Risalah Elektronik RHI Nomor 2 Volume I Tahun 13 H 1 ZULHIJJAH 13 HIJRIYYAH DI INDONESIA Dipublikasikan Pada Tanggal 11 November 29 I. PENDAHULUAN Sistem kalender yang digunakan Umat Islam, selanjutnya dinamakan Kalender Hijriyyah, telah ditegaskan dasar dasarnya dalam Al Qur an sebagai kalender yang murni didasarkan pada peredaran Bulan di langit (kalender lunar atau qamariyyah) 1. Setahun kalender terdiri dari 12 bulan (lunasi) 2 dimana sebagian berumur 29 hari dan sebagian lagi berumur 3 hari. Transisi/pergantian antar bulan (lunasi) merujuk pada eksistensi hilaal 3, yakni Bulan dalam fase sabit yang terkecil (termuda) sehingga bentuknya mirip sehelai benang yang melengkung. Juga digarisbawahi bahwa jika dibandingkan dengan sistem kalender lain terutama kalender kalender Julian (kalender surya atau syamsiyyah), maka setiap 3 tahun Julian ekivalen dengan 39 tahun Islam 5. Dalam risalah ini akan dipaparkan awal lunasi Zulhijjah tahun 13 H, khususnya untuk wilayah Indonesia dan Asia Tenggara. Awal lunasi didasarkan secara komprehensif pada metode perhitungan (hisab) yang bisa dipertanggungjawabkan karena merupakan model matematis yang berdasarkan pada tabulasi dan analisis data hasil pengamatan hilaal (rukyat) yang diakuisisi LP2IF RHI dalam kurun waktu Januari 27 Oktober 28. Lunasi Hijriyyah 13 H secara astronomis merupakan Islamic Lunation ke 171 terhitung Muharram 1 H (Juli 22 TU ). II. KAIDAH Kaidah yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Transisi/pergantian hari dalam kalender Hijriyyah terjadi pada saat terbenamnya Matahari (ghurub asy Syams) secara lokalitas. 2. Saat terjadinya konjungsi (ijtima ) antara Bulan dan Matahari ditetapkan secara mutlak sebagai tanggal 29 Qamariyyah 7. 3. Perhitungan berdasarkan model visibilitas RHI yang berbentuk persamaan : ad,29 DAz 2 2,99 DAz + 1,738 dimana a D = selisih tinggi antara pusat cakram Bulan dan pusat cakram Matahari pada saat Matahari terbenam dan DAz = selisih azimuth antara pusat cakram Matahari dan pusat cakram Bulan. Model visibilitas RHI mengacu pada kondisi toposentrik (mar i), mengabaikan refraksi atmosfer (airless) serta Matahari/Bulan terbit dan terbenam secara geometrik.. Hilaal didefinisikan sebagai Bulan sabit yang terbenam dalam rentang waktu 27 menit hingga 2 menit setelah terbenamnya Matahari, dalam kondisi toposentrik (mar i), mengabaikan refraksi atmosfer (airless) serta Matahari/Bulan terbit dan terbenam secara geometrik. 1 Q.S. Yunus : 5. 2 Q.S. at Taubah : 3. 3 Q,S, al Baqarah :185, 189. Adalah kalender yang mengacu kepada Julius Caesar, yakni orang yang pertama kali menerapkannya. Ini adalah kalender solar yang terpengaruh oleh kalender Mesir. Julius Caesar menetapkan bahwa 1 tahun terdiri dari 35 hari jam, yakni nilai periode tropis Matahari. Berdasarkan penyelidikan Umar Khayyam dkk di Observatorium Nizamiyah, Baghdad, pada masa daulah Bani Abbasiyah, periode tropis Matahari sebenarnya adalah 35 hari 5 jam 8 menit detik. Perbaikan diusulkan jauh hari kemudian oleh Paus Gregorius sehingga kalender ini kemudian lebih dikenal sebagai kalender Gregorian. 5 Q.S. al Kahfi :. TU : Tarikh Umum, transliterasi dari Common Era (CE) yang digunakan untuk memerikan kalender surya. 7 Kaidah ini diusulkan oleh Hendro Setyanto dari Observatorium Bosscha, Bandung. Halaman 1 dari 5
III. KONJUNGSI (IJTIMA ) Konjungsi (ijtima ) antara Bulan dan Matahari akan terjadi pada hari Selasa 17 Oktober 29 pukul 2:1 WIB. Pada saat konjungsi Matahari dan Bulan sama sama menempati garis bujur ekliptika 23 o. Pada saat konjungsi Matahari memiliki deklinasi 18 o 5 dan ascensio recta (RA) 232 o 12 sementara Bulan memiliki deklinasi 22 o 3 dan ascensio recta (RA) 231 o. Sehingga baik Matahari maupun Bulan sama sama berada di sebelah selatan ekuator langit dan menempati gugusan bintang Libra. Pada saat konjungsi terjadi, jarak sudut (elongasi) Matahari dengan Bulan sebesar 3 o 5 atau lebih besar dari diameter masing masing pusat cakram Matahari dan Bulan yakni o 3 sehingga tidak memungkinkan terjadinya Gerhana Matahari. Dengan demikian peristiwa konjungsi ini tidak bisa dilihat secara kasat mata. Dihitung sejak 1 Muharram 1 H (15 Juli 22 TU) maka hari terjadinya konjungsi merupakan Hijri Day Number (HDN) ke 5715. Periode sinodis Bulan untuk lunasi ini akan bernilai 29 hari 1 jam 9 menit, atau lebih besar dari nilai rata ratanya yang sebesar 29 hari 12 jam menit. Untuk konteks Indonesia, maka tanggal 29 Zulqa idah berlaku pada 1 November 29 saat ghurub hingga 17 November 29 saat ghurub. Dengan demikian penentuan 1 Zulhijjah 13 H dilaksanakan pada Selasa 17 November 29 saat Matahari terbenam. IV. PETA HILAAL Peta hilaal untuk Indonesia merupakan gabungan antara peta dasar yang mengandung elemen tinggi hilaal dengan peta lanjut yang mengandung elemen visibilitas hilaal berdasarkan model visibilitas RHI. Peta disusun dengan aloritma Jean Meeus untuk elevasi permukaan laut rata rata ( m dpl), dalam kondisi toposentrik (mar i) dengan memperhitungkan refraksi atmosfer (untuk tinggi hilaal) namun nir atmosfer (untuk visibilitas RHI). 1 8 vis.rhi 3 2 Lintang -2 - - -8-1 5-12 95 1 15 11 115 12 1 13 135 1 Bujur Gambar 1 Peta Garis Tinggi dan Visibilitas Hilaal RHI Pada gambar 1 di atas garis hitam tak terputus mewakili garis tinggi hilaal, yakni garis yang menghubungkan titik titik dengan ketinggian hilaal yang sama pada saat terbenamnya Matahari. Dan garis biru putus putus menunjukkan garis visibilitas RHI, yakni garis yang menghubungkan titik titik dimana a D [,29 DAz 2 2,99 DAz + 1,738] =. Halaman 2 dari 5
V. POTENSI VISIBILITAS HILAAL Pada gambar 1 di atas nampak Indonesia dilintasi garis visibilitas RHI yang memanjang dari Samudera Pasifik dan menerus ke tenggara melintasi sebagian pulau Irian untuk kemudian berbelok ke barat daya menuju Laut Arafuru. Wilayah yang berada di sebelah barat garis ini berpotensi bisa mengamati hilaal meski dengan persyaratan tertentu (yakni dengan cuaca cerah mendekati sempurna, pengamatan menggunakan alat bantu optik dan dilaksanakan oleh pengamat yang berpengalaman). Sehingga hilaal berpotensi terlihat di seluruh wilayah Indonesia kecuali di sebagian kecil propinsi Papua (yakni daerah Jayapura dan sekitarnya). Sementara tinggi hilaal di seluruh wilayah Indonesia memiliki rentang nilai antara o o hingga,5 - selatan - Gambar 2 Bentuk sabit hilaal menurut model visibilitas RHI utara Gambar 2 menunjukkan bentuk Bulan jika dilihat dari salah satu titik pengamatan di Indonesia yakni kota Yogyakarta (DIY) yang memiliki elevasi 11 m dpl. Nampak Bulan memiliki panjang sabit 9 o dengan bentuk melengkung ke arah selatan. Bulan akan terbenam dalam 2 menit setelah terbenamnya Matahari sehingga memenuhi definisi hilaal. Jika kondisi yang dipersyaratkan terpenuhi, hilaal akan nampak menit setelah terbenamnya Matahari jika dilihat dengan alat optik dan baru bisa dilihat dengan mata telanjang dalam 2 menit setelah Matahari terbenam. Sehingga hilaal hanya bisa dilihat dengan alat bantu optik. Bandingkan dengan berikut : - selatan - utara Gambar 3 Bentuk sabit menurut model visibilitas RHI dalam 2 jam pasca fenomena dalam gambar 2 yang menunjukkan bentuk Bulan dilihat dari lokasi yang sama namun pada 2 jam berikutnya (atau tepatnya Rabu 18 November 29 saat Matahari terbenam). Saat itu Bulan terbenam 78 menit setelah terbenamnya Matahari sehingga sebenarnya sudah berada di luar definisi hilaal. Bulan akan memiliki elemen panjang sabit 153 o. Jika kondisi yang dipersyaratkan terpenuhi, Bulan sabit ini akan nampak 1 menit sebelum terbenamnya Matahari dan baru bisa dilihat dengan mata telanjang 2 menit sebelum Matahari terbenam. Halaman 3 dari 5
VI. 1 ZULHIJJAH 13 H Dari sisi rukyat, pada Selasa 17 November 29 dipastikan hilaal berpotensi teramati di seluruh wilayah Indonesia terkecuali sebagian Papua karena probabilitasnya di antara 5% dengan75 % 8. Sementara dari sisi hisab, dengan menggunakan sistem hakiki bittahqiq (kontemporer) yang berlandaskan pada model visibilitas RHI, di seluruh wilayah Indonesia nilai visibilitas hilaal sudah berada di atas batas model visibilitas hilaal RHI. Dengan demikian disimpulkan, bahwa 1 Zulhijjah 13 H akan dimulai pada Selasa 17 November 29 saat Matahari terbenam. Atau dalam bahasa yang lebih umum, 1 Zulhijjah 13 H bertepatan dengan Rabu 18 November 29. VII. PETA HILAAL TUA Hilaal tua merupakan istilah untuk Bulan dalam fase sabit yang identik dengan hilaal, namun terjadi sebelum peristiwa konjungsi dengan sifat yang terbalik, yakni hanya bisa dilihat sebelum terbitnya Matahari. Hilaal tua tidak memiliki implikasi legal sehingga tidak berpengaruh terhadap penentuan awal lunasi kalender Hijriyyah, namun dari sisi ilmu pengetahuan observasi hilaal tua sangat bermanfaat untuk memperkaya dan mempertajam pengetahuan tentang hilaal. Karena konjungsi terjadi pada Selasa 17 November 29 pukul 2:1 WIB maka hilaal tua hanya bisa diobservasi pada Senin 1 November 29 pada saat Matahari terbit. Peta hilaal tua untuk Indonesia merupakan peta dasar yang mengandung elemen tinggi hilaal tua. Peta disusun dengan aloritma Jean Meeus untuk elevasi permukaan laut rata rata ( m dpl), dalam kondisi toposentrik (mar i) dengan memperhitungkan refraksi atmosfer (untuk tinggi hilaal) namun nir atmosfer (untuk visibilitas RHI). 1 8 9 1 2 Lintang -2 - - -8-1 -12 95 1 15 11 115 12 1 13 135 1 Bujur Gambar Peta Garis Tinggi Hilaal Tua Pada gambar 1 di atas garis hitam tak terputus mewakili garis tinggi hilaal tua, yakni garis yang menghubungkan titik titik dengan ketinggian hilaal tua yang sama pada saat terbitnya Matahari. Nampak bahwa tinggi hilaal tua memiliki rentang dari 9 o hingga 1,5 o. 8 Hilaal bisa diobservasi pada kondisi yang paling ekstrim jika probabilitas visibilitasnya minimal 5 %, dengan menggunakan alat bantu optik dan membutuhkan kondisi langit yang sempurna (cerah sekali). Halaman dari 5
VIII. POTENSI VISIBILITAS HILAAL TUA - utara - Gambar 5 Bentuk sabit tua menurut model visibilitas RHI selatan Gambar 5 menunjukkan bentuk Bulan jika dilihat dari salah satu titik pengamatan di Indonesia yakni kota Yogyakarta (DIY) yang memiliki elevasi 11 m dpl. Nampak Bulan memiliki panjang sabit 11 o dengan bentuk melengkung ke atas. Matahari akan terbit dalam 5 menit setelah terbitnya Bulan sehingga Bulan sebenarnya masih dalam kondisi Bulan sabit tua atau berada di luar definisi hilaal tua. Jika kondisi yang dipersyaratkan terpenuhi, Bulan sabit tua ini akan mulai tidak nampak 1 menit sebelum terbitnya Matahari bila diamati dengan mata telanjang namun masih bisa dilihat hingga 1 menit setelah Matahari terbit jika menggunakan alat optik. Sehingga Bulan sabit tua bisa dilihat baik dengan mata maupun dengan alat bantu optik. IX. KESIMPULAN 1 Zulhijjah 13 H akan dimulai pada Selasa 17 November 29 saat Matahari terbenam. Atau dalam bahasa lebih umum, 1 Zulhijjah 13 H bertepatan dengan Rabu 18 November 29. Disiapkan oleh Muh. Ma rufin Sudibyo, koordinator RHI wilayah Kebumen, Jawa Tengah. Halaman 5 dari 5