PENDIDIKAN ADALAH PEMBEBASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. PERMASALAHAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purnama Adek, 2014

Revolusi Paradigma Pendidikan Monday, 31 August :21

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN Oleh. I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H

BAB I PENDAHULUAN. No.20 tahun 2003 juga memuat hakikat pendidikan yang menjadi tolok ukur

BAB I PENDAHULUAN. Krisis Multidimensional, (Jakarta: PT Bumi Aksara.2011), Hlm. 14.

I. PENDAHULUAN. perhatian yang khusus. Perjuangan dalam pergerakan kebangsaan Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

2016 PENINGKATAN KEMAND IRIAN BELAJAR SISWA D ENGAN MENGGUNAKAN MOD EL D ISCOVERY LEARNING D ALAM PEMBELAJARAN IPS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

RANGKUMAN Penggolongan Filsafat Pendidikan menurut Theodore Brameld: 1. Tradisi filsafat klasik yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh dari teori Plato,

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Dosen PJMK : H. Muhammad Adib. Essay Bebas (Pentingnya Pendidikan Anti Korupsi Sejak Dini)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. anak didik kita diberi bekal ilmu yang memadai melalui jalur pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal penting yang bertujuan untuk meningkatkan

PENDAHULUAN. pendidikan dapat tercapai. Proses pembelajaran, sering dipahami sebagai proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

PENDAHULUAN Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI GURU TERHADAP METODE PEMBELAJARAN AKTIF DENGAN MOTIVASI MENGAJAR PADA GURU SMP MUHAMMADIYAH 3 YOGYAKARTA.

MENTERI RISET DAN PERGURUAN TINGGI SAMBUTAN MENTERI RISET DAN PERGURUAN TINGGI PADA ACARA PERINGATAN HARI PENDIDIKAN NASIONAL TAHUN 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan usaha sadar dan disengaja oleh guru untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

CATATAN ATAS PRIORITAS PENDIDIKAN DALAM RKP 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yaitu TPA, Playgroup dan PAUD sejenis (Posyandu). Pendidikan formal yaitu. Taman Kanak-kanak (TK) maupun Raudhatul Athfal (RA).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Drama merupakan satu jenis karya sastra yang berbentuk fiksi maupun

BAB IV KONTRIBUSI PENDIDIKAN KARAKTER PRESPEKTIF KI HADJAR DEWANTARA. akhlak anak didik yang nyaris kehilangan karakter di era globalisasi ini, maka

BAB I PENDAHULUAN. Kontribusi pendidikan bagi kemajuan suatu bangsa memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. 1 Evy Yosita, Zulkardi, Darmawijoyo, Pengembangan Soal Matematika Model PISA

BAB I PENDAHULUAN. berada. Dalam proses pendidikan banyak sekali terjadi perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Faturrahman Dkk, Pengantar Pendidikan, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2012, hlm 2

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor. 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Penjelasannya, Pasal 3.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bangsa pasti mempunyai tujuan yang hendak dicapai sesuai undangundang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. semangat dalam praksis pendidikan di Indonesia. Sejak awal kemerdekaan,

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

"Jas Merah" Jangan Sekali-Sekali Meninggalkan Sejarah!

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. bermartabat dan membawa kemajuan bagi bangsa ini. Tetapi sejauh ini pendidikan di

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar

maupun kemampuan mengadaptasi gagasan baru dengan gagasan yang

Kegagalan Modernisasi Pembangunan di Indonesia (Sebuah Prespektif) Sofjan Alizar Sam 1 Abstrak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

IDEN WILDENSYAH BERMAIN BELAJAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Meina Nurpratiwi, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tujuan nasional bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

2014 EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING COMPREHENSION

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang dimulai dari usia

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menghabiskan waktu berhari-hari bahkan berbulan-bulan kini tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN METODE QUANTUM LEARNING PADA POKOK BAHASAN LINGKARAN

Ki Hadjar Dewantara. Mulai bersekolah dan menjadi wartawan

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan praktik penyelenggaraan dari Sekolah Bertaraf Internasional

A. LATAR BELAKANG MASALAH

dan mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai Humaniora.

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagaimana halnya dengan keluarga, sekolah juga mengajarkan nilai-nilai dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dibutuhkan oleh semua orang. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan keterampilan. masalah yang merupakan fokus dalam pembelajaran matematika.

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Hasanah Ratna Dewi, 2015

2015 PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP PADA TEMA LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi tantangan globalisasi sekarang ini sangat sekali diperlukan sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. Materi dalam pembelajaran IPS mengandung konsep-konsep yang lebih

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman serta kemajuan ilmu pengetahuan mengakibatkan situasi

Oleh : H. Muhtadi Irvan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang- Undang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah proses mengubah tingkah laku anak didik agar mampu

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang- Undang Sistem

Siaran Pers Kemendikbud: Hardiknas 2017, Percepat Pendidikan yang Merata dan Berkualitas Selasa, 02 Mei 2017

BAB I PENDAHULUAN. karakter dan kreativitas siswa. Pendidikan memegang peranan penting dalam

Perkembangan Sejarah Pendidikan di Indonesia dan Maroko: Melihat Persamaan dari Berbagai Perbedaan. Oleh : Mutia Zata Yumni Senin, 20 Juni :42

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan dijadikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Efektivitas pembelajaran di sekolah merupakan indikator penting yang

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes

PENERAPAN PEMBELAJARAN OSBORN BERBANTUAN WINGEOM UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KREATIF DAN BERPIKIR KRITIS MATERI KUBUS DAN BALOK SKRIPSI

Eksperimentasi metode pembelajaran TGT (Teams Games

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gia Nikawanti, 2015 Pendidikan karakter disiplin pada anak usia dini

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan bahkan menjadi terbelakang. Dengan demikian pendidikan

Transkripsi:

PENDIDIKAN ADALAH PEMBEBASAN Education as an act of love, as a critical dialogical process, ultimately foster conscientizacao and is born in culture circle (Paulo Freire, 1999) Putu adalah seorang murid kelas 6 di SD Negeri 2 Mundeh, Selemadeg Barat, Tabanan. Setiap hari ia harus berjalan kaki bersama teman-temanya sejauh 8 Km dari rumahnya untuk dapat bersekolah. Kondisi sekolah Putu layaknya sekolah kecil di pedesaan miskin guru, miskin sarana, dan miskin prestasi. Dia menceritakan bahwa di sekolahnya hanya ada 6 guru yang mengajar, padahal murid di sekolah ini mencapai jumlah ratusan orang. Tapi semangat Putu untuk bersekolah tetaplah tinggi, ia mengatakan kepada saya, Sekolah adalah jalan saya untuk meraih cita-cita. Dialog singkat saya dengan Putu menyadarkan saya bahwa, Pemerintah dan Kita masih belum bekerja cukup keras untuk membangun pendidikan yang mampu mencerdaskan bangsa ini. Pencerdasan bangsa, mungkin menjadi agenda besar bangsa ini yang paling sulit diwujudkan. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhammad Nuh dalam rapat dengar pendapat dengan DPR, pada 21 Maret 2011 mengungkapkan bahwa 88,8 persen sekolah di Indonesia, dari SD hingga SMA/SMK belum melewati mutu standar pelayanan minimal. Implikasi dari semua ini adalah rendahnya daya saing pelajar Indonesia. Riset yang dilakukan oleh Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2009, menunjukkan kemampuan membaca, matematika, dan sains pelajar Indonesia berada di bawah standar internasional. Indonesia menempati posisi 60 dari 65 negara. Fakta tentang kondisi pendidikan di tanah air yang masih terpuruk, membuat kita bertanya, apakah kita ingin menjadi bangsa besar? Sepanjang sejarah dunia tidak pernah ada satu bangsa yang berhasil meraih kejayaan tanpa berinvestasi pada sektor pendidikan. Jika para pemimpin kita masih tetap membiarkan kondisi ini, nasib bangsa ini hanya tinggal menghitung umur jagung. Bangsa ini pernah mengalamainya, kita diperdaya (bukan dijajah) selama 350 1

tahun oleh bangsa asing. Bangsa asing yang jauh lebih unggul dari sisi ilmu dan teknologi, yang hanya membawa 17 kapal untuk menjajah kerajaan di Jawa, tapi berkat kecerdikan dan ilmu yang dimiliki seluruh kerajaan di Jawa jatuh ketangan mereka. Proses sejarah kemudian berbalik, ketika segelintir elit di Indonesia mampu mengakses pendidikan barat berkat Politik Etis. Waktu itu, muncul namanama seperti Hatta, Soekarno, Soetomo, Iskaq Tjokrohadisurjo dan Tan Malaka yang merupakan cendekiawan awal Indonesia. Tokoh-tokoh itu berhasil merumuskan gagasan keindonesiaan yang bebas dan merdeka dari bangsa lain. Pendidikan pada pada masa itu benar-benar menjadi pengantar bangsa ini kedepan pintu gerbang kemerdekaan. Pendidikan yang Membebaskan Paulo Freire adalah tokoh pendidikan kritis asal Brazil yang membuat sebuah karya monumental bagi dunia pendidikan. Bukunya Education as the Practice of Freedom, menjadi bahan rujukan di banyak negara dunia. Pembebasan bagi Freire, bermakna ketika manusia benar-benar sadar (conscientizacao) akan kondisi ketertindasan yang mereka alami (Freire, 1999). Menurut Freire, selama ini kaum tertindas tidak pernah menyadari dirinya ditindas secara struktur dan sistem politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Bagi Freire cara satu-satunya untuk lepas dari belenggu ketertindasan ini adalah lewat pendidikan. Ki Hajar Dewantara memiliki pandangan yang hampir sama dengan Freire, ketika Dewantara mendirikan Taman Siswa, tujuan awalnya adalah untuk menampung para bumiputera yang tidak diterima di sekolah-sekolah Belanda. Lewat sekolah ini muncul Pemikiran-pemikiran pembebasan yang sadar akan kondisi bangsa yang diperdaya oleh bangsa lain. Pertanyaan besar yang muncul sekarang adalah, apakah sekolah sekarang bisa memunculkan kembali pemikiran pembebasan itu? ataukah sekolah sekarang bukan lagi menjadi tempat penyadaran? Matinya Nilai-Nilai Pendidikan dan Penindasan Diluar angka statistik rendahnya sarana, daya saing, dan inovasi pendidikan di tanah air. Terdapat masalah yang jauh lebih fundamental terkait 2

pendidikan di Indonesia. Tiga persoalan pokok itu meliputi, ketidakjelasan orientasi pendidikan, materi pendidikan yang hanya mencetak manusia kerja, dan matinya dialog kritis antara guru dengan murid. Muara akhir dari semua ini adalah bentuk penindasan yang tidak disadari. Orientasi pendidikan sekarang adalah bagaimana menciptakan anak-anak super (super kids) yang memiliki tingkat kecerdasan tinggi, prestasi yang gemilang, dan mampu mendapatkan pekerjaann dengan gaji besar. Pokoknya asal sudah pintar, nakal gak apa-apa. Model pendidikan seperti ini meminggirkan peran akhlak dan karakter, sehingga jangan pernah menyalahkan ketika para pelaku korupsi adalah seorang sarjana yang memiliki segudang ijazah perguruan tinggi. Jangan pernah, pula menyalahkan tingginya tingkat plagiarisme dikalangan mahasiswa, karena yang dituntut hanyalah nilai. Orientasi pendidikan yang tanpa arah melahirkan sebuah mekanisme penilaian yang sifatnya instan yang disebuat Ujian Nasional (UN). UN dijadikan tolak ukur sebagai alat untuk mengukur seberapa jauh tingkat hafalan siswa terhadap pelajaran yang mereka tempuh selama enam/tiga tahun bersekolah. Jika kita melihat apa yang diterapkan di Indonesia dengan negara-negara lain seperti, Norwegia dan Amerika Serikat sangat jauh perbedaannya. Di negaranegara tersebut siswa bukan diajarkan untuk melingkari sebuah jawaban, tapi membuktikan secara langsung, bahkan membantah suatu jawaban yang sudah ada. Anak-anak sekolah menengah di Norwegia akan diminta untuk membuat esai/karya tulis tentang pemikiran mereka sendiri. Anak-anak diluar negeri itu diajari untuk mencipta bukan menjadi followers dari suatu teori. Materi pendidikan juga cenderung bersifat mengikuti tuntutan pasar, muncul sekolah-sekolah yang menawarkan kurikulum internasional dengan beragam keunggulan dan jaminan diterima di dunia kerja. Apakah kita belajar untuk bekerja? Memang tidak ada yang menampik bahwa pendidikan yang baik akan mengantarkan seseorang pada pekerjaan yang baik pula. Haruslah dipahami bahwa sekolah bukanlah lembaga pencetak manusia kerja, tapi manusia yang sadar, yang mampu menjadi pendorong bagi orang lain untuk maju kedepan (Tut 3

Wuri Handayani). Pandangan yang memang terkesan sangat idealis, tapi begitulah harapan para pendiri bangsa. Materi pendidikan yang mengikuti tuntutan pasar mengakibatkan pemerintah harus menciptakan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Hanya orang-orang berpunya dan memiliki tingkat intelektualitas tinggi saja yang bisa masuk ke sekolah ini. Memang tujuan awal dari berdirinya SBI adalah baik yaitu untuk meningkatkan daya saing Indonesia dengan bangsa lain yang telah menerapkan model kurikulum standar internasional. Namun, hal ini memicu diskriminasi dalam dunia pendidikan, karena si kurang mampu tidak akan bisa masuk SBI. Beruntung, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa SBI inkonstitusional dan akhirnya harus dibubarkan. Hal terakhir yang cukup menyedihkan tentang pendidikan di tanah air adalah hubungan antara guru dengan murid. Hubungan yang terbangun layaknya model banking sytem. Guru layaknya seorang pemberi kredit dan siswa layaknya seorang penerima kredit. Dialog kritis yang seharusnya terbangun antara guru dengan peserta didik tidak pernah terjadi, lantaran murid terlalu takut dengan gurunya. Seorang teman di kelas saya bahkan pernah menuturkan bahwa, Sebaiknya jangan menentang apa yang dikatakan dosen jika tidak ingin IPK turun. Fakta ini menunjukkan satu hal, bahwa kejujuran untuk saling mengoreksi satu sama lain telah hilang. Masih adakah keberanian kita untuk bertanya layaknya tokoh Minke dalam novel Bumi Manusia, yang berani mempertanyakan gurunya karena dianggapnya keliru. Model Pendidikan bagi Indonesia Sudah saatnya bagi bangsa ini untuk merubah format pendidikan yang selama ini cenderung meminggirkan harkat dan martabat manusia. Pendidikan yang dibangun haruslah pendidikan yang mengarahkan kepada pembebasan manusia seutuhnya. Lalu seperti apa pendidikan pembebasan itu? Pendidikan itu haruslah dimulai dari cinta/kasmaran akan ilmu dan prestasi. David Mcleland (2000), menjelaskan bahwa seorang hanya akan bisa maju manakala ia terinfeksi oleh virus N-Ach (need for achievements). Virus itu 4

menggerakkan orang untuk menggapai apa yang menjadi tujuannya. Seorang peserta didik haruslah kasmaran dengan ilmu yang ditekuni, tanpa membedakan antara ilmu alam atau ilmu sosial. Ketidakcintaan biasanya muncul karena ilmu itu dianggap susah. Tugas seorang guru adalah meyakinkan peserta didiknya bahwa proses menuntut ilmu harus dimulai dengan penuh ketekunan, pada proses inilah akan terbangun dialog kritis antara guru dengan peserta didik. Penekanan utama disini ialah model pendidikan yang berbasis dialog. Terbukanya ruang dialog membawa implikasi bagi hubungan guru dengan murid sebagai sebuah partner. Guru adalah juga seorang murid, dan murid adalah juga seorang guru. Proses demokratis yang terjalin pada akhirnya yang akan memacu penelitian, kreativitas, dan kekritisan yang akan mendorong kesadaran. Seorang guru yang professional dan mampu membuka ruang dialog memang sedikit jumlahnya di Indonesia. Lebih banyak guru-guru killer yang tidak suka mendapat kritikan dari siswanya. Haruslah diingat bahwa proses menuju student-centered learning hanya bisa terjadi ketika siswa mendapat kenyaman dalam bertanya dengan gurunya. Untuk itu lulusan pendidikan keguruan dan mereka yang ingin menjadi guru/dosen haruslah seorang yang mampu membangun ruang dialog yang jujur. Saya pun mulai bisa memahami mengapa Raden Mas Soewardi Soerjaningrat mengganti namanya menjadi Ki Hajar Dewantara gelar kebangsawanan dianggapnya akan membatasi komunikasinya dengan muridnya semata-mata supaya ia bisa lebih dekat dengan murid-muridnya. Sebagai penutup, model pendidikan ini tidak dapat tercipta dengan satu kata ajaib, perombakan kurikulum, model pendidikan ini adalah model pendidikan yang tak dapat dihadirkan, tapi dicari lewat dialog di tengah masyarakat. Kesadaran yang dimiliki oleh Putu dari Desa Mundeh untuk belajar haruslah dibarengi dengan kesadaran dari gurunya dan masyarakat tentang pentingnya arti pendidikan. 5