KAJIAN PENGEMBANGAN JAGUNG PADA LAHAN SAWAH SEBAGAI TANAMAN MT III DI SULAWESI TENGGARA Zainal Abidin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara ABSTRAK Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir data luas areal pertanaman jagung di Sultra menunjukkan trend penurunan. Selama ini areal pertanaman jagung di Sulawesi Tenggara hanya bertumpu pada lahan kering. Kajian dilakukan untuk mengetahui prospek pengembangan jagung pada lahan sawah sebagai tananam MT III. Kajian dilakukan di Kecamatan Angata Kabupaten Konawe Selatan, pada bulan Agustus Desember 2012, menggunakan metode kaji terap pada lahan sawah seluas 4 ha dengan 5 petani kooperator. Hasil kajian menunjukkan produktivitas jagung 4,60 t pipilan kering/ha (ka. 15%). Hasil analisis ekonomi menunjukkan usahatani jagung pada MT III layak diusahakan dengan nilai BCR 1,20 dengan keuntungan Rp. 5.276.200 per ha. Hasil analisis tersebut memberikan implikasi bahwa jika luas lahan sawah di Sultra yang hingga seluas 58.479 ha dengan 2 kali tanam per tahun dan sekitar 25% dapat ditingkatkan indeks pertanamannya menjadi 3 kali setahun dengan jagung. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah: (1) penyediaan benih unggul secara lokalita; (2) penyediaan sarana pasca panen; dan (3) jaminan harga produk bagi petani. Berdasarkan hal tersebut, maka usaha pertanaman jagung pada MT III prospektif untuk dikembangkan di Sulawesi Tenggara. Kata kunci: prospek, jagung, lahan sawah PENDAHULUAN Laju permintaan jagung yang semakin meningkat dipicu oleh semakin tingginya permintaan akan produk peternakan. Haryono (2012) menyatakan bahwa proporsi penggunaan jagung untuk pakan terhadap total kebutuhan jagung mencapai 83%. Lebih rinci Tangenjaya et al. (2002), komposisi pakan yang berasal dari jagung, adalah untuk ayam pedaging 54% dan ayam petelur 47,14%. Dengan demikian fungsi jagung khususnya untuk pakan menjadi sangat penting. Upaya peningkatan produksi jagung terus dilaksanakan oleh pemerintah diantaranya, perluasan areal tanam, penggunaan benih hibrida, hingga pelaksanaan SLPTT jagung. Upaya ini cukup berhasil yang ditandai dari meningkatnya nilai Self sufficiency Achievement Index (SAI) yakni sebesar 115,52 pada tahun 2011 dan meningkat menjadi 117,69 pada tahun 2012 (Haryono 2012). Pengembangan jagung secara nasional didominasi lahan kering (79%), lahan irigasi (11%) lahan sawah tadah hujan (10%) (Mink 1984 dan Subandi et al. 1988 dalam Sudjana et al. 1993). Di Sulawesi Tenggara hingga tahun 2012, luas 713
Zainal Abidin: Kajian Pengembangan Jagung pada Lahan.. pertanaman jagung adalah 31.222 ha dengan produktivitas hanya 2,54 t/ha. Selama ini areal pertanaman jagung adalah pada lahan kering. Sementara itu pengembangan pada lahan sawah belum banyak dilakukan, padahal lahan sawah di Sultra dapat dijadikan sebagai areal pertanaman jagung dengan potensi 84.514 ha. Pada sisi lain Badan Litbang Pertanian telah melepas berbagai varietas jagung yang adaptif pada lahan sawah, baik jagung hibrida Bima 2, Bima 3, Bima 4 dan Bima 5 serta jagung komposit Gumarang (Erawati dan Awaluddin 2011; Amir dan Najmah 2009). Lebih lanjut Sudjana (1990) dalam Sudjana dan Setiyono (1993) menyatakan bahwa upaya peningkatan produksi jagung pada agroekosistem lahan sawah tadah hujan dan tegalan akan lebih berhasil bila menggunakan varietas jagung yang adaptif. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dilakukan analisis ekonomi pengembangan jagung pada lahan sawah di Sulawesi Tenggara sebagai tanaman MT III. METODOLOGI Kajian dilakukan di Desa Lamoeri Kecamatan Angata Kabupaten Konawe Selatan pada bulan September Desember 2012, menggunakan metode kaji terap pada lahan sawah seluas 4 ha menggunakan 4 orang petani kooperator. Teknologi yang diaplikasikan adalah : a. Varietas sukmaraga b. Penyiapan lahan menggunakan teknologi Tanpa Olah Tanah (TOT) c. Penanaman di lakukan 2 3 minggu setelah panen padi MT II d. Jarak tanam 70 x 25 cm dengan 1 biji per lubang tanam e. Penyiangan dilakukan sebanyak 2 kali yaitu penyiangan I pada umur 25 30 hst dan penyiangan II pada umur 50 hst f. Pemupukan dilakukan sebanyak 2 kali yaitu : - Pemupukan I dilaksanakan pada umur 14 hst menggunakan pupuk NPK (15-15-15) dengan takaran 300 kg/ha - Pemupukan II dilaksanakan pada umur 40 hst menggunakan pupuk urea dengan takaran 200 kg/ha g. Pengendalian hama penyakit dilakukan berdasarkan konsep PHT h. Panen dilakukan secara manual dan perontokan dilakukan menggunakan thresher 714
Adapun parameter yang diamati adalah : a. Produktivitas Produktivitas diukur dengan melakukan ubinan ukuran 31,5 m X 5 m (2 baris tanaman) sebanyak 3 ubinan per ha b. Biaya usahatani Biaya-biaya usahatani dihitung terhadap semua biaya usahatani baik meliputi sarana produksi (benih, pupuk dan pestisida) serta tenaga kerja mulai dari penyiapan lahan, penyiangan, pemupukan dan panen serta pasca panen. Untuk mengetahui laba usahatani digunakan persamaan umum adalah (Kasijadi dan Suwono 2001; Malian et al. 1997; Debertin 1986) Gross B/C = PxQ Bi Selain itu juga digunakan analisis deskriptif dengan memberikan ulasan mengenai keterkaitan antara pengembangan jagung dengan kebutuhan kelembagaan pendukung. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Wilayah Pengkajian Desa Lamoeri merupakan salah satu wilayah di Kecamatan Angata Kabupaten Konawe Selatan dengan areal sawah seluas 168 ha, yang merupakan lahan sawah dengan irigasi semi teknis, dan sebagian pula merupakan sawah tadah hujan. Pola tanam pada lahan sawah adalah padi padi bero, dimana MT I dimulai pada bulan Januari Mei dan MT II dimulai dari Juni/Juli September. Produktivitas padi sawah yang diperoleh berkisar antara 3,6 4,4 t/ha. Hal ini karena diterapkannya teknologi budidaya yang belum optimal. Tanaman lain yang diusahakan petani adalah lada, kakao, kedelai dan tanaman pangan lainnya. Pengusahaan jagung pada lahan sawah sebagai tanaman pada MT III merupakan suatu teknologi yang dianggap baru, karena selama ini lahan mereka pada bulan September Desember dibiarkan bero. Meskipun demikian beberapa orang petani yang berasal dari suku Toraja dan Bugis, pola tersebut adalah salah satu pola pada daeah asal mereka. Hasil Jagung Pada Lahan Sawah Penanaman jagung yang dilaksanakan pada bulan September menunjukkan hasil yang cukup baik. Hasil pengamatan produksi jagung disajikan pada Tabel 1. 715
Zainal Abidin: Kajian Pengembangan Jagung pada Lahan.. Tabel 1. Hasil jagung pada lahan sawah di Kabupaten Konawe Selatan, 2012 Uraian Sampel (kooperator) I II III IV Rata-Rata Tinggi Tanaman (cm) 178 165 180 183 179 Tinggi Tongkol (cm) 64 61 68 65 65,50 Panjang Tongkol (cm) 15 13 18 17 15,75 Jumlah baris/tongkol 14 12 16 13 13,75 Jumlah biji/baris 28,6 26,4 35,2 33,2 30,85 Produktivitas (ton pipilan kering/ha) 5,60 3,20 5,50 4,10 4,60 Kadar air (%) 29,50 29,00 28,50 29,50 29,13 Produktivitas (ka 15%) 4,95 2,83 4,87 3,63 4,07 Sumber : Data hasil pengamatan lapangan (diolah) Pada Tabel 1 nampak bahwa produktivitas yang dicapai relatif rendah dibandingkan dengan produktivitas varietas sukmaraga yang mencapai 6,0 t pipilan kering/ha (Aqil et al. 2012). Analisis Ekonomi Jagung MT III Analisis ekonomi menunjukkan kelayakan suatu usahatani. Hal ini penting agar sebelum teknologi di introduksikan secara luas dapat diketahui kelayakan ekonominya. Analisis ekonomi jagung MT III disajikan pada Tabel 2, yang menunjukkan bahwa usahatani jagung pada lahan sawah layak secara ekonomi. Hal ini dapat diihat dari nilai BCR >1. Meskipun demikian nilai ini belum mencerminkan keayakn sesungguhnya, hal ini karena dalam analisis ini belum memasukkan faktor resiko usahatani yang besarannya berkisar 80-100%. Oleh karena itu nilai BCR akan layak secara ekonomi jika BCR>2 (Erwidodo 1998 dalam Hendayana 2010). Selanjutnya jika dilihat dari struktur biaya, nampak bahwa usahatani jagung di lahan sawah masih merupakn usahatani yang padat tenaga kerja, yang ditandai dari proporsi biaya untuk tenaga kerja yang mencapai 67% sementara hanya sekitar 33% yang digunakan untuk biaya sarana produksi. 716
Tabel 2. Analisis Usahatani Jagung pada MT III di Lahan Sawah Kabupaten Konawe Selatan, 2012 No Uraian Jumlah Satuan Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp) A. Sarana Produksi 1. Benih 20 kg 5.000 100.000 2. Pupuk - Urea 200 kg 1.900 380.000 - NPK 300 kg 2.000 600.000 3. Herbisida 8 liter 45.000 360.000 B. Tenaga Kerja 1. Penyiapan lahan 3 HOK 50.000 150.000 2. Penanaman 10 HOK 50.000 500.000 3. Penyiangan 2 HOK 50.000 100.000 4. pemupukan 8 HOK 50.000 400.000 5. Panen 7 HOK 50.000 350.000 6. Perontokan 678 kg 2.100 1.423.800 C. TOTAL BIAYA 4.363.800 D. Produksi 4.600 kg 2.100 9.660.000 E. Keuntungan 5.296.200 F. BCR 1,21 Implikasi Pada Pengembangan Jagung dan Dukungan Kelembagaan Tingkat produktivitas yang dicapai dan hasil analisis ekonomi menunjukkan bahwa jagung cukup potensial untuk dikembangkan secara luas. Sebagai ilustrasi, jika luas lahan sawah irigasi di Sultra yang Indeks Pertanamannya (IP) masih 200% sekitar 58.479 ha, dengan asumsi bahwa sekitar 25% dapat ditingkatkan IP nya menjadi 300% dan rata-rata produktivitas jagung yang dicapai sebesar 4,6 t pipilan kering/ha, maka akan dapat diperolah tambahan produksi jagung sebesar 67.251 t/tahun atau akan ada tambahan pendapatan wilayah sebesar 141.226.785 (dengan asumsi harga jagung Rp. 2.100/kg). Meskipun demikian beberapa hal yang perlu di perhatikan jika pengembangan jagung pada lahan sawah secara massif akan dilaksanakan yaitu : 1. Penyediaan benih secara lokalita Penyediaan benih jagung secara lokalita secara tepat waktu sangat penting, karena adanya keterabatasan waktu dalam penanaman jagung. Hal ini karena pada MT III biasanya adalah musim kemarau, dimana ketersediaan air sangat rentan, oleh karena itu percepatan waktu tanam jagung segera setelah panen padi MT II mesti dilakukan. Penyediaan benih secara lokalita dapat dilakukan dengan jalan menumbuhkan sistem penangkaran jagung antar lapang dan antar musim. 2. Penyediaan sarana produksi pupuk yang cukup 717
Zainal Abidin: Kajian Pengembangan Jagung pada Lahan.. Pupuk merupakan salah satu sarana utama dalam usahatani jagung. Oleh karena itu pupuk perlu disediakan pada waktu yang tepat. Hal ini karena ketersediaan pupuk biasanya menjadi kendala, terutama pada saat pertanaman pada MT II telah selesai. Pihak distributor biasanya hanya akan menyediakan pupuk menjelang pelaksanaan musim tanam padi sawah. Selain itu dengan adanya sistem penyediaan pupuk bersubsidi yang harus sesuai dengan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK), maka usahatani jagung pada MT III harus dimasukkan sebagai salah satu jenis usahatani yang akan memperoleh pupuk bersubsidi. 3. Penyediaan Alsintan Penyediaan alsintan khusunya mesin pemipil dan pengering serta gudang penyimpanan juga perlu diperhatikan. Hal ini terutama karena waktu panen jagung pada MT III biasanya berlangsung pada awal musim hujan, sehingga kebutuhan alsintan menjadi faktor yang cukup kritis. 4. Jaminan pasar Adanya jaminar pasar bagi produk pertanian merupan salah satu prasayarat yang disebutkan oleh Mosher (1966) untuk pengembangan pertanian. Khususnya pada usahatani jagung maka jaminan pasar juga menjadi faktor kunci. Berkaitan dengan hal tersebut, maka jalinan kemitraan dengan pengusaha terutama penyedia pakan ternak menjadi sangat penting. KESIMPULAN 1. Produktivitas jagung pada lahan sawah pada MT. III 4,6 t/ha 2. Usahatani jagung pada lahan sawah sebagai tanaman MT III layak secara ekonomi dengan keuntungan Rp. 5,296,200 dengan nilai BCR 1,2. 3. Pengembangan jagung pada lahan sawah secara massif perlu didukung dengan kelembagaan, di antaranya lembaga penyedia pemasaran.. DAFTAR PUSTAKA benih, pupuk, alsintan, dan Amir dan Najmah. 2011. Uji Adaptasi Beberapa Varietas Jagung Pada Lahan Sawah Tadah Hujan Di Takalar. Makalah disampaikan pada Seminar Serealia 2011. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros Aqil M., Constance R. dan Zubachtirodin. 2012. Deskripsi Varietas Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta 718
Debertin, D.L. 1986. Agricultural production economics. Machmillan publishing company. New York. Haryono. 2012.Maize for Food, Feed and Fuel in Indonesia: Challenges and Opportunity. Paper presented in International Maize Conference. Gorontalo Indonesia. Hendayana, 2011. Metode Analisis Data Hasil pengkajian. Hand Out. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Bogor Kasijadi, F. Dan Suwono. 2001. Penerapan Rakitan Teknologi Dalam Peningkatan Daya Saing Usahatani Padi di Jawa Timur. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Petanian. Vol 4(1) Januari 2001. Puslibang Sosek Pertanian. Bogor Malian. H. A, Aman. J.dan M.G.Van Der Veen. 1987. Analisis Ekonomi Dalam Penelitian Sistem Usahatani. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta Sudjana, A dan R. Setiyono, 1993. Jagung untuk Lahan Sawah Tadah Hujan. Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III. Jakarta/Bogor 23-25 Agustus Tangenjaya B., Yusmichad Yusdja., Nyak Ilham. 2002. Analisa Ekonomi Permintaan jagung untuk pakan. Diskusi Nasional Agribisnis Jagung Departemen Pertanian. Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor 24 Juni 2002. Tri Ratna Erawati B. dan Awaluddin H. 2010. Adaptasi Beberapa Varietas Jagung Hibrida di Lahan Sawah. Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010. Balai Penelitian tanaman Serealia. Maros 719