BAB I PENDAHULUAN. atau pemberontakan yang dimulai dari Tunisia pada musim semi, Desember 2010.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al-

Dalam pandangan Ikhwan, mereka mempunyai hubungan bersahabat sejak era pendiri kerajaan, Raja Abdul Aziz al Saud, bahkan sampai saat ini.

BAB V KESIMPULAN. dasawarsa terakhir ini dengan dilumpuhkannya beberapa pemimpin-pemimpin dictator

Ia mendesak dunia Barat untuk mengambil langkah agar khilafah bisa dicegah.

BAB 1 PENDAHULUAN. membentuk negara-negara kecil baru, namun secara umum masih mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. ini, menjadi salah satu tujuan negara-negara asing untuk merebut. kepentingan nasionalnya di Timur Tengah.

cambuk, potong tangan, dan lainnya dilaksanakan oleh Monarki Arab Saudi. Selain hal tersebut, Monarki Arab Saudi berusaha untuk meningkatkan

BAB I PERANAN LIGA ARAB DALAM USAHA MENYELESAIKAN KONFLIK DI SURIAH. Organisasi yang bertujuan untuk menciptakan perdamaian antar negara-negara

Konstitusi Rancangan Rusia untuk Suriah: Pertimbangan tentang Pemerintahan di Kawasan Tersebut

BAB V KESIMPULAN. di Kerajaan Saudi. Ulama berperan dalam mendukung segala kebijakan-kebijakan

Demokratisasi di Mesir (Arab Spring) Ketiga dapat dikatakan benar. Afrika Utara dan Timur Tengah mengalami proses demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

Lampiran. Timeline Konflik Yang Terjadi Di Suriah Kekerasan di kota Deera setelah sekelompok remaja

BAB IV ANALISA KONFLIK SURIAH

BAB V. Kesimpulan. dari revolusi di kerdua Negara tersebut. Bahkan di Mesir media sosial

Westget Mall diperkirakan merupakan supermarket milik Israel yang sering dikunjungi orang-orang asing.

A BOON OR A BANE. P r o j e c t FOR DEMOCRACY? i t a i g k a a n. Amr Hamzawy and Nathan J. Brown. Berkah atau Kutukan Buat Demokrasi?

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak Arab Saudi didirikan pada tahun 1932, kebijakan luar negeri

2015 DAMPAK DOKTRIN BREZHNEV TERHADAP PERKEMBANGAN POLITIK DI AFGHANISTAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak dapat dipungkiri bahwa dewasa ini tidak ada negara yang

BAB V KESIMPULAN. menjalar ke Suriah merupakan akar dari konflik berkepanjangan yang terjadi di Suriah.

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Ketika menulis sebuah teks, penulis harus berupaya menarik minat pembaca

BAB I PENDAHULUAN. sejak masa reformasi ditandai dengan adanya kebebasan terhadap pers dalam

BAB V KESIMPULAN. Islamic State of Irak and Levant (ISIL) yang saat ini berubah nama menjadi

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

BAB IV KESIMPULAN. Dalam bab ini, penulis akan menuliskan kesimpulan dari bab-bab. sebelumnya yang membahas mengenai kelompok pemberontak ISIS dan

Saleem Achia, Aktivis Hizbut Tahrir Inggris

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008.

BAB V KESIMPULAN. menolak Islamophobia karena adanya citra buruk yang ditimbulkan oleh hard

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa

BAB V KESIMPULAN. sehingga berada dalam ujung tanduk kehancuran, momentum yang tepat ini

BAB IV KESIMPULAN Prosperity Outhority faktor sosial ekonomi politik

Kekayaan alam Mali sangat menggiurkan sehingga Prancis tak mau kehilangan cengkeramannya, sementara Amerika ingin mendepat Prancis.

PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME

PENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan

Muhammad Ismail Yusanto, Jubir HTI

Mempertahankan sistem militer dan sistem demokrasi sama saja memperpanjang kolonialisme. Pilihan satu-satunya adalah khilafah.

Mali Diinvasi Asing, PBB tak Ambil Pusing

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar negara di Timur Tengah mulai dari Tunisia, Mesir, Libya, Suriah, sampai Yaman.

BAB V KESIMPULAN. terbesar itu dilaksanakan bersamaan pada sidang tahunan ke-41 IDB di Jakarta. IDB

BAB V PENUTUP. telah dikaji oleh banyak sejarawan. Hubungan historis ini dilatarbelakangi dengan

BAB I PENDAHULUAN. meyampaikan pendapatnya di pertemuan rakyat terbuka untuk kepentingan

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

Tidak hanya di Indonesia, Amerika bermain hampir di semua kawasan negeri Islam.

Hisham Albaba. Ketua Maktab I lamiy Hizbut Tahrir Suriah

PERSAINGAN EKONOMI INDONESIA KEPERCAYAAN KONSUMEN TERTINGGI NOMOR 3 DI DUNIA INDEKS KEPERCAYAAN KONSUMEN SEBESAR 115

Mengapa HT terus mendesak pemerintah mengirimkan tentara perang melawan Israel?

Dunia di Ambang Perang. Laporan Reguler SYAMINA 01/Januari 2016

IDEOLOGI GERAKAN ISLAM KONTEMPORER. Fundamentalisme, Islamisme, Salafisme, dan Jihadisme

Indonesia akan menyelenggarakan pilpres setelah sebelumnya pilleg. Akankah ada perubahan di Indonesia?

RESUME. Amerika Latin merupakan salah satu wilayah di dunia. yang mengalami dinamika sosial-politik yang menarik.

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes

Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016

BAB V KESIMPULAN. satu pemicu konflik. Sebelum Yaman Unifikasi mereka terbelah menjadi dua

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM

I. PENDAHULUAN. cadangan minyak bumi nomer dua terbesar di dunia dan gas alamnya yang

BAB I PENDAHULUAN. (Hizbut Tahrir) menjadi sebuah fenomena di tengah-tengah masyarakat. Taqiyyudin An Nabhani, seorang ulama asal palestina.

BAB IV PENUTUP. Strategi keamanan..., Fitria Purnihastuti, FISIP UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV PENUTUP. Hal itu dikarenakan kemunculannya dalam isu internasional belum begitu lama,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengambil kesimpulan sebagai berikut: A. Sikap Amerika Serikat Terhadap Wikileaks Dan Kebebasan Informasi

Kapitalisme adalah ideologi yang cacat dan terbukti gagal membawa kebahagiaan bagi manusia di muka bumi ini.

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kita. Konflik tersebut terjadi karena interaksi antar kedua negara atau lebih

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. realitas bisa berbeda-beda, tergantung bagaimana konsepsi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Islam masuk ke Rusia tidak lama setelah kemunculannya pada pertengahan kedua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

3. Dalam memahami konflik di Timur Tengah terdapat faktor ideologi, energi, otoritarianisme, geopolitik, dan lainnya.

BAB V KESIMPULAN. BAB V merupakan bab yang berisi kesimpulan-kesimpulan dari setiap

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dituangkan kesimpulan

Komunisme dan Pan-Islamisme

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN. alam atau krisis kemanusiaan yang diakibatkan oleh benturan kepentingan antara para aktor

Dalam bidang ekonomi, krisis keuangan yang menimpa negara-negara Eropa seperti Portugal

4 Perubahan Geopolitik Timur Tengah Pasca Kelahiran ISIS

INTISARI. Judul Skripsi : Politik Keterbukaan Arab Saudi Dibawah Kepemimpinan. RajaAbdullah Bin Abdul Aziz Sejak Tahun 2005

Perjuangan menegakkan khilafah di Indonesia beresonansi ke seluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. paling tua dibandingkan dengan jenis media massa lainnya. Sejarah mencatat

BAB V PENUTUP. ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan oleh para

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dian Ahmad Wibowo, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Mesir, Libya, Bahrain, Yaman, Irak, dan Suriah. 1

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah Arab Saudi, Lihat Goverment and Administration dalam The Kingdom of Saudi Arabia, terbitan resmi

BAB I PENDAHULUAN. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan

Agen-Agen Perubahan dan Aksi Tanpa Kekerasan

Tindakan Amerika di negeri-negeri Muslim itu berarti AS telah secara sengaja memusuhi umat Islam

KEBANGKITAN MASYARAKAT SIPIL KELAS MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Salah satu tujuan manusia berkomunikasi adalah mendapatkan

SYARIAT ISLAM DAN KETERBATASAN DEMOKRASI

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari

yang dihadapi pasukan mereka. Tingginya jumlah korban jiwa baik dari pihak sipil maupun pasukan NATO serta besarnya dana yang harus dialirkan menjadi

Universitas Sumatera Utara REKONSTRUKSI DATA B.1. Analisa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN SENJATA API OLEH ANGGOTA TNI di DENPOM IV/ 4 SURAKARTA

Orang Kristen yang membunuh kaum Muslim jauh lebih sadis tidak pernah sedikit pun dibilang sebagai teroris.

BAB I PENDAHULUAN. pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di negara-negara Afrika Utara dan

sanksi terhadap intensi Kiev bergabung dengan Uni Eropa. Sehingga konflik Ukraina dijadikan sebagai instrumen balance of power di Eropa Timur.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak penghujung tahun 2010 hingga awal 2011, kawasan di Afrika Utara dan Timur Tengah mulai mengalami sebuah pergolakan yang selanjutnya dikenal dengan peristiwa Arab Spring. Peristiwa tersebut jika diartikan secara literal, bermakna musim semi Arab. Namun, secara istilah terdapat pendapat yang mengatakan bahwa Arab Spring adalah istilah untuk kebangkitan dunia Arab/Islam atau pemberontakan yang dimulai dari Tunisia pada musim semi, Desember 2010. Arab Spring telah terjadi di Tunisia sejak 18 Desember 2010, kemudian menyusul Mesir, perang saudara di Libya, pemberontakan sipil di Bahrain, Suriah, dan Oman. Protes besar di Aljazair, Irak, Yordania, Maroko, serta protes kecil di Kuwait, Lebanon, Mauritania, Arab Saudi, Sudan, dan Sahara Barat. Namun, dari keseluruhan kejadian tersebut, apa yang terjadi di Tunisia, Mesir, Aljazair, Libya, Yaman, Suriah, serta Bahrain merupakan yang paling strategis dan penting karena menjadi rebutan banyak pihak serta paling intens diberitakan oleh media massa. 1 Protes yang bernama Arab Spring ini pada awalnya menggunakan teknik pemberontakan sipil dalam kampanye yang melibatkan serangan, demonstrasi, pawai, dan pemanfaatan media sosial, seperti Facebook, Twitter, Youtube, dan Skype. Tujuannya adalah mengorganisir, berkomunikasi, serta meningkatkan 1 M. Agastya ABM, Arab Spring : Badai Revolusi Timur Tengah yang Penuh Darah, Jogjakarta : IRCiSoD, 2013, hal. 11 1

kesadaran terhadap usaha-usaha penekanan dan penyensoran internet oleh pemerintah. Dalam kejadian tersebut, banyak unjuk rasa ditanggapi keras oleh pihak berwajib, serta milis dan pengunjuk rasa propemerintah. Adapun slogan pengunjuk rasa di dunia Arab adalah ash-sha b yurid isqat an-nizam (rakyat ingin menumbangkan rezim ini). 2 Kejadian tersebut menunjukkan bahwa peristiwa Arab Spring merupakan sebentuk protes massa (revolusi) yang bertujuan menggulingkan, menurunkan, melengserkan, serta menjatuhkan para pemimpin negara karena telah bertindak diktator, otoriter, korup, dan menindas rakyat dalam memimpin. Sederhananya, massa (rakyat) turun ke jalan melakukan demonstrasi dan protes terhadap pemerintah, sekaligus menuntut presiden turun dari jabatannya. 3 Itulah revolusi yang sedang terjadi di dunia Arab, sebuah pergolakan yang berasal dari rakyat. Suriah merupakan salah satu dari negara Arab yang terkena hempasan Arab Spring. Kasus pergolakan yang terjadi di Suriah memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan negara-negara lainnya di kawasan Timur Tengah yang mengalami proses pergolakan Arab Spring. Dari segi korban, jumlahnya jauh lebih besar daripada revolusi yang terjadi di negara-negara Arab lainnya, Menteri Luar Negeri AS, John Kerry, mengatakan bahwa jumlah korban tewas di Suriah mencapai 90 ribu orang, data tersebut di dapatkan dari Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Saud al-faisal. PBB dan AS memperkirakan lebih dari 750 ribu warga Suriah telah meninggalkan negaranya. Sedangkan sekitar 2,5 juta lainnya 2 M. Agastya ABM, Ibid, hal. 12 3 Ibid 2

kehilangan rumah. 4 Dari segi waktu, apa yang terjadi di Suriah membutuhkan waktu yang relatif lama, karena pada faktanya aksi saling tembak antara pasukan pemerintah yang loyal terhadap Presiden Assad melawan para milisi bersenjata yang berjuang untuk perubahan di Suriah masih terus berlanjut. Sementara Bashar al-assad masih berhasil mempertahankan kekuasaannya sejak digoyang oleh pihak oposisi pada Februari 2011. Pada awalnya gerakan protes di Suriah yang terjadi dipermulaan tahun 2011 hanya dalam bentuk aksi-aksi demonstrasi yang secara terus menerus muncul di Suriah, rakyat Suriah menyuarakan tuntutannya untuk menghentikan rezim Bashar al-assad. Tetapi, dengan berjalannya waktu aksi demonstrasi yang dilakukan oleh rakyat Suriah akhirnya berkembang menjadi suatu pemberontakan nasional. Aksi pemberontakan nasional tersebut akhirnya berujung pada terjadinya konflik bersenjata internal di Suriah, karena pemerintah Suriah tidak segan-segan mempergunakan senjata api untuk merepresif dan membungkam pergolakan rakyat. Konflik yang terjadi di Suriah tersebut, menyebabkan rakyat mulai mengangkat senjata dan melakukan perlawanan terhadap pemerintah Suriah. Bahkan, berkembang menjadi sebuah gerakan yang berorientasi politik dengan kemunculan berbagai macam gerakan-gerakan yang ingin mengambil alih kekuasaan dalam rangka menggulingkan Assad. Seluruh pemimpin dunia saat ini memberikan perhatian serius kepada Suriah. Sejumlah langkah politik sudah diambil, Organisasi Kerjasama Islam 4 http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/02/15/mi8fec-menlu-as-korban-tewassuriah-capai-90-ribu-jiwa, diakses pada 12 Mei 2013. 3

memutuskan membekukan keanggotaan Suriah menyusul krisis politik dan kemanusiaan yang makin memburuk di negara itu. Bahkan, Arab Saudi telah melontarkan inisiatif di Majelis Umum PBB agar al-assad meletakkan kekuasaannya kepada pihak oposisi dan mendorong demokratisasi. Secara geopolitik, krisis politik di Suriah menimbulkan friksi di negara-negara yang mempunyai hak veto di Perserikatan Bangsa-Bangsa karena Rusia dan China masih bertahan pada posisinya menggunakan hak veto menolak intervensi negara-negara Barat dalam masalah Suriah. Rakyat Suriah mempunyai kedaulatan politik untuk menentukan jatuh bangunnya kekuasaan al-assad. Perkara yang lebih menarik bagi penulis adalah ternyata pergolakan yang terjadi di Suriah tidak hanya mengundang kekuatan dari negara-negara besar saja, melainkan juga kekuatan tempur dari para mujahidin di berbagai wilayah. Mujahidin di Suriah yang menginginkan bentuk kekhilafahan Islam, memperoleh bantuan dari para mujahidin dari berbagai macam bangsa. Tidak hanya dari wilayah jazirah Arab, tetapi juga Kaukasus dan Eropa. Berdasarkan hal itu, konflik internal Suriah mempunyai karakternya sendiri jika dibandingkan dengan negara-negara lain dalam rentetan Arab Spring. Karakter itu terletak pada isu yang diperjuangkan oleh gerakan-gerakan perlawanan di Suriah, yang menginginkan agar Suriah pasca Assad adalah sebuah Negara Islam yang tegak di atas dasar Islam. Fenomena ini setidaknya menjadi sebuah pertanda dari kebangkitan gerakan politik Islam dalam pergolakan di Suriah. Menguatnya gerakan politik Islam dalam pergolakan yang terjadi di Suriah dapat kita lihat dari bermunculannya berbagai macam kelompok-kelompok 4

perlawanan milisi jihad Islam, salah satu diantara mereka adalah kelompok yang disebut sebagai Jabhat al-nusra (Front al-nusra), kelompok ini disebut-sebut berafiliasi dengan Al-Qaeda serta paling solid dan kuat di antara beberapa kelompok-kelompok lainnya. Jabhat al-nusra telah berhasil merebut beberapa lokasi strategis milik rezim Assad, diantaranya mereka berada di kota Idlib dan Aleppo, bahkan konsentrasi mereka sedang mengarah ke ibukota Suriah, yakni Damaskus. 5 Kelompok Jabhat al-nusra merilis video yang disebarluaskan melalui YouTube berisi pernyataan akan membawa hukum Allah kembali ke tanah-nya. Selain itu, Jabhat al-nusra bersama dengan sejumlah kelompok pejuang Islam lainnya mendeklarasikan Brigade Koalisi Pendukung Khilafah. 6 Amerika Serikat menyebut mereka sebagai kaum ekstrimis dan menjadikan Jabhat al-nusra dinyatakan sebagai organisasi teroris, melalui dimasukkannya Jabhat al-nusra ke dalam list organisasi kelompok terorisme. 7 Ketika Barack Obama berkunjung ke Timur Tengah dalam sebuah konferensi pers bersama dengan Raja Abdullah II dari Yordania, beliau menyampaikan peringatan tentang bahaya Suriah pasca-assad yang digambarkan sebagai skenario mimpi buruk di mana lembaga-lembaga negara Suriah hancur dan 5 Mujiyanto, 2013 : Tahun berdirinya Khilafah?, Media Umat Edisi 96, 4-17 Januari 2013, Hal. 4 6 Dina Y. Sulaeman, Prahara Suriah : Membongkar Persekongkolan Multinasional, Depok : Pustaka Iman, Cetakan 1, Juni 2013, hal. 114-118 7 http://hizbut-tahrir.or.id/2013/04/30/faktor-islam-pada-revolusi-suriah-menyulitkan-amerika/, di akses pada 30 April 2013 5

negara terpecah ke dalam sektarianisme, serta kelompok Islam mengisi kesenjangan. 8 Obama memiliki kekhawatiran terhadap prospek kelompok jihadis Islam yang mampu beroperasi secara bebas di Suriah. Obama beranggapan bahwa kaum ekstremis di Suriah tidak memiliki banyak hal yang dapat mereka tawarkan untuk membangun Suriah, namun mereka sangat baik memanfaatkan situasi konflik yang sedang berlangsung. Para analis kebijakan luar negeri di Washington berpendapat jika kaum Islam mengisi kevakuman kekuasaan hal ini bisa menimbulkan ancaman tidak hanya bagi Israel namun juga bagi negara-negara tetangga seperti Yordania dan Libanon. 9 Termasuk pula ancaman bagi kepentingan Amerika Serikat secara umum di kawasan Timur Tengah. Berangkat dari fenomena dan uraian di atas, penulis merasa sangat tertarik untuk mengetahui secara lebih mendalam lagi mengenai persepsi ancaman dari Amerika Serikat terhadap kebangkitan gerakan politik Islam dalam pergolakan yang terjadi di Suriah, utamanya terkait dengan salah satu kelompok dari barisan pejuang Islam, yakni Jabhat al-nusra ( Front al-nusra ) yang dimasukkan oleh Amerika Serikat ke dalam list organisasi teroris dan di klaim sebagai organisasi yang merupakan cabang dari Al-Qaeda di Suriah. Fokus penulisan tesis ini bertumpu pada upaya untuk memberikan sebuah konstruksi penjelasan mengenai alasan yang menyebabkan Amerika Serikat mempersepsikan gerakan politik Islam 8 http://hizbut-tahrir.or.id/2013/03/24/obama-khawatirkan-berkuasanya-kelompok-islam-pascaassad-di-suriah/, di akses pada 09 April 2013. 9 Ibid 6

dalam pergolakan yang terjadi di Suriah, khususnya kelompok Jabhat al-nusra sebagai sebuah ancaman, sehingga dimasukkan kedalam list organisasi teroris. B. Rumusan Masalah Mengacu pada pemaparan yang telah dikemukan sebelumnya tentang persepsi ancaman dari Amerika Serikat terhadap kebangkitan gerakan politik Islam dalam pergolakan di Suriah utamanya terkait dengan eksistensi Jabhat al-nusra (Front al-nusra), maka kami mencoba untuk merumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut, yaitu : Mengapa Amerika Serikat mempersepsikan kebangkitan gerakan politik Islam Jabhat al-nusra (Front al-nusra) dalam pergolakan yang terjadi di Suriah sebagai sebuah ancaman dan memasukkannya kedalam list organisasi teroris? C. Tinjauan Pustaka Hakikat dari penelitian ilmiah adalah untuk membuka tabir kegelapan agar menjadi terang dan lebih jelas atas fenomena atau obyek tertentu berdasarkan suatu parameter ilmiah, maka aktivitas penelitian tidak terhindar dari proses tesis, antithesis, maupun sintesis. Kajian pustaka pada intinya mengandung makna aktivitas peneliti untuk berdialog secara kritis dengan pendapat pihak lain. Dengan kajian pustaka berarti kapasitas peneliti akan berhadapan dengan konsep-konsep yang terlebih dulu ada. Kajian pustaka dilakukan secara selektif terhadap tema yang secara substansial relevan dengan kajian yang sedang dilakukan. 10 10 Irawati Singarimbun, Metode Penelitian Sosial, LP3ES, Jakarta, 1989, Hal. 70-71 7

Tulisan-tulisan tentang Islam Politik termasuk didalamnya pembahasan tentang gerakan politik Islam dan hubungannya dengan Amerika Serikat sebenarnya telah banyak ditulis oleh para ilmuwan baik dalam bentuk buku, maupun jurnal-jurnal. Salah satu buku yang menurut penulis telah berhasil sangat baik dalam memberikan penjelasan tentang hubungan antara Amerika dan Islam politik adalah buku yang ditulis oleh Fawaz A. Gerges yang berjudul America and Political Islam : Clash of Civilization or Clash of Interest? ( Amerika dan Islam Politik : Benturan Peradaban atau Benturan Kepentingan?, edisi terjemahan ) 11. Buku tersebut menelaah pembuatan kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap negara-negara Islam dari masa Carter sampai Clinton, dengan fokus pada pemikiran para elit kebijakan luar negeri AS terhadap negara-negara dan gerakan-gerakan Islam. 12 Buku tersebut mencoba memetakan berbagai penilaian masyarakat dan beberapa pandangan pribadi kalangan elit kebijakan luar negeri AS terhadap kebangkitan Islam untuk menyingkap pandangan dari beberapa era pemerintahan yang berbeda dalam kebijakan Amerika, kesinambungannya, serta ragamnya. Perbandingan yang dilakukan secara hati-hati terhadap wacana masyarakat dan pernyataan-pernyataan pribadi menunjukkan berbagai tema, nilai, serta pandanganpandangan yang bergaung saat ini, yang merupakan hal penting untuk memahami 11 Fawaz A. Gergez, America and Political Islam : Clash of Civilization or Clash of Interest? (Edisi Indonesia : Amerika dan Politik Islam : Benturan Peradaban atau Benturan Kepentingan?), Jakarta : AlvaBet, Cet.1, September 2012 12 Ibid, Hal. 1 8

perumusan dan tindakan-tindakan yang diambil dalam kebijakan AS tentang Islam. 13 Buku tersebut memaparkan bahwa ada tiga hal yang mendasari posisi Amerika terhadap Islam politik. Pertama, AS tidak ingin terlihat tak bersahabat bagi negara-negara Islam, ini dikhawatirkan bakal memperparah sikap mereka terhadap Amerika. Para pejabat pemerintah AS tidak mau mengulangi kesalahan yang dibuat saat menghadapi revolusi Islam di Iran. Alasan kedua, AS ragu-ragu untuk secara terbuka mendukung kelompok Islam manapun kecuali jika menguntungkan bagi kepentingan regionalnya ataupun kepentingan sekutunya. Pejabat-pejabat Amerika mengidap kecurigaan besar pada tujuan kebijakan luar negeri para aktivis Islam berikut agenda mereka. Alasan terakhir, di dalam lingkaran para pembuat kebijakan luar negeri AS terdapat sebentuk keyakinan tentang kemungkinan terjadinya hubungan baik antara Islam dan demokrasi. Namun, pandangan Amerika yang sudah dijejali dengan masukan-masukan implisit mengenai perilaku politik Islam, melihat Islam revolusioner itu antidemokrasi dan otoriter. Sehingga, bukannya memberikan panduan kebijakan yang konkret, pernyataan-pernyataan resmi AS jadinya berbentuk bahasa yang mendua dan bisa memunculkan beragam interpretasi. 14 Intinya buku yang ditulis oleh Gerges tersebut memberikan sebuah kesimpulan bahwa para kalangan elit kebijakan luar negeri AS dalam perkembangannya tidak memandang Islam sebagai sebuah ancaman yang bersifat 13 Ibid, Hal. 1-2, Lihat juga dalam Michael H. Hunt, Ideology and U.S. Foreign Policy (New Heaven, CT : Yale University Press, 1987), Hal. 15-16 14 Ibid, Hal. 4 9

monolitik dengan hanya mendasarkannya pada aspek budaya dan sejarah, tetapi juga memandang pada aspek politik dan pertahanan keamanan. Bahkan, masalah politik dan keamanan sekarang ini merupakan hal penting, mungkin jauh lebih penting ketimbang faktor budaya dan sejarah, karena berdampak langsung terhadap persepsi para pemimpin AS tentang kepentingan utama mereka. Kajian pustaka lainnya yang juga memiliki relevansi dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh International Crisis Group (ICG) yang berjudul Understanding Islamism, Middle East/North Africa Report N o 37 15, yang dipublikasikan pada 2 Maret 2005. Di dalam tulisan tersebut Islamism didefinisikan oleh International Crisis Group sama dengan Islamic Activism, yang bermakna sebuah tuntutan yang aktif, dan dukungan terhadap keyakinan, preskripsi, hukumhukum yang berasal dari karakter Islam. ICG membagi kelompok Islamism dalam dua bagian, Sunni Activism dan Syiah Activism. Sunni Activism juga kemudian dibagi dalam beberapa bagian, Pertama, kelompok politik Islam yang prioritas gerakannya fokus pada kekuasaan dan menghindari aksi-aksi kekerasan. Contoh dari gerakan ini adalah seperti Partai AKP di Turki, PKS di Indonesia dan Jamaat I Islami di Pakistan. Kedua, adalah kelompok missionary activism yang apolitis dan fokus pada dakwah menuju iman dan keshalehan individu. Contoh dari kelompok ini adalah kelompok Salafi. Selanjutnya, yang ketiga, kelompok jihadist yang bergerak di medan jihad/perang. Mereka fokus melakukan perjuangan bersenjata 15 International Crisis Group, Understanding Islamism : Middle East/North Africa Report N o 37, Cairo/Brussels, 2 March 2005 10

untuk membela kaum muslim dari pendudukan Negara-negara Barat atau dari kekuasaan yang tunduk pada Negara-negara Barat. Berdasarkan pada sumber literatur tersebut penulis menjadi tertarik untuk mengkaji secara lebih mendalam tentang persepsi ancaman dari Amerika Serikat terhadap kebangkitan gerakan politik Islam. Kasus terbaru saat ini yang menunjukkan ketegangan antara Amerika dan Islam politik adalah maraknya kemunculan berbagai macam gerakan-gerakan politik Islam yang terjadi di Suriah sebagai bagian dari Arab Spring yang dipersepsi oleh Amerika Serikat sebagai sebuah potensi ancaman karena aspek identitas Islam yang dibawanya, utamanya setelah dimasukkannya kelompok Jabhat al-nusra (Front al-nusra) oleh Amerika Serikat ke dalam list organisasi teroris. Atas dasar itu, penelitian ini berupaya untuk memberikan sebuah konstruksi penjelasan mengenai alasan yang menyebabkan Amerika Serikat mempersepsikan gerakan politik Islam dalam pergolakan yang terjadi di Suriah, khususnya kelompok Jabhat al-nusra sebagai sebuah ancaman, sehingga dimasukkan ke dalam daftar organisasi teroris. Sepengetahuan penulis, belum ada penelitian yang secara spesifik membahas tentang ancaman gerakan politik Islam (terkhusus kelompok Jabhat al-nusra) dalam pergolakan yang terjadi di Suriah. D. Kerangka Dasar Berfikir Kerangka analisis yang akan digunakan untuk menjawab perumusan masalah dan menarik suatu asumsi dasar yang berkaitan dengan masalah penelitian ini menggunakan konsep gerakan politik Islam yang nantinya akan menggambarkan apa sebenarnya yang disebut dengan gerakan politik Islam dalam 11

tulisan ini. Selanjutnya, kerangka teoritik yang berbasis pada perspektif konstruktivisme dalam upaya untuk menjelaskan tentang persepsi aktor yang dibentuk oleh identitas, ide, dan norma-norma yang dimilikinya. 1. Gerakan Politik Islam, Jabhat al-nusra (Front al-nusra) Gerakan Politik Islam dalam beberapa buku sering disebut sebagai Political Islam. Pengkajian yang membahas tentang fenomena kemunculan Gerakan Politik Islam tersebut, secara jelas dibahas dalam buku Joel Beinin dan Joe Stork yang berjudul Political Islam : Essays from Middle East Report yang diterbitkan oleh University of California Press pada tahun 1997. Buku tersebut mengungkapkan bahwa mengapa Joel Beinin menggunakan istilah Political Islam bukan Islam Fundamentalis, seperti yang disebutkan oleh para politisi karena istilah fundamentalisme tidak sesuai untuk gerakan politik Islam, mengingat istilah ini berasal dari gerakan Kristen Protestan pada awal abad ke-20 untuk meyakinkan bahwa Injil merupakan firman Tuhan, sedangkan gerakan politik Islam tidak ada satu pun yang menyangsikan bahwa Al-Qur an sebagai kumpulan firman Tuhan. Tepatnya dikatakan, Nonetheles, fundamentalism is a problematic comparative term. It is inescapably rooted in a specific Protestan experience whose principle theological premise is that the Bible is the true word of God and should be understood literally. 16 Gerakan politik Islam didefenisikan sebagai gerakan politik yang menggunakan Al-Qur an dan Hadist sebagai dasar gerakan mereka. 17 Ada beberapa 16 Joel Beinin dan Joe Stork, Political Islam : Essays from Middle East Report, University of California Press, 1997, hal. 3. 17 Ibid 12

cara menyebut Jabhat al-nusra atau Front al-nusra, dalam bahasa Arab disebut Jabhat an-nuṣrah li-ahl ash-shām yang berarti Front Pendukung untuk warga Levant/Syam. Karena pertimbangan kelaziman bahasa Arab yang biasa diadopsi ke dalam bahasa Indonesia maka penelitian ini menggunakan nama Jabhat al-nusra (Front al-nusra). Gerakan politik Islam biasanya akan muncul dalam keadaan negara menjadi sekuler, sementara sebagian besar penduduknya mempunyai akar Islam yang kuat, penguasa terlalu dekat dengan Barat, masyarakat Islam dimarginalkan di negara yang sebagian besar beragama Islam. 18 Gerakan politik Islam ini mempunyai agenda untuk menerapkan syariah Islam dan konsep-konsep politik Islam dalam lingkup negara, menentang pemisahan antara urusan agama dengan urusan negara yang dianggap sebagai sekularisme, dan melawan segala bentuk penjajahan serta penindasan kepentingan Islam, khususnya di negara yang mayoritas beragama Islam. Selain itu, juga terkadang jalur kekerasan sering dipilih oleh gerakan politik Islam untuk mewujudkan tujuannya. 19 2. Perspektif Konstruktivisme Konstruktivisme muncul sebagai upaya untuk mempersempit kesenjangan antara empirisis dan pos-positivis. Konstruktivis mengklaim bahwa orang bertindak di dunia sesuai dengan persepsi mereka tentang dunia itu, dan bahwa dunia nyata atau obyektif membentuk persepsi itu. Persepsi ini, kata mereka, muncul dari identitas orang yang, menurut kaum konstruktivis, dibentuk oleh pengalaman dan 18 Siti Mutiah Setiawati, Mekanisme Consociational dalam Penyelesaian Konflik Internal Lebanon, Yogyakarta : Elmatera Publishing, 2010, hal. 41 19 Ibid, hal. 196-197. Lihat juga dalam Siti Mutiah Setiawati, Kekuatan Gerakan Politik Islam di Timur Tengah dari Iran Hingga Al-Jazair, laporan penelitian FISIPOL UGM, 2003, hal. 6-7 13

norma-norma sosial yang berubah. Sebagai contoh, mereka yang menganggap dirinya miskin atau tak berdaya mempersepsi dunia dengan cara yang sangat berbeda dari mereka yang mengidentifikasi diri sebagai kaya atau berkuasa. Begitu orang tahu siapa mereka, mereka dapat memahami kepentingan mereka dan membuat kebijakan-kebijakan yang melayani kepentingan mereka. 20 Namun, tidak seperti kaum realis dan liberal yang menganggap identitas dan kepentingan sebagai sesuatu yang terberikan yang nyaris tak berubah, kaum konstruktivis memandang pembentukan identitas sebagai proses penting dan dinamis. Bagi kaum konstruktivis, kepentingan tidak inheren atau ditentukan sebelumnya, melainkan dipelajari melalui pengalaman dan sosialisasi. Di mana kaum realis dan liberal menganggap bahwa para aktor adalah orang-orang egois yang selalu ingin memaksimalisasikan keuntungan mereka, kaum konstruktivis memandang para aktor bersifat sosial dalam arti ide-ide dan norma-norma mereka berkembang dalam konteks sosial. Akibatnya, identitas berubah seiring waktu selama interaksi dan berkembangnya keyakinan dan norma serta akibatnya begitu juga dengan kepentingan. Kaum konstruktivis berpendapat bahwa ide-ide dan norma-norma kolektif memainkan peran utama dalam memproduksi identitas dan kepentingan. 21 Kaum Konstruktivis percaya bahwa cara orang mendefenisikan dirinya membentuk cara mereka bertindak, sikap mereka berkenaan dengan apa yang oleh 20 John Gerard Ruggie, Constructing the World Polity (New York : Routledge, 1998). Lihat juga dalam Richard W. Mansbach dan Kirsten L. Rafferty, Introduction to Global Politics (Edisi Indonesia : Pengantar Politik Global), Bandung, Nusa media : 2012, Hal. 41-42 21 Richard W. Mansbach dan Kirsten L. Rafferty, Ibid, Hal. 42 14

teoritisi hari ini disebut masalah agen-struktur, 22 lebih cocok dengan keyakinan liberal bahwa para aktor (pemimpin atau negara, misalnya) atau agen membentuk politik global daripada dengan keyakinan neorealis bahwa faktorfaktor struktural seperti anarki, distribusi kemampuan militer pada seluruh sistem global, pasar ekonomi global, atau budaya memaksa individu-individu untuk bertindak seperti yang mereka lakukan. Bagi Konstruktivis, agen punya kemampuan untuk bertindak dengan bebas di dalam batasan-batasan struktur, dan persepsi mereka tentang lingkungan mereka, termasuk struktur, dan interaksinya dengan satu sama lain mempengaruhi perilaku mereka, yang selanjutnya membentuk struktur. Keyakinan dan tindakan mereka mengubah struktur yang selanjutnya membatasi mereka dengan cara-cara baru, sebuah siklus yang dapat dilacak secara historis. 23 Kaum konstruktivis tetap empirisis tetapi, tidak seperti banyak empirisis, mereka fokus terutama pada faktor-faktor obyektif seperti norma-norma, ide-ide, dan nilai-nilai. Kaum konstruktivis, yang sebagian percaya bahwa pendekatan mereka adalah pertengahan antara determinisme struktural neorealisme dan keyakinan liberal bahwa dunia fleksibel secara tak terbatas, berpendapat bahwa kadang-kadang peristiwa-peristiwa sangat mempengaruhi keyakinan dan norma individu dan kelompok. Misalnya ketika terjadi perang besar, para pemimpin dan elite lain mungkin mulai memandang dunia secara berbeda dan ketika mereka 22 Alexander E. Wendt, The Agent-Structure Problem in International Relations Theory, International Organization 41:3 (Summer, 1987), Hal. 335-370. Lihat juga dalam Richard W. Mansbach dan Kirsten L. Raffery, ibid, Hal. 43. 23 Richard W. Mansbach dan Kirsten L. Rafferty, Ibid, hal. 43-44 15

berinteraksi menghasilkan konsensus seputar norma-norma baru dan cara-cara baru dalam berperilaku. 24 Konstruktivisme mengembangkan konsep pilihan yang secara mendalam digali dari identitas pemimpin, tentang bagaimana mereka mendefinisikan Negara atau kelompok mereka, siapa mereka, dan bagaimana mereka melihat diri mereka dalam hubungan dengan orang lain. Konstruktivis telah memperluas daftar penjelasan psikologis hubungan internasional yang biasanya berfokus pada keyakinan, citra, dan penilaian pemimpin dengan memasukkan keyakinan kolektif atau keyakinan bersama yang merupakan identitas bersama, dan prosesproses penciptaan norma dan kepatuhan norma. Konstruktivis menganggap identitas dan kepentingan sebagai diciptakan terutama melalui interaksi dengan orang lain. Mereka membangun kedalam konsep identitas tidak hanya kepentingan tetapi perhatian terhadap norma-norma sebagai unsur pembentuk. 25 E. Hipotesis Melalui kerangka dasar berfikir yang telah dipaparkan sebelumnya, maka hipotesis yang dapat dibangun dalam penelitian ini sebagai sebuah kesimpulan sementara adalah, kebangkitan gerakan politik Islam dalam pergolakan Suriah sangat mempengaruhi persepsi Amerika Serikat. Persepsi tersebut mewujud dalam bentuk persepsi ancaman yang berasal dari Amerika Serikat terhadap kebangkitan gerakan politik Islam dalam pergolakan Suriah, utamanya melalui dimasukkannya 24 Ibid, hal. 44 25 Walter Carlsnaes, Thomas Risse, & Beth A. Simmons, Handbook of International Relations (Edisi Indonesia : Handbook Hubungan Internasional), Bandung : Penerbit Nusa Media, 2013, Hal. 627-628 16

Jabhat al-nusra (Front al-nusra) ke dalam list organisasi teroris, yang dipandang sebagai konstruksi realitas sosial dengan menekankan pada peran ide-ide dan norma-norma kolektif yang memproduksi perbedaan antara dua identitas yang saling berlawanan dan benturan kepentingan yang berbeda. Identitas konstruksi Amerika adalah identitas sebagai bangsa Amerika yang merupakan masyarakat demokratis yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan dan hak azasi manusia, sementara kebangkitan gerakan politik Islam dalam pergolakan di Suriah yang diwakili oleh Front al-nusra menunjukkan adanya sebuah gerakan politik yang berkeinginan untuk menerapkan syariah Islam dan konsep-konsep politik Islam dalam lingkup negara, dengan didasarkan pada karakter dan identitas Islam. Sebagai negara adidaya global Amerika Serikat memiliki tanggung jawab untuk melindungi pemerintah-pemerintah yang bersahabat, sekaligus menjaga kawasan Timur Tengah dari ancaman kaum ekstrimis yang semakin meningkat dengan adanya gerakan-gerakan politik Islam yang dapat berujung pada terorisme Internasional maupun domestik. F. Metode Penelitian Berkaitan dengan metode penelitian, maka dalam penulisan tesis ini penulis menggunakan pendekatan metode eksplanatif. Pendekatan ini penulis gunakan untuk menjelaskan tentang alasan yang menyebabkan munculnya persepsi ancaman dari Amerika Serikat terhadap kebangkitan gerakan politik Islam dalam pergolakan yang terjadi di Suriah. Data-data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang sebagian besar berasal dari buku-buku, jurnal, laporan tertulis, 17

website, koran online, dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan obyek penelitian kami. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menelusuri berbagai dokumen tertulis yang berkaitan dengan buku-buku, laporan, jurnal, website, koran dan sebagainya. Data yang terkumpul selanjutnya akan dianalisis dengan teknik analisis kualitatif, dimana penulis akan menjelaskan dan menggambarkan permasalahan berdasarkan fakta-fakta dan data-data yang telah diperoleh untuk selanjutnya dianalisis secara kualitatif. G. Sistematika Penulisan Untuk membuktikan hipotesis utama dan menjawab rumusan masalah, penulis akan membagi pembahasan dalam lima bab. Bab pertama akan membahas mengenai pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tinjauan pustaka, kerangka dasar berfikir, hipotesis, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Kemudian dalam bab dua akan dibahas tentang kebangkitan gerakan politik Islam dalam pergolakan di Suriah. Bab tiga akan menjelaskan mengenai strategi Amerika Serikat dalam pergolakan Suriah dan persepsinya terhadap gerakan politik Islam Jabhat al- Nusra. Bab empat membahas mengenai konstruksi ancaman dan peran identitas dalam membentuk persepsi Amerika Serikat terhadap gerakan politik Islam Jabhat al-nusra. Kemudian bab lima akan menjadi penutup dari pembahasan sebelumnya. 18