Polimorfisme Genetik Pada Lokus Acaca dan Hubungannya Dengan Penampilan Produksi pada Induk Kambing Peranakan Ettawa

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN HASIL PENELITIAN HIBAH PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL DIPA UNIVERSITAS BRAWIJAYA TAHUN 2010

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI (U)

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI JUDUL

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

2011) atau 25,10% ternak sapi di Sulawesi Utara berada di Kabupaten Minahasa, dan diperkirakan jumlah sapi peranakan Ongole (PO) mencapai sekitar 60

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

KERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN PADA SAPI SIMMENTAL. Disertasi HARY SUHADA

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... PRAKATA... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Abstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G

POLIMORFISME GEN GROWTH HORMONE SAPI BALI DI DATARAN TINGGI DAN DATARAN RENDAH NUSA PENIDA

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman

Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo

SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

BIO306. Prinsip Bioteknologi

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau

PENDAHULUAN. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber :

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT

3. METODE PENELITIAN

3. POLIMORFISME GEN Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-1) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer

PENGARUH PEMBERIAN KONSENTRAT... PERIODE LAKTASI TERHADAP BERAT JENIS, KADAR LEMAK DAN KADAR BAHAN KERING SUSU SAPI

BAB 7. Analisis Polimorfisme Gen GHUntuk ProduktivitasTernak Sapi PO

Animal Agriculture Journal 4(2): , Juli 2015 On Line at :

EVALUASI POTENSI GENETIK GALUR MURNI BOER

PENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan

BAB 6. Analisis Frekuensi Gen GHPada Populasi Sapi PO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

POLIMORFISME LOKUS MIKROSATELIT D10S1432 PADA POPULASI MONYET EKOR PANJANG DI SANGEH

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

KERAGAMAN GENETIK KAMBING BOER BERDASARKAN ANALISIS SEKUEN DNA MITOKONDRIA BAGIAN D-LOOP. Skripsi

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketenangan dan akan menurunkan produksinya. Sapi Friesien Holstein pertama kali

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Asosiasi Marka Genetik dengan Pertambahan Bobot Badan Sapi Madura di Pamekasan

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.

TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN Growth Hormone PADA DOMBA EKOR TIPIS SUMATERA

EKSPLORASI GEN GROWTH HORMONE EXON 3 PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN DAN PESA MELALUI TEKNIK PCR-SSCP

KARAKTERISASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KOSTA JANTAN DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banteng liar. Para ahli meyakini bahwa penjinakan tersebut telah dilakukan sejak

PENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan sapi kacang atau sapi kacangan, sapi pekidulan, sapi

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1

PARAMETER GENETIK: Pengantar heritabilitas dan ripitabilitas

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

Hubungan antara ukuran-ukuran tubuh dengan bobot badan kambing Peranakan Etawah jantan di Kabupaten Klaten

2015 IDENTIFIKASI KANDIDAT MARKER GENETIK DAERAH HIPERVARIABEL II DNA MITOKONDRIA PADA EMPAT GENERASI DENGAN RIWAYAT DIABETES MELITUS TIPE

KEMAJUAN GENETIK SAPI LOKAL BERDASARKAN SELEKSI DAN PERKAWINAN TERPILIH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Materi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan

PENANDA KODOMINAN B11 BERDASARKAN CAPS SEBAGAI ALAT SELEKSI TOLERANSI TANAMAN PADI TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM

I. PENDAHULUAN. yang terbuat dari gelatin sapi (Sahilah dkk., 2012). Produsen akan memilih

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Sapi Lokal Indonesia

IDENTIFIKASI VARIASI GENETIK KERBAU (Bubalus bubalis) LOKAL LUMAJANG BERBASIS PENANDA MIKROSATELIT

KARAKTERISTIK MORFOLOGI KAMBING PE DI DUA LOKASI SUMBER BIBIT

I. PENDAHULUAN. Madura, Aceh, Pesisir, dan sapi Peranakan Simmental. Seperti sapi Pesisir

KOMPARASI ESTIMASI PENINGKATAN MUTU GENETIK SAPI BALI BERDASARKAN SELEKSI DIMENSI TUBUHNYA WARMADEWI, D.A DAN IGN BIDURA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

Peta Potensi Genetik Sapi Madura Murni di Empat Kabupaten di Madura. Nurgiartiningsih, V. M. A Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Sapi Friesian Holstein (FH) Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (2009)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul Sapi di Indonesia

PERFORMANS PRODUKSI SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) BERDASARKAN PARITAS, UMUR, BOBOT BADAN, DAN STATUS KEBUNTINGAN DI MADUKARA FARM, KOTA BATU

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

KORELASI GENETIK DAN FENOTIPIK ANTARA BERAT LAHIR DENGAN BERAT SAPIH PADA SAPI MADURA Karnaen Fakultas peternakan Universitas padjadjaran, Bandung

RAGAM ALEL KELAPA PUDAK, PADMA, BLULUK DAN BUNGA DI KECAMATAN MANGGIS, KARANGASEM, BALI BERDASARKAN PENANDA DNA MIKROSATELIT

Relationship Between Body Weight and Body Size Some Quantitative Properties Goat Kacang in Bone regency Bolango.

Gambar 1. Grafik Populasi Sapi Perah Nasional Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011)

Aplikasi Teknologi Marker untuk Konfirmasi Sifat Lean Meat pada Sapi Bali: Strategi Seleksi pada Pemuliaan Ternak

Transkripsi:

16 Polimorfisme Genetik Pada Lokus Acaca dan Hubungannya Dengan Penampilan Produksi pada Induk Kambing Peranakan Ettawa Sucik Maylinda *), Tri Eko Susilorini **) dan Puguh Surjowardojo **) *) Laboratorium Pemuliaan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya **) Laboratorium Ternak Perah, Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya E-mail : sucikmaylinda@yahoo.com ABSTRACT The objectives of this research were to estimate genetic polymorphism at ACACA (Acetyl-coenzyme A carboxylase ) locus in Ettawa Crossbred goat and its relationship with production. The blood sample was taken from 46 female goats to isolate the DNA and continue with PCR (Polymerase Chain Reaction) and RFLP (Restricted Fragmen Length Polymorphism). PCR was used to amplify ACACA gene fragmen in intron 3 about 200 bp with primer F : 5 AGT GTA GAA GGG ACA GCC CAG C 3 and R : 5 GTG GAA TGA CAC ATG GAG AGG G 3 ; RFLP was used to test mutation of that fragmen in particular place (point) using restriction enzyme RSA1. The variables were alelles and genotips composition in population, milk and fat content, and birth weight of kid. The esult showed that (a) genetic polymorphism at locus ACACA in three location was high that is 44,22 %, with allele frequency of G (p) = 33 % and allele T (q) = 67 %; (b) no relationship between the high polymorphism with productive performance of goat in fat and protein content, and birth weight of kid. It was concluded that in goat population there was a high polymorphism at ACACA gene, and that polymorphism was not related to production. Key words: genetic ;polymorphism, ACACA gene, PCR, RFLP, restriction enzyme. Penelitian bertujuan untuk mengestimasi polimorfisme genetik pada lokus ACACA (Acetyl-coenzyme A carboxylase ) pada populasi kambing Peranakan Ettawa dilaksanakan di Batu, Lawang dan Ampel Gading serta hubungannya dengan produksi kambing. 46 ekor kambing betina diambil sampel darahnya, dan dilakukan isolasi DNA untuk selanjutnya diproses dengan PCR (Polymerase Chain Reaction) dan RFLP (Restricted Fragmen Length Polymorphism). PCR untuk menggandakan fragmen gen yang akan diamati (ACACA pada daerah intron 3 sepanjang 200 bp) dengan primer yang digunakan untuk mengamplifikasi daerah tersebut F : 5 AGT GTA GAA GGG ACA GCC CAG C 3 dan R : 5 GTG GAA TGA CAC ATG GAG AGG G 3 ; RFLP bertujuan untuk menguji terjadinya mutasi pada fragmen tersebut dengan pemotongan menggunakan enzim restriksi RSA1. Variabel yang diamati adalah komposisi alel dan genotip, kualitas susu induk, dan bobot lahir anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) polimorfisme genetik pada lokus ACACA di tiga lokasi tersebut adalah 44,22 %, dengan frekuensi alel G (p) = 33 % dan elel T (q) = 67 %; (b) tidak terdapat hubungan antara polimorfisme tersebut dengan kadar lemak dan protein, serta bobot lahir anak kambing. Disimpulkan bahwa populasi kambing cukup polimorfik pada lokus ACACA tetapi tidak berpengaruh terhadap penampilan produksi. Kata kunci: polimorfisme genetik, gen ACACA, PCR, RFLP, enzim restriksi.

17 PENDAHULUAN Kambing Peranakan Etawah (PE) dewasa ini dikenal sebagai kambing lokal disamping kambing Kacang. Di beberapa tempat di Jawa Timur merupakan daerah pemeliharaan kambing PE, antara lain di Kabupaten Malang, Kota Batu, Kabupaten Lumajang. Di kabupaten Malang terdapat beberapa kecamatan yang merupakan daerah padat populasi kambing PE, yaitu Ampel Gading dan Lawang. Sementara jumlah populasi kambing di Jawa Timur mengalami peningkatan yaitu yaitu 2,384,973 2,414,350 2,444,794 2,739,727 2,780,822 ekor masing-masing pada tahun 2005, 2006, 2007, 2008 dan 2009 (Ditjenak, 2010), produktivitas kambing PE masih belum diketahui dengan pasti. Di daerah pemeliharaan yang sesuai dengan manajemen yang baik, telah menampakkan penampilan yang cukup baik. Meskipun demikian, masih perlu ditingkatkan karena kemampuan produksinya yang masih bervariasi. Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya klasifikasi bibit yang baku. Berbagai cara untuk meningkatkan produktivitas ternak. Peningkatan produktivitas ternak mahal dan makan waktu lama, perlu bantuan/terobosan untuk memperpendek waktu. Klasifikasi bibit ini dipandang penting juga karena adanya anggapan-anggapan yang tidak berdasar di kalangan masyarakat, misalnya warna kepala hitam yang dihubungkan dengan produksi susu, perlu dibuktikan secara ilmiah guna menjamin system pemeliaharaan yang efektif. Seleksi untuk menghasilkan bibit secara konvensional memerlukan waktu lama (lebih dari 2 tahun), biaya mahal. Sebagai gantinya dapat dilakukan seleksi berbasis molekuler yaitu MAS (Marker Assisted Selection), yaitu seleksi yang didasarkan adanya marka genetik yang berhubungan sifat/ fenotip tertentu pada ternak. Dengan pemanfaatan marka genetik maka keuntungan akan diperoleh peternak. Hal ini karena: (1) Seleksi berlangsung lebih awal yaitu dengan hanya mengambil sampel darah atau folikel rambut, maka potensi genetik seekor kambing dapat diketahui tanpa harus menunggu kambing tersebut dewasa. (2) Mengurangi biaya pemeliharaan seperti pada seleksi konvensional. Pada kambing, seleksi umumnya dilakukan pada saat disapih, atau umur 3-4 bulan. Dengan MAS, seleksi dapat dilakukan secara dini, dalam hal ini berarti memperpendek interval generasi. (3) Secara regional dapat membantu kebijakan pengembangan pemenuhan kebutuhan daging, karena dengan penerapan MAS dapat dilakukan seleksi lebih dini sehingga culling terhadap kambing-kambing yang potensi genetiknya kurang baik dapat segera dilakukan, (4) Dengan MAS yang dilaksanakan di lingkungan setempat dengan kondisi manajemen peternakan yang berbeda-beda maka dapat diperoleh bibit kambing dengan potensi genetik yang sesuai dengan kondisi daerahnya. Marker genetik sebagai penciri suatu sifat fenotipik tertentu dapat berupa marker morfologi, marker protein darah dan marker DNA. Keragaman diantara genotip merupakan dasar untuk analisis genomik. Untuk dapat digunakan sebagai marker genetik, secara experimental sebuah lokus marker harus menunjukkan adanya keragaman (polimorfik) yang dapat dideteksi dalam dalam populasi (Liu et al., 1998). Penerapan marker genetik dalam program seleksi dan pemuliaan ternak mempercepat peningkatan kualitas genetik ternak, terutama pada sapi. MAS (Marker Assisted Selection) dapat memberikan peningkatan kualitas genetik sebesar 15 sampai 30 % pada ternak (Ge, Davis, Hines and Irvin 1999). Berbagai gen kandidat yang berpotensi sebagai marker genetik,

18 diantaranya adalah gen penyandi metabolism lemak, yaitu gen ACACA (acetyl CoA carboxylase) yang pada beberapa penelitian berhubungan dengan produksi susu dan kualitas susu (Badoui et al.. 2007). Federica, Francesco, Giovanna, Carmela, Gennaro, Carmela and Bianca (2009) menyatakan bahwa Acetyl-CoA carbocylase adalah enzim yang mengatur sintesa asam lemak di dalam jaringan, termasuk semua isoenzim pada ternak selama masa laktasi. Dalam hal ini yang menjadi masalah adalah variabel kualitatif sebagai penanda (marker) fenotipik serta gen potensial ACACA (gen penyandi metabolism lemak) sebagai gen kandidat penanda (marker) genetik berhubungan dengan penampilan produksi pada kambing PE. METODE PENELITIAN Materi penelitian. Penelitian dilaksanakan mulai bulan April - Oktober 2010 (7 bulan). Materi penelitian berupa 46 ekor kambing PE betina laktasi 1-3 di Kecamatan Ampel Gading dan Lawang Kabupaten Malang, dan Kecamatan Bumiaji di Kota Batu. Variabel yang diukur adalah produksi dan kualitas susu, BCS (Body Condition Score) induk, karakter kualitatif (warna kepala, tipe/ bentuk telinga). Tahapan penelitian. 1. Penelitian lapangan Pengumpulan data fenotipik kambing seperti pengambilan sampel susu, bobot badan, warna kepala, tipe telinga, pengambilan sampel darah masing-masing kambing. 2. Penelitian laboratorium Meliputi analisis kualitas susu, persiapan analisis DNA. Analisis DNA meliputi isolasi DNA, PCR dan RFLP. Keterangan masingmasing tahapan : a. Isolasi DNA untuk memisahkan DNA dari sel darah putih. Di awal penelitian dilakukan pengambilan sampel darah setiap kambing yaitu sebanyak 8 10 ml dengan venoject di daerah vena jugularis di daerah leher. b. PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk menggandakan fragmen dari gen yang akan diamati (gene ACACA pada daerah intron 3 sepanjang 200 bp) (Badoui et al. 2007) yaitu dengan pedoman sebagai berikut : Primer yang digunakan untuk mengamplifikasi daerah tersebut yaitu : F : 5 AGT GTA GAA GGG ACA GCC CAG C 3. R : 5 GTG GAA TGA CAC ATG GAG AGG G 3. Program PCR adalah: Predenaturasi 95 C selama 5 Denaturasi 95 C selama 1 Annealing 63 C selama 1 Ekstensi 72 C selama 45 Ekstensi akhir 72 C selama 5 c. RFLP (Restricted Fragmen Lenngth Polymorphism) Dengan tujuan untuk menguji terjadinya mutasi pada fragmen tersebut dengan menggunakan enzim restriksi RSA1. Enzim RSA1 merupakan enzim restriksi dengan sekuen recognition site adalah GT Ị AC (Anonymous, 2004). Hasil pemotongan dengan enzim Rsa1 adalah 2 fragmen dengan ukuran 123 pb dan 77 pb dan merupakan alel T, sedangkan fragmen tak terpotong merupakan alel normal yaitu G. Untuk melihat hasil pemotongan dengan enzim restriksi dilakukan elektroforesis dengan gel agarose 2%. Berdasarkan pola pita yang dihasilkan akan dihasilkan alel-2 dengan jumlah

19 tertentu yang kemudian akan diuji derajat polimorfismenya dengan rumus : PICi = 1 - p2ij (Budak, Pedraza, Cregan, Baenziger and Dweikat, 2003), di mana PICi adalah polymorphic information content pada lokus ke I dan pij adalah frekuensi alel ke j pada lokus ke i. Kemudian setelah diketahui jumlah frekuensi alel dan genotip kemudian analisis statistik dilakukan untuk mengetahui pengaruh genotip terhadap penampilan produksi. d. Analisis data Anova dengan model One Way Layout Unbalanced design menggunakan software Genstat Release 7.22 TE (PC/Windows XP) TAHUN 2008. Model matematikanya : Setelah DNA yang telah diisolasi dilakukan PCR (Polymerase Chain Reaction), maka kemudian dipotong dengan enzim restriksi Rsa1. Teknik PCR mengamplifikasi fragmen DNA 200 pb di daerah intron 3. Gambar 1 menunjukkan hasil PCR masingmasing sampel dan Gambar 2 menggambarkan tentang PCR-RFLP pada fragmen tersebut. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Gambar 1. Hasil PCR masing-masing sampel Yij = µ + ai + eij Yij = hasil pengamatan penampilan atau ciriciri kambing PE (produksi susu, kualitas susu, lingkar dada, panjang badan, tinggi badan, lebar dan panjang kepala, lebar dan panjang telinga), µ adalah rataan populasi, ai pengaruh faktor/ perlakuan (genotip) ke-i eij adalah kesalahan acak pada pengamatan ke-j dan perlakuan ke-i. HASIL PENELITIAN Hasil penelitian dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu (1) polimorfisme genetik pada lokus ACACA, dan (2) hubungan polimorfisme tersebut dengan penampilan produksi kambing, yaitu kualitas susu dan bobot lahir anak. Polimorfisme genetik pada gen ACACA (Acetyl coenzyme-a carboxylase) pada kambing PE. M TT GT GG GT GG GT GT GT GT GT GT GT GT TT GT TT Gambar 2. Hasil elektroforesis gen agarose 2 % dari PCR-RFLP. Dari hasil PCR-RFLP dan elektroforesis gel agarose diperoleh hasil seperti yang disajikan pada Tabel 1 sebagai berikut. Tabel 1. Komposisi genotip, alel dan frekuiensinya. Genotip Jumlah Frek. Gen (%) Alel Frekuensi alel (%) GT 30 65 % G dan T p = 33*) TT 16 35 % T q = 67**) Keterangan : *) p adalah frekuensi alel dominan G, p = 0 + ½ x 62 %; **) q adalah frekuensi alel resesif T, q = 38 % + ½ x 62 %.

20 Dengan rumus dari Budak et al. (2003) untuk menghitung derajat polimorfisme dari lokus tertentu dalam populasi yaitu PICi = 1 - p2ij maka diperoleh hasil polimorfisme gen ACACA disini adalah 44,22 %. Hubungan genotip dengan penampilan produksi kambing PE. Berdasarkan hasil penelitian ternyata genotip tidak berhubungan dengan kadar lemak susu dan protein susu yang tinggi, serta bobot lahir anak. Tabel 2 memberikan gambaran tentang pengaruh genotip dengan kadar lemak susu dan protein susu, serta bobot lahir anak. Tabel 2. Kadar lemak dan protein susu serta bobot lahir pada genotip ACACA Genotip Bobot Lemak susu Protein susu lahir anak (%) (%) (kg) GT 6.26 + 0.43 3.04 + 0.06 3.34 + 0.9 TT 7.09 + 0.46 3.12 + 0.09 3.36 + 0.85 Hasil pada Tabel 2 menunjukkan bahwa genotip GT dan TT memberikan pengaruh yang sama baik terhadap kadar lemak susu, protein susu maupun bobot lahir anak kambing. PEMBAHASAN Polimorfisme genetik pada gen ACACA (Acetyl coenzyme-a carboxylase) pada kambing PE. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa sementara ini, seleksi dengan menggunakan marker genetik gen ACACA masih belum memungkinkan. Hal ini diduga karena hanya ditemukan 2 macam genotip, meskipun populasi cukup polimorfik. Menurut Kirby (1990), polimorfisme adalah terdapatnya lebih dari satu bentuk/ macam genotip di dalam populasi. Polimorfisme DNA diamati dengan didasarkan keragaman panjang fragmen DNA yang dihasilkan dari pemotongan oleh enzim restriksi (RFLP/ Restiction Fragmen Length Polymorphism). Keragaman panjang fragmen yang dihasilkan oleh RFLP umumnya disebabkan oleh mutasi (point putation) pada basa-basa penyusun gen tertentu. Meskipun demikian untuk mengamati keragaman populasi terdapat pula teknik yang lebih akurat yaitu dengan polimorfisme di daerah microsatellite dan hypervariable minisatellite region (Jeffrey, 1985). Secara umum daerah yang berulang pada susunan DNA disebut Repetitive DNA Sequence. Hanya terdapatnya dua genotip tersebut di atas diduga disebabkan oleh seleksi oleh manusia yang lebih menginginkan karakter tertentu misalnya karakter kualitatif warna kepala hitam dan telinga panjang berlipat yang belum terbukti berhubungan dengan produksi. Meskipun demikian dengan polimorfisme tinggi masih dimungkinkan diadakan seleksi yaitu dengan menambah jumlah ternak yang diamati. Seleksi akan memperoleh hasil yang tinggi apabila keragaman populasi masih tinggi (Udo, 1994). Hal ini disebabkan adanya mutasi pada alel-alel gen tertentu. Menurut Koolman and Rohm (1994) dikatakan bahwa salah satu teknik untuk mendeteksi gen yang mengalami mutasi adalah teknik analisis RFLP (Restriction Fragmen Length Polymorphism), sebab prinsip RFLP adalah perbandingan panjang fragmen yang dihasilkan oleh pemotongan di tempattempat tertentu pada DNA oleh enzim restriction endocuclease (enzim restriksi). Apabila suatu basa di dalam suatu tempat mengalami perubahan karena mutasi, maka lokasi pemotongan oleh enzim restriksi akan berubah. Hasilnya adalah ada dua kemungkinan: (1) enzim tidak dapat memotong DNA di tempat semula, atau (2) enzim justru dapat memotong DNA di tempat semula. Hal yang terpenting dari

21 teknik RFLP ini adalah terbentuknya fragmen yang berbeda setelah mutasi dibandingkan dengan fragmen yang dihasilkan DNA normal. Pembacaan hasil RFLP dilakukan setelah produk PCR dipisahkan dengan gel elektroforesis (gel agarose 2 %). Hubungan genotip dengan penampilan produksi kambing PE Hasil penelitian yang menunjukkan genotip tidak berpengaruh terhadap penampilan kambing memberikan suatu pemikiran bahwa masih perlu ditelusurinya beberapa gen kandidat yang potensial untuk menemukan marker genetik untuk produksi kambing. Gen ACACA sendiri merupakan gen kandidat yang cukup potensial pada ternak lain seperti sapi. Pada hasil penelitian lain pada mamalia, enzim ACACA (Acetylcoenzyme A carboxylase) mengatur metabolisme lemak yaitu biosintesis rantai panjang asam lemak. Gen penyandinya disebut gen ACACA (Badaoui, Serradilla, Tomàs, Urrutia, Ares, Carrizosa, Sànchez, Jordana and Amills, 2007). Pada penelitian ini dilakukan genotyping terhadap 4 bangsa kambing, yaitu Murciano-Granadina, Teramana, Majorera dan Malaguen. Pengamatan dilakukan di exon 5 dari gen ACACA dan diperoleh bahwa gen ini berpengaruh terhadap produksi lemak susu, kadar laktosa dan jumlah sel somatic (SCC). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Meskipun hanya terdapat 2 macam genotip saja yaitu GT dan TT, polimorfisme di lokasi penelitian cukup tinggi dalam lokus ACACA yaitu 44,22 %. Meskipun demikian dari hasil polimorfisme tinggi tersebut ternyata tidak berhubungan dengan terhadap penampilan kambing PE, di mana baik genotip GT maupun TT mempunyai pengaruh yang sama. Saran Guna lebih menyukseskan penelitian semacam ini di masa mendatang, maka persiapan supaya lebih baik, mengingat beberapa lokasi penelitian adalah daerah yang cukup terpencil dan pemeliharaan masih tradisional dan hampir sebagian besar peternak tidak memerah kambingnya. Perlu dipertimbangkan pelaksanaan penelitian di UPT atau di Balai Penelitian dengan kondisi lingkungan yang terkontrol dengan baik. UCAPAN TERIMA KASIH 1. Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan, DIPA DP2M. 2. Rektor Universitas Brawijaya. 3. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Brawijaya. 4. Dekan Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. 5. Ketua dan Anggota Kelompok Peternak Kambing Perah Karya Makmur Lawang dan Ampelgading DAFTAR PUSTAKA Anonymous, 2004. Restriction Endocuclease Rsa1. Roche Applied Science. www.roche-applied-science.com Anonymous, 2005. Standar Mutu Bibit Kambing. Kementerian Pertanian Republik Indonesia. www.deptan.go.id (24 Nopember 2010) Anonymous, 2007. Tujuh Plasma Nutfah kambing Lokal Indonesia. www.inovasi/k1070405.pdf (23 Nopember 2010) Ditjenak, 2010. Statistik Peternakan 2010. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan - Kementerian Pertanian Republik Indonesia. (24 Nopember 2010).

22 Badoui et al. 2007. Goat acetyl coenzyme-a carbocylase α. J. Dairy Sci. 90 : 1039 1043. Budak et al. 2003. Development and utilization of SSRs to estimate the degree of genetic relationships in a collection of Pearl Millet germplasm. Crop Sci. of America. 43: 2284-2290 Ditjenak, 2010. Statistik Peternakan 2010. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan - Kementerian Pertanian Republik Indonesia. (24 Nopember 2010) Ge et al. 1999. Identification of genetic markers for growth and carcass traits in beef cattle. Extension Reseacrh Bulletin. Special Circular 170 Holstein Foundation. 2010. Dairy Goat Judging. American dairy Goat Foundation. Hyperdictionary. 2000. Meaning of Polymorphism. Copy Right 2000-2003 Webnox Corp. Kirby LT. 1990. DNA Fingerprinting. Stockton Press. New York. Koolman J, Röhm K. 1994. Atlas Berwarna & Teks Biokimia. Penerbit Hipokrates, Jakarta. Sodiq A, Adjisudarmo S and Tawfik ES. 2002. Doe Productivity of Kacang and Peranakan Etawah Goats in Indonesia and Factors ASffecting Them. www.tropentag.de Suzuki et al. 1986. An Introduction to Genetic Analysis. 3rd Ed. W.H. Freeman and Company. USA. Udo H. 1994. Ruminant Breeding Strategies for the Tropics. Department of Tropical Animal Production, Wageningen Agricultural University. Puslitbangnak. 2010. Perbaikan Kualitas Bibit dan Pakan Kambing PE. Kementerian Pertanian. Badan Litbang Pertanian.