INDUSTRI KERUPUK UDANG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL TERHADAP PROFITABILITAS INDUSTRI RUMAH TANGGA ANEKA KUE KERING (STUDI KASUS: INDUSTRI RUMAH TANGGA ONI COOKIES )

PANCING RAWAI BANK INDONESIA

A. Kerangka Pemikiran

INDUSTRI PAKAIAN JADI MUSLIM

VIII. ANALISIS FINANSIAL

BOKS 2 PENELITIAN POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA MIKRO KECIL INDUSTRI KECIL BATU BATA DI SULAWESI TENGGARA

C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN

IV. DESKRIPSI USAHA PENGOLAHAN TEPUNG UBI JALAR

MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN

Bisnis Kerupuk Udang, Renyah Menguntungkan

KERAGAAN AGROINDUSTRI KERUPUK UDANG DI KECAMATAN KWANYAR KABUPATEN BANGKALAN

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kabupaten Lampung Barat pada bulan Januari

PANCING ULUR BERUMPON

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

KATA PENGANTAR BANK INDONESIA

VIII. ANALISIS FINANSIAL

IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. KERANGKA PEMIKIRAN

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) INDUSTRI PENGECORAN LOGAM

VII. RENCANA KEUANGAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian

III. METODE PENELITIAN

Bahan Baku daging ikan 500 g. tepung tapioka 50 g. merica halus 1/2 sendok teh. bawang merah 7,5 g. bawang putih 1,5 g. jahe 0,5 g.

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sumenep. Usaha ini terletak di jalan Monumen Kuda sakti No. 97 RT.

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) INDUSTRI TELUR ASIN (Pola Pembiayaan Konvensional)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN

Analisis Kelayakan Finansial Produk Pakan Ternak Sapi Perah di Koperasi Susu Kota Batu

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL

III. METODE PENELITIAN

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan.

Lampiran 1. Hasil Uji Lanjut Ortogonal Kekerasan Sumber keragaman

III. METODE PENELITIAN. Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1:

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL

Bisnis Keripik Singkong, Labanya Penuhi Kantong

BUSINESS PLAN RUMAH PRODUKSI KERUPUK UDANG

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

BAB III METODE PENELITIAN

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Palu setelah usaha pengolahan bawang goreng khas Palu. Pengusaha olahan

III KERANGKA PEMIKIRAN

3. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PELAKSANAAN. bulan April 2013 sampai dengan pertengahan Juni 2013.

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

BANDENG TANPA DURI BANK INDONESIA

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KERUPUK UDANG ATAU IKAN

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN

: Laila Wahyu R NIM :

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

IV. METODE PENELITIAN

BAB 5 ANALISIS KEUANGAN

RANCANGAN PROSES PENGOLAHAN TAHU DENGAN ClTA RASA SEBAGAI DASAR DALAM PERENCANAAN RANCANGAN PABRIK TAHU ClTA RASA

PENGOLAHAN JAGUNG SEBAGAI BAHAN PANGAN. Agus Sutanto

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010.

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM. KERUPUK RUMPUT LAUT SERASI (Sehat dan Bernutrisi) BIDANG KEGIATAN : PKM KEWIRAUSAHAAN

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor

BAB III INDUSTRI KERUPUK RAMBAK DWIJOYO DESA PENANGGULAN KECAMATAN PEGANDON KABUPATEN KENDAL

II TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Syariah dengan Konvensional

KUISIONER PENELITIAN MI JAGUNG Pengrajin Mi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI ASPEK KEUANGAN. investasi dari perusahaan Saru Goma. Proyeksi keuangan ini akan dibuat dalam

BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

MATERI 7 ASPEK EKONOMI FINANSIAL

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. akan menghasilkan manfaat atau keuntungan apabila dijalankan.

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

BAB IV METODE PENELITIAN. dan data yang diperoleh. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif yaitu

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual

Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian maupun perikanan. mempunyai peranan yang sangat besar dalam meningkatka pertumbuhan ekonomi

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang

Transkripsi:

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL INDUSTRI KERUPUK UDANG BANK INDONESIA

KATA PENGANTAR Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis. Namun demikian, UMKM masih memiliki kendala, baik untuk mendapatkan pembiayaan maupun untuk mengembangkan usahanya. Dari sisi pembiayaan, masih banyak pelaku UMKM yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan akses kredit dari bank, baik karena kendala teknis, misalnya tidak mempunyai/tidak cukup agunan, maupun kendala non teknis, misalnya keterbatasan akses informasi ke perbankan. Dari sisi pengembangan usaha, pelaku UMKM masih memiliki keterbatasan informasi mengenai pola pembiayaan untuk komoditas tertentu. Di sisi lain, ternyata perbankan juga membutuhkan informasi tentang komoditas yang potensial untuk dibiayai. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka menyediakan rujukan bagi perbankan untuk meningkatkan pembiayaan terhadap UMKM serta menyediakan informasi dan pengetahuan bagi UMKM yang bermaksud mengembangkan usahanya, maka menjadi kebutuhan untuk penyediaan informasi pola pembiayaan untuk komoditi potensial tersebut dalam bentuk model/pola pembiayaan komoditas (lending model). Sampai saat ini, Bank Indonesia telah menghasilkan 88 judul buku pola pembiayaan komoditi pertanian, industri dan perdagangan dengan sistem pembiayaan konvensional dan 21 judul dengan sistem syariah. Dalam upaya menyebarluaskan lending model tersebut kepada masyarakat maka buku pola pembiayaan ini telah dimasukkan dalam website Sistem Informasi Terpadu Pengembangan UKM (SI-PUK) yang terintegrasi dalam Data dan Informasi Bisnis Indonesia (DIBI) dan dapat diakses melalui internet di alamat www.bi.go.id. Dalam penyusunan buku pola pembiayaan ini, Bank Indonesia bekerjasama dengan Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (DKP) dan memperoleh masukan dari banyak pihak antara lain dari perbankan, lembaga/instansi BANK INDONESIA i

terkait lainnya, asosiasi dan UMKM. Untuk itu, kami mengucapkan terima kasih atas segala bantuan dan kerjasamanya selama ini. Bagi pembaca yang ingin memberikan kritik, saran dan masukan bagi kesempurnaan buku ini atau ingin mengajukan pertanyaan terkait dengan buku ini dapat menghubungi: Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Biro Pengembangan UMKM Tim Penelitian dan Pengembangan Perkreditan dan UMKM Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta Pusat Telp. (021) 381.8922 atau 381.7794 Fax. (021) 351.8951 Besar harapan kami bahwa buku ini dapat melengkapi informasi tentang pola pembiayaan komoditi potensial bagi perbankan dan sekaligus memperluas replikasi pembiayaan oleh UMKM pada komoditi tersebut. Jakarta, Desember 2008 ii POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

RINGKASAN POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL INDUSTRI KERUPUK UDANG 1 Jenis Usaha Industri Kerupuk Udang 2 Lokasi usaha Kabupaten Tanjung Jabung Barat 3 Dana yang digunakan Investasi : Rp. 57.860.000 Modal Kerja : Rp. 16.806.000 Total : Rp. 74.666.000 4 Sumber dana a. Modal Sendiri Rp. 29.866.400 b. Kredit : Rp. 44.799.600 (1) Kredit Investasi : Plafond : Rp. 34.716.000 Suku Bunga : 14% Jangka Waktu : 3 tahun (2) Kredit Modal Kerja Plafond : Rp. 10.083.600 Suku Bunga : 14% Jangka Waktu : 1 tahun 5 Periode pembayaran kredit Angsuran pokok dan bunga dibayarkan setiap bulan 6 Kelayakan usaha A Periode proyek 3 tahun B Produk Kerupuk Udang C Skala proyek Produksi per bulan : 580 kg D Teknologi Pembuatan kerupuk udang secara sederhana E Pemasaran Produk Konsumen langsung, pedagang, perusahaan dan perkantoran 7 Kriteria kelayakan usaha NPV Rp 19.167.531 IRR 26,45% Net B/C Ratio 1,26 Pay Back Period 2,23 tahun BANK INDONESIA iii

BEP Penjualan rata-rata 87.730.631 BEP Produksi rata-rata 2.507 Penilaian Layak dilaksanakan 8 Analisis sensitivitas (1) Pendapatan a Pendapatan turun 5% NPV Rp.3.155.887 IRR 16,11% Net B/C Ratio 1,04 Pay Back Period 3,11 tahun Penilaian Layak b Pendapatan turun 6% NPV - Rp. 1.477.914 IRR 13,01% Net B/C Ratio 0,98 Pay Back Period 3,37 tahun Penilaian Tidak Layak (2) Biaya Variabel a Biaya Variabel naik 3% NPV Rp.1.137.621 IRR 14,77% Net B/C Ratio 1,02 Pay Back Period 3,23 tahun Penilaian Layak b Biaya variabel naik 4% NPV Rp.2.450.469 IRR 12,34% Net B/C Ratio 0,97 Pay Back Period 3,45 tahun Penilaian Tidak Layak iv POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

(3) Biaya variabel dan pendapatan Biaya variabel naik 3% dan pendapatan turun 3% NPV Rp 1.420.456 IRR 14,96% Net B/C Ratio 1,02 Pay Back Period 3,21 Penilaian Layak Biaya variabel naik 4% dan pendapatan turun 4% NPV - Rp. 6.801.435 IRR 9,38% Net B/C Ratio 0,91 Pay Back Period 3,75 Penilaian Tidak Layak BANK INDONESIA v

DAFTAR ISI Hal KATA PENGANTAR. RINGKASAN... DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR...... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR PHOTO... DAFTAR TABEL... i iii vi viii viii viii ix BAB I PENDAHULUAN..... 1 BAB II BAB III BAB IV PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN 2.1 Profil Usaha... 3 2.2 Pola Pembiayaan... 4 ASPEK PASAR DAN PEMASARAN 3.1 Aspek Pasar...... 7 3.1.1 Permintaan...... 7 3.1.2 Penawaran... 8 3.1.3 Analisis Persaingan dan Peluang Pasar... 8 3.2 Aspek Pemasaran... 9 3.2.1 Harga..... 9 3.2.2 Jalur Pemasaran Produk... 10 3.2.3 Kendala Pemasaran... 11 ASPEK TEKNIS PRODUKSI 4.1 Lokasi Usaha... 13 4.2 Fasilitas Produksi dan Peralatan... 13 4.3 Bahan Baku....... 14 4.4 Tenaga Kerja..... 15 vi POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

4.5. Teknologi... 16 4.6 Proses Produksi..... 16 4.7 Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi... 25 4.8 Produksi Optimum..... 25 4.9 Kendala Produksi.... 25 BAB V ASPEK KEUANGAN 5.1 Pemilihan Pola Usaha... 27 5.2 Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan... 27 5.3 Komponen dan Struktur Biaya Investasi dan Biaya Operasional... 28 5.3.1 Biaya Investasi... 28 5.3.2 Biaya Operasional... 28 5.4 Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja... 29 5.5 Produksi dan Pendapatan... 30 5.6 Proyeksi Rugi Laba Usaha dan Break Even Point... 31 5.7 Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek... 32 5.8 Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha... 33 BAB VI BAB VII ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN 6.1 Aspek Ekonomi dan Sosial... 35 6.2 Aspek Dampak Lingkungan... 35 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan.... 37 7.2 Saran... 38 DAFTAR PUSTAKA... 39 DAFTAR LAMPIRAN... 42 BANK INDONESIA vii

DAFTAR GAMBAR Gambar Hal 3.1 Skema Jalur Pemasaran kerupuk udang... 11 4.1 Diagram Alir Proses Pembuatan kerupuk udang. 18 DAFTAR GRAFIK Grafik Hal 3.1 Perkembangan Permintaan Kerupuk Udang... 8 DAFTAR PHOTO Photo Hal 1.1 Kerupuk Udang... 1 4.1 Mesin Penggiling..... 17 4.2 Proses Pencampuran udang dengan bumbu dan bahan pelengkap... 19 4.3 Proses Pencampuran udang berbumbu dengan tepung sagu... 20 4.4 Proses Pembentukan batangan kerupuk udang... 21 4.5 Proses Pengukusan batangan kerupuk udang.. 21 4.6 Proses Pendinginan batangan kerupuk udang..... 22 4.7 Pisau Pemotong kerupuk udang.... 23 4.8 Proses Penjemuran/pengeringan kerupuk udang. 24 4.9 Sealer.... 24 viii POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

DAFTAR TABEL Tabel Hal 3.1 Perkembangan Harga Kerupuk Udang... 9 4.1 Fasilitas Produksi dan Peralatan... 14 4.2 Standar Mutu Bahan Baku Kerupuk Udang... 15 5.1 Asumsi Untuk Analisis Keuangan....... 27 5.2 Komposisi Biaya Investasi (Rp)...... 28 5.3 Komposisi Biaya Operasional Per Bulan...... 29 5.4 Komponen Dan Struktur Biaya Proyek... 30 5.5 Proyeksi Produksi dan Pendapatan Usaha... 31 5.6 Proyeksi Pendapatan dan Laba Rugi Usaha... 32 5.7 Kelayakan Industri Kerupuk Udang 33 5.8 Hasil Analisis Sensitivitas Penurunan Pendapatan. 33 5.9 Hasil Analisis Sensitivitas Kenaikan Biaya Variabel. 34 5.10 Hasil Analisis Sensitivitas Kombinasi... 34 BANK INDONESIA ix

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN x POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

BAB I PENDAHULUAN Udang merupakan kekayaan laut Indonesia yang melimpah dan merupakan bahan makanan yang tidak tahan lama (cepat busuk). Sehingga diperlukan penanganan untuk memperlama masa penggunaannya. Beberapa cara dapat dilakukan antara lain pembuatan terasi udang, pembuatan udang kering dan kerupuk udang. Pembuatan kerupuk udang selain menambah lamanya penggunaan udang juga merupakan salah satu cara untuk menambah variasi dari penggunaan udang, dimana udang adalah merupakan hewan yang mengandung protein yang sangat tinggi yang sangat dibutuhkan manusia. Dengan adanya kerupuk udang ini maka bagi orang yang tidak menyukai konsumsi udang seraca langsung dapat pula menikmati udang dengan adanya kerupuk udang. Kerupuk udang merupakan bahan makanan dengan bahan baku udang dan tepung sagu yang telah diawetkan dengan cara dijemur sehingga penggunaannya untuk jangka waktu yang lama, jika dijemur lagi setelah beberapa waktu maka akan memperlama masa penggunaannya. Photo 1.1. Kerupuk Udang BANK INDONESIA 1

PENDAHULUAN Usaha pembuatan kerupuk udang ini pada umumnya dalam skala kecil, hal ini dikarenakan dalam proses pembuatan kerupuk udang tidak membutuhkan modal yang besar. Namun jika usaha ini dikembangkan maka akan menjadi usaha menengah bahkan usaha besar. Minat masyarakat terhadap kerupuk udang juga cukup tinggi hal ini ditandai dengan tingginya permintaan akan kerupuk udang di daerah atau lokasi survei. Sehingga potensi pasar untuk usaha ini masih sangat besar untuk dikembangkan. Teknologi yang dipergunakan dalam pembuatan kerupuk udang ini masih mempergunakan teknologi yang sederhana terutama dalam proses pencampuran bahan-bahan dan pengolahan bahan hanya dengan mempergunakan tenaga manusia. Teknologi yang dipergunakan adalah pada proses penghancuran udang yaitu dengan menggunakan mesin penghancur udang, dan proses mencampur udang dengan bumbu-bumbu mempergunakan mixer khusus. Dalam proses pengeringan juga masih mengandalkan kekuatan sinar matahari, belum mempergunakan mesin pengering. Gambaran tentang industri kerupuk udang yang disajikan dalam buku lending model berdasarkan survei yang dilakukan di Provinsi Jambi ini meliputi aspek pasar dan pemasaran, aspek produksi, aspek keuangan, aspek ekonomi dan aspek lingkungan. Dalam rangka menyebarluaskan hasil-hasil penelitian kepada masyarakat luas, maka buku pola pembiayaan kerupuk udang ini akan ditransformasi dalam Sistem Informasi Terpadu Pengembangan Usaha Kecil (SI-PUK) yang dapat diakses melalui website Bank Indonesia. 2 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

BAB II PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN 2.1. Profil Usaha Industri kerupuk udang merupakan salah satu jenis industri makanan yang umumnya berbentuk usaha perorangan dan usaha dagang berskala mikro dan kecil. Bahan baku yang dipergunakan dalam industri kerupuk udang ini adalah udang. Bahan baku lainnya adalah tepung sagu sebagai bahan baku tambahan untuk pembuatan kerupuk udang. Di Kecamatan Tungkal Ilir Kabupaten Tanjung Jabung Barat merupakan penghasil udang terbesar di daerah Jambi, sehingga hal ini dipergunakan sebagai alasan mengapa banyak bermunculan industri-industri kecil yang menghasilkan kerupuk udang. Pengelola usaha ini umumnya adalah keluarga dengan pelaksana usaha dilakukan sendiri. Tiap pengusaha rata-rata memiliki 4 orang karyawan (tenaga kerja) dan sebagian merupakan anggota keluarganya. Terdapat beberapa industri kecil yang tidak hanya membuat kerupuk udang, tetapi mereka juga membuat terasi udang, petis, dan udang kering. Tetapi proporsi kerupuk udang merupakan yang terbesar dibandingkan dengan produk lainnya. Teknologi yang diperlukan untuk memproduksi kerupuk udang secara umum merupakan teknologi yang sederhana. Oleh karena itu tidak terdapat perbedaan pada proses hanya perbedaan bumbu-bumbu dan pelengkapnya saja, ada yang mempergunakan bumbu penyedap dan pelengkap daun seledri, cabe dan garam. Adapula yang mempergunakan pelengkap hanya cabe saja. Alasan para pengusaha UMKM yang bergerak di bidang kerupuk udang dalam menekuni usaha tersebut adalah karena dari sisi pemasaran terjamin dalam artian sudah jelas pembelinya (biasanya adalah para pedagang yang akan menjual kembali ke daerah lain bahkan sampai ke Singapura). Pasar bagi kerupuk udang ini sudah jelas, jadi setiap berproduksi sudah ada yang memesan. Alasan lain adalah BANK INDONESIA 3

PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN karena turun temurun dari para orang tua mereka yang sudah lama menekuni bisnis tersebut sehingga dilanjutkan oleh anaknya, banyaknya sumberdaya yang mempunyai keterampilan dalam pembuatan kerupuk udang ini juga merupakan faktor banyaknya pengrajin kerupuk udang ini, serta dekatnya lokasi pabrik (industri) dengan sumber bahan baku dan ketersediaan bahan baku selalu ada. Penanganan industri kerupuk udang ini juga ditunjang dengan adanya sebuah koperasi yang bernama LEPP Mitra Mandiri. Koperasi tersebut didirikan dengan maksud agar terjalin kerjasama yang baik antar sesama UMKM penghasil kerupuk udang. Setiap pertemuan anggota akan membahas permasalahan-permasalahan yang muncul sehingga antar anggota mempunyai pendapat dalam penyelesaian masalah. Selain itu diharapkan dengan adanya koperasi ini akan memperluas daerah pemasaran dan memudahkan pembinaan dari Dinas Perikanan dan Kelautan, dimana koperasi ini sebagai tempat berkumpulnya para pengusaha UMKM yang mengolah hasil laut termasuk udang. Perkembangan industri kerupuk udang menjadikan para nelayan yang mendapatkan hasil laut seperti udang, mudah untuk memasarkan karena setiap hari hasil laut yang didapat langsung dapat dipasarkan. Bahkan mereka tidak perlu jauhjauh memasarkan karena permintaan akan udang di Kuala Tungkal sangat tinggi, hal ini dikarenakan banyaknya industri pembuatan kerupuk udang. Jadi masing-masing kelompok pengrajin kerupuk udang sudah mempunyai pemasok yang tetap, sehingga mereka tidak kesulitan dalam pengadaan bahan bakunya. Seperti Kelompok Juwita yang memproduksi kerupuk udang setiap hari membutuhkan 20 kg udang segar. Untuk menjamin ketersediaan bahan baku, maka biasanya mereka menyimpan udang tersebut dalam freezer, menyiasati pada saat musim-musim udang sepi, sehingga mereka bisa terus berproduksi. 2.2. Pola Pembiayaan Pola pembiayaan usaha kerupuk udang dapat berasal dari pengusaha sendiri, dana bergulir dari dinas terkait seperti Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) maupun dari kredit bank dengan proporsi yang sangat beragam antar pengusaha. Dana bergulir 4 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

INDUSTRI KERUPUK UDANG yang rata-rata diterima oleh para pengusaha UMKM kerupuk udang adalah berkisar Rp 5.000.000 Rp 10.000.000, dimana proses pengembaliannya adalah dalam jangka waktu 5 tahun, namun tidak ditentukan secara pasti cicilan per bulannya, karena tergantung dari perolehan pendapatan pengusaha. Sebagian besar dana bergulir tersebut dipergunakan untuk modal kerja. DKP selain memberikan dana bergulir juga memberikan pinjaman alat berupa mesin penggiling. Sedangkan investasi yang lain sebagian besar berasal dari modal sendiri. Pengembalian dana bergulir biasanya dilakukan setiap bulan sekali, mereka diwajibkan membuat pencatatan, berapa banyak kerupuk yang diproduksi dan dijual, kemudian berapa nilai penjualan, berapa biaya produksi dan berapa keuntungan yang diperoleh. Adapun persayaratan UMKM yang mendapat bantuan dana bergulir adalah kelompok yang sudah memiliki usaha, merupakan binaan DKP dan selalu mengikuti pembinaan, menjadi anggota koperasi dan khusus untuk mesin penggiling adalah untuk pengusaha kerupuk udang, namun karena jumlah mesin penggiling baru tersedia 15 sehingga baru 15 kelompok yang mendapat pinjaman mesin penggiling. Skim kredit yang tersedia pada lokasi usaha antara lain skim kredit usaha Kecil (KUK) dan KMKP dari BPR Tanggo Radjo yang merupakan BPR yang dimiliki oleh Kabupaten Tanjung Jabung Barat telah memberikan kredit kepada beberapa pengrajin kerupuk udang. Skim KUK yang diberikan adalah untuk kredit modal kerja dan atau modal investasi. Bank juga mempunyai persepsi bahwa usaha ini layak dibiayai karena prospeknya sangat baik. Berdasarkan pengalaman beberapa pengusaha UMKM kerupuk udang yang sudah mendapatkan kredit selama ini belum pernah terjadi penunggakan pembayaran angsuran kreditnya. Dengan adanya pinjaman ini para pengusaha UMKM kerupuk udang dapat meningkatkan produksinya, sehingga meningkatkan pula penjualannya. Bank tidak mensyaratkan secara khusus untuk usaha kerupuk udang ini, jadi prosedur sama dengan pengajuan pinjaman lainnya. Adapun beberapa prosedur yang harus dilalui dalam calon nasabah memperoleh kredit, adapun prosedur yang harus dilalui adalah sebagai berikut : BANK INDONESIA 5

PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN 1. 2. Calon debitur mengajukan surat pengajuan kredit kepada pihak bank. Pengumpulan data (karakter debitur, data keuangan dan jaminan). 3. Analisa kredit oleh Account Officer. 4. Jika sudah terpenuhi semua persyaratan diatas maka segera dicairkan, biasanya dalam waktu 5 10 hari. Persyaratan lain yang perlu dilakukan oleh debitur adalah mereka harus mempunyai rekening di bank tersebut, hal ini untuk mempermudah pencairan dan pembayaran pinjaman. Biaya yang ditanggung oleh debitur adalah biaya pengikatan jaminan yang besarnya antara Rp100.000 Rp210.000, biaya provisi sebesar 1%, biaya administrasi sebesar 0,5% dan biaya notaris. Kriteria yang menjadi pertimbangan bank dalam melakukan analisis kredit kepada debitur adalah 5C yaitu Character (watak), capacity (kemampuan), capital (permodalan), collateral (jaminan) dan condition (kondisi). 6 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

BAB III ASPEK PASAR DAN PEMASARAN 3.1. ASPEK PASAR 3.1.1. Permintaan Permintaan produk ini sangat besar, hal ini ditandai dengan banyaknya pesanan yang datang kepada para pengrajin kerupuk udang. Para pengrajin kerupuk udang lebih banyak menerima pesanan dibandingkan dengan produksi untuk persediaan. Hanya terdapat satu UMKM yang membuat dalam jumlah yang banyak selain dari pesanan yang ada. Dalam industri ini terdapat beberapa kelompok kerja. Salah satu kelompok kerja dalam industri ini yang bernama Juwita setiap hari memproduksi dengan kapasitas 29 kg dimana merupakan hasil pencampuran 20 kg udang dan 20 kg tepung sagu. Data mengenai permintaan kerupuk udang secara kuantitatif belum dilakukan, sehingga permintaan lebih banyak karena para pengusaha setiap hari berproduksi dan setelah menjadi kerupuk udang kering sudah datang para pemesan dan pedagang yang akan membawa produk mereka ke luar dari Kuala Tungkal. Berdasarkan data pesanan yang datang kepada para pengusaha UMKM kerupuk udang dari tahun 2003 2007 semakin meningkat, dari mulai 100 kg per bulan menjadi 350 di tahun 2007, sedangkan tahun 2008 meningkat menjadi 580 kg per bulan (Grafik 1). Kenaikan permintaan kerupuk udang di tahun 2008 disebabkan permintaan dari pusat oleholeh dan intensifnya keikutsertaan pengusaha dalam pameran diluar daerah dengan pembinaan dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP). Para pengusaha UMKM kerupuk udang setiap berproduksi selalu habis terjual karena sebagian besar adalah pesanan. BANK INDONESIA 7

ASPEK PASAR DAN PEMASARAN Permintaan kerupuk udang 600 500 400 Unit (KG) 300 200 Permintaan 100 0 1 2 3 4 5 6 Tahun Grafik 3.1. Perkembangan Permintaan Kerupuk Udang 3.1.2. Penawaran Analisa pasar terhadap penawaran kerupuk udang secara langsung masih belum dilakukan secara nasional. Perhitungan tidak langsung dapat dilakukan dengan memperkirakan prosentase jumlah produksi kerupuk udang dari para pengrajin. Kebanyakan dari pengusaha kerupuk udang adalah menerima pesanan dari para pemesan yang biasanya adalah para pedagang, pusat oleh-oleh, instansi dan perusahaan. Mereka seringkali memesan kerupuk udang asli dari Kuala Tungkal, karena memang dari komposisi dan rasa sangat berbeda dengan di daerah lain. Beberapa pengrajin sudah secara tetap menerima pesanan dari beberapa perusahaan seperti perusahaan kertas, mereka memesan untuk dibagikan kepada para karyawan. Karena sebagian besar pengusaha berproduksi berdasarkan pesanan maka dari sisi penawaran tidak berbeda jauh dari permintaan, hanya terdapat beberapa pengusaha yang membuat kerupuk udang untuk persediaan, apalagi menjelang bulan Ramadhan biasanya permintaan sangat tinggi, sehingga penawarannya pun mengikuti tinggi pula selama masih dalam kapasitas maksimal yang dapat dilakukan oleh pengusaha. 3.1.3. Analisis Persaingan dan Peluang Pasar Persaingan bisnis diantara para pengusaha UMKM kerupuk udang tidak terlalu tinggi, karena masing-masing sudah memiliki pelanggan tetap. Masing-masing 8 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

INDUSTRI KERUPUK UDANG pengusaha sudah memiliki pemesan dan pelanggan yang loyal maka diantara mereka bahkan saling mendukung, disamping itu mereka juga dalam pembinaan instansi yang sama yaitu Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Perluasan pasar umumnya dilakukan dengan pencarian pelanggan baru. Hal ini dilakukan dengan cara mengikuti pameran yang sering dilakukan oleh dinasdinas terkait seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, dan Dinas Koperasi. Pameran yang dilakukan sampai ke luar Propinsi Jambi seperti di Batam, Jakarta, dan kotakota lainnya untuk memperkenalkan kerupuk udang ini ke luar Jambi. Hal ini terbukti setelah banyak pameran yang dilakukan banyak pesanan dari daerah. Disamping itu yang menjadi keunggulan adalah karena rasa kerupuk udang Jambi sangat berbeda dengan di daerah lain. 3.2. ASPEK PEMASARAN 3.2.1. Harga Harga dari kerupuk udang semakin tahun semakin naik, hal ini dikarenakan kenaikan dari bahan baku dan bahan pembantu. Kenaikan harga berkisar Rp 5.000 Rp10.000 per tahun (Tabel 3.1). Kenaikan harga pada tahun 2008 lebih dipicu karena kenaikan bahan bakar. Tabel 3.1. Perkembangan Harga Kerupuk Udang Tahun Bentuk Kerupuk Harga 2005 - Batang Korek Api - Bulat Rp15.000 2006 - Batang Korek Api - Bulat Rp20.000 2007 - Batang Korek Api - Bulat Rp25.000 2008 - Batang Korek Api - Bulat Rp35.000 BANK INDONESIA 9

ASPEK PASAR DAN PEMASARAN 3.2.2. Jalur Pemasaran Produk Jalur pemasaran kerupuk udang mempergunakan dua pola, yaitu langsung dan tidak langsung. Penjualan kerupuk udang ini dapat dilakukan sendiri oleh pengusaha maupun melalui jasa agen penjualan, dengan pembeli konsumen langsung, perusahaan dan perkantoran. Pola pemasaran kerupuk udang ini secara umum terbagi tiga, yaitu : a. Pengusaha menjual langsung produknya ke konsumen akhir yaitu rumah tangga dan biasanya adalah konsumen langsung yang dekat dengan tempat memproduksi kerupuk udang ini, tetapi beberapa konsumen rumah tangga membawa kerupuk udang ini sebagai oleh-oleh untuk keluar daerah. b. Pengusaha bekerja sama dengan beberapa pusat oleh-oleh d para pedagang untuk memasarkan produknya. c. Pemesanan langsung dari perkantoran dan beberapa perusahaan besar seperti perusahaan yang menghasilkan kertas biasanya seringkali memesan kerupuk udang untuk para karyawan dan relasi. Dari ketiga jenis pemasaran di atas, di daerah penelitian selama ini para pengusaha tidak dikenakan biaya transportasi, karena para pemesan dan konsumen akhir langsung datang ke tempat produksi kerupuk udang ini. Namun bisa juga pada saat pelanggan tidak bisa mengambil maka produk diantar ke tempat si pemesan, sehingga memerlukan biaya transportasi. Pembayaran yang dilakukan oleh para pemesan biasanya memberikan uang muka sebesar 30% dari total harga pesanan, kemudian sisanya akan dibayar setelah produk diterima. Jalur pemasaran kerupuk udang secara rinci dapat dilihat pada gambar 3.1. 10 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

INDUSTRI KERUPUK UDANG Produsen Pedagang pusat oleh-oleh Konsumen Instansi perusahaan Gambar 3.1. Skema Jalur Pemasaran Kerupuk udang 3.2.3. Kendala Pemasaran Kendala pemasaran yang dihadapi oleh industri kerupuk udang adalah adanya para pedagang yang mengambil kerupuk udang dan dijual kembali dengan merek dari para pedagang sehingga daerah asal pembuatan kerupuk udang tidak dikenal oleh konsumen akhir. Di samping itu belum banyak agen penjualan di luar Propinsi Jambi, sehingga daerah pemasaran belum terlalu luas, maka biasanya disiasati oleh para pengrajin dengan mengikuti pameran yang dilakukan di luar Propinsi Jambi untuk memperkenalkan produknya, namun masih kurang efektif karena frekuensi dari pameran masih kurang, dalam satu tahun hanya 2 4 kali saja. BANK INDONESIA 11

12 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

BAB IV ASPEK TEKNIS PRODUKSI 4.1. Lokasi Usaha Lokasi usaha pembuatan kerupuk udang pada umumnya lebih memilih kedekatan dengan bahan baku atau pasar. Para Pengusaha UMKM kerupuk udang di daerah Jambi lebih memilih kedekatan dengan bahan baku, hal ini dikarenakan bahan baku dari kerupuk udang ini tidak dapat bertahan lama jika tidak disimpan dalam lemari pendingin. Alasan lainnya adalah para pengusaha lebih memilih mempergunakan udang segar dibandingkan dengan udang yang sudah dibekukan demi mempertahankan mutu kerupuk udangnya. Alasan lain kedekatan dengan sumber bahan baku adalah harga bahan bakunya tidak terlalu mahal karena jika jauh maka akan dibebani dengan biaya transportasi. Di Kecamatan Tungkal Ilir adalah daerah yang paling banyak pengusaha UMKM kerupuk udang, karena laut di Kecamatan Tungkal Ilir banyak menghasilkan udang dibandingkan dengan daerah lain. Sebagian besar pengusaha kerupuk udang tinggal di sekitar pantai. Dalam pembuatan kerupuk udang tidak banyak air yang dibutuhkan, sehingga kedekatan dengan adanya air bersih tidak menjadi hal yang utama. Keberadaan listrik untuk usaha ini sangat dibutuhkan terutama untuk lemari es sebagai penyimpan udang segar dan penggunaan alat mixer dalam menghaluskan udang. Kemudahan sarana transportasi dibutuhkan pada saat pengantaran produk, namun karena selama ini para pedagang dan pemesan yang langsung mengambil sehingga tidak menjadi hal yang utama, namun tetap dibutuhkan sarana transportasi untuk memperlancar distribusi produk. 4.2. Fasilitas Produksi dan Peralatan Fasilitas produksi dan peralatan yang diperlukan dalam memproduksi kerupuk udang adalah meliputi : BANK INDONESIA 13

ASPEK TEKNIS PRODUKSI Tabel 4.1. Fasilitas Produksi dan Peralatan No Alat Fungsi I II Fasilitas Produksi 1. Bangunan Tempat Proses Produksi 2. Meja Tempat mengaduk bahan baku dan memotong batangan kerupuk udang 3. Rak Jemur Tempat menjemur kerupuk udang 4. Kulkas Tempat menyimpan udang segar Peralatan 1. Kipas Untuk mendinginkan batangan kerupuk udang 2. Wajan Besar bertutup Untuk mengukus batangan kerupuk udang 3. Kompor Untuk mengukus batangan kerupuk udang 4. Pisau Untuk memotong batangan kerupuk udang 5. Mesin giling Untuk menggiling udang 6. Baskom Tempat mengaduk bahan baku 7. Mixer Untuk menghaluskan udang giling 8. Sealer Untuk pengemasan 4.3. Bahan Baku Bahan baku utama industri kerupuk udang adalah udang dan tepung sagu. Untuk bahan baku udang diperoleh atau dibeli dari para nelayan yang baru pulang dari laut dan langsung memasarkan udangnya dalam bentuk udang kupas, namun ada juga para nelayan yang menjual udang belum dikupas kepada beberapa pengrajin kerupuk udang. Untuk menjaga mutu dari kerupuk udang yang dihasilkan, maka bahan baku kerupuk udang umumnya berupa udang segar dan tepung sagu yang memiliki kualitas baik. Karena kualitas dari udang dan tepung sagu akan sangat mempengaruhi kualitas dari kerupuk udang itu sendiri. Adapun bahan penolong dalam pembuatan kerupuk udang ini adalah bumbu-bumbu, cabe, dan seledri. 14 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

INDUSTRI KERUPUK UDANG Standar mutu udang segar adalah bahan baku harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat-sifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan. Secara organoleptik bahan baku harus mempunyai karakteristik kesegaran seperti berikut : Tabel 4.2. Standar Mutu Bahan Baku Kerupuk Udang Kriteria Ciri-ciri Kenampakan Bening, cemerlang, antar ruas kokoh Bau Segar Tekstur Elastis, padat, dan kompak Sumber : SNI 01-2728.2-2006. Untuk penyimpanan udang segar harus disimpan dalam wadah yang baik dan tetap dipertahankan suhunya dengan menggunakan es curai sehingga suhu bahan baku mencapai suhu maksimal 5 0 C, saniter dan higienis (SNI 01-2728.3-2006). Peralatan yang digunakan dalam pengolahan udang segar harus memiliki persyaratan mempunyai permukaan yang halus dan rata, tidak mengelupas, tidak berkarat, tidak merupakan sumber cemaran jasad renik, tidak retak dan mudah dibersihkan. Semua peralatan dalam keadaan bersih, sebelum, selama dan sesudah digunakan. 4.4. Tenaga Kerja Tenaga kerja yang terlibat dalam industri kerupuk udang sebanyak 2 sampai 4 orang dengan upah Rp 25.000 per hari/produksi. Pada umumnya tenaga kerja tersebut berasal dari daerah sekitar lokasi usaha (ada ikatan keluarga atau tetangga). Hal ini menjadikan pengangguran di daerah sekitar industri berkurang. Tenaga kerja yang terlibat tidak harus memiliki keterampilan khusus, karena sebagian besar adalah untuk bagian pemotongan dan pengemasan sehingga tidak memerlukan keahlian khusus. Disamping itu sangat mudah mendapatkan tenaga kerja di daerah sekitar industri kerupuk udang ini. BANK INDONESIA 15

ASPEK TEKNIS PRODUKSI 4.5. Teknologi Teknologi yang diterapkan dalam pembuatan kerupuk udang adalah semi mekanik. Teknologi yang diterapkan dalam pembuatan kerupuk udang adalah pada teknik penghancuran udang dan menghaluskan udang agar lebih halus. Sebagian besar mempergunakan mesin penggiling untuk langkah awal penghancuran udang, kemudian untuk memperhalus udang dengan menggunakan mixer sebelum akhirnya udang yang sudah dihaluskan akan dicampur dengan tepung sagu dan bumbubumbu lainnya. Namun ada beberapa pengrajin yang tidak menggunakan mixer untuk menghaluskan udang tetapi menggunakan alat tradisional dengan cara ditumbuk. Teknik yang paling cepat untuk menghaluskan udang adalah dengan menggunakan alat mixer khusus sehingga tidak sama dengan mixer yang dipergunakan untuk membuat kue. Berbeda dari sisi ukurannya. Jika menggunakan mixer proses menghaluskan udang menjadi singkat hanya membutuhkan waktu sekitar 20 menit untuk satu kali adonan. 4.6. Proses Produksi Proses pembuatan kerupuk udang pada umumnya adalah menggunakan bahan baku udang dengan ditambah bumbu-bumbu/bahan pembantu lainnya dengan melalui proses pengadonan, pencetakan, pengukusan, pemotongan dan pengeringan. Fungsi dari teknoloi pembuatan kerupuk udang adalah sebagai upaya untuk mendapatkan produk hasil perikanan yang mempunyai rasa renyah dan gurih serta dapat memenuhi selera masyarakat. Komposisi kerupuk udang pada umumnya adalah 1 : 3, jika satu kg udang maka tepung sagu 3 kg. Proses produksi dalam pembuatan kerupuk udang di daerah penelitian agak sedikit berbeda dalam hal komposisi, dimana perbandingan antara udang dengan tepung sagu adalah 1 : 1. Proses pembuatan kerupuk udang ini dimulai dengan penyiapan bahan baku, proses pencampuran dengan bahan pendukung yang lain serta bumbu-bumbu yang diperlukan. Secara keseluruhan dalam pembuatan kerupuk udang dari mulai pencampuran bahan baku sampai kerupuk udang dikemas dan siap 16 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

INDUSTRI KERUPUK UDANG dipasarkan adalah 4-5 hari. Untuk proses penjemuran karena mengandalkan sinar matahari sehingga dapat 2 hari atau bahkan sampai 4 hari, tergantung dari panas atau teriknya sinar matahari. Untuk lebih jelasnya seperti terlihat dalam gambar 4.1. Proses produksi kerupuk udang adalah sebagai berikut : 1. Udang segar dikupas. Udang segar yang berasal dari laut yang merupakan hasil tangkapan para nelayan dibersihkan dan dikupas, dengan cara dibuang kulitnya dan dicuci bersih. Sebagian besar pengusaha membeli udang kupas. 2. 3. Udang segar dibekukan jika tidak langsung diproses, jika langsung maka udang segar digiling. Jika udang yang sudah dikupas dan dicuci bersih tidak langsung hari itu diproses, maka akan disimpan di freezer terlebih dahulu. Namun jika setelah dikupas dan dicuci bersih akan langsung diproses, maka tidak perlu dilakukan penyimpanan di freezer. Penghancuran udang dengan mesin penggiling. Setelah udang dikupas dan dicuci dengan bersih, maka udang tersebut akan dihancurkan dengan mesin penggiling. Penggilingan udang ini membutuhkan waktu sekitar 20 menit. Mesin penggiling yang dimiliki oleh para pengusaha adalah merupakan bantuan dari dana bergulir Dinas Kelautan dan Perikanan. Photo 4.1. Mesin Penggiling BANK INDONESIA 17

ASPEK TEKNIS PRODUKSI udang segar udang dibersihkan dan dibuang kulitnya pembekuan udang penggilingan udang pencampuran udang giling dan bumbu dengan mixer Pengadonan dengan tepung dan pengalusan adonan kerupuk Pembuatan batangan kerupuk Pendinginan Pemotongan Penjemuran/Pengeringan Pengemasan Kerupuk Gambar 4.1. Diagram Alir Proses Pembuatan Kerupuk Udang 18 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

INDUSTRI KERUPUK UDANG 4. Pencampuran udang dengan bumbu. Setelah udang dihancurkan dengan mesin penggiling maka proses selanjutnya dalam pembuatan kerupuk udang adalah udang dicampur dengan bumbu-bumbu dan bahan pelengkap lainnya seperti cabe, daun seledri dan penyedap. Proses pencampuran ini dengan mempergunakan mixer khusus (berbeda dengan yang biasanya dipergunakan untuk membuat kue), agar udang lebih lembut dan lebih hancur, sehingga akan menyatu pada saat nanti dicampur dengan tepung sagu. Proses pencampuran udang dengan bumbu-bumbu ini memerlukan waktu 20 menit dengan mempergunakan tenaga manusia (laki-laki). Tenaga kerja yang menangani proses ini tidak memerlukan keahlian khusus. Photo 4.2. Proses Pencampuran Udang dengan Bumbu dan Bahan Pelengkap 5. Pencampuran udang yang sudah dicampur bumbu dengan tepung sagu. Setelah udang dicampur dengan bumbu dan bahan pelengkap lainnya dengan mempergunakan mixer kurang lebih selama 20 menit maka campuran udang dengan bumbu tadi akan dicampur dengan tepung sagu. Proses pencampuran tepung sagu dengan udang dimulai dengan BANK INDONESIA 19

ASPEK TEKNIS PRODUKSI menambahkan 2 buah es batu ke dalam tepung dengan cara diadukaduk dengan menggunakan tangan sampai tepung agak rekat, lalu dicampur dengan udang yang sudah dicampur bumbu dan bahan pelengkap lainnya, proses ini pun menggunakan tenaga manusia. Diaduk terus sampai bisa dibuat bulatan panjang. Proses ini membutuhkan waktu sekitar 30 menit. Photo 4.3. Proses Pencampuran Udang Berbumbu dengan Tepung Sagu 6. Penghalusan adonan. Adonan yang merupakan campuran antara udang berbumbu dengan tepung sagu kemudian diaduk dan diuleni supaya menjadi adonan yang halus agar dapat dibentuk bulatan panjang. Proses ini juga menggunakan tenaga manusia. Disamping itu proses ini adalah agar semua bahan tercampur dengan merata sehingga rasa dari semua kerupuk udang sama. Proses ini membutuhkan waktu 20 menit. 7. Pembentukan adonan menjadi bulat panjang. Adonan yang sudah halus akan dibentuk menjadi batangan panjang. Hal ini untuk mempermudah dalam proses pemotongan. 20 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

INDUSTRI KERUPUK UDANG Photo 4.4. Proses Pembentukan Batangan Kerupuk Udang 8. Pengukusan adonan yang sudah dibentuk bulat panjang. Proses selanjutnya setelah adonan dibentuk bulat panjang adalah adonan tersebut dikukus dengan menggunakan wajan yang satu paket dengan tutupnya. Dalam proses pengukusan pada pinggiran tutup wajan diberi kain agar uapnya tidak keluar karena akan menyebabkan adonan jadi lembek dan akan sulit dibentuk. Untuk pengukusan adonan kerupuk udang ini membutuhkan waktu 60 menit. Photo 4.5. Proses Pengukusan Batangan Kerupuk Udang BANK INDONESIA 21

ASPEK TEKNIS PRODUKSI 9. Pendinginan. Adonan yang dikukus dan sudah matang diangkat lalu diletakkan di tempat yang dekat dengan tempat pengukusan. Pada umumnya untuk mempercepat proses pendinginan digunakan kipas angin, karena jika tidak dibantu dengan kipas angin akan membutuhkan waktu yang lama. Setelah didinginkan di tempat terbuka dengan menggunakan alas yang berupa anyaman dari bambu, maka batangan tersebut akan dibekukan di lemari pendingin (kulkas) sebelum dilakukan pemotongan. Biasanya pemotongan dilakukan keesokan harinya. Photo 4.6. Proses Pendinginan Batangan Kerupuk Udang 10. Proses pemotongan. Setelah batangan kerupuk udang dibekukan di lemari pendingin, maka proses selanjutnya adalah pemotongan. Untuk proses pemotongan karena masih manual yaitu menggunakan pisau dapur biasa sehingga dibutuhkan beberapa tenaga kerja. Pada umumnya tenaga kerja yang dibutuhkan adalah untuk proses pemotongan dan pengemasan. Biasanya 4 tenaga kerja untuk proses pemotongan ini. Bentuk potongan kerupuk 22 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

INDUSTRI KERUPUK UDANG udang ini ada dua bentuk yaitu bentuk bulat dan bentuk batangan seperti batangan korek api. Keduanya sangat disukai oleh para konsumen, karena mereka tidak melihat bentuk tetapi lebih terhadap rasa. Sebenarnya terdapat pisau pemotong yang merupakan bantuan dari Dinas Kelautan dan Perikanan yang diharapkan dapat mempercepat proses pemotongan. Namun menurut pengusaha pisau pemotong tersebut sulit digunakan bahkan bentuk kerupuk jadi rusak. Sehingga sebagian besar alat tersebut tidak digunakan. Photo 4.7. Pisau Pemotong Kerupuk Udang 11. Proses penjemuran/pengeringan. Setelah batangan kerupuk udang dipotong dengan dua bentuk yaitu bulat dan batang korek api, maka proses selanjutnya adalah penjemuran/ pengeringan. Proses penjemuran ini masih mengandalkan sinar matahari, belum ada pengusaha yang menggunakan mesin pengering. Proses pengeringan ini biasanya memakan waktu antara 2 sampai 4 hari tergantung dari panas tidaknya sinar matahari. BANK INDONESIA 23

ASPEK TEKNIS PRODUKSI Photo 4.8. Proses Penjemuran/Pengeringan Kerupuk Udang 12. Proses pengemasan. Proses terakhir sebelum kerupuk udang siap dijual adalah proses pembungkusan atau pengemasan. Kemasan yang biasanya dibuat adalah kemasan 1 kg dan ½ kg, tetapi proporsi yang lebih banyak adalah kemasan 1 kg. Untuk pengemasan diperlukan alat yaitu sealer untuk menutup plastik sehingga kerupuk dapat tahan lama. Photo 4.9. Sealer 24 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

INDUSTRI KERUPUK UDANG 4.7. Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi Kerupuk udang yang diproduksi oleh pengusaha sebagian besar tergantung dari permintaan atau pesanan dari para konsumennya. Walaupun ada beberapa pengusaha selain make to order (MTO) mereka juga melakukan make to stock (MTS). Berdasarkan penelitian dan pengamatan di lapang rata-rata sekali berproduksi pengusaha menghasilkan 29 kg kerupuk udang kering yang siap dipasarkan, ratarata mereka melakukan proses produksi dalam satu bulan adalah 20 kali sehingga total kerupuk yang diproduksi dalam satu bulan adalah 580 kg. 4.8. Produksi Optimum Tingkat produksi ditentukan oleh ketersedian bahan baku. Bahan baku kerupuk udang adalah udang yang ketersediaannya sangat tergantung dari hasil tangkapan nelayan dan musim. Jika air laut pasang maka biasanya nelayan tidak melaut, sehingga pasokan bahan baku sedikit berkurang. Secara teknis berdasarkan skala usaha yang ada maka produksi kerupuk udang sebanyak 580 kg per bulan menjadi produksi optimum usaha ini. 4.9. Kendala Produksi Faktor kritis industri kerupuk udang ini adalah ketersediaan dan kontinuitas bahan baku, dimana bila terjadi air pasang dan dalam jangka yang panjang maka akan sangat mengganggu kelancaran dalam pembuatan kerupuk udang. Dengan adanya kelangkaan udang pada saat air pasang akan menyebabkan harga udang juga naik, sehingga sangat dibutuhkan keberadaan lemari es/pendingin sebagai penyimpan udang. Walaupun udang segar ini dapat disimpan dalam lemari es, namun memiliki keterbatasan waktu, pada saat udang sudah tercium bau busuk maka tidak bisa digunakan untuk membuat kerupuk udang ini. Karena hal ini akan sangat mempengaruhi mutu dari kerupuk udang tersebut. BANK INDONESIA 25

26 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

BAB V ASPEK KEUANGAN 5.1. Pemilihan Pola Usaha Pembuatan kerupuk udang dilakukan dalam skala rumah tangga, masih dalam skala usaha kecil dengan produksi per bulan 580 kg kerupuk udang. Usaha ini dilakukan oleh 4 orang tenaga kerja yang terdiri dari 2 orang tenaga kerja produksi dan 2 orang tenaga pengemasan. Satu kali produksi kerupuk udang membutuhkan bahan baku utama 20 kg tepung sagu dan 20 kg udang yang akan menghasilkan 29 kg kerupuk udang. Pengolahan dilakukan tidak setiap hari, rata-rata hanya 20 hari produksi. Pembiayaan dari usaha ini dilakukan dari modal sendiri, baik untuk investasi maupun untuk modal kerja. 5.2. Asumsi dan Parameter Untuk Analisis Keuangan Untuk penyusunan pola pembiayaan usaha kecil diperlukan adanya beberapa asumsi mengenai parameter teknologi proses maupun biaya. Beberapa asumsi dalam penentuan parameter didasarkan pada hasil pengamatan di lapangan, masukan dari instansi terkait dan pustaka yang mendukung. Asumsi tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Asumsi Untuk Analisis Keuangan No Asumsi Satuan Nilai / Jumlah 1 Periode proyek tahun 3 2 Hari kerja per bulan hari 20 3 Bulan kerja per tahun tahun bulan 12 4 Output, Produksi dan Harga: a. Produksi kerupuk udang per bulan kg 580 b. Produksi kerupuk udang per tahun kg 6.960 c. Harga penjualan kerupuk udang Rp/kg 35.000 5 Suku Bunga per Tahun % 14% 6 Jangka Waktu Kredit a. Investasi tahun 3 b. Modal Kerja tahun 1 BANK INDONESIA 27

ASPEK KEUANGAN Pemilihan periode proyek selama 3 tahun berdasarkan umur ekonomis peralatan yang digunakan dalam proses produksi. Hari kerja produktif adalah selama 20 hari, Kerusakan produk selama proses produksi adalah sebesar 0%, hal ini dikarenakan kerupuk udang dijemur sampai kering. Asumsi dan parameter keuangan secara lebih rinci terdapat pada Lampiran 1. 5.3. Komponen dan Struktur Biaya Investasi dan Biaya Operasional 5.3.1. Biaya Investasi Biaya investasi yang dibutuhkan untuk memulai usaha kerupuk udang meliputi perizinan, tanah dan bangunan serta mesin dan peralatan. Biaya investasi harus dikeluarkan pada tahun ke 0 sebelum melakukan usaha. Jumlah biaya investasi yang diperlukan adalah sebesar Rp 57.860.000. Komponen terbesar adalah tanah yaitu sebesar 35%. Sedangkan untuk perizinan sebesar 4% (Tabel 5.2.). Kebutuhan biaya investasi usaha kerupuk udang secara rinci terdapat pada Lampiran 2. Tabel 5.2. Komposisi Biaya Investasi (Rp) No Komponen Biaya Jumlah Prosentase 1 Perizinan 2.500.000 4 2 Bangunan 12.500.000 22 3 Tanah 20.000.000 35 4 Alat Produksi dan Pengemas 12.860.000 22 5 Alat Transportasi 10.000.000 17 Jumlah 57.860.000 100 5.3.2. Biaya Operasional Biaya operasional merupakan biaya yang diperlukan dalam memproduksi produk kerupuk udang. Komponen biaya operasional ini meliputi biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel terdiri dari biaya bahan baku, biaya bahan pembantu, biaya 28 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

INDUSTRI KERUPUK UDANG bahan pengemas dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya tetap meliputi biaya listrik, telepon, ATK, perawatan alat dan ruangan, serta biaya lainnya sebesar 8,41% dari biaya tetap. Biaya lainnya ini meliputi, iuran kebersihan, PBB, dan untuk sumbangan. Total biaya tetap per bulan adalah sebesar Rp.830.000. Besarnya biaya operasional per bulan dengan kapasitas 100% dapat dilihat pada Tabel 5.3. Tabel 5.3. Komposisi Biaya Operasional per Bulan No Uraian Total Biaya 1 Biaya Variabel - Biaya bahan baku 10.800.000 - Biaya bahan pembantu 3.580.000 - Biaya bahan pengemas 96.000 - Biaya tenaga kerja langsung 1.500.000 2 Biaya Tetap 830.000 Jumlah 16.806.000 Pada Tabel 5.3 di atas, terlihat bahwa komponen biaya paling besar adalah biaya bahan baku yang besarnya mencapai 64% dari seluruh biaya operasional. Rincian biaya variabel per tahun dapat dilihat pada Lampiran 4 dan rincian biaya tetap per tahun dapat dilihat pada Lampiran 5. 5.4. Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja Kebutuhan dana usaha kerupuk udang terdiri dari dana investasi dan modal kerja yang diperoleh dari dana sendiri. Kebutuhan investasi usaha kerupuk udang adalah sebesar Rp 57.860.000 diasumsikan 60% berasal dari kredit (Rp 34.716.000) dan sebesar 40% berasal dari modal sendiri (Rp 23.144.000). Sedangkan untuk kebutuhan modal kerja dibutuhkan dana sebesar Rp 16.806.000 diasumsikan 60% berasal dari kredit (Rp 10.083.600) dan sebesar 40% (Rp6.722.400) berasal dari modal sendiri. Kebutuhan modal kerja yang diperlukan selama 1 bulan produksi dengan pertimbangan penerimaan hasil penjualan diterima setelah 2-3 minggu. Dengan BANK INDONESIA 29

ASPEK KEUANGAN pertimbangan tersebut kebutuhan bantuan modal kerja bulan-bulan berikutnya dapat dipenuhi dari hasil penjualan pada bulan pertama. Rincian komponen dan struktur biaya proyek dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.4. Komponen dan Struktur Biaya Proyek No Komponen Biaya Proyek Persentase Total Biaya 1 Biaya Investasi - Bersumber dari kredit 60% 34.716.000 - Dari dana sendiri 40% 23.144.000 Total Biaya Investasi 57.860.000 2 Biaya Modal Kerja - Bersumber dari kredit 60% 10.083.600 - Dari dana sendiri 40% 6.722.400 Total Biaya Modal Kerja 16.806.000 3 Total Dana Proyek - Bersumber dari kredit 60% 44.799.600 - Dari dana sendiri 40% 29.866.400 Jumlah Dana Proyek 57.860.000 5.5. Produksi dan Pendapatan Produksi kerupuk udang per bulan adalah sebesar 580 kg. Produksi dan pendapatan usaha diproyeksikan dengan asumsi bahwa pada tahun 1 usaha beroperasi (berproduksi) pada kapasitas 80%, tahun ke 2 kapasitas 90%, tahun ke 3 beroperasi pada kapasitas 100%. Proyeksi pendapatan dengan harga jual Rp 35.000 per kg, maka diperoleh pendapatan pada tahun 1 adalah sebesar Rp 194.880.000, pada tahun 2 adalah sebesar Rp 219.240.000, pada tahun ke 3 adalah sebesar Rp 243.600.000. Proyeksi pendapatan selama 3 tahun dapat dilihat pada Tabel 5.5. 30 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

INDUSTRI KERUPUK UDANG Tabel 5.5. Proyeksi Produksi dan Pendapatan Usaha No Uraian Tahun 1 2 3 1 Kapasitas 80% 90% 100% 2 Penerimaan (Rp) 194.880.000 219.240.000 243.600.000 5.6. Proyeksi Rugi Laba Usaha dan Break Even Point Hasil proyeksi rugi laba menunjukkan usaha kerupuk udang dapat menghasilkan laba bersih pada tahun 1 pada kapasitas 80% sebesar Rp 29.880.920 dengan nilai profit on sales 15,33%. Laba di tahun 1 lebih tinggi dibandingkan laba ditahun 2 dan 3 karena beban operasional satu bulan dikeluarkan di tahun ke 0. Dengan memperhitungkan hasil penjualan, biaya variabel, dan biaya tetap industri kerupuk udang diperoleh rata-rata BEP sebesar Rp 87.730.631 atau setara dengan 2.507 kg kerupuk udang. Potensi laba bersih tersebut terus meningkat setiap tahun, hingga tahun ke 3 diperoleh laba sebesar Rp 27.820.888 dengan profit on sales mencapai 11,42%. Rata-rata laba bersih usaha kerupuk udang selama periode proyek adalah Rp 26.578.383 dengan rata-rata profit on sales sebesar12,27%. Berdasarkan informasi yang disajikan pada Lampiran 8, secara garis besar proyeksi laba rugi usaha dan BEP usaha dapat dilihat pada Tabel 5.6. BANK INDONESIA 31

ASPEK KEUANGAN No Tabel 5.6. Proyeksi Pendapatan dan Laba Rugi Usaha (Rp) Uraian Tahun 1 2 3 1 Total Penerimaan 194.880.000 219.240.000 243.600.000 2 Total Pengeluaran 159.725.976 193.318.423 210.869.543 3 R/L Sebelum Pajak 35.154.024 25.921.577 32.730.457 4 Pajak (15%) 5.273.104 3.888.237 4.909.569 5 Laba Setelah Pajak 29.880.920 22.033.340 27.820.888 6 Profit on Sales 15,33% 10,05% 11,42% 7 BEP: Rupiah 75.707.185 97.545.271 89.939.438 8 Kg 2.163 2.787 2.570 5.7. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek Analisis keuangan digunakan untuk menganalisa kelayakan suatu proyek dari segi keuangan. Proyek dikatakan layak dari segi keuangan, jika dapat memenuhi kewajiban finansial serta dapat mendatangkan keuntungan yang layak bagi perusahaan. Untuk mengkaji kemampuan usaha memenuhi kewajiban finansialnya disusun proyeksi arus kas yang dapat dilihat pada Lampiran 9. Analisis kelayakan finansial dilakukan dengan menilai kriteria investasi untuk mengukur kelayakan pendirian usaha kerupuk udang yaitu NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), Net B/C (Net Benefit/Cost) Ratio. Nilai NPV usaha kerupuk udang ini adalah Rp 19.167.531. Nilai IRR adalah 26,45%, yang menunjukkan usaha ini masih layak sampai pada tingkat suku bunga mencapai 26,45%. Nilai Net B/C Ratio adalah 1,26 dengan Pay Back Period (PBP) 2,23 tahun, sehingga usaha ini layak untuk dilaksanakan. Secara ringkas kriteria kelayakan dan nilainya dapat dilihat pada Tabel 5.7. 32 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

INDUSTRI KERUPUK UDANG Tabel 5.7. Kelayakan Industri Kerupuk Udang Kriteria kelayakan Nilai Justifikasi Kelayakan NPV (20%) Rp 19.167.531 > 0 IRR 26,45% > 14 % Net B/C Ratio 1,26 > 1,00 PBP (Tahun) 2,44 < 3 5.8. Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat seberapa jauh proyek dapat dilaksanakan mengikuti perubahan harga, baik biaya produksi maupun harga jual produk ataupun kelemahan estimasi hasil produksi. Analisis sensitivitas dilakukan pada tiga skenario. Skenario I penurunan harga jual kerupuk udang sementara biaya investasi dan biaya variabel tetap; skenario II, kenaikan biaya produksi (biaya variabel) sementara biaya investasi dan penjualan tetap dan skenario III kompilasi skenario I dan II (kenaikan biaya variabel dan penurunan harga jual kerupuk udang). Pada skenario I, Pada penurunan pendapatan proyek layak sampai pendapatan kerupuk udang turun sebesar 5%. Penurunan pendapatan lebih besar dari 5% menyebabkan proyek sudah tidak layak dilaksanakan. Seperti dapat dilihat pada Tabel 5.8, penurunan pendapatan kerupuk udang sebesar 6% menyebabkan nilai NPV negatif, IRR lebih kecil dari 14% dan Net B/C lebih kecil dari 1. Tabel 5.8. Hasil Analisis Sensitivitas Penurunan Pendapatan No Kriteria Turun 5% Turun 6% 1 NPV (Rp) 3.155.887-1.477.914 2 IRR (%) 16,11 13,01 3 Net B/C Ratio 1,04 0,98 4 Pay Back Period (tahun) 3,11 3,37 BANK INDONESIA 33

ASPEK KEUANGAN Pada skenario II, pada saat biaya variabel naik sebesar 7%, sementara pendapatan tetap, proyek masih layak dilaksanakan. Kenaikan biaya variabel di atas 7% menyebabkan proyek tidak layak lagi dilaksanakan. Pada tabel 5.9 dapat dilihat kenaikan biaya variabel sebesar 8% menyebabkan nilai NPV negatif, IRR lebih kecil dari 14%, Net B/C kecil dari 1 dan PBP melebihi umur proyek. Tabel 5.9. Hasil Analisis Sensitivitas Kenaikan Biaya Variabel No Kriteria Naik 7% Naik 8% 1 NPV (Rp) 1.137.621-2.450.469 2 IRR (%) 14,77 12,34 3 Net B/C Ratio 1,02 0,97 4 Pay Back Period (tahun) 3,23 3,45 Pada skenario III, pada saat penurunan pendapatan kerupuk udang dan kenaikan biaya variabel masing-masing sebesar 3%, usaha tersebut masih layak dilaksanakan. Pada tabel 5.10 dapat dilihat jika penurunan pendapatan kerupuk udang turun dan biaya variabel naik masing-masing sebesar 4%, maka usaha ini tidak layak dilaksanakan karena NPV negatif, IRR lebih kecil dari suku bunga yaitu 14%, Net B/C Ratio kurang dari satu dan PBP melebihi umur proyek. Tabel 5.10. Hasil Analisis Sensitivitas Kombinasi Biaya variabel Biaya variabel No Kriteria naik 3% dan naik 4% dan pendapatan turun pendapatan turun 3% 4% 1 NPV (Rp) 1.420.456-6.801.435 2 IRR (%) 14,96 9,38 3 Net B/C Ratio 1,02 0,91 4 Pay Back Period (tahun) 3,21 3,75 34 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL