Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia saat ini sudah semakin maju. Dilihat dari

PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN meluasnya globalisasi produksi, distribusi dan pasar. Revolusi teknologi clan informasi

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

PENGANTAR. guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang cenderung bertambah dari tahun

HASIL DAN PEMBAHASAN

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. Pasar bebas bukan saja merupakan peluang namun juga ancaman. yang harus dihadapi oleh industri yang berkeinginan untuk terus maju dan

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. yang sangat beragam dan mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PROSPEK KERJASAMA PERDAGANGAN PERTANIAN INDONESIA DENGAN AUSTRALIA DAN SELANDIA BARU

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang saling membutuhkan satu sama lain. Kegiatan ini diperlukan oleh

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga permintaan susu semakin meningkat pula. Untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12.

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA

PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik. financial openness). Keuntungan dari keterbukaan

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya.

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

Bab 4 P E T E R N A K A N

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

OUTLOOK Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2016

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

I. PENDAHULUAN. pada situasi krisis moneter yang melanda lndonesia saat ini harus memikul

I. PENDAHULUAN. 1 Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

BAB I. PENDAHULUAN. [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009.

PENDAHULUAN. Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun Jumlah (ekor) Frekuensi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

BAB I PENDAHULUAN. Filipina, Malaysia dan lainnya yang mengalami distorsi ekonomi yang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

I. PENDAHULUAN , , , , ,4 10,13

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Menurut Saragih (2001), pengembangan sektor agribisnis pada. masa yang akan datang menghadapi sejumlah tantangan besar yang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

KUTUKAN FISKAL DARI NEGERI KANGGURU Oleh: Rendra Wasita, S.P. Abstrak

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan Oleh : Feryanto W. K. Sub sektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian serta bagi perekonomian nasional pada umumnya. Permintaan terhadap komoditi peternakan sebagai sumber protein hewani diperkirakan akan semakin meningkat akibat peningkatan jumlah penduduk dan meningkatnya kesadaran akan gizi masyarakat Susu sebagai salah satu hasil komoditi peternakan, adalah bahan makanan yang menjadi sumber zat gizi atau protein. Kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan tingkat kesadaran kebutuhan gizi masyarakat yang didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini dapat ditunjukkan dengan meningkatnya konsumsi protein hewani dari 6.8 liter/kapita/tahun pada tahun 2005, dan tahun 2008 konsumsi susu meningkat menjadi 7.7 liter/kapita/tahun (setara dengan 25 g/kapita/hari), angka tertinggi sejak terjadinya krisis moneter pada tahun 1997 (Ditjen Bina Produksi Peternakan, 2006 dan Sinar Harapan, 2007 [1]). Pembangunan sub sektor petemakan, khususnya pengembangan usaha sapi perah, merupakan salah satu alternatif upaya peningkatan penyediaan sumber kebutuhan protein hewani dan sebagai upaya mendukung program revitalisasi putih, sebagai upaya peningkatan kualitas hidup dan kesehatan masyarakat. Berbagai tantangan yang dihadapi oleh usaha ini cukup berat baik di tingkat global dan regional, makro serta mikro. Di tingkat global dan regional tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan kegiatan ekspor dan substitusi impor dalam upaya perolehan dan penghematan devisa negara. Di tingkat makro tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan ketahanan pangan nasional, dalam hal ini pangan protein asal ternak, dimana untuk susu ditargetkan sebesar 6 kg/kapita/tahun. Sampai dengan akhir tahun 2003, hal tersebut telah mencapai 7.28 kg/kapita/tahun, meskipun sebagian besar masih merupakan komponen impor (Statistik Peternakan, 2003). Di tingkat mikro tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan pendekatan kesejahteraan peternak melalui peningkatan efisiensi usaha yang terkait dengan upaya peningkatan populasi ternak dan skala usaha.dengan adanya tantangan-tantangan dan perkembangan tersebut, maka pembangunan peternakan, khususnya pengembangan usaha sapi perah, ditujukan kepada satu visi terwujudnya masyarakat yang sehat dan produktif melalui page 1 / 8

pembangunan peternakan tangguh berbasis sumberdaya lokal (Sudrajat, 2000). Visi tersebut mengandung arti bahwa usaha peternakan tangguh yang diidamkan harus memihak kepada rakyat, memanfaatkan potensi sumberdaya lokal dan memfasilitasi usaha peternakan rakyat. Salah satu yang menjadi program utama adalah meningkatkan konsumsi susu masyarakat, sehingga upaya yang dilakukan diantaranya adalah meningkatkan supply didalam negeri dan secara bertahap mengurangi ketergantungan peternak terhadap industri pengolahan susu (IPS) dalam kaitannya dengan distribusi dan produksi. Permintaan terhadap komoditi susu yang tinggi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, tetapi produksi susu nasional belum mampu mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat Indonesia. Maka pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk melakukan impor susu dari luar negeri. Selain melakukan impor pemerintah juga melakukan ekspor susu dalam bentuk susu olahan. Data perkembangan ekspor dan impor susu Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Perkembangan Ekspor dan Impor Susu Indonesia (1999-2003) Tahun Volume (Kg) 1999 Ekspor Susu Olahan Nilai (US Volume $) (Kg) 2 060 68 953 Impor Susu Bubuk Nilai (US $) 4 876 808 2 887 970 2000 370 334 630 934 5 756 787 3 706 110 2001 561 578 1 263 956 8 589 098 7 371 636 2002 3 382 293 1 660 603 8 476 317 6 746 121 2003 4 550 200 2 448 417 10 844 437 16 501 144 Sumber : Ditjen Bina Produksi Peternakan, Tahun 2006 page 2 / 8

Pada Tabel 1, terlihat bahwa ekspor susu olahan dan impor susu bubuk mengalami peningkatan dari tahun ketahun, dari tahun 1999-2003. volume ekspor susu olahan tertinggi dicapai pada tahun 2003 sebesar 4 550 200 Kg dengan nilai US $ 2 448 417. sedangkan volume impor tertinggi juga dicapai pada tahun 2003 sebesar 10 844 437 Kg dengan nilai US $ 16 501 144. tingginya volume impor disebabkan karena produksi susu nasional belum mampu memenuhi permintaan Industri Pengolahan Susu (IPS) dan kebutuhan masyarakat. Negara pengekspor susu ke Indonesia antara lain adalah Australia, Perancis dan Selandia Baru, negara-negara tersebut merupakan penghasil susu dengan kualitas terbaik. Kegiatan Usaha peternakan sapi perah, tergabung dalam koperasi susu sapi perah, yang memiliki unit usaha apakah penyediaan pakan ternak, pemasaran, pengolahan susu dan sebagainya. Semua aktivitas yang dilakukan secara kolektif dapat dilakukan dalam koperasi sesuai dengan prinsip dan nilai yang dimiliki. Koperasi susu yang berfungsi sebagai produsen kolektif susu sapi perah yang berasal dari peternak, berupaya untuk menyediakan kebutuhan susu dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan dan mendukung revitalisasi putih, namun dalam pelaksanaannya koperasi susu mengalami kesulitan dalam pelaksanaannya, akibat dibukanya kran globalisasi yang membuka kesempatan bagi IPS (Industri Pengolahan Susu), untuk mendapatkan bahan baku susu dari impor. page 3 / 8

Perkembangan usaha sapi perah di Indonesia yang cukup signifkan itu tidak terlepas dari upaya Pemerintah dalam bentuk dukungan kebijakan yang bersifat lintas sektoral, perlindungan atau proteksi terhadap usaha peternakan rakyat dan penyediaan fasilitas kredit serta permodalan dalarn meningkatkan skala usaha dan populasi sapi perah di tingkat keluarga peternak. Pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga Menteri, yakni Menteri Koperasi, Menteri Pertanian dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan yang selanjutnya dikukuhkan dengan INPRES Nomor 2 Tahun 1985 mengatur tentang pemasaran susu segar dari peternak ke IPS. Dalam hal ini IPS wajib menerima susu segar dalam negeri (SSDN) dan bukti serap sebagai pengaman harga SSDN dan harga bahan baku impor. Beberapa instrumen kebijakan yang diterapkan oleh Pemerintah selama ini adalah adanya (a) rasio impor bahan baku susu yang dikaitkan dengan keharusan serap susu segar domestik, atau yang lebih dikenal dengan rasio BUSEP (Bukti Serap), dan (b) penerapan tarif impor untuk bahan baku susu impor maupun produk susu (susu bubuk, keju dan mentega). Namun, Sejak ditandatanganinya kesepakatan antara Pemerintah RI dengan IMF pada bulan Januari 1998 tentang penghapusan tataniaga SSDN, maka sejak saat itu sistem rasio BUSEP juga telah dihapus. Dengan ketentuan tersebut sesungguhnya komoditas susu telah memasuki era pasar bebas, meskipun seharusnya baru akan dimulai pada tahun 2003. Hal ini berarti bahwa komoditas susu memasuki pasar bebas lebih awal dari kesepakatan waktu yang page 4 / 8

telah ditetapkan, sehingga harus memiliki daya saing kuat untuk mengantisipasi masuknya bahan baku susu impor. Oleh karenanya harga SSDN yang berlaku harus merupakan harga pasar yang kompetitif, terutama jika dipertimbangkan ancaman dari produsen susu kaliber dunia dari negara tetangga seperti Australia dan New Zealand. Dari data BPS tahun 2005, terlihat bahwa produksi susu di dalam negeri belum mampu mencukupi kebutuhan konsumsi susu masyarakat dan IPS yang sellaui mengalami peningkatan. Kebutuhan susu nasional setiap hari mencapai 3.75 juta liter sedangkan jumlah prosuksi susu nasional sebesar 1.25 juta. Jadi 75 persen kebutuhan susu nasional dipenuhi oleh pemrintah dengan melakukan impor susu dari beberapa negara seperti Australia, Prancis dan selandia Baru. Sebagai upaya untuk melindungi peternak dan koperasi susu sapi perah Indonesia, pada tahun 1998 terdapat instruksi Presiden No. 4 tahun1998 yang membuat kebijakan tentang susu impor. Instruksi tersebut dibuat berdasarkan kesepakatan tiga menteri (Pertanian, Perindustrian dan Perdagangan serta Koperasi) yang berisi bukti serap susu nasional. Apabila IPS membeli susu impor maka diwajibkan untuk mebeli susu dari petermaka nasional. Jika IPS impor susu sebanyak dua kilogram page 5 / 8

maka wajib membeli susu dari peternak atau koperasi sebanyak satu kilogram. Pada saat Indonesia akan memasuki era perdangan bebas (WTO/World Trade Organization) pemerintah mencabut Instruksi Presiden No. 4 tahun 1998. Pencabutan kebijakan tersebut tidak diimbangi dengan proteksi dari pemerintah terhadap para peternak nasional. sehingga memberikan keleluasaan kepada Industri Pengolahan Susu (IPS) untuk membeli susu impor dari luar negeri. Selain itu besarnya tarif impor untuk susu Indonesia masih tergolong rendah hanya berkisar 0-5 persen. Rendahnya tarif impor tersebut menyebabkan semakin tingginya jumlah impor yang dilakukan oleh IPS. Hal tersebut akan mendorong semakin rendahnya daya saing dari produsen susu, yakni peternak sapi perah dan koperasi. Koperasi susu, merupakan kelompok koperasi terbaik yang dimiliki oleh negara Indonesia. Namun, berdasarkan pertemuan International Cooperative Alliance (ICA) organisasi gerakan koperasi internasional Oktober 2007, Global 300 menyajikan profil 300 koperasi kelas dunia, berasal dari 28 negara yang turnover-nya mulai dari 63.45 juta dollar AS hingga 654 juta dollar AS. Koperasi terbanyak bergerak di sektor keuangan (perbankan, asuransi, koperasi kredit/credit union) sebesar 40 persen, disusul koperasi pertanian (termasuk kehutanan) 33 page 6 / 8

persen, koperasi ritel/wholesale 25 persen, sisanya koperasi kesehatan, energi, manufaktur, dan sebagainya. Dari 300 koperasi itu, 63 berada di Amerika Serikat, 55 di Perancis, 30 di Jerman, 23 di Italia, dan 19 di Belanda. Jepang menempatkan 13 koperasinya dalam Global 300, salah satu yang terbesar adalah Zen Noh, koperasi pertanian yang turnover-nya 63.45 juta dollar AS dan aset 18.35 juta dollar AS (2005),. Kemudian, Korea Selatan menempatkan dua koperasi, India menempatkan tiga koperasi, bahkan Singapura menempatkan dua koperasi. Dalam kelompok/daftar koperasi negara berkembang, disebut Developing 300 Project, dengan turnover tertinggi US$ 504 juta, ada negara, seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, atau Filipina, sementara dari Afrika, seperti Etiopia, Kenya, Tanzania, dan Uganda, masing-masing menyumbangkan lima koperasi (Baga, 2008 dan Djohan, 2008). Informasi ini juga menjelaskan bahwa tak satupun koperasi dari Indonesia yang terjaring dan masuk peringkat koperasi terbaik dunia. Permasalahan susu bukan hanya jumlah produksi nasional yang tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat tetapi juga adalah masalah lain seperti rendahnya posisi tawar koperasi dan peternak. Menurut Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Jawa Barat harga susu lokal tahun 2008 perliternya Rp 3 400, sedangkan harga susu impor mencapai Rp. 4 000-Rp. 5 000 per liternya. Disamping itu IPS juga tetap menuntut penurunan harga beli susu di tingkat peternak dan koperasi, bahkan sejak 11 Desember 2008 harga pembelian susu oleh page 7 / 8

IPS sudah turun [2]. Harga produk susu impor sebenarnya lebih mahal dari harga susu nasional, tetapi IPS lebih banyak membeli susu impr karena kualitasnnya lebih baik dan diperkirakan total impor susu sebesar 70-73 persen dari kebutuhan nasional. Sehingga dengan demikian perlu dilakukan tinjauan ulang terhadap kebijakan terdahulu untuk melihat arah kebijakan persusuan nasional, serta diperlukan niatan yang kuat dari pemerintah untuk memberikan perhatian terhadap sektor yang sangat potensial ini agar diperoleh peternak dan koperasi yang berdaya saing tinggi. Wallahu alam!. [1] Sinar Harapan. 2007. Tragedi 15 tetes susu. opini tentang perkembangan peternakan sapi perah dan koperasi, menjelaskan bahwa pada tahun 2006 konsumsi susu masyarakatnya Indonesia masih sangat rendah bila dibandingkan dengan Negara India mencapai 44,9 liter/orang/tahun. Begitu juga dengan Malaysia yang 25 liter/orang/tahun; Thailand 25 liter, Singapura 20 liter, Filipina 11 liter/orang/tahun dan Vietnam 8,5 liter/orang/tahun [2] Harian Kompas, 17 Februari 2009. Judul berita Harga Susu Sementara Tidak Akan Diturunkan page 8 / 8