BAB II KAJIAN TEORITIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORI. Kemampuan adalah kecakapan untuk melakukan suatu tugas khusus dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pembelajaran Langsung

BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Pembelajaran SAVI (Somatis Auditori Visual Intelektual) a. Pengertian Pembelajaran Somatis Auditori Visual Intelektual

BAB II KAJIAN TEORETIS. (2006:10) mengemukakan, Belajar matematika merupakan suatu perubahan. praktis bersikap positif, bertindak aktif dan kreatif.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelectual)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERPADUAN KONSEP METODE PEMBELAJARAN SOMATIS AUDITORY VISUAL INTELEKTUAL (SAVI) DENGAN METODE DRILL DALAM PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN AKUNTANSI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Jarianto SMP Negeri 01 Ranuyoso No. Telp.(0334)

BAB II KAJIAN TEORETIS. 1. Model pembelajaran Reciprocal Teaching. Menurut Palincsar dan Sullivan model reciprocal teaching memiliki 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. matematika, perlu diciptakan situasi-situasi di mana siswa dapat aktif, kreatif

I. PENDAHULUAN. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wulan Nurchasanah, 2014

BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Model Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) a. Pengertian Model Thinking Aloud Pair Problem Solving

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mencerdaskan kehidupan

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERFIKIR KRITIS MELALUI PENDEKATAN SAVI (SOMATIS, AUDITORI, VISUAL, INTELEKTUAL)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. salah satu bidang pembangunan yang dapat perhatian serius dari pemerintah.

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk

BAB II KAJIAN TEORITIK. dapat memperjelas suatu pemahaman. Melalui komunikasi, ide-ide

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Representasi Matematis. a) Pengertian Kemampuan Representasi Matematis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen yaitu : keterampilan

BAB V PEMBAHASAN. 1. Pelaksanaan Model Pembelajaran SAVI (Somatic, Auditory, Visualization, Intellectualy) dalam Meningkatkan Prestasi Belajar PAI

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORETIS. A. Metode Pembelajaran Delikan, Kemampuan Komunikasi, Pembelajaran Konvensional, dan Sikap

BAB I PENDAHULUAN. satu ilmu dasar yang digunakan secara luas dalam berbagai bidang kehidupan. Hal

II. TINJAUAN PUSTAKA. adalah teori belajar behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme.

rangka perkembangan manusia (Hidayat dan Machali, 2010: 32). maka manusia dapat berkembang lebih jauh daripada mahluk-mahluk lainnya.

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan pendidikan di sekolah merupakan proses nyata yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORETIS. A. Kemampuan Komunikasi Matematis, Pembelajaran Matematika. Realistik, Pembelajaran Ekspositori, dan Sikap.

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Komunikasi Matematis Komunikasi dapat diartikan sebagai pengalihan pesan dari satu orang ke

BAB II KAJIAN TEORETIS. a. Pengertian MEA Means-Ends Analysis (MEA) terdiri dari tiga unsur kata yakni: means,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nining Priyani Gailea, 2013

BAB I PENDAHULUAN. matematika dikehidupan nyata. Selain itu, prestasi belajar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar

BAB II KAJIAN TEORI. Robert Karplus. Learning cycle merupakan rangkaian dari tahap-tahap kegiatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

Oleh Indah Fajrina

BAB II KAJIAN TEORETIS

PENERAPAN PENDEKATAN SAVI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 8 PALU

BAB I PENDAHULUAN. sesuai nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Pendidikan merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, dan mampu mengkomunikasikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS. A. Kemampuan Pemahaman Matematis, Metode Pembelajaran Buzz. Group, Pembelajaran Konvensional, dan Sikap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fatmawati, 2015

BAB I PENDAHULUAN. potensi siswa dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih dari sekedar realisasi satu sasaran, atau bahkan beberapa sasaran. Sasaran itu

BAB II KAJIAN TEORETIK

TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Fembriani Universitas Widya Dharma Klaten ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa, dari sikap kurang baik menjadi

BAB II KAJIAN TEORITIK. NCTM (2000) menyatakan bahwa komunikasi matematis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

BAB II KAJIAN TEORI A.

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perubahan kurikulum 2006 menjadi kurikulum 2013 siswa di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. cukup menjadi alasan, sebab matematika selalu diajarkan di setiap jenjang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan orang-orang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan angka angka dan rumus rumus. Dari hal ini muncul. anggapan bahwa kemampuan komunikasi matematika belum dapat dibangun

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB II KAJIAN TEORITIS. A. Metode Improve, Metode Pembelajaran Konvensional, Kemampuan. Representasi Matematis, dan Teori Sikap

DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA PADA MATERI KUBUS DAN BALOK DI KELAS VIII SMP NEGERI 1 TIBAWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Deden Rahmat Hidayat,2014

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angkaangka,

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. dalam kegiatan belajar. Menurut Effendy (2000: 13), komunikasi adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dalam menyelesaikan suatu masalah. Hal tersebut berpengaruh terhadap hasil

BAB I PENDAHULUAN. melakukan tindakan. Motivasi dalam belajar sangatlah penting dan

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia abad ke-21 mempunyai karakteristik sebagai berikut,

BAB II KERANGKA TEORETIS DAN HIPOTESIS. Pembelajaran IPA akan dipaparkan sebagai berikut: 1. Landasan Teori mengenai Model Pembelajaran SAVI

Transkripsi:

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kajian Teori 1. Pendekatan pembelajaran Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI) Menurut Hermowo (Firti, 2012:17) SAVI adalah singkatan dari Somatis (bersifat raga), Auditori (bersifat suara), Visual (bersifat gambar), dan intelektual (bersifat merenungkan), yaitu sebuah pembelajaran yang melibatkan hampir seluruh indra untuk membantu melatih pola pikir siswa dalam memecahkan masalah kritis, logis, cepat, dan tepat. Pendekatan SAVI menganut aliran ilmu kognitif modern yang menyatakan belajar yang paling baik adalah melibatkan emosi, seluruh tubuh, semua indera, dan segenap kedalaman serta keluasan pribadi, menghormati gaya belajar individu lain dengan menyadari bahwa orang belajar dengan cara-cara yang berbeda. Belajar berdasarkan aktifitas berarti bergerak aktif secara fisik ketika belajar, dengan memanfaatkan indera sebanyak mungkin dan membuat seluruh tubuh/pikiran terlihat dalam proses pembelajaran. Pendekatan SAVI adalah cara belajar yang disertai gerakan fisik, berbicara, mendengarkan, melihat, mengamati, dan menggunakan kemampuan intelektual untuk berpikir, menggambarkan, menghubungkan, dan membuat kesimpulan dengan baik. Pembelajaran tidak otomatis meningkat dengan meyuruh siswa berdiri dan bergerak kesana kemari. Akan tetapi, menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua indera dapat berpengaruh besar pada pembelajaran menurut Meier (Haerudin, 2015). 9

10 Menurut Herdian (2009) sesuai dengan singkatan dari SAVI sendiri yaitu Somatic, Auditori, Visual dan Intektual, maka karakteristiknya ada empat bagian yaitu: a. Somatic Somatic berasal dari bahasa yunani yaitu tubuh soma. Jika dikaitkan dengan belajar maka dapat diartikan belajar dengan bergerak dan berbuat. Sehingga pembelajaran somatic adalah pembelajaran yang memanfaatkan dan melibatkan tubuh (indera peraba, kinestetik, melibatkan fisik dan menggerakkan tubuh sewaktu kegiatan pembelajaran berlangsung. b. Auditori Belajar dengan berbicara dan mendengar. Pikiran kita lebih kuat daripada yang kita sadari, telinga kita terus menerus menangkap dan menyimpan informasi bahkan tanpa kita sadari. Ketika kita membuat suara sendiri dengan berbicara beberapa area penting di otak kita menjadi aktif. Hal ini dapat diartikan dalam pembelajaran siswa hendaknya mengajak siswa membicarakan apa yang sedang mereka pelajari, menerjemahkan pengalaman siswa dengan suara. Mengajak mereka berbicara saat memecahkan masalah, membuat model, mengumpulkan informasi, membuat rencana kerja, menguasai keterampilan, membuat tinjauan pengalaman belajar, atau menciptakan makna-makna pribadi bagi diri mereka sendiri. c. Visual Belajar dengan mengamati dan menggambarkan. Dalam otak kita terdapat lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada semua indera yang lain. Setiap siswa yang menggunakan visualnya lebih mudah belajar jika dapat melihat apa yang sedang dibicarakan seorang penceramah atau sebuah buku atau program computer. Secara khususnya pembelajar visual yang baik jika mereka dapat melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon dan sebagainya ketika belajar. d. Intektual Belajar dengan memecahkan masalah dan merenung. Tindakan pembelajar yang melakukan sesuatu dengan pikiran mereka secara internal ketika menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. Hal ini diperkuat dengan makna intelektual adalah bagian diri yang merenung, mencipta, dan memecahkan masalah.

11 Menurut Herdian (2009) pembelajaran SAVI dapat direncanakan dan dikelompokan ke dalam empat tahap yaitu: a. Tahap persiapan (kegiatan pendahuluan) Pada tahap ini guru membangkitkan minat siswa, memberikan perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang, dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar. Secara spesifik meliputi hal: 1) memberikan sugesi positif 2) memberikan pernyataan yang memberi manfaat kepada siswa 3) memberikan tujuan yang jelas dan bermakna 4) membangkitkan rasa ingin tahu 5) menciptakan lingkungan fisik yang positif 6) menciptakan lingkungan emosional yang positif 7) menciptakan lingkungan sosial yang positif 8) menyingkirkan hambatan-hambatan belajar 9) banyak bertanya dan mengemukakan berbagai masalah 10) merangsang rasa ingin tahu siswa 11) mengajak pembelajar terlibat penuh sejak awal. b. Tahap Penyampaian (kegiatan inti) Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa menemukan materi belajar yang baru dengan cara menari, menyenangkan, relevan, melibatkan pancaindera, dan cocok untuk semua gaya belajar. Hal- hal yang dapat dilakukan guru: 1) uji coba kolaboratif dan berbagi pengetahuan 2) pengamatan fenomena dunia nyata 3) pelibatan seluruh otak, seluruh tubuh 4) presentasi interaktif 5) grafik dan sarana yang presentasi berwarna-warni 6) aneka macam cara untuk disesuaikan dengan seluruh gaya belajar 7) proyek belajar tim 8) latihan menemukan (sendiri, berkelompok) 9) pengalaman belajar di dunia nyata yang kontekstual 10) pelatihan memecahkan masalah c. Tahap Pelatihan (kegiatan inti) Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa mengintegrasikan dan menyerap pengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai cara. Secara spesifik, yang dilakukan guru yaitu: 1) aktivitas pemrosesan siswa 2) usaha aktif atau umpan balik atau renungan atau usaha kembali 3) simulasi dunia-nyata

12 4) permainan dalam belajar 5) pelatihan aksi pembelajaran 6) aktivitas pemecahan masalah 7) refleksi dan artikulasi individu 8) dialog berpasangan atau berkelompok 9) pengajaran dan tinjauan kolaboratif 10) aktivitas praktis membangun keterampilan 11) mengajar balik d. Tahap penampilan hasil (kegiatan penutup) Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa menerapkan dan memperluas pengetahuan atau keterampilan baru mereka pada pekerjaan sehingga hasil belajar akan melekat dan penampilan hasil akan terus meningkat. Hal hal yang dapat dilakukan adalah: 1) penerapan dunia nyata dalam waktu yang segera 2) penciptaan dan pelaksanaan rencana aksi 3) aktivitas penguatan penerapan 4) materi penguatan prsesi 5) pelatihan terus menerus 6) umpan balik dan evaluasi kinerja 7) aktivitas dukungan kawan 8) perubahan organisasi dan lingkungan yang mendukung. Menurut Herdian (2009) kelebihan dan kekurangan pendekatan pembelajaran SAVI adalah sebagai berikut: a. Kelebihan pendekatan pembelajaran SAVI 1) Membangkitkan kecerdasan terpadu siswa secara penuh melalui penggabungan gerak fisik dengan aktivitas intellectual. 2) Siswa tidak mudah lupa karena siswa membangun sendiri pengetahuannya. 3) Susasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena siswa merasa diperhatikan sehingga siswa tidak cepat merasa bosan untuk belajar matematika. 4) Memupuk kerjasama karena siswa yang lebih pandai diharapkan dapat membantu siswa yang kurang pandai. 5) Memunculkan suasana belajar yang lebih baik, menarik dan efektif. 6) Mampu membangkitkan kreatifitas dan meningkatkan kemampuan psikomotor siswa. 7) Memaksimalkan ketajaman konsentrasi siswa. 8) Siswa akan lebih termotivasi untuk belajar lebih baik. 9) Melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan pendapat dan berani menjelaskan jawabannya. 10) Merupakan variasi yang cocok untuk semua gaya belajar.

13 b. Kekurangan pendekatan pembelajaran SAVI 1) Pendekatan ini menuntut adanya guru yang sempurna sehingga dapat memadukan keempat komponen dalam SAVI secara utuh. 2) Penerapan pendekatan ini membutuhkan kelengkapan sarana dan prasarana pembelajaran yang menyeluruh dan disesuaikan dengan kebutuhannya, sehingga memerlukan biaya pendidikan yang sangat besar. Terutama untuk pengadaan media pembelajaran yang canggih dan menarik. Ini dapat terpenuhi pada sekolah-sekolah maju. 3) Karena siswa terbiasa diberi informasi terlebih dahulu sehingga siswa kesulitan dalam menemukan jawaban ataupun gagasannya sendiri. 4) Membutuhkan waktu yang lama terutama bila siswa yang lemah. 5) Membutuhkan perubahan agar sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu. 6) Belum ada pedoman penilaian sehingga guru merasa kesulitan dalam evaluasi atau memberi nilai. 7) Pendekatan SAVI masih tergolong baru, sehingga banyak guru yang merasa kesulitan dalam evaluasi atau memberi nilai. 8) Pendekatan SAVI ini cenderung kepada keaktifan siswa, sehingga untuk siswa yang memiliki tingkat kecerdasan kurang, menjadikan siswa itu minder. 9) Pendekatan SAVI tidak dapat diterapkan untuk semua pelajaran matematika. Dari penjelasan yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran SAVI yaitu sebuah pembelajaran yang melibatkan hampir seluruh indra untuk membantu melatih pola pikir siswa dalam memecahkan masalah. Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu memberikan sugesi positif, menyampaikan tujuan pembelajaran, kegiatan berdiskusi antar guru dengan siswa/kelompok maupun dengan siswa/kelompok yang lain, mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas, menanggapi hasil diskusi kelompok lain dan menarik kesimpulan dari kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

14 2. Kemampuan komunikasi matematis Within (Herdian, 2010) menyatakan kemampuan komunikasi menjadi penting ketika diskusi antar siswa dilakukan, dimana siswa diharapkan mampu menyatakan, menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menanyakan dan bekerjasama sehingga dapat membawa siswa pada pemahaman yang mendalam tentang matematika. Anak-anak yang diberikan kesempatan untuk bekerja dalam kelompok dalam mengumpulkan dan menyajikan data, mereka menunjukkan kemajuan baik di saat mereka saling mendengarkan ide yang satu dan yang lain, mendiskusikannya bersama kemudian menyusun kesimpulan yang menjadi pendapat kelompoknya. Ternyata mereka belajar sebagian besar dari berkomunikasi dan mengkontruksi sendiri pengetahuan mereka. Menurut Herdian (2010) komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai suatu cara untuk menyampaikan suatu pesan dari pembawa pesan ke penerima pesan untuk memberitahu, pendapat, atau perilaku baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media. Di dalam berkomunikasi tersebut harus dipikirkan bagaimana caranya agar pesan yang disampaikan seseorang itu dapat dipahami oleh orang lain. Untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, orang dapat menyampaikan dengan berbagai bahasa termasuk bahasa matematis. Sedangkan kemampuan komunikasi matematis dapat diartikan sebagai suatu kemampuan siswa dalam menyampaikan sesuatu yang diketahuinya melalui peristiwa dialog atau saling hubungan yang terjadi di lingkungan kelas, dimana terjadi pengalihan pesan. Pesan yang dialihkan berisi tentang materi matematika yang dipelajari siswa, misalnya berupa konsep, rumus, atau strategi

15 penyelesaian suatu masalah. Pihak yang terlibat dalam peristiwa komunikasi di dalam kelas adalah guru dan siswa. Cara pengalihan pesannya dapat secara lisan maupun tertulis. Indikator kemampuan komunikasi matematis siswa pada pembelajaran matematika menurut NCTM (Herdian, 2010) dapat dilihat dari: (1) Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan, tertulis, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual; (2) Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide Matematika baik secara lisan maupun dalam bentuk visual lainnya; (3) Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi Matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi. Menurut Sumarwo (Astuti & Leonard, 2012) kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat dari kemampuan berikut: a. menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam idea matematika. b. menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematik, secara lisan dan tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar c. menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika. d. mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika. e. membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis. f. membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi. g. menjelaskan dan membuat pertanyaan matematika yang telah dipelajari. Indikator kemampuan komunikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah indikator menurut NCTM (Herdian, 2010), yaitu: 1) Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan, tertulis, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual

16 2) Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematika baik secara lisan maupun dalam bentuk visual lainnya 3) Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi Matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide, menggambarkan hubunganhubungan dan model-model situasi. 3. Pembelajaran Biasa Model pembelajaran biasa adalah model pembelajaran yang dilakukan oleh guru sehari-hari pada pembelajaran matematika, biasanya menggunakan metode ekspositori. Ruseffendi (2006:290) menyatakan bahwa, metode ekspositori ini sama dengan cara mengajar yang biasa (tradisional) kita pakai pada pengajaran matematika. Pada metode ini, setelah guru beberapa saat memberikan informasi (ceramah) guru mulai dengan menerangkan suatu konsep, mendemonstrasikan keterampilanya mengenai pola/aturan/dalil tentang konsep itu, siswa bertanya, guru memeriksa (mengecek) apakah siswa sudah mengerti atau belum. Kegiatan selanjutnya ialah guru memberikan contoh-contoh soal aplikasi konsep itu, selanjutnya meminta murid untuk menyelesaikan soal-soal di papan tulis atau di mejanya. Siswa mungkin bekerja individual atau bekerja sama dengan teman duduk sampingnya, dan sedikit ada tanya jawab. Kegiatan terakhir ialah siswa mencatat materi yang telah diterangkan yang mungkin dilengkapi dengan soal-soal pekerjaan rumah (Ruseffendi, 2006:290). Berdasarkan uraian di atas, terlihat pembelajaran biasa dengan metode ekspositori itu berpola seperti berikut: a. Guru menerangkan konsep; b. Guru memberikan contoh; c. Siswa diberi kesempatan bertanya;

17 d. Siswa diberikan latihan soal untuk mengecek apakah siswa sudah mengerti atau belum; e. Siswa mencatat materi yang telah dipelajari dan soal-soal pekerjaan rumah; f. Pertemuan berikutnya, sebelum menerangkan konsep baru, dibahas kembali pekerjaan rumah yang diberikan sebelumnya, kemudian pembelajaran pun berjalan mengikuti pola kembali. Menurut Suherman (2003:203) metode ekspositori merupakan metode yang memiliki beberapa keunggulan, di antaranya: 1. Dengan strategi pembelajaran ekspositori guru dapat mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran, dengan demikian guru dapat mengetahui sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang disampaikan. 2. Strategi pembelajaran ekspositori dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas sementara waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas. 3. Melalui pembelajaran ekpositori selain siswa dapat mendengar melalui lisan tentang suatu materi pelajaran sekaligus siswa dapat melihat mengobservasi melalui pelaksanaan presentasi. 4. Strategi pembelajaran ekspositori dapat digunakan dalam jumlah siswa yang banyak atau ukuran kelas besar. Di samping memiliki keunggulan, Suherman (2003:203) metode ekspositori juga memiliki kelemahan, di antaranya: 1. Metode pembelajaran ini hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik. Untuk siswa yang tidak memiliki kemampuan seperti itu perlu digunakan metode lain. 2. Metode ini tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan, perbedaan pengetahuan, minat, dan bakat, serta perbedaan gaya belajar. 3. Karena metode lebih banyak diberikan melalui ceramah, maka akan sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis. 4. Keberhasilan metode pembelajaran ekspositori sangat tergantung kepada apa yang dimiliki guru, seperti persiapan,

18 pengetahuan, rasa percaya diri, semangat, antusiasme, motivasi, dan berbagai kemampuan seperti kemampuan bertutur (berkomunikasi), dan kemampuan mengelola kelas. Tanpa itu sudah dapat dipastikan proses pembelajaran tidak mungkin berhasil. Pada pola pembelajaran biasa ini menunjukan bahwa dalam proses pembelajaran terjadi transfer pengetahuan secara informatif dari guru ke siswa sehingga siswa hanya mengetahui dan hafal konsep. Pembelajaran biasa juga membuat siswa terampil menerapkan suatu prosedur atau hanya mengembangkan procedural fluency yang biasanya tidak diiringi dengan pemahaman pada diri siswa sehingga disebut pembelajarannya cenderung bersifat prosedural. 4. Sikap Thruston (Suherman, 2003:10) mendefinisikan sikap sebagai derajat perasaan positif atau negatif terhadap suatu objek yang bersifat psikologis. Menurut Ruseffendi (2006:234) sikap itu paling tidak dapat dikelompokkan ke dalam tiga macam: sikap positif, sikap netral, dan sikap negatif. Sikap siswa terhadap pembelajaran dapat dilihat dari perilaku yang ditunjukkan siswa pada saat pembelajaran baik berupa tanggapan dalam menerima pelajaran maupun tingkah laku selama mengikuti pelajaran dalam kelas. Ruseffendi (2006:571) mengatakan, Sikap seseorang terhadap sesuatu itu erat sekali kaitannya dengan minat; sebagian bisa tumpang tindih, sebagian dari sikap itu merupakan akibat dari minat. Artinya jika sikap siswa positif terhadap pembelajaran maka dapat dikatakan siswa memiliki minat terhadap pembelajaran tersebut. Untuk mengatahui sikap siswa terhadap matematika terdapat tiga faktor

19 yang perlu diperhatikan: ada tidaknya minat, arahnya (bila ada, apa arahnya positif atau negatif), dan besarnya. Menurut Ruseffendi (2006:236) sikap positif siswa bisa tumbuh bila: a. Materi pelajaran diajarkan sesuai dengan kemampuan siswa; pada umumnya siswa akan sering memperoleh nilai baik. b. Matematika yang diajarkan banyak kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. c. Siswa banyak berpartisipasi dalam rekreasi, permainan, dan teka-teki matematika. d. Soal-soal yang harus dikerjakan siswa tidak terlalu banyak, tidak terlalu sukar, dan tidak membosankan. e. Penyajian sikap gurunya menarik, dan mendapatkan dorongan dari semua pihak. f. Evaluasi keberhasilan belajar siswa yang dilakukan guru, mendorong siswa untuk lebih tertarik belajar matematika, tidak sebaliknya. Jadi sikap siswa terhadap pembelajaran matematika penting untuk menumbuhkan minat belajar siswa terhadap matematika, dengan demikian siswa akan merasa senang belajar matematika dan prestasi belajarnya pun meningkat. B. Pembelajaran Materi Bangun Ruang Sisi Datar melalui Pendekatan Pembelajaran Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI) 1. Keluasan dan Kedalaman Materi Materi Bangun Ruang Sisi Datar merupakan salah satu materi yang terdapat pada kelas VIII semester genap Bab 8 pada kurikulum 2006. Dalam penelitian ini, pembahasan dalam Bab Bangun Ruang Sisi Datar yaitu tentang limas yang meliputi: pengertian limas, unsur-unsur limas, sifat-sifat limas, menggambar jaring-jaring limas, luas permukaan limas, dan volume limas. Materi prasyarat yang harus dikuasai dari materi limas yaitu Teorema Phytagoras,

20 bilangan akar, bilangan berpangkat dan bangun sisi datar yang telah diajarkan kepada siswa pada Bab sebelumnya. Terkait dengan dengan penelitian ini, peneliti menggunakan limas sebagai materi dalam instrumen tes. Materi tersebut diaplikasikan ke dalam kemampuan komunikasi matematis yaitu dihubungkan dengan materi dalam matematika, dan kehidupan sehari-haridengan menggunakan pendekatan pembelajaran Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI) dalam proses pembelajarannya. Hubungan antara bab bangun ruang sisi datar materi limas dengan kemampuan komunikasi, serta pendekatan pembelajaran Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI) diuraikan sebagai berikut: Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI) pada bab bangun ruang sisi datar materi limas diawali dengan guru meminta siswa untuk membentuk kelompok dan berkumpul dalam kelompoknya (Somatic), guru membagi LKD dan siswa diminta melakukan perintah sesuai langkah-langkah yang terdapat di LKD dengan bantuan alat peraga (Somatic, Visual), guru meminta beberapa kelompok untuk mendiskusikan/ mempresentasikan hasil pekerjaan dari LKD ke depan kelas dan kelompok lain menanggapi (Somatic, Auditory, Visual, Intellectual). 2. Karakteristik Materi Penjabaran materi tentunya merupakan perluasan dari SK dan KD yang sudah ditetapkan, SK yang telah ditetapkan oleh Permendiknas No. 22 Tahun 2006 untuk SMP Kelas VIII adalah: Memahami sifat-sifat kubus, balok, prisma,

21 limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya. KD pada materi Bangun Ruang Sisi Datar yang telah ditetapkan oleh Permendiknas No. 22 Tahun 2006 untuk SMP Kelas VII adalah sebagai berikut: 5.1 mengidentifikasi sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas serta bagian lainnya 5.2 membuat jaring-jaring kubus, balok, prisma dan limas 5.3 menghitung luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma, dan limas Terkait dengan penelitian ini, peneliti menggunakan KD nomor 5.1, 5.2, dan 5.3 sebagai bahan pembelajaran. Akan tetapi, hanya bagian materi limasnya saja. 3. Bahan dan Media Penelitian ini menggunakan Lembar Kerja Diskusi (LKD) secara berkelompok dan alat peraga. Pembelajaran berlangsung secara berkelompok, dengan masing-masing kelompok mengerjakan LKD yang diberikan guru. Selama pembelajaran berlangsung guru membimbing siswa dalam berdiskusi. 4. Strategi Pembelajaran Ruseffendi (2006:246) mengatakan bahwa Strategi belajar mengajar itu ialah pengelompokan siswa yang menerima pelajaran. Pada umumnya siswa yang menerima pembelajaran itu ada dalam kelompok (kelas) besar, kelompok kecil dan bahkan dapat secara perorangan. Selanjutnya Ruseffendi (2006:247) juga mengemukakan bahwa Setelah guru memilih strategi belajar-mengajar yang menurut pendapatnya baik, maka tugas berikutnya dalam mengajar dari guru itu ialah memilih metode/teknik mengajar, alat peraga/pengajaran dan melakukan evaluasi. Terkait penelitian ini, peneliti menggunakan strategi pembelajaran

22 dengan menggunakan pendekatan pembelajaran Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI). 5. Sistem Evaluasi Penelitian ini menggunakan teknik tes dan non tes. Tes ini digunakan untuk memperoleh data mengenai kemampuan komunikasi matematis siswa. Instrumen ini berupa tes uraian yang mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa terhadap Bab Bangun Ruang Sisi Datar materi limas berdasarkan indikator kemampuan komunikasi matematis yang telah ditentukan. Evaluasi dalam penelitian ini dilaksanakan dalam dua bentuk yaitu pretes dan postes. Pretes digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan awal komunikasi matematis siswa tentang materi limas dalam bab bangun ruang sisi datar dan postes digunakan untuk mengetahui sejauh mana peningkatan kemampuan komunikasi matematis yang di dapatkan siswa setelah diberikan perlakuan berupa pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI). Teknik non tes yang digunakan berupa skala sikap. Skala sikap digunakan untuk memperoleh data mengenai sikap siswa setelah melakukan kegiatan belajar mengajar di kelas dengan menggunakan pendekatan pembelajaran Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI). C. Kerangka Pemikiran, Asumsi, dan Hipotesis 1. Kerangka Pemikiran Kemampuan komunikasi matematis merupakan salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi. Keberhasilan siswa dalam pembelajaran dapat dilihat dari

23 hasil belajarnya, salah satu hasil belajar tersebut dapat dilihat dari kemampuan komunikasi matematis. Berdasarkan pengalaman peneliti ketika melaksanakan Praktik Pengenalan Lapangan (PPL) di SMP Pasundan 3 Bandung, peneliti merasa bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIII masih rendah. Kemampuan siswa dalam komunikasi masih kurang optimal. Banyak guru yang hanya menyuruh siswa mengerjakan soal-soal rutin dan soal latihan biasa, jarang sekali guru memberikan soal masalah komunikasi kepada siswa. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang mengkaji tentang pendekatan pembelajaran SAVI, menunjukan bahwa penerapan pendekatan pembelajaran SAVI berpengaruh lebih baik terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa daripada pembelajaran biasa. Dalam hal ini peneliti mencoba menerapkan pendekatan pembelajaran Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI) untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa SMP Pasundan 3 Bandung Kelas VIII. Materi yang dikaji dalam penelitian ini adalah materi limas dalam bab bangun ruang sisi datar. Pendekatan pembelajaran Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI) adalah pendekatan pembelajaran untuk memahami, menjelaskan, dan mengkomunikasikan konsep-konsep yang terkandung dalam suatu sajian masalah melalui proses pemodelan matematika yang memiliki unsur-unsur belajar Somatic (belajar dengan bergerak dan berbuat), belajar Auditory (belajar dengan berbicara dan mendengar), belajar Visual (belajar dengan mengamati dan menggambarkan), belajar Intellectual (belajar dengan memecahkan masalah dan merenung).

24 Untuk menggambarkan paradigma penelitian, maka kerangka pemikiran ini selanjutnya disajikan dalam bentuk bagan. Bangun Ruang Sisi Datar Pendekatan Pembelajaran Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI) Model Pembelajaran Biasa Kemampuan Komunikasi Matematis Sikap Kemampuan Komunikasi Matematis Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pendekatan pembelajaran Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI) lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa? Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran 2. Asumsi Ruseffendi (2010:25) mengatakan bahwa Asumsi merupakan anggapan dasar mengenai peristiwa yang semestinya terjadi dan atau hakekat sesuatu yang sesuai dengan hipotesis yang dirumuskan. Dengan demikian, anggapan dasar dalam penelitian ini adalah: a. Penggunaan pendekatan pembelajaran yang sesuai dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. b. Penyampaian materi dengan menggunakan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan keinginan siswa akan membangkitkan motivasi belajar dan siswa aktif dalam mengikuti pelajaran dengan sebaik-baiknya.

25 3. Hipotesis Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pendekatan pembelajaran Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI) lebih baik daripada yang menggunakan model pembelajaran biasa. b. Sikap siswa positif terhadap pendekatan pembelajaran Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI).