis bagi agen berprestasi. 3.3.1.13 Analisis dan Pembahasan Tentang Saya Dimensi Tentang Saya merupakan dimensi yang memberikan gambaran lebih jelas mengenai karakteristik individu yang menjadi responden dalam penelitian ini. Nilai rata-rata dimensi Tentang Saya adalah 3,74. Terdapat sepuluh pertanyaan yang menyusun dimensi ini yaitu: 74

Tabel 3.15 Dimensi Tentang Saya No. 1 Saya lebih bangga terhadap keberhasilan dari keahlian teknis saya dibandingkan dengan kemampan saya dalam memimpin 2 Saya lebih memilih menjalankan organisasi yang sudah terorganisasi dan terintegrasi dengan baik dibandingkan dengan organisasi belum mapan dan tidak terorganisasi 3 Sebagian besar orang di organisasi kami menggambarkan saya sebagai orang yang maverick (pemberani dan independent) 4 Saya bangga terhadap diri saya sebagai orang yang mengerti politik di dalam perusahaan 5 Rekan saya menggambarkan saya sebagai orang kreatif yang suka kerja sendiri 6 Saya yakin entrepreneur itu dilahirkan bukan diciptakan 7 Saya yakin entrepreneur dapat belajar beberapa hal namun harus memiliki banyak kualifikasi/ karakter lain yang tepat 8 Saya yakin entrepreneur sukses adalah hasil dari karakter personal dan pembelajaran 9 Saya yakin entrepreneur bisa belajar banyak bagaimana menjadi seorang entrepreneur 10 Sebagian besar entrepreneur adalah hasil dari pembelajaran dan pengalaman bukan dari karakter personal Nilai rata-rata untuk setiap pertanyaan sebagai berikut: Dimensi Tentang Saya Nilai 5,00 4,20 3,40 2,60 1,80 1,00 4,14 4,14 3,88 3,50 3,69 3,83 4,05 3,38 3,29 3,50 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Gambar 3.19 Dimensi Tentang Saya Berdasarkan gambar di atas, tampak bahwa elemen yang memberikan nilai paling rendah adalah paradigma kebanyakan individu yang berada di AXA Financial Indonesia kantor pemasaran Bandung bahwa seorang entrepreneur 75