I. PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat, di samping berbagai indikator sosial ekonomi lainnya.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

perbaikan hidup berkeadilan sosial.

EVALUASI RUTE TRAYEK ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) BERDASARKAN PERSEBARAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

V. PERANCANGAN MODEL PENGELOLAAN TRANSPORTASI BERKELANJUTAN

KEMUNGKINAN PENERAPAN SISTEM BUY THE SERVICE PADA ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: TRI WURI ANGGOROWATI L2D

BAB I PENDAHULAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat

V. PENILAIAN KINERJA POLA TRAYEK/RUTE EKSISTING

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Angkutan umum sebagai bagian sistem transportasi merupakan kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Transportasi juga diharapkan memiliki fungsi untuk memindahkan obyek sampai tujuan dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Perilaku Pergerakan Masyarakat Perkotaan Dalam Proses Urbanisasi Wilayah di Kabupaten Tegal TUGAS AKHIR. Oleh: TITI RATA L2D

IV.B.16. Urusan Wajib Perhubungan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam wilayah suatu negara akan ada kota yang sangat besar, ada kota

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEBIJAKAN TRANSPORTASI BERKELANJUTAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi suatu negara atau daerah tidak terlepas dari

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi BAB VIII PENUTUP

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan

BAB I PENDAHULUAN. berjalan beriringan, terlebih di Daerah Istimewa Yogyakarta. Arus perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

II. TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERANAN ANGKUTAN PLAT HITAM DALAM MENDUKUNG AKTIVITAS PEREKONOMIAN DI KECAMATAN BATUWARNO KABUPATEN WONOGIRI TUGAS AKHIR

Pertimbangan Isu Transportasi Dalam Perencanaan Ruang Kota Makassar Oleh Sri Hidayat 1 1

PRIORITAS PENANGANAN PERMASALAHAN TRANSPORTASI PADA JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA PEKALONGAN TUGAS AKHIR. Oleh : TRI AJI PEFRIDIYONO L2D

BAB. I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan faktor pendukung pertumbuhan perekonomian di sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Dishubkominfo DIY dalam hal ini UPTD Jogja Trans dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II STUDI PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Transportasi adalah proses memindahkan suatu benda mencakup benda hidup

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. maupun sanitasi. Infrastruktur memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan

NINDYO CAHYO KRESNANTO. .:

EKSISTENSI ANGKUTAN PLAT HITAM PADA KORIDOR PASAR JATINGALEH GEREJA RANDUSARI TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dan

ANALISIS TINGKAT PELAYANAN ANGKUTAN UMUM BERDASARKAN KARAKTERISTIK PERGERAKAN PENDUDUK KECAMATAN KALIWUNGU DI KOTA KUDUS TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa dan negara. Hal ini tercermin semakin meningkatnya kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS TUNDAAN PADA RUAS JALAN MAJAPAHIT KOTA SEMARANG DAN PENGARUHNYA TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) TUGAS AKHIR

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II STUDI PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III PENDEKATAN DAN METODOLOGI

KAJIAN PERPINDAHAN MODA (MODE SHIFTING) DARI PENGGUNA KENDARAAN PRIBADI KE KENDARAAN UMUM (STUDI KASUS: KOTA BANDUNG)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai aktivitas yang tidak perlu berada pada satu tempat. Untuk melakukan

V. ANALISIS BESARAN SISTEM PENTARIFAN

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB I PENDAHULUAN. juga meningkat bahkan melebihi kapasitas sarana dan prasarana transportasi yang

PENGEMBANGAN MODEL PERILAKU HUBUNGAN ANTARA SISTEM TATA RUANG DAN SISTEM TRANSPORTASI DI WILAYAH PERKOTAAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SYSTEM DYNAMIC

KAJIAN KINERJA PELAYANAN ANGKUTAN UMUM DALAM KOTA DI PURWOKERTO. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Purwokerto 2

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah dan kota di Indonesia ditandai dengan semakin tingginya jumlah penglaju (commuter) yang melakukan perjalanan antara kota induk dengan kota atau kabupaten sekitarnya (hinterland) maupun antar kawasan dalam kota tersebut. Fenomena tersebut oleh Dikun (2002) dirumuskan sebagai akibat dari peningkatan jumlah penduduk, kegiatan penduduk, jenis pelayanan, dan berinteraksinya fungsi relatif perekonomian nasional dan regional suatu negara terhadap kota. Implikasi langsung keadaan tersebut akan memicu timbulnya dua permasalahan pokok, yaitu dalam hal penyediaan sarana dan prasarana serta kebutuhan akan pelayanan perkotaan yang semakin meningkat. Berbagai permasalahan dan tantangan perkotaan sebagai dampak langsung kondisi tersebut diantaranya dalam hal transportasi, pendistribusian air bersih, sanitasi lingkungan dan penyehatan, dan penyediaan perumahan (Mansyur, 1998). Selain itu, perkembangan alami dan binaan kota-kota yang begitu cepat dengan peralihan status dari kota kecil, menengah, besar, dan metropolitan sampai megapolitan oleh Kusbiantoro (2004) telah memacu peningkatan mobilitas penduduk perkotaan atau sebaliknya yaitu ketersediaan transportasi telah meningkatkan mobilitas tersebut. Upaya perencanaan dan pengelolaan kota yang baik dan berpihak kepada warganya tidak dapat dipisahkan dari upaya untuk memajukan sistem transportasi secara layak dan terintegrasi dengan cepat, aman, dan mudah didapatkan atau terjangkau, serta mengutamakan penggunaan sarana transportasi angkutan umum dengan prinsip pembangunan berkesinambungan sambil mengatur penggunaan kendaraan pribadi (BKTRN, 2003). Oleh karena itu, telaah permasalahan dan tantangan transportasi yang multi dimensi pada sistem transportasi dan sistem perkotaan, baik pada aspek perencanaan, pengelolaan, dan operasional sebagai suatu kerangka kebijakan maupun berdasarkan dimensi aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Hal itu sejalan dengan konsepsi dasar pembangunan berkelanjutan (Fauzi, 2004), dimana pencapaian kebutuhan transportasi berkelanjutan pada saat ini dan generasi mendatang adalah transportasi yang aman, nyaman, dan terjangkau.

2 Transportasi sebagai suatu sistem yang terdiri dari sistem : aktivitas, jaringan, pergerakan, kelembagaan, dan lingkungan, sedangkan perkotaan sebagai suatu sistem yang terdiri dari sistem : penduduk, ekonomi, sosial, politik, dan administrasi (Kusbiantoro, 2004). Berinteraksinya kedua sistem tersebut dalam pembangunan berkelanjutan tidak dapat dipisahkan dari fungsi-fungsi manajemen (Oetomo, 1997) yaitu: perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (directing), pengkoordinasian (coordinating), dan pengawasan (controlling). Kedua sistem dan fungsi manajemen tersebut merupakan suatu kesatuan dalam mewujudkan sistem transportasi perkotaan berkelanjutan yang bertujuan untuk pencapaian aksesibilitas, kesetaraan, dan berwawasan lingkungan (Matsumoto, 1998). Hal tersebut sejalan dengan telah teridentifikasinya transportasi sebagai salah satu tantangan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) disamping tantangan ketersediaan udara bersih, air bersih, pangan, energi, penggunaan lahan, perumahan, persampahan, pekerjaan, dan kepedulian terhadap kesehatan (Davidson, 2001). Beberapa tantangan pembangunan berkelanjutan tersebut, diantaranya dalam hal pengambilan sumberdaya tanpa batas, penggunaan sumber energi, peningkatan polusi, penurunan tingkat pelayanan dan investasi, serta pelayanan yang buruk bagi kelompok sosial tertentu. Dengan kata lain, bahwa fokus transportasi berkelanjutan tidak hanya pada upaya dan tindakan publik untuk pembangunan dan aspek penyediaan (supply), tetapi telah bergeser pada aspek pengelolaan dan permintaan (demand). Kebijakan transportasi perkotaan di negara berkembang yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan sangat kompleks terutama pada sistem transportasi publik walaupun dalam sistem perumusan kebijakan dan sistem pengelolaannya lebih memungkinkan dibandingkan dengan kendaraan pribadi pada saat ini. Berdasarkan kondisi tersebut dan belum adanya definisi yang baku tentang transportasi berkelanjutan hingga saat ini (Sutriadi, 2006), maka fokus kajian aspek keberlanjutan yang menyeluruh adalah interaksi parameter sosial, ekonomi, dan lingkungan. Beberapa penelitian terdahulu yang secara konseptual berhubungan dengan kondisi dan beberapa konsep atau gagasan di atas serta menjadikannya sangat penting untuk dikaji lebih lanjut secara lebih spesifik dalam penelitian ini

3 diantaranya adalah: model pencemar udara dari kendaraan bermotor (Santosa, 2005); analisis kemampuan lahan dan jalan (Purwaamijaya, 2005); manajemen permintaan transportasi angkutan umum (Tamin, 2005); dan pengelolaan sistem transportasi menggunakan Proses Hierarki Analitik (Chavarria, 2002). Penelitian penting lainnya adalah: Bernard dan Collins (2001) dengan solusi kendaraan alternatif transportasi berkelanjutan; Deakin (2001) yang mengamati pembangunan dan transportasi berkelanjutan; Berck et al. (1999) yang menilai variasi tata ruang dan nilai ekonomis polusi; Mohan dan Tiweeri (1998) yang mengaitkan antara isu lingkungan, angkutan umum, angkutan tidak bermesin, dan keamanannya; Park (1997) menulis tentang perencanaan kota berkelanjutan dan struktur keruangan multi-core; dan Miyamoto et al. (1996) menggunakan Decision Support Systems (DSS) dalam mengintegrasikan antara penggunaan lahan, transportasi, dan lingkungan. Penelitian dan studi tersebut pada prinsipnya masih bersifat parsial dan sebagian besar dilakukan di kota-kota besar negara maju dan sebagian kecil di negara berkembang, dimana aspek penduduk, teknologi, dan tata nilainya berbeda antara kota-kota besar tersebut. Selain itu, secara spesifik penelitian dan studi angkutan umum penumpang yang dilakukan sangat berbeda antara kota-kota tersebut baik jenis moda, tingkat pelayanan dan penyediaannya, walaupun sudah mulai mengutamakan sisi permintaan (demand) dibanding sisi penyediaan (supply). Tantangan dan permasalahan angkutan umum penumpang perkotaan di Indonesia oleh Tamin (2005) diantaranya adalah: 1). keinginan pengemudi mendapatkan penghasilan yang besar untuk memenuhi setoran dan upah yang cukup; 2). ketidakdisiplinan pengemudi; 3). pemilik angkutan menginginkan keuntungan yang maksimal dengan menaikkan penumpang sebanyak mungkin, sekalipun mengesampingkan kepentingan penumpang dari rasa aman, cepat, dan nyaman; 4). ketidaksesuaian jumlah armada yang ada dengan kebutuhan pergerakan;dan 5). penumpang menginginkan sarana angkutan umum perkotaan yang tersedia dalam jumlah yang banyak dan dengan tingkat yang tarif murah, serta cepat, aman, dan nyaman. Kebutuhan akan kebijakan pengelolaan transportasi angkutan umum penumpang berkelanjutan dengan pendekatan secara holistik, efektif, dan sibernetik dalam menjawab tantangan dan permasalahan merupakan suatu

4 kajian penting pada saat ini dan masa depan. Hal tersebut disebabkan karena tantangan dalam pengelolaan transportasi semakin kompleks dan semakin kronis dari waktu ke waktu dengan tingginya tingkat kemacetan, menurunnya kualitas lingkungan kawasan perkotaan, dan kurang tertatanya sistem pentarifan. Kota Makassar mempunyai luas wilayah 175.77 km 2 yang terdiri dari 14 kecamatan dan sebagai kota inti Kawasan Metropolitan Mamminasata serta berfungsi sebagai PKN di Kawasan Timur Indonesia. Kota Makassar yang berpenduduk lebih kurang 1.2 juta jiwa mengalami laju pertumbuhan 2.72 % per tahun dengan indikator ekonomi kota yaitu PDRB yang didominasi oleh sektor utama perdagangan dan jasa (BPS, 2004-2006). Kota Metropolitan Makassar berdaya tarik sangat tinggi bagi kegiatan sosial dan ekonomi perkotaan di satu sisi pada saat ini dan di sisi lain diperhadapkan pada berbagai permasalahan perkotaan yaitu urbanisasi dan kemiskinan, kawasan kumuh, transportasi, banjir, ketersediaan air bersih, kondisi sanitasi dan persampahan. Kondisi umum sistem transportasi kota dengan pola pelayanan angkutan umum penumpang non-bus atau angkutan kota (pete-pete) yang mengikuti pola penyebaran aktivitas dan penggunaan lahan kota secara radial menyebabkan beberapa ruas jalan yang dilalui trayek/rute angkutan kota akan saling tumpang tindih dan sangat potensial menimbulkan 12 trayek/rute gemuk dan selebihnya rute kurus. Sarana angkutan kota yang berukuran 3.6 meter persegi dan berkapasitas 11 penumpang tersebut berjumlah 4550 unit yang terdaftar dan melayani sebagian besar pergerakan penduduk tetap dengan rata-rata 5-8 rit per hari atau sekitar 5000 trip penduduk per hari pada 24 trayek/rute, sedangkan jumlah ideal angkutan kota untuk Kota Makassar adalah kurang lebih 2800 unit (Pemerintah Kota Makassar, 2005a). Berdasarkan permasalahan perkotaan pada umumnya dan sistem transportasi publik Kota Makassar pada khususnya merupakan hal terpenting dan menjadi prioritas untuk segera ditangani atau dirumuskan kebijakannya terutama pengelolaan angkutan umum penumpang non-bus (angkutan kota). Hal ini ditandai dengan semakin berkembangnya kawasan atau jalur jalan rawan kemacetan sebanyak 15 titik yang ditandai dengan menurunnya tingkat pelayanan jalan (V/C ratio) dari 0.36 sampai 0.78 atau kondisi lalulintas yang berpotensi terjadi tundaan sampai kemacetan (Pemerintah Kota Makassar, 2005a).

5 Selain itu, semakin meluasnya kawasan rawan polusi yang ditandai dengan tingginya angka kandungan kadar timbal hingga 60 mikrogram per desiliter pada anak-anak di tujuh wilayah kecamatan (LP ITB-KPBB-YHL UMI, 2006) dan kurang tegasnya peraturan pentarifan angkutan kota dimana ketetapan tarif terjauh sebesar Rp 2200,- dan terdekat Rp 1800,- seringkali dilanggar oleh para awak (sopir) dengan menaikkan tarif menjadi Rp 2500,- dan Rp 2000,- yang telah meresahkan masyarakat pengguna (Pemerintah Kota Makassar, 2005a). Berbagai upaya berdasarkan peran pemerintah kota, instansi/pihak terkait, swasta dan masyarakat dalam penyelesaian berbagai permasalahan tersebut telah dilakukan dalam bentuk penetapan kebijakan penataan ruang kota dan penataan sistem transportasi kota. Namun permasalahan yang sekaligus menjadi tantangan dalam pengelolaan angkutan kota di Kota Makassar tetap terjadi dan semakin meningkat dari waktu ke waktu sebagai akibat dari: a. pola pengaturan sistem trayek/rute belum tertata secara hierarki; b. pengguna jenis angkutan tersebut sangat banyak; c. penerapan tarif angkutan yang tidak mematuhi peraturan pemerintah kota; d. keterbatasan jangkauan pelayanan di kawasan terpencil; e. kemacetan dan kesemrawutan lalulintas terjadi di beberapa trayek/rute dan berdampak pada penurunan kualitas lingkungan; dan f. kurang terpadunya kebijakan pembangunan kota dan transportasi kota. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan serta tantangan dalam pengelolaan angkutan umum penumpang non-bus atau angkutan kota (petepete) di Kota Makassar, maka terdapat beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kondisi eksisting pengaturan trayek/rute angkutan umum penumpang non-bus? 2. Bagaimanakah menentukan besaran tarif dan radius pelayanan angkutan umum penumpang non-bus? 3. Bagaimanakah kondisi eksisting dan penataan kawasan rawan polusi udara yang diakibatkan oleh angkutan umum penumpang non-bus? 4. Bagaimanakah model konseptual pengelolaan transportasi angkutan umum penumpang non-bus berkelanjutan yang terintegrasi dengan rencana tata ruang kota?

6 Oleh karena itu, dibutuhkan suatu tindakan pengelolaan yang terintegrasi, strategis, dan berkelanjutan untuk mendukung sistem keputusan dalam bentuk perancangan model pengelolaan angkutan umum penumpang non-bus berdasarkan tingkat permasalahan dalam lingkup perencanaan, manajemen, dan operasional. 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah: 1. Menilai kinerja pola trayek/rute angkutan umum penumpang non-bus eksisting; 2. Menganalisis besaran sistem pentarifan dan radius pelayanan angkutan umum penumpang non-bus; 3. Menilai kualitas udara ambien kota dan tingkat emisi gas buang kendaraan serta menata kawasan koridor yang berpotensi polusi akibat angkutan umum penumpang non-bus; dan 4. Merancang model pengelolaan transportasi angkutan umum penumpang non-bus berkelanjutan yang terintegrasi dengan rencana tata ruang. 1.3. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, permasalahan pokok angkutan umum penumpang non-bus dan penyebabnya serta tujuan penelitian di atas, maka dirumuskan beberapa permasalahan penelitian sebagai berikut: 1. Sistem pengaturan rute/trayek angkutan umum penumpang non-bus kota dan antar kota sekitarnya kurang tertata, sehingga terjadi kemacetan di sebagian besar kawasan kota; 2. Sistem pentarifan yang tidak tegas dan keterbatasan jaringan penghubung menyebabkan terdapat kawasan tertentu yang belum terlayani angkutan umum penumpang non-bus; 3. Meningkatnya emisi kendaraan oleh angkutan umum penumpang non-bus menurunkan kualitas lingkungan beberapa kawasan perkotaan; dan 4. Belum terintegrasinya kebijakan dalam pengelolaan angkutan umum penumpang non-bus dengan kebijakan rencana tata ruang kota. 1.4. Kerangka Pemikiran Perkembangan kota ditandai dengan pertambahan jumlah penduduk dan semakin meningkatnya aktivitas, pergerakan, dan pembangunan jaringan jalan

7 kota. Penduduk kota dan aktivitasnya tidak dapat dipisahkan dari pengaruh lingkungan dan perkembangan kelembagaan, sehingga kebijakan transportasi dan tata ruang menjadi instrumen penting dalam pembangunan dan pengelolaan kota, baik secara internal (Kota Makassar) maupun eksternal atau dengan hinterland kota sekitarnya (Kawasan Mamminasata). Hubungan antar pola penggunaan lahan dan pendudk (sistem aktivitas) dijembatani oleh sistem transportasi termasuk prasarana (sistem jaringan) dan sarana (sistem pergerakan) seperti: angkutan non-motor, sepeda motor, angkutan pribadi, angkutan umum penumpang baik transit maupun paratransit, dan angkutan barang sangat berperan dalam perkembangan kota. Berbagai fenomena sistem transportasi perkotaan diantaranya peningkatan rute serta tarif dan area parkir, tingginya angka kecelakaan dan pelanggaran lalulintas, meluasnya kawasan kemacetan dan tundaan, tingginya tingkat polusi dan kebisingan serta menurunnya kenyamanan dan keamanan berkendaraan. Sedangkan permasalahan spesifik angkutan umum penumpang adalah: a. operasional (tarif, kenyamanan, keamanan, ketepatan waktu, dan lain sebagainya); b. manajemen (trayek, ijin, armada, dana, subsidi, dan lain sebagainya); dan c. perencanaan (tata ruang dan lingkungan, investasi, dan lain sebagainya). Hal ini sejalan dengan kondisi faktual bahwa angkutan umum penumpang non-bus (pete-pete) di Kota Makassar telah menjadi salah satu penyumbang terbesar bagi permasalahan transportasi kota, baik peningkatan kemacetan dan tundaan, polusi dan kebisingan, dan tarif yang kurang tegas menjadi fokus penelitian dan penekanan kebijakan transportasi publik untuk masa depan. Oleh karena itu, permasalahan angkutan umum penumpang non-bus di Kota Makassar diidentifikasi sebagai berikut: 1) terjadi kemacetan di sebagian besar bagian wilayah kota, karena tumpang tindih trayek; 2) terdapat kelompok masyarakat yang belum terlayani, karena keterbatasan radius pelayanan dan ketidaktegasan pentarifan; dan 3) terjadi peningkatan polusi sebagai akibat angkutan umum penumpang non-bus tersebut yang dikelompokkan berdasarkan parameter sosial, ekonomi, dan lingkungan. Rumusan permasalahan dalam konteks pendekatan sistem mengantarkan pada identifikasi sistem yang terkait dengan model pengelolaan transportasi angkutan umum penumpang non-bus berkelanjutan sebagai tujuan akhir atau

8 keempat yang merupakan rekomendasi penelitian. Sedangkan tujuan lain penelitian adalah: menilai kinerja eksisting trayek/rute, menganalisis sistem tarif dan pelayanan, dan menilai serta menata kawasan rawan polusi dalam satu kesatuan yang terintegrasi. Keempat tujuan penelitian tersebut merupakan arah bagi perancangan model pengelolaan transportasi angkutan umum penumpang yang berkelanjutan dengan tinjauan aksesibilitas berupa penilaian efektifitas penataan trayek/rute, kesetaraan berupa efisiensi sistem pentarifan dan pelayanan angkutan umum penumpang non-bus, kepedulian lingkungan berupa penataan yang berwawasan lingkungan, dan pencapaian sinergitas tata ruang dan transportasi dalam bentuk optimalisasi interaksi tata ruang dan transportasi. Optimalisasi interaksi tata ruang dan transportasi direpresentasikan oleh pergerakan penduduk kota berdasarkan pekerjaan sektor dasar dan pelayanan yang potensial menggunakan angkutan umum penumpang terhadap tiga kecamatan representasi terhadap kawasan pusat kota (kepadatan penduduk tinggi), kawasan transisi kota (kepadatan penduduk sedang), dan kawasan pinggiran kota (kepadatan penduduk jarang). Untuk lebih jelasnya keterkaitan antara latar belakang, tujuan penelitian, dan rumusan permasalahan dalam perancangan model pengelolaan transportasi angkutan umum penumpang non-bus berkelanjutan di Kota Makassar dapat dilihat di kerangka pemikiran penelitian pada Gambar 1. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut: 1. Sebagai informasi untuk pemilihan trayek/rute yang efektif dengan tarif efisien dan terjangkau bagi masyarakat (stakeholders), khususnya bagi pengguna angkutan umum penumpang non-bus; 2. Sebagai masukan dalam merumuskan kebijakan bagi pemerintah (pembuat kebijakan), khususnya instansi terkait berdasarkan model pengelolaan transportasi angkutan umum penumpang non-bus yang mempertimbangkan rencana tata ruang kota; 3. Sebagai masukan dalam manajemen dan operasional perusahaan dalam bermitra dengan pemerintah dan perusahaan lainnya atau pengusaha (operator) berdasarkan iklim bisnis yang baik dan peduli lingkungan; dan

9 Model Pengelolaan Transportasi Angkutan Umum Penumpang Non-Bus Berkelanjutan (Aksesibilitas-Kesetaraan-Lingkungan) Merancang Model Sinergitas Transportasi-Tata Ruang Kota Keterpaduan Interaksi Ruang Berwawasan Lingkungan Efektivitas Trayek Efisiensi Tarif & Pelayanan Menilai & Menata Kawasan Rawan Polusi Menilai Kinerja Eksisting Pola Trayek/Rute Menganalisis Pentarifan & Radius Pelayanan Menurunnya Kualitas Lingkungan Tumpang Tindih Trayek Tarif Tidak Tegas & Layanan Terbatas Parameter Lingkungan Parameter Sosial Parameter Ekonomi MASALAH PERENCANAAN MASALAH MANAJEMEN Perkembangan Kelembagaan MASALAH OPERASIONAL UMUM PENUMPANG NON- BUS (PETE-PETE) UMUM PENUMPANG BUS BARANG Ketidaknyamanan & Ketidakamanan Polusi & Kebisingan Kemacetan & Tundaan Kecelakaan & Pelanggaran Peningkatan Rute & Parkir Kebijakan Transportasi Perkembangan Aktivitas Pengaruh Lingkungan UMUM Pertambahan Penduduk Pertambahan Pergerakan Pertumbuhan Kota Makassar PRIBADI Kebijakan Penataan Ruang Perkembangan Jaringan Metropolitan Mamminasa ta SEPEDA MOTOR NON-MOTOR Gambar 1. Kerangka Pemikiran Model Pengelolaan Transportasi Angkutan Umum Penumpang Non-Bus Berkelanjutan

10 4. Sebagai media yang menjembatani gap antara permasalahan lapangan dengan kajian teoritis dan penelitian sebelumnya serta umpan balik dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian Bidang Transportasi dan Lingkungan berdimensi berkelanjutan di masa yang akan datang. 1.6. Lingkup Penelitian Batasan sistem (boundary system) penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Batasan geografis penelitian berupa kesatuan wilayah administrasi Kota Makassar dan dalam lingkup sebagian Kawasan Metropolitan Mamminasata khususnya Kota Makassar, Maros, dan Sungguminasa; b. Sistem transportasi dalam penelitian dibatasi pada struktur internal kawasan kota yaitu pusat, transisi, dan pinggiran sebagai daerah contoh (sample area) di wilayah administrasi Kecamatan: Ujungpandang, Panakkukang, dan Biringkanaya dan struktur ekternal kawasan inti dan hinterland kota yaitu: Kota Makassar, Kota Maros, dan Kota Sungguminasa; c. Komponen penelitian sebagai parameter yang mempengaruhi pengelolaan transportasi angkutan umum penumpang non-bus berkelanjutan adalah: 1) sosial, 2) ekonomi, 3) lingkungan, dan 4) kelembagaan; d. Parameter penelitian pengelolaan transportasi berkelanjutan tersebut difokuskan pada aspek-aspek: 1) sosial, karena pelayanan angkutan umum penumpang non-bus belum aksesibel dengan indikator terjadinya tumpang tindih trayek, 2) ekonomi, karena pelayanan angkutan umum penumpang non-bus kurang merata dengan indikator masih terdapat kawasan kota yang belum terlayani trayek disamping banyaknya trayek gemuk dan kurus yang mempengaruhi ketidaktegasan penetapan tarif angkutan, 3) lingkungan, karena emisi gas buang angkutan umum penumpang non-bus menyebabkan beberapa kawasan dalam kota berpotensi terjadi peningkatan polusi dan penurunan kualitas udara ambien kota, dan 4) kelembagaan, karena belum optimalnya pelaksanaan kebijakan dan peran serta institusi terkait berdasarkan tugas dan fungsinya masing-masing yaitu: regulator, operator, dan pengemudi; e. Substansi penelitian yang terkait dengan aspek teknis transportasi adalah: 1) penilaian kinerja pola trayek/rute eksisting dengan menganalisis: tingkat permintaan, kinerja rute dan operasi serta prasarana, dan tingkat pelayanan jalan; 2) analisis besaran sistem pentarifan dan radius layanan dengan

11 menganalisis besarnya produksi, pembiayaan, tarif, dan pengembangan layanan; 3) menilai dan menata kawasan rawan polusi dengan menganalisis kualitas udara ambien dan tingkat emisi angkutan umum di beberapa kawasan dan alternatif penataannya; dan 4) merancang model pengelolaan transportasi berkelanjutan dengan pemodelan interaksi transportasi dan penggunaan lahan (tata ruang) dan prioritas keputusan suatu kebijakan; dan f. Pendekatan sistem penelitian yang digunakan adalah pemodelan kebijakan dalam perencanaan, manajemen, dan operasionalisasi transportasi angkutan umum penumpang non-bus yang berkelanjutan sebagai bagian dari sistem dukungan pengambilan keputusan yang holistik, efektif, dan sibernetik. 1.7. Kebaruan (Novelty) Penelitian Kebaruan (novelty) penelitian ini diidentifikasi berdasarkan keluaran, pendekatan, unit analisis, dan kajian penelitian adalah sebagai berikut: 1. Keluaran penelitian, yaitu bentuk struktur model berupa konsep rancangan model pengelolaan transportasi secara berkelanjutan yang mengkaji aspek ekonomi, sosial, lingkungan, dan kelembagaan yang bersinergi dengan kebijakan penataan ruang secara holistik dan sebagai masukan dalam perumusan kebijakan sistem transportasi berkelanjutan yang melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholders) dalam kasus spesifik angkutan umum penumpang non-bus (angkutan kota) serta memperkuat bahwa untuk menunjang sistem transportasi kawasan (kota) dan makro (wilayah) diperlukan suatu sistem pengelolaan transportasi angkutan umum publik berdasarkan permasalahan perencanaan, manajemen, dan operasional; 2. Pendekatan penelitian, yaitu rumusan model heuristik yang meramu beberapa hasil analisis secara terpadu yang melibatkan pelaku (aktor) dan pakar yang terkait dengan mengkombinasikan pendekatan holistik AHP, MPE, SIG, dan statistik deskriptif sebagai suatu sistem dukungan keputusan dalam perumusan kebijakan pengelolaan transportasi berkelanjutan; 3. Unit analisis, yaitu analisis kebijakan publik yang menggunakan analisis System Thinking dan dukungan System Modelling secara terpadu dan saling melengkapi dalam mengkaji sistem pengelolaan transportasi angkutan umum penumpang non-bus sebagai bagian dari aspek pragmatis dan upaya merancang model pengelolaan berdasarkan aspek teoritis; dan 4. Kajian penelitian, yaitu merupakan kajian studi kasus Kawasan Metropolitan Mamminasata (Kota Makassar, Kota Maros, dan Kota Sungguminasa).