STUDI IDENTIFIKASI KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU MENGGUNAKAN TEKNIK INTERPRETASI CITRA IKONOS (STUDI KASUS KECAMATAN LUBUK BAJA DI KOTA BATAM)

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

3. METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta administrasi Kota Sintang

PENDAHULUAN Latar Belakang

I.PENDAHULUAN. Bahwa pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah dilatarbelakangi oleh

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

6.1.1 Hasil Analisis RTH pada Kabupaten Mimika. b. Hasil perhitungan berdasarkan status kepemilikan RTH eksisting: ha dengan pembagian:

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai jenis tanaman berubah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

HUTAN DIKLAT RUMPIN SEBAGAI SALAH SATU RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).

Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kota Ponorogo. Dirthasia G. Putri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

I. PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang

Pertemuan I ARSITEKTUR LANSEKAP (TR 438)

BAB I. Dewasa ini, tata ruang wilayah menjadi salah satu tantangan pada. penduduk yang cukup cepat juga. Pertumbuhan penduduk tersebut berimbas

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

BAB I PENDAHULUAN. atau daerah (Timmer, 2005). Kota layak huni merupakan kota dengan kondisi

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang

ADITYA PERDANA Tugas Akhir Fakultas Teknik Perencanaan Wilayah Dan Kota Universitas Esa Unggul BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO

Sekretariat : BAPPEDA KOTA BOGOR, Lantai 3 Jl. Kapten Muslihat No Bogor

BAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

ELEMEN RUANG TERBUKA HIJAU DALAM FENOMENA KEBUTUHAN TATA RUANG PERKOTAAN. Eny Krisnawati. Abstrak

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

Tabel 19. Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida. (ton) ,19 52,56 64,59 85,95 101, , , ,53

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ekonomi dibandingkan dengan dimensi ekologi. Struktur alami sebagai tulang punggung Ruang Terbuka Hijau harus dilihat

PEMBANGUNAN HUTAN KOTA DALAM STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN PROVINSI BANTEN

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Penentuan Lokasi Alternatif Kawasan Hijau Binaan Di Jakarta Barat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

BUPATI BANGKA TENGAH

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Terwujudnya birokrasi sehat, masyarakat kuat dan lingkungan bersahabat demi tercapainya Kabupaten Sampang yang Bermartabat

Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun RUTRK Untuk RTH (ha)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. bagi suatu negara, termasuk Indonesia. Dampak peningkatan jumlah penduduk

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

I. PENDAHULUAN. Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan

Analisis Perubahan Lahan Tambak Di Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB 5 RTRW KABUPATEN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

TUGAS AKHIR. Oleh: MELANIA DAMAR IRIYANTI L2D

Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 Tentang : Penataan Ruang Terbuka Hijau Di Wilayah Perkotaan

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana telah disepakati oleh para pakar mengenai wilayah perkotaan,

Analisis Pola Permukiman Menggunakan Data Penginderaan Jauh di Pulau Batam

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan(PLP2K-BK) 1 Buku Panduan Penanganan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN. kondisi Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Yogyakarta masih belum sesuai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

STUDI IDENTIFIKASI KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU MENGGUNAKAN TEKNIK INTERPRETASI CITRA IKONOS (STUDI KASUS KECAMATAN LUBUK BAJA DI KOTA BATAM) Suprajaka 1, Abdul Haris Mogot 1 1 Jurusan Teknik Planologi Universitas Esa Unggul, Jakarta Jln. Arjuna Utara Tol Tomang Kebun Jeruk, Jakarta 11510 suprajaka@gmail.com@yahoo.com Abstrak Faktor penting dalam permasalahan lingkungan adalah besarnya populasi manusia. Pertambahan jumlah penduduk merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pemukiman dan kebutuhan prasarana dan sarana. Ruang terbuka hijau semakin terdesak keberadaannya dan berubah menjadi bangunan untuk mencukupi kebutuhan fasilitas penduduk kota. Penyebaran jumlah penduduk yang tidak merata dalam suatu wilayah, akan memberikan pengaruh negatif terhadap daya dukung lingkungan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah dan jumlah penduduk. Standar kebutuhan ruang terbuka hijau diperoleh dari studi literatur. Perkiraan jumlah ruang terbuka hijau diperoleh dengan analisis tutupan lahan. Hasil yang diperoleh bahwa kebutuhan ruang terbuka hijau untuk Kecamatan Lubuk Baja di Kota Batam berdasarkan luas wilayah terdapat kekurangan ruang terbuka hijau sebesar 154,43 hektar, sedangkan berdasarkan jumlah penduduk masih kekurangan ruang terbuka hijau sebesar 116,21 hektar. Untuk tingkat kelurahan berdasarkan jumlah penduduk hanya Kelurahan Baloi Indah dan Tanjung Uma yang masih memenuhi syarat. Luas pengembangan ruang terbuka hijau yang diperlukan pada masing-masing kelurahan adalah, Kelurahan Batu Selicin 62,67 hektar, Lubuk Baja Kota 48,68 hektar dan Kampung Pelita 22,35 hektar. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan pengembangan kawasan hijau buatan baru seperti jalur hijau/path, taman kota dan lingkungan serta pengembalian fungsi hijau alami yang berbentuk batas/belt buffer pantai, sungai dan kawasan lindung. Kata Kunci: Ruang Terbuka Hijau, Ikonos, Kebutuhan Ruang Pendahuluan Penataan ruang kawasan perkotaan diselenggarakan untuk (1) mencapai tata ruang kawasan perkotaan yang optimal, serasi, selaras, dan seimbang dalam pengembangan kehidupan manusia. (2) Meningkatkan fungsi kawasan perkotaan secara serasi, selaras, dan seimbang antara perkembangan lingkungan dengan tata kehidupan masyarakat. (3) Mengatur pemanfaatan ruang guna meningkatkan kemakmuran rakyat dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan alam, lingkungan buatan, dan lingkungan sosial. Ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan merupakan bagian dari penataan ruang kota yang berfungsi sebagai pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan, pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara, tempat perlindungan plasma nutfah dan keanekaragaman hayati, pengendali tata air dan sarana estetika kota. Ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur. Pemanfatan ruang terbuka hijau lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya. Faktor yang sangat penting dalam permasalahan lingkungan adalah besarnya populasi manusia. Pertumbuhan penduduk merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pemukiman dan kebutuhan prasarana dan sarana. Pertambahan jumlah penduduk juga akan menyebabkan meningkatnya kebutuhan bahan pangan dan energi serta bertambahnya limbah domestik dengan cepat. Sejalan dengan upaya pembangunan ekonomi atau pengembangan kawasan, berbagai kegiatan masyarakat dan pemerintah yang ada di Kota Batam terjadi pada suatu ruang. Perkembangan ekonomi yang cukup pesat di Kota Batam mengakibatkan peningkatan permintaan kebutuhan ruang, sedangkan rencana tata ruang yang ada dinilai belum dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Jurnal PLANESA TM Vol. 1, No. 1, Mei 2010 77

Ketidaktepatan rencana dan ketidak-tertiban pemanfaatan ruang dapat berpengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan hidup, sehingga lingkungan menjadi berkembang secara ekonomi, namun menurun secara ekologi. Kondisi demikian menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem, yang dapat berupa terjadinya peningkatan suhu udara dan pencemaran udara. Pembangunan yang belum merata memberikan pengaruh terhadap penyebaran jumlah penduduk. Daerah pusat kegiatan merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan politik dalam suatu kota sehingga pada kawasan ini terdapat bangunan utama untuk kegiatan sosial ekonomi.3 Rute transportasi dari segala penjuru memusat pada kawasan ini sehingga daerah pusat kegiatan merupakan kawasan dengan derajat aksesibilitas tertinggi. Kecamatan Lubuk Baja merupakan salah satu kecamatan di Kota Batam yang tingkat pertumbuhan ekonominya sangat pesat dan mempunyai kepadatan penduduk tinggi. Hal ini dikarenakan kecamatan ini merupakan kawasan perdagangan pertama yang ada di Kota Batam yang dikenal dengan kawasan Nagoya dan sampai saat ini perkembangannya tidak tersaingi oleh kecamatan-kecamatan lain yang ada di Kota Batam, dengan kata lain kecamatan ini merupakan pemicu perkembangan kawasan Kota Batam secara keseluruhan. Untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang timbul maka perlu dilakukan pengelolaan lingkungan fisik perkotaan sesuai dengan daya dukung dan kebutuhan kota. Bentuk pengelolaan dapat berupa pemanfaatan ruang yang diperuntukkan bagi penghijauan kota. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai jumlah kebutuhan ruang terbuka hijau yang dapat mendukung perkembangan kota di Kota Batam secara umum dan di Kecamatan Lubuk Baja secara khusus. Rumusan Masalah Berdasarkan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro, Brazil (1992) dan dipertegas lagi pada KTT Johannesburg, Afrika Selatan 10 tahun kemudian (2002), disepakati bersama bahwa sebuah kota idealnya memiliki luas minimal 30 persen dari total luas kota. Penetapan luas kota harus berdasar pula pada studi eksistensi sumber daya alam dan manusia penghuninya. Target tersebut, konon sulit direalisasikan, akibat adanya tekanan pertumbuhan dan kebutuhan sarana dan prasarana kota secara terus menerus, seperti struktur fisik bangunan dan panjang jalur jalan yang semakin meningkat yang sejalan pula dengan 78 Jurnal PLANESA TM Vol. 1, No. 1, Mei 2010 peningkatan jumlah penduduk. Hal ini merupakan salah satu bukti kurang dihargainya eksistensi yang sering di korbankan padahal sebenarnya bernilai ekologis dan ekonomis tinggi, bagi terwujudnya lingkungan kota yang sehat, secara fisik maupun psikologis. Pembangunan di Kota Batam merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan. Kawasan Kota Batam, terutama di Kecamatan Lubuk Baja merupakan tempat yang sangat menarik bagi masyarakat untuk mengembangkan kehidupan sosial ekonomi. Kehidupan sosial ekonomi berpengaruh terhadap pertumbuhan penduduk baik secara alamiah maupun migrasi sehingga menyebabkan tidak terkendalinya perkembangan pemukiman dan lingkungan perumahan. Ruang terbuka hijau semakin terdesak keberadaannya dan berubah menjadi bangunan untuk mencukupi kebutuhan fasilitas penduduk kota. Penyebaran jumlah penduduk yang tidak merata dalam suatu wilayah, akan memberikan pengaruh yang negatif terhadap daya dukung lingkungan. Rencana tata ruang yang merupakan aplikasi peraturan mengenai ruang terbuka hijau, belum bisa diwujudkan dengan baik untuk mengakomodasi aspek-aspek yang membutuhkan ruang terbuka hijau. Secara lebih khusus, permasalahan pokok yang hendak diteliti atau diungkapkan pada penelitian ini adalah : 1. Apakah ruang terbuka hijau yang ada telah memberi keseimbangan lingkungan terhadap penyebaran dan jumlah penduduk serta luas wilayah? 2. Apakah rencana tata ruang untuk kawasan hijau sudah mampu mengakomodasi kebutuhan ruang terbuka hijau yang dibutuhkan masyarakat? Tujuan Penelitian Secara dalah sebagaspesifik tujuai berikut: uan penelitiaan ini 1. Mengidentifikasi luas dan sebaran raung terbuka hijau di Kecamatan Lubuk Baja, Kota Batam. 2. Mengidentifikasi jumlah kebutuhan ruang terbuka hijau di Kecamatan Lubuk Baja berdasarkan luas kawasan dan jumlah penduduk. 3. Mengidentifikasi apakah luas dan sebaran ruang terbuka hijau di Kecamatan Lubuk Baja telah sesuai terhadap kebutuhan luas kawasan hijau berdasarkan UU No.26/2007 tentang Penataan Ruang dan Permendagri No.1/2007 sebagai pengganti instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang penataan Ruang Terbuka Hijau () dan jumlah penduduk.

4. Mengidentifikasi kesesuaian jumlah dan sebaran ruang terbuka hijau di Kecamatan Lubuk Baja berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Batam Yahun 2004-2014 (PERDA Kokta Batam No.2/2004 tentang Tata Ruang Wilayah Kota Batam) terhadap kebutuhan raung terbuka hijau. Metodologi Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam studi ini meliputi identifikasi tutupan lahan dengan menggunakan metode interpretasi citra IKONOS, berguna untuk mendapatkan informasi mengenai luas dan sebaran ruang terbuka hijau Kecamatan Lubuk Baja di Kota Batam. Luas dan sebaran ruang terbuka hijau berguna untuk analisis kebutuhan raung terbuka hijau berdasarkan luas wilayah dan jumlah penduduk. IKONOS Row Data Koreksi Geometrik IKONOS Terkoreksi Penajaman yang kontras dan detail Cropping/P emotongan Peta Digital RBI 1:50.000 Proses Up dating Peta Peta Tutupan Lahan Titik Kontr ol Peta Administras i Kota Gambar 1 Diagram Alir Identifikasi Tutupan Lahan Kecamatan Lubuk Baja Metode identifikasi standar kebutuhan, berguna untuk mendapatkan manfaat ruang terbuka hijau sesuai dengan fungsinya, yaitu : 1. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. 2. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007. 3. Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk (Simonds,1983) Metode Analisis Kesesuaian Rencana U- mum Tata Ruang Kota untuk Kawasan Hijau terhadap Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau, berguna untuk mengetahui kedudukan di dalam Rencana Tata Ruang Kota yang ada, disesuaikan dengan standar kebutuhan yang berlaku. Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau, dilakukan dengan membandingkan dasar pengembangan (standar ) yang selanjutnya dituangkan ke dalam Rencana Pengembangan di lokasi studi. Hasil dan Pembahasan Berdasarkan faktor-faktor yang diperoleh dalam proses Analisis interpretasi citra dan tutupan lahan, maka dapat diketahui kebutuhan di Kecamatan Lubuk Baja Kota Batam sesuai dengan : 1. Undang-undang Tata Ruang No.26 Tahun 2007. yang dibutuhkan sebesar 333,75 Ha, sedangkan Kecamatan Lubuk Baja hanya memiliki sebesar 179,31 Ha. Terdapat kekurangan sebesar 154,43 Ha. Tabel 1 Berdasarkan Undang-undang No. 26/2007 dengan Kondisi Eksisting No. Kelurahan Eksisting Kebutuhan Luas Selisih * (Ketercukupan) 1. Batu 1,92 37,92 36,00* Selicin 2. Lubuk 5,25 48,36 43,11* Baja Kota 3. Kampung 18,91 42,07 22,16* Pelita 4. Baloi 90,02 106,74 16,72* Indah 5. Tanjung 63,22 99,66 36,44* Uma Total 179,31 333,75 154,43* 2. Permendagri No.1 Tahun 2007. yang dibutuhkan sebesar 222,50 Ha, terdapat kekurangan sebesar 43,18 Ha. Jurnal PLANESA TM Vol. 1, No. 1, Mei 2010 79

Tabel 2 Berdasarkan Permendagri No.1/2007 dengan Kondisi Eksisting No. Kelurahan Eksisting Kebutuhan Luas Selisih * (Ketercukupan) 1. Batu 1,92 25,28 23,36* Selicin 2. Lubuk 5,25 32,24 26,99* Baja Kota 3. Kampung 18,91 27,38 8,47* Pelita 4. Baloi 90,02 71,16-18,86** Indah 5. Tanjung 63,22 66,44 3,22* Uma Total 179,32 222,50 43,18* 3. Jumlah Penduduk. yang dibutuhkan sebesar 295,53 Ha, terdapat kekurangan sebesar 121,39 Ha Tabel 3 Berdasarkan Jumlah Penduduk Kec. Lubuk Baja dengan Kondisi Eksisting No. Kelurahan Luas Eksisting Kebutuhan Berdasarkan Jumlah Penduduk Selisih * (Ketercukupan) 1. Batu 1,92 64,59 62,67* Selicin 2. Lubuk 5,25 53,93 48,68* Baja Kota 3. Kampung 18,91 41,26 22,35* Pelita 4. Baloi 90,02 87,43 2,59** Indah 5. Tanjung 63,22 48,32-14,90** Uma Total 179,32 295,53 121,39 Berdasarkan rencana pemanfaatan lahan budidaya dan non budidaya yang terdapat pada RTRW Kota Batam, yang direncanakan adalah hanya sekitar 63,90 Ha. Hal ini sangat tidak sesuai dengan standar kebutuhan yang berlaku. Perlu adanya penyesuaian dalam perencanaan ruang kota ke depan. Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Kebutuhan ruang terbuka hijau tersebut ditetapkan berdasarkan Undang-undang No. 26/2007 tentang rencana tata ruang dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1/2007 tentang penataan ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan dan denganperbandingan luas wilayah dan jumlah penduduk. Pengembangan dapat dilakukan melalui pengembangan kawasan-kawasan hijau buatan baru seperti jalur hijau/path, taman kota dan lingkungan serta pengembalian fungsi hijau alami yang berbentuk batas/belt buffer pantai, sungai dan kawasan lindung demi terciptanya kawasan hijau kota untuk memberikan manfaat yang besar bagi kota itu sendiri. Kesimpulan Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan kondisi eksisting ruang terbuka hijau di Kecamatan Lubuk Baja Kota Batam, belum memenuhi syarat standar yang berlaku. Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Batam tahun 2004-2014, belum menempatkan ruang terbuka hijau sebagai elemen utama pembentuk kota. Arahan pengembangan ruang terbuka hijau dilakukan pada masing-masing kelurahan di Kecamatan Lubuk Baja sesuai dengan stadar yang berlaku, yaitu sebesar 20% untuk publik, melalui pengembangan-pengembangan kawasankawasan hijau buatan baru seperti jalur hijau/path, taman kota dan lingkungan serta pengembalian fungsi hijau alami yang berbentuk batas/belt buffer pantai, sungai dan kawasan lindung. Daftar Pustaka Budihardjo, E, Kota Berwawasan Lingkungan, Alumni, Bandung,1993. Badan Pusat Statistik Kota Batam, Batam Dalam Angka 2006-2007, BPS Kota Batam, Batam, 2007. Bappeda Kota Batam, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Batam 2004-2014, Batam: Bappeda Kota Batam, Batam, 2004. Dahlan, E.N, Membangun Kota Kebun Bernuansa Hutan Kota, IPB Press, Bogor, 2004. DirJen Penataan Ruang Dep.PU, Ruang Terbuka Hijau Wilayah Perkotaan; Makalah Lokakarya Pengembangan Sistem di Perkotaan, Dep.PU, Jakarta, 2005 Djunaedi, A, Alternatif Model Penerapan Perencanaan Strategis dalam Penataan Ruang Kota di Indonesia, Puslitbang Wilayah dan Kota ITB, Bandung, 2001. 80 Jurnal PLANESA TM Vol. 1, No. 1, Mei 2010

Fandeli, C, Perhutanan Kota,.Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2004. F. Sri, H.P, Interpretasi Digital, Grasindo, Jakarta, 2001. Forest Watch Indonesia, Dept.GIS, Integrasi Teknik Interpretasi Visual dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Tutupan Lahan, Jakarta, 2002 Gunadi, Sugeng, Arti Bagi Sebuah Kota. Makalah pada Buku: Pemanfaatan di Surabaya, bahan bacaan bagi masyarakat serta para pengambil keputusan Pemerintahan Kota, Surabaya, 1995. Irwan, Z.D, Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota, Pustaka Cidesindo, Jakarta, 1997. Keraf, A.S, Etika Lingkungan, Kompas, 2002 Kementrian Dalam Negeri, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 Tentang : Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, Depdagri, Jakarta, 2007. Pemerintah Daerah Kota Batam, Perda No. 2 Tahun 2004 Tentang RTRW Kota Batam Tahun 2004-2014, Pemkot Batam, Batam, 2004. Purnomohadi, Srihartiningsih, Ruang Terbuka Hijau dan Pengelolaan Kualitas Udara di Metropolitan Jakarta, Disertasi (tidak dipublikasikan), Program Pasca Sarjana IPB, Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL), IPB, Bogor, 1994. Purnomohadi, Srihartiningsih, Ruang Terbuka Hijau sebagai Unsur Utama Tata Ruang Kota, Dirjen Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta, 2006. SimondsJ.O, Landscape Architecture, Mc Graw- Hill Co, New York, 1983 Tjokroamidjojo, B, Perencanaan Pembangunan, Gunung Agung, Jakarta, 1995. Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Yunus, H.S, Struktur Tata Ruang Kota, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2007. Jurnal PLANESA TM Vol. 1, No. 1, Mei 2010 81

Studi Identifikasi Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Menggunakan Teknik Interpretasi Ikonos (Studi Kasus Kecamatan Lubuk 82 Jurnal PLANESA TM Vol. 1, No. 1, Mei 2010