BAB 1 PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kebijakan otonomi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.otonomi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum bagi yang dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. pembagiaan dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dari amanah yang diemban pemerintah dan menjadi faktor utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

BAB I PENDAHULUAN. melalui otonomidaerah.pemberian otonomi daerah tersebut bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Otonomi daerah yang berlaku di Indonesia Berdasarkan

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

PENDAHULUAN. yang sangat besar, terlebih lagi untuk memulihkan keadaan seperti semula. Sesuai

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memisahkan

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB I PENDHULUAN. kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tentang Otonomi Daerah, yang dimulai dilaksanakan secara efektif

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pusat dan pemerintah daerah, yang mana otonomi daerah merupakan isu strategis

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat

ANALISIS ALOKASI BELANJA LANGSUNG PADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DI PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan perubahan peraturan perundangan yang mendasari pengelolaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah,

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya demokratisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Tugas Pembantuan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah (Mardiasmo, 2002 : 50). Pengamat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kebijakan otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkannya UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antar pemerintah pusat dan daerah, yang sekarang telah diperbarui dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Dalam UU No. 32 Tahun 2004 di jelaskan bahwa pemerintah daerah memisahkan fungsi eksekutif dengan fungsi legislatif.menurut Halim dan Abdullah (2006) Pemerintah Daerah (eksekutif) dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (legislatif) terjadi hubungan keagenan. Tujuan dari otonomi daerah adalah untuk menciptakan kehidupan politik yang lebih demokratis, menciptakan sistem yang lebih menjamin pemerataan dan keadilan, memungkinkan setiap daerah menggali potensi natural dan kultural yang dimiliki, dan kesiapan menghadapi tantangan globalisasi, serta yang sangat penting adalah terpeliharanya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan kata lain, pemerintah ingin melaksanakan pasal 18 UUD 1945, yaitu dengan melaksanakan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggungjawab. Bastian (2006: 338) menyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut 1

2 prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemberian otonomi daerah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah karena memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah untuk mengelola dan merencanakan anggaran keuangannya sendiri serta membuat kebijakan-kebijakan yang dapat berpengaruh terhadap kemajuan dan perkembangan daerahnya. Hal ini dapat memberikan harapan baru terhadap tumbuhnya pembangunan didaerah secara optimal, tidak lagi terkonsentrasi di pusat. Otonomi daerah membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi daerah untuk mengaktualisasikan segala potensi terbaiknya secara optimal. Dengan begitu, setiap daerah niscaya memiliki satu atau beberapa keunggulan tertentu relatif terhadap daerah lainnya (Bastian, 2006: 356). Prinsip otonomi daerah memberikan kewenangan yang lebih besar pada daerah untuk mengurus daerahnya. Ini adalah kondisi yang bertolak belakang jika dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Saat itu, peranan pusat begitu dominan dalam pengelolaan daerah. Daerah tidak diberi kewenangan yang memadai untuk mengembangkan dan memajukan potensi yang sesuai dengan kemampuan dan kehendak masyarakat lokal dan seluruh stakeholder daerah. Dominasi pemerintah pusat ketika itu berwujud dalam berbagai pendekatan pembangunan daerah yang sentralistik sehingga mematikan inisiatif dan kreatifitas daerah. Kebijakan daerah lebih banyak ditentukan pemerintah pusat (Yuwono et al., 2005: 51).

3 Dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, pemerintah daerah memerlukan anggaran untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahannya. Anggaran merupakan managerial plan for action untuk tercapainya tujuan organisasi pemerintah. Tahap penganggaran menjadi sangat penting karena anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan yang telah disusun. Permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam organisasi sektor publik adalah mengenai pengalokasian anggaran. Pengalokasian anggaran merupakan jumlah alokasi dana untuk masingmasing program. Dengan sumber dana yang terbatas, pemerintah daerah harus dapat mengalokasikan penerimaan yang diperoleh untuk belanja daerah yang bersifat produktif. Belanja daerah merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan merata agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat. Perencanaan anggaran daerah terdiri atas formulasi kebijakan anggaran dan perencanaan operasional anggaran. Tahap pertama dalam penyusunan anggaran daerah yaitu menyusun arah dan kebijakan umum APBD. Arah dan kebijakan umum APBD termasuk dalam kategori formulasi kebijakan anggaran yang menjadi acuan dalam perencanaan operasional anggaran. Formulasi kebijakan anggaran berkaitan dengan analisis fiskal, sedangkan perencanaan operasional anggaran lebih ditekankan pada alokasi sumber daya (Yuwono et al., 2005: 99). Menurut UU No. 32 tahun 2004 proses penyusunan anggaran melibatkan pihak eksekutif (pemerintah daerah) dan pihak legislatif (DPRD), di mana kedua

4 pihak tersebut melalui panitia anggaran. Eksekutif berperan sebagai pelaksana operasionalisasi daerah yang berkewajiban membuat rancangan APBD. Sedangkan legislatif bertugas mensahkan rancangan APBD dalam proses ratifikasi anggaran. Proses penyusunan APBD dimulai dengan kedua belah pihak yaitu antara eksekutif dan legislatif membuat kesepakatan tentang kebijakan umum APBD yang menjadi dasar penyusunan Anggaran Pendapadan dan Belanja Daerah. Pihak eksekutif bertugas membuat rancangan APBD sesuai kebijakan tersebut, kemudian pihak legislatif menetapkan sebagai Peraturan Daerah (Perda) sebelumnya di rapatkan. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang telah menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi (Nordiawan et al., 2007: 39). Konsekuensi dari pemberian otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah pemerintah daerah harus dapat menggali potensi-potensi sumber pendapatan sehingga dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan suatu daerah dari potensi yang dimiliki oleh daerah. Sumber penerimaan utama bagi suatu daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat diperoleh dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah sesuai dengan peraturan daerah dan perundang-undangan yang berlaku.

5 Potensi keuangan daerah yang tidak sama menimbulkan adanya kesenjangan keuangan yang dapat mengakibatkan kesenjangan pembangunan antar daerah. Untuk meminimalisir kesenjangan tersebut, pemerintah pusat memberikan danaperimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH).Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi Umum (DAU) ditujukan untuk kabupaten dan kota di Indonesia, namun tidak semua kabupaten dan kota mendapatkan dana dari Dana Alokasi Umum (DAU) seperti wilayah DKI Jakarta. Karena otonomi provinsi DKI Jakarta diletakkan pada lingkup provinsi sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.menurut Nordiawan et al.(2007: 56) Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan dana yang sifatnya khusus dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, yang berasal dari APBN yang dialokasikan untuk membiayai kebutuhan tertentu yang bersifat khusus. Kebutuhan khusus adalah kebutuhan yang sulit diperkirakan dengan Dana Alokasi Umum(DAU) dan atau kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Dalam anggaran belanja modal, Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh karena akan lebih cenderung digunakan untuk menambah asset tetap yang dimiliki oleh pemerintah guna meningkatkan pelayanan publik.nordiawan et

6 al. (2007: 58) menyatakan bahwa Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan pada daerah tertentu untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas nasional. Belanja pemerintah daerah dilaporkan dalam APBD dan merupakan kegiatan rutin pengeluaran kas daerah untuk membiayai kegiatan-kegiatan operasi dalam pemerintahan. Dengan belanja yang semakin meningkat maka dibutuhkan dana yang besar pula agar belanja untuk kebutuhan pemerintah daerah dapat terpenuhi. Dengan tepenuhinya kebutuhan belanja pemerintah diharapkan pelayanan terhadap masyarakat menjadi lebih baik dan kesejahteraan masyarakat akan semakin meningkat. Klafikasi belanja berdasarkan Permendagri 13 Tahun 2006 terdiri atas belanja tidak lansung dan belanja lansung. Kelompok belanja tidak langsung merupakan belanja yang tidak dianggarkan tidak terkait secara lansung dengan pelaksanaan program kegiatan. Halim (2009) menjelaskan bahwa belanja tidak lansung merupakan belanja yang tidak memiliki keterkaitan secara lansung dengan pelaksanaan program dan kegiatan, terdiri dari belanja pegawai, belanja bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Sedangkan belanja lansung merupakan belanja yang memiliki keterkaitan secara lansung dengan program dan kegitan yang meliputi belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal. Karakteristik belanja lansung adalah bahwa input (alokasi belanja) yang di tetapkan dapat di ukur dan di perbandingkan dengan output yang dihasilkan.

7 Sedangkan belanja tidak lansung pada dasarnya merupakan belanja yang digunakan secara bersama-sama (common cost) untuk melaksanakan seluruh program atau kegiatan unit kerja. Adanya otonomi daerah diharapkan agar masyarakat lebih bisa merasakan dampak program yang dijalankan oleh Pemerintah Daerah. Seiring dengan meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) diharapkan juga sebanding dengan peningkatan alokasi belanja lansung. Hal ini disebabkan bahwa belanja lansung memiliki keterkaitan secara lansung dengan program. Belanja lansung digunakan oleh pemerintah untuk membiayai program dan kegiatan yang telah dituangkan dalam peraturan daerah. Belanja lansung diharapkan mempunyai proporsi lebih tinggi dibandingkan dengan belanja tidak lansung, karena belanja lansung lebih mengarahkan pada program kegiatan yang telah dipilih dengan tujuan meningkatkan kinerja pemerintah dan kesejahteraan masyarakat. Sumber-sumber Pendapatan Daerah yang diperoleh dan di pergunakan untuk membiayai penyelenggaraan urusan Pemerintah Daerah. Belanja daerah dipergunakan untuk mendanai pelaksanaan urusan pemerintahyang menjadi kewenangan Provinsi atau Kabupaten/Kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan penanganannya dalam bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Belanja penyelenggaraan urusan wajib diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan,

8 fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Penelitian tentang anggaran di pemerintah daerah telah banyak dilakukan seperti Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Alokasi Belanja Modal (studi empiris di wilayah kabupaten/kota di Jawa dan Bali) (Sulistyowati, 2011), Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (studi empiris pada pemerintah provinsi se Indonesia periode 2008-2010) (Yovita, 2011), Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Daerah (studi kasus pada Provinsi Jawa Tengah) (Setiawan, 2010),walaupun demikian peneliti juga ingin mengetahui serta memberikan informasi pendapatan asli daerah, dana alokasi umun dan dana alokasi khusus yang selalu berubah-ubah setiap tahun apakah memiliki pengaruh yang besar terhadap belanja lansung yang terjadi di Kabupaten/Kota Surabaya, Bangkalan, Gresik, Pamekasan, Sampang dan Sumenep. Peneliti menggunakan periode penelitian 2010-2014, karena dengan menggunakan data 5 tahun terakhir dari penyusunan penelitian diharapkan dapat memberikan informasi yang relevan untuk kondisi belanja lansung saat ini. Berdasarkan penjelasan diatas maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUSTERHADAP BELANJA LANSUNG(STUDI KASUS PADA PEMERINTAHAN DAERAH

9 KABUPATEN/KOTA SURABAYA, BANGKALAN, GRESIK, PAMEKASAN, SAMPANG DAN SUMENEP). 1.2 Rumusan Masalah Pemberian otonomi kepada pemerintah daerah diharapkan dapat mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat daerah melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat dalam membangun daerahnya masingmasing.dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan asas desentralisasi, pemerintah pusat memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk memungut pajak atau retribusi dan mengelola Sumber Daya Alam (SDA). Sumber dana bagi daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan (Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil), Pinjaman Daerah, Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Masalah timbul seiring dengan adanya kebijakan otonomi daerah. Yaitu adanya kesenjangan fiskal antar daerah yang memaksa pemerintah pusat untuk memberikan bantuan berupa danaperimbangan kepada pemerintah daerah. Pemerintah daerah mempunyai kewenangan penuh untuk menggunakan dana perimbangan tersebut. Akan tetapi, kewenangan tersebut memiliki konsekuensi bahwa daerah harus mampu menggunakan dana perimbangan secara efektif dan efisien untuk peningkatan pelayanan publik. Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

10 1. Apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh terhadap Belanja Lansung Pada Kabupaten/Kota Surabaya, Bangkalan, Gresik, Pamekasan, Sampang dan Sumenep? 2. Apakah Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh terhadap Belanja Lansung Pada Kabupaten/Kota Surabaya, Bangkalan, Gresik, Pamekasan, Sampang dan Sumenep? 3. Apakah Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh terhadap Belanja Lansung Pada Kabupaten/Kota Surabaya, Bangkalan, Gresik, Pamekasan, Sampang dan Sumenep? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Belanja Lansung Kabupaten/Kota Surabaya, Bangkalan, Gresik, Pamekasan, Sampang dan Sumenep yang akan dijelaskan lebih rinci sebagai berikut: 1. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh signifikan terhadap Belanja Lansung Pada Kabupaten/Kota Surabaya, Bangkalan, Gresik, Pamekasan, Sampang dan Sumenep. 2. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh signifikan terhadapbelanja Lansung Pada Kabupaten/Kota Surabaya, Bangkalan, Gresik, Pamekasan, Sampang dan Sumenep. 3. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh signifikan terhadapbelanja Lansung Pada Kabupaten/Kota Surabaya, Bangkalan, Gresik, Pamekasan, Sampang dan Sumenep.

11 1.4 Manfaat Penelitian Pada penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Kontribusi praktis Memberikan informasi kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mengenai bagaimana pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadapbelanja Lansung Pada Kabupaten/Kota Surabaya, Bangkalan, Gresik, Pamekasan, Sampang dan Sumenep. 2. Kontribusi teoritis Menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Belanja Lansung Pada Kabupaten/Kota Surabaya, Bangkalan, Gresik, Pamekasan, Sampang dan Sumenep. 3. Kontribusi Kebijakan Memberikan bahan masukan dan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Surabaya, Bangkalan, Gresik, Pamekasan, Sampang dan Sumenep. Dalam menentukan arah kebijakan keuangan daerah yang berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Belanja Lansung. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh pemahaman mengenai pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK), terhadap Belanja Lansung disurabaya, Bangkalan,

12 Gresik, Pamekasan, Sampang dan Sumenep. Namun agar permasalahan tidak meluas dan menimbulkan ketidakjelasan maka penulis memberikan batasanbatasan dalam melakukan penelitian. Ruang lingkup dari penelitian ini adalah membahas tentang bagaimana pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK), terhadap Belanja Lansung Kabupaten/Kota Surabaya, Bangkalan, Gresik, Pamekasan, Sampang dan Sumenep dari tahun 2010hingga 2014.